ABSTRAK
Early child creativity ability especially in RA Al Ittihad Jogoroto Jombang is still low.
So this study aims to measure the influence of traditional games (Lempung game) on increasing
creativity in early childhood. This study uses a quantitative approach with nonequivalent
experimental methods (Pre-test and Post-test) control group design. This research was
conducted on grade B students of Kindergarten in RA Al Ittihad Jogoroto Jombang (n = 27).
Pre-test results showed that there were 22 children in the moderate and low creativity
categories. Subjects with moderate and low categories were divided into two control groups (n =
11) and the experiments (n = 11) to be treated were Lempung game activities. Data collection
using creative observation instruments. Data were analyzed by using SPSS 18.0 with statistical
technique of Independent sample T-test. The results showed that the influence of traditional
games is to Lempung game with increased creativity.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kreatifitas merupakan salah satu bagian dari seluruh perkembangan manusia. Setiap
kehidupan akan mengalami permasalahan sesuai dengan zamannya. Mengingat zaman sekarang
ini adalah zaman globalisasi yaitu segala aktifitas manusia sudah tidak dibatasi oleh wilayah
yang penuh dengan persaingan. Maka diperlukanlah manusia yang berkualitas agar individu
tetap survive dengan kehidupannya sekarang, salah satunya cirinya adalah memiliki kreatifitas.
Oleh karena itu sumbangan kreatif generasi muda Indonesia memegang peran penting,
maka dengan kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya sehingga
kebutuhan untuk mencetak tunas muda yang mampu mengatasi krisis yang sedang melanda
bangsa dan negara Indonesia akan terpenuhi. Namun, tingkat kreatifitas bangsa Indonesia masih
tergolong rendah. dibandingkan negara lain di dunia. Global Creativity Index (GCI) 2015
menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dari 139 negara (martinprosperity.org, 2015).
Selain itu, beberapa penelitian (Munandar, 1999; Setiabudi, 2011; Juliante, 2009;
Widhiastuti, 2014) mengemukakan bahwa kreatifitas bangsa Indonesia tergolong rendah dan
cenderung tidak dapat berkembang secara optimal. Contoh-contoh yang diungkapkan pada
penelitian-penelitian ini menjelaskan seperti para siswa jarang mengemukakan ide-ide kreatif
pada saat mengikuti pelajaran dikelas, kebanyakan pasif dan hanya melakukan apa yang
ditugaskan guru tanpa usaha atau tanpa adanya semangat untuk berkreasi didalam membangun
diskusi. Sehingga peran sekolah yang seharusnya menjadi stimulisasi perkembangan anak
kurang berperan optimal. Hal ini diperkuat oleh pendapat Guilford (1950), yang menyatakan
bahwa pengembangan kreativitas ditelantarkan dalam pendidikan formal padahal ini amat
bermakna bagi pengembangan potensi individu secara utuh dan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan serta seni budaya.
Masa anak usia dini merupakan masa dimana dasar dari kemampuan fisik, motorik,
bahasa, kognitif, kemandirian, bergaul serta kreatifitas sedang berkembang pesat. Perlu usaha
yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru, dan lingkungan untuk meningkatkan kecerdasasn
dan kreativitas anak usia dini (Mansur, 2009).
Namun, pada kenyataannya salah satu contoh pada sebuah lembaga pendidikan yaitu
berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah dan Guru RA Al Ittihad menyatakan bahwa
para orang tua banyak menuntut agar anaknya bisa membaca serta berhitung karena sebagai
syarat memasuki Sekolah Dasar (SD), tanpa melihat perkembangan anak dan kemampuan lain
anak. Sehingga pengembangan kreatifitas dan motorik anak kurang dianggap penting.
Oleh karena itu upaya perangsangan kreatifitas pada usia prasekolah sangat penting.
Sekolah akan melewati masa kritis, perangsangan berbagai aspek perkembangan dan kreativitas
akan lebih sulit, meski dirangsang dengan rangsangan yang sama. Akibatnya anak akan
mengalami kerugian. Sehubungan dengan hal di atas, dapat dikemukakan bahwa perkembangan
kreativitas anak bisa dirangsang melalui jalan yang dapat menarik minat anak tersebut secara
sukarela, berangkat dari hatinya yang paling tulus. Jadi jalan yang paling mudah adalah melalui
kegiatan yang digemari dan menjadi kehidupan anak-anak pada saat itu yaitu bermain.
Bermain juga dapat dikatakan sebagai awal timbulnya kreativitas, karena bermain akan
memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasikan dorongan-dorongan kreatifnya,
kesempatan untuk merasakan objek-objek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan
cara-cara baru (Mulyadi, 2004). Ada berbagai macam permainan yang dapat meningkatkan
kreativitas dan motorik anak, salah satunya adalah permainan tradisional. Permainan tradisional
merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-
macam fungsi atau pesan dibaliknya (Agustin, 2013). Terdapat beberapa penelitian terkait
perkembangan anak melalui permainan tradisional. Namun, masih jarang yang berrfokus pada
perkembangan kreatifitas anak melalui permainan tradisional, hanya beberapa yang meneliti
namun hanya sebatas perkembangan kognitif anak (Suyeni, 2016; cahyani, 2014; Andriani,
2012).
Bermain Lempung termasuk salah satu permainan tradisional Indonesia yang hampir
semua daerah ada. Karena Indonesia merupakan daerah katulistiwa dan hampir semua daerah
memiliki tanah liat (lempung). Bermain lempung yaitu membentuk suatu benda dengan tanah
liat (lempung). Lempung dipilih karena sifatnya yang lunak dan lentur (Citraalam, 2017). Pada
beberapa bentuk dan jenis tanah liat (lempung) akan memerlukan tambahan air. Sehingga,
bermain lempung juga akan menambahkan tantangan kepada anak. Karena tidak hanya
berkreasi dalam membentuk saja, namun anak juga dituntut untuk bisa memperkirakan
pemberian air pada tanah liat (lempung) agar bisa dibentuk sesuai keinginan. Hal ini berbeda
dengan permainan-permainan yang sejenis seperti clay, play dogh, plastisin, dan lain-lain
dimana tidak perlu memerlukan air untuk memainkannya (membentuk) sesuatu.
Berdasarkan data dan teori di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
permainan tradisional (bermain lempung) terhadap peningkatan kreatifitas pada anak
usia dini. Bahan dasar permainan lempung selain mudah ditemui, bermain lempung juga
menuntut anak berkreasi dan mengaktifkan kemampuan motorik halusnya membentuk benda
dari lempung dengan campuran air. Dalam hal ini, peneliti ingin mengungkapkan apakah
permainan tradisional bermain lempung mampu meningkatkan kreatifitas pada anak usia dini
dan efektifitasnya terhadap kreatifitas dan motorik halus anak usia dini. Sehingga tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional terhadap peningkatan
kreatifitas pada anak usia dini.
Kajian pustaka
Kreatifitas
Kelancaran mengacu pada sejumlah ide, gagasan, atau alternative dalam memecahkan
masalah. Kelancaran menyiratkan pemahaman seseorang.
Elabaorasi mengacu pada prosese peningkatan gagasan dengan membuatnya lebih detail.
Detail tambahan akan meningkatkan minat dan pemahaman akan topic tersebut.
Keaslian mengacu pada produksi dari gagasan yang tidak biasa atau unik. Keaslian juga
melibatkan penyampaian informasi dengan cara yang baru.
Kreatifitas secara umum memiliki 2 fase yaitu imaginative dan practical. Keduanya
diketahui sebagai berpikir secara divergen (divergent thinking) dan konvergen (convergent
thinking). Fase imajinasi adalah kemampuan untuk membuat konsep baru yaitu menurunkan dan
menghubungkan koneksi yang lama untuk menjadi sebuah konsep baru. Fase praktik (practical)
adalah proses rasionalisasi dari ide-ide yang didapat dari fase imajinatif untuk bisa diterapkan
secara praksis (Solomon, 1990).
Anak usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler dan
Snowman (dalam Yulianti, 2010), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun.
Sedangkan hakikat anak usia dini (Augusta, 2012) adalah individu yang unik dimana ia
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional,
kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui
oleh anak tersebut.
Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin
menang sendiri dan sering mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan
demikian, dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak yang
sangat penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa,
sosioemosional, kemampuan fisik dan lain sebagainya.
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan
sebagainya. Menurut Siti Aisyah,dkk (2010) karakteristik anak usia dini antara lain; a) memiliki
rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi,
d) masa paling potensial untuk belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) memiliki rentang
daya konsentrasi yang pendek, g) sebagai bagian dari makhluk sosial
Permainan tradisional adalah bentuk kegiatan permainan yang berkembang dari suatu
kebiasan masyarakat tertentu. Pada perkembangan selanjutnya permainan tradisional sering
dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli serta disesuaikan dengan
tradisi budaya setempat. Dalam pelaksanaannya permaian tradisional dapat memasukkan unsur-
unsur permainan rakyat dan permainan anak ke dalamnya. Bahkan muo,ngkin juga dengan
memasukkan kegiatan yang mengandung unsur seni seperti yang lazim disebut sebagai seni
tradisional (Agustin, 2013).
Permainan Tradisional jenis Kreasi salah satunya adalah permainan dengan Lempung.
Bermain lempung adalah membentuk suatu benda dari lempung yaitu yang terbuat dari tanah
liat. Lempung itu berada ditempat tanah yang basah, cara membuat lempung dibentuk dan
disesuaikan seperti apa yang ingin dibentuk (Golempung, 2015).
Ketika anak mulai bermain tanah liat (lempung), anak akan membayangkan ia jadikan
apa tanah liat (lempung) itu dan ketika anak sudah mengetahui tanah liatnya (lempung) akan
dibentuk menjadi apa, maka biasanya akan segera merealisasikannya. Sehingga hal ini dapat
memperkuat fungsi kongnitif anak. Sebab ketika membentuk tanah liat, mereka akan
menghadapi masalah baru untuk diselesaikan sendiri (citraalam, 2017).
Membuat kerajinan dari tanah liat membutuhkan kesabaran dan ketelitian, karena
prosesnya yang memerlukan waktu cukup lama. Perlu juga untuk menyiapkan seluruh bahan
dan peralatan yang akan digunakan, guna mempermudah pengerjaannya (citraalam, 2017).
Metode Penelitian
Teknik penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas B di RA Al Ittihad Jogoroto Jombang yang
teridentifikasi kreatifitas dalam kategori sedang dan rendah.
Jenis kegiatan kreatif dan mampu melatih motorik yang dipilih untuk perlakuan dalam
penelitian ini adalah permainan tradisional yaitu Bermain Lempung. Dengan bermain Lempung,
anak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, fantasi dan imajinasi anak dalam berekspresi.
Berikut tabel harapan dari kegiatan permainan tradisional bermain Lempung dan aspek-aspek
kreatifitas yang terlihat di dalamnya sebagai upaya pengembangan kreatifitas anak usia dini:
Aspek Kreatifitas
No. Aktivitas Bermain Lempung
Fluency Flexibility Originality Elaboration
1. Mencampur lempung & air V V V
2. Membentuk Buah V V V V
3. Membentuk Hewan V V V V
4. Membentuk makanan V V V V
5. Membentuk jenis kendaraan V V V V
6. Membentuk secara bebas V V V V
Prosedur penelitian ini terdapat tiga tahap yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian, dan tahap akhir penelitian. Persiapan penelitian berupa studi literatur, studi
pendahuluan untuk memperoleh gambaran awal kreatifitas anak, menyusun instrumen,
melakukan validitas instrumen dengan profesional judgement, melakukan analisis dan revisi
instrumen penelitian. Pelaksanaan penelitian berupa pemberian pre test kemampuan berpikir
kreatif anak, mengolah data hasil pre test, memberikan perlakuan permainan tradisional bermain
lempung dalam jangka waktu lima kali pertemuan (5x60 menit), memeberikan post test,
mengolah data hasil post test, dan melakukan analisis hasil pre test dan post test. Tahap akhir
penelitian berupa analisis dan evaluasi terhadap persiapan, pelaksanaan dan hasil penelitian;
melakukan penulisan laporan penelitian.
HASIL
Hasil observasi tentang peningkatan kreativitas anak melalui aktivitas bermain lempung
sebelum tindakan (pre tset) adalah sebagai berikut:
Sebelum melakukan uji hipotesis (t-test), maka dilakukanlah uji asumsi yakni uji
normalitas dan homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah sebaran data
berada dalam satu garis distribusi normal atau tidak. Sedangkan uji homogenitas dilakukan
untuk melihat apakah varians dalam setiap kelompok relatif homogen.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mendukung pendapat lain bahwa ekspresi kreatifitas anak bisa
melalui permainan konstruktif yaitu menciptakan konstruksi dengan menggunakan benda dan
situasi sehari-hari serta mengubahnya agar sesuai dengan khayalan (Hurlock, 2005). Dua jenis
permaianan konstruktif yang paling umum dan populer adalah membuat benda dan
menggambar. Bermain lempung merupakan permainan tradisional yang merupakan permainan
konstruktif anak.
Selain itu bermain lempung juga memberikan stimulus subjek untuk memperkirakan
pengunaan air dalam campuran tanah agar bisa dibentuk. Hal ini juga merupakan proses dari
kreatifitas dimana hal ini didukung oleh Stenberg (1988) dan Gie (2003) bahwa hasil kreatif
adalah hasil yang original dan appropriate (tepat) yang merupakan buah pikiran baru dari
kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan pengetahuan.
Kreatifitas dilihat dari empat aspek yang dimilikinya, yaitu kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), keaslian (originality) dan elaborasi (elaboration). Skor kreatifitas
dihitung dengan menjumlahkan keempat aspek tersebut kemudian dicari perbedaan rata-ratanya.
Namun, apabila ditinjau dari masing-masing aspek, pada kelompok eksperimen tidak semua
aspek memiliki perbedaan rata-rata signifikan antara skor pre test dan post test. Sedangkan,
Pada kelompok kontrol semua aspek tidak memiliki perbedaan rata-rata signifikansi pada skor
pre test dan post test.
Pada aspek kelancaran (fluency), perbedaan rata-rata skor adalah nilai p<0,05
(p=0,000). Subjek kelompok eksperimen memiliki nilai kelancaran tinggi membuat gambar
lebih banyak dan lebih cepat. Mereka juga lebih mudah membuat pikirannya ke arah
nonpragmatis atau out of the box karena subjek mengungkapkan ide atau gagasan dengan
kesadaran dan kesengajaan dan buka karena timbul dari pembuatan ide yang tidak disengaja.
Pada aspek keluwesan (flexibility), perbedaan rata-rata skor dengan nilai p>0,05 (p=0,96). Cara
subjek menceritakan bentuk karyanya hampir sama dengan sebelum dilakukan perlakuan. Hal
ini bisa dipengaruhi oleh factor dalam diri subyek seperti kemampuan bahasa subyek dan rasa
percaya diri subyek untuk menceritakan karyanya. Faktor-faktor ini diluar kontrol pada
penelitian ini.
Pada aspek keaslian (originality), terdapat perbedaan rata-rata skor yang cukup besar
pada sebelum perlakuan (pre test) dan setelah perlakuan (post test), namun tidak signifikan
dengan nilai p>0,05 (p=0,06). Rata-rata skor sebelum diberikan perlakuan adalah 1,2727 dan
setelah diberikan perlakuan bermain lempung adalah 2,3636. Subjek lebih mampu untuk
memunculkan ide atau gagasan yang asli, belum pernah dibuat sebelumnya, atau berbeda dari
yang dipikirkan orang lain pada umumnya, misalnya subyek membuat api, sumur, ruangan
dalam bis yang berbeda pada karya-karya lain pada umumnya.
Pada aspek elaborasi (elaboration), perbedaan rata-rata skor dengan nilai p<0,05 (p=
0,001) yang berarti memiliki signifikansi setelah dan sebelum diberikan perlakuan bermain
lempung. Subjek lebih mampu memberikan detail-detail tambahan pada ide atau gagasan yang
dimilikinya sehingga meningkatkan pemahaman akan tugas yang sedang dilakukan.
Sedangkan pada kelompok kontrol pada aspek kelancaran (fluency), perbedaan rata-rata
skor adalah nilai p>0,05 (p=1,000); Pada aspek keluwesan (flexibility), perbedaan rata-rata skor
dengan nilai p>0,05 (p=1,000); Pada aspek keaslian (originality), perbedaan rata-rata skor
dengan nilai p>0,05 (p=0,341); Pada aspek elaborasi (elaboration), perbedaan rata-rata skor
dengan nilai p>0,05 (p= 1,000). Semua aspek memiliki p>0,05 yang berarti tidak terdapat
perbedaan signifikasn antar skor pre test dan post test. Hal ini disebabkan tidak adanya
perlakuan bermain lempung pada kelompok kontrol.
Variasi perbedaan rata-rata pada setiap aspek pada kelompok eksperimen memang tidak
semuanya signifikan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh factor lain diluar control peneliti
seperti kemungkinan adanya factor dalam diri seperti kelelahan pada subjek, kurangnya
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki subjek, kurang adanya dorongan dalam
menciptakan sesuatu atau berkreasi. Namun, hal-hal tersebut merupakan kemungkinan-
kemungkinan yang belum dapat dijelaskan secara empiris pada penelitian ini.
Hasil keseluruhan dari empat aspek kreatifitas dan kategorial kreatifitas telah
menunjukkan perbedaan rata-rata yang signifikan. Hal itu menyatakan bahwa permainan
tradisional (bermain lempung) dapat meningkatkan kreatifitas anak usia dini.
KESIMPULAN
Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan dari pengaruh permainan tradisional yaitu
bermain lempung dengan peningkatan kreatifitas, namun tidak terdapat perbedaan pada motorik
halus anak usia dini di siswa kelas B RA Al Ittihad Jogoroto Jombang. Bermain lempung
memberikan dampak pada tingginya tingkat kreatifitas anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Dwi. 2013. Permainan Tradisional sebagai Media Simulasi Aspek Perkembangan
Anak Usia Dini. Jurnal psikologi Bayumedia
Aisyah Siti. Dkk. 2010. Perkembangan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Universitas Terbuka
Andriani, Tuti . 2012. Permainan Tradisional Dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini.
Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 1 Januari – Juli 2012
Augusta. 2012. Pengertian Anak Usia Dini. Dari http://infoini.com/ Pengertian Anak Usia Dini.
Citra Alam. 2017. Bermain dan Berkreasi dengan Tanah Liat. https://citraalam.id/bermain-dan-
berkreasi-dengan-tanah-liat/ diakses tanggal 21 Agustus pukul 4:01 WIB
Creswell, J., W. 2012. Research design Pendekatan kualitatif, Kuantitatif dan Mixed; Cetakan
ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Elizabeth B. Hurlock, 2005. Perkembangan Anak jilid 1, edisi keenam, alih bahasa dr.Med.
Meitasari Tjandrasa dan Dra.Muslchah Zarkasih. Jakarta :Penerbit Erlangga.
Gie, The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta
Gaier, Eugene & Marie Bellas.1971. Concept formation & creativity in children.'Theory Into
Practice, Vol. 10, 2, April 1971
LLikanen, Pirkko. 1975. Increasing creativity through art education among pre-school
children. ERIC ED 114198 PS008161
Mansur.2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: pustaka Pelajar
Munandar, Utami. 1999. Kreativitas dan Keberkatan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Setiabudi, Iman. 2011. Hubungan Antara Adversiti Dan Inteligensi Dengan Kreativitas. Jurnal
Psikologi Volume 9 Nomor 1, Juni 2011
Seriati, Ni Nyoman dan Hayati, Nur. (2010). Permainan Tradisional Jawa Gerak dan Lagu
untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Naskah Publikasi. Repository
staff.uny.ac.id
Supriadi, Dedi. 1994. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta
Stenberg, Robert J, Edward E. Smith. 1988. The Psychology of Human Thought. USA:
Cambridge University Press.
Stenberg, Robert J, Edward E. Smith. 2006 .The Handbook of Creativity. USA: Cambridge
University Press
Solomon, Charlene Marmer. 1990. What An Idea: Creative Training. Personnel Journal; May
1990; Banking Information Database
Wang, Yingxu. 2009. On Cognitive Foundations of Creativity and the Cognitive Process of
Creation. University of Calgary Canada. International Journal of Cognitive Informatics
and Natural Intelligence.
Yulianti, Dwi .2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Indeks