Sukring
Universitas Haluoleo Kendari
Abstrak
Pendidik menjadi icon penting dalam dunia pendidikan Islam, sehingga keberhasilan lembaga pendidikan dalam
mencetak peserta didiknya tidak terlepas dari eksistensi pendidik yang memiliki sifat-sifat pendidik yang baik di
samping kemampuan skillnya. Al-Qur’an banyak berbicara tentang pendidik yang siap mengantarkan pada ranah
kehidupan yang lebih baik. Pendidik sebagai ujung tombak yang bisa merubah manusia baik dari aspek budaya,
sosial, maupun agama. Selain itu, pendidik merupakan pengendali, pengarah, pengawal proses dan pembimbing
ke arah perkembangan serta pertumbuhan manusia (peserta didik). Pendidik wajib memahami kebutuhan
perkembangan dan pertumbuhan seluruh potensi peserta didik demi kelangsungan hidupnya di masa depan.
Pendidik tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan peserta didik, melainkan juga lebih
diorientasikan upaya proses pembelajaran dan mentransformasi tata nilai etika ajaran Islam ke dalam pribadi
mereka. Agar menjadi muslim paripurna. Peserta didik sebagai obyek dan subyek sekaligus dalam pendidikan
yang dapat aktif, kreatif, dinamis, dan produktif. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi kecerdasan
(fitrah) krusial yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis, meliputi; kecerdasan akal (IQ), kalbu
(EQ), dan Ruhiyah (SQ). Upaya pendidik dalam pengembangan kecerdasan peserta didik menurut Islam adalah
mengimplementasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam pribadi peserta didik yang
meliputi; a) riyādah, yaitu: melatih peserta didik melaksanakan salat dan puasa yang dapat memproyeksikan
kecerdasan peserta didik (akal/IQ, kalbu/EQ, dan ruhiyah/SQ), Melatih peserta didik memiliki kesadarantafakur,
tazakur, dan tadabur. Melatih peserta didik memiliki sifat sabar, syukur, dan ikhlas secara aktual, b)
membiasakan memiliki sifat mahmūdah (terpuji), dan terhindar dari sifat mazmudah (tercelah), sehingga
menjadi muslim paripurna. c) Mujāhadah, yaitu kesungguhan peserta didik melawan dan mengendalikan hawa
nafsunya.
dan lebih krusial, apabila memiliki beberapa mengaitkan secara jelas dengan kekuasaan dan
kecerdasan terutama kecerdasan bentukan Islam kekuatan Tuhan yang absolut. Temuan itu
(al-‘aql/IQ), (al-qalb/EQ), dan (ar- sesungguhnya adalah titik pusat kesadaran
ruhiyah/SQ). dengan kata lain, kecerdasan manusia yang berada di kepala manusia itulah
tersebut akan membantu peserta didik yang disebut ubun-ubun (ciptaan Tuhan) yang
terbentuknya manusia yang mempunyai berkaitan dengan tauhid Rubūbiyah (Kepala
kepekaan diri, sosial, dan ketuhanan yaitu terutama depan atasnya, yaitu ubun-ubun atau
muslim paripurna. dahi, juga mendapat perhatian dari al-Qur’an.
Seiring dengan perkembangan ilmu Kata ناصية, nāshiyah, yang diterjemahkan
pengetahuan dan teknologi dewasa ini, orang sebagai ubun-ubun di sebut 3 kali, yakni Q.S.
tidak hanya berbicara tentang kecerdasan al-‘Alaq/96: 15-16 serta Q.S. Hūd/11: 56). Otak
global, kecerdasan Intelligence Quoteint yang itulah yang menjadi pusat aktivitas intelektual,
disingkat (IQ) saja, melainkan juga kecerdasan seperti membaca, menulis, belajar, mengingat,
Emosi atau Emotional Quoteint (EQ) dan berbicara, dan berpikir.
kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quoteint Penemuan yang paling monumental dan
(SQ). mutakhir abad ke-21 adalahtentang otak dan
Sistem pendidikan yang di kenal selama kecerdasan manusia, kerja otak yang telah
ini hanya menekankan pada nilai sekolah, yaitu disebutkan dalam al-Qur’an adalah energi yang
kecerdasan otak saja. Peserta didik dituntut mendorong manusia untuk melakukan analisis
belajar mulai sekolah dasar hingga perguruan terhadap maksud dan tujuan di balik penciptaan
tinggi supaya memperoleh nilai bagus yang alam ini. Demikian dikatakan Taufiq Pasiak,
dapat dijadikan bekal mencari pekerjaaan. kemukjizatan al-Qur’an yang menguraikan
Kecerdasan IQ ditengarai tidak berjalan isyarat ilmiah otak manusia, sebagai pusat dari
seimbang dengan kecerdasan lain. Selama ini keseluruhan hidup manusia, sebagai CPU
banyak orang lebih mengutamakan kecerdasan (Central Processing Unit), otak memainkan
otak agar mereka pintar. Indonesia tidak pernah peranan sangat urgen dalam kehidupan
kekurangan orang pintar, tetapi Indonesia manusia. al-Qur’an memotret secara jelas dan
kekurangan orang cerdas, yakni cerdas akhlak, komprehensif tentang otak itu sendiri, antara
dan cerdas ruhiyahnya (pemaknaan spirit lain, kulit otak yang merupakan pusat
keagamaan). Sebagaimana disyaratkan dalam kepribadian dan intelektual tertinggi manusia
Sistem Pendidikan Nasional. yang disebut lobus frontal yang
Belakangan diyakini bahwa penentu bertanggungjawab antara lain, untuk membuat
keberhasilan seseorang bukan hanya terletak keputusan (jugement), bahkan untuk fungsi-
pada seberapa tinggi IQ seseorang, melainkan fungsi yang dikontrol otak, seperti
juga harus diperhatikan bagaimana kondisi pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan
emosi dan spiritual anak (peserta didik). Sebab (Taufiq Pasiak, 2008: 298).
ternyata IQ hanya mampu menyumbangkan Dalam rentang waktu dan sejarah yang
20% kesuksesan seseorang, dan 80% panjang, manusia pernah sangat mengagungkan
disumbangkan oleh kecerdasan lain. Demikian kemampuan otak dan daya nalarnya (IQ),
dikatakan Goleman dalam buku Emotional bahkan sampai saat ini, kemampuan berpikir
Intelligence (EI) (Daniel Goleman, 2007: 44). dianggap sebagai primadona, potensi diri yang
Penemuan Goleman dengan EQ lain diabaikan. Pola pikir dan pola pandang
(Emotional Quotient), dan Zohar dengan SQ yang demikian telah melahirkan manusia
(Spiritual Quotient) tersebut di atas, masih terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap,
berupa asumsi, baju, dan kulit, masyarakat perilaku, dan pola hidup yang sangat kontras
belum sepenuhnya keluar dari modernism. dengan kemampuan intelektualnya. Banyak
Pemikiran tentang SQ merupakan rembesan orang cerdas secara akademis tetapi gagal
dari nilai-nilai modernisme yang sekuler. dalam pekerjaan dan kehidupan sosial. Mereka
Modernisme dan sekularisme merupakan memiliki kepribadian yang terbelah, tidak
sebuah egalitarianisme dari pemikiran Zohar terjadi integrasi antara otak dan hati, yang pada
dan Marshall. gilirannya menimbulkan pergeseran nilai yang
Kecerdasan spiritual yang datang dari memperhatinkan, yaitu terjadi perbuatan
Barat lebih menekankan pada makna spiritual (mahzūrat) hal-hal yang dilarang oleh agama.
sebagai potensi khusus dalam jasad tanpa
menghajatkan pendidikan (Desmita, 2009: 39). pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
Dengan pengertian ini, peserta didik dipandang diragukan perwujudannya, tanpa kehadiran
sebagai manusia yang memiliki potensi-potensi, pendidik yang professional (Sudarwan Danim,
sehingga memerlukan binaan dan bimbingan 2010: 1). Pandangan tersebut mengisyaratkan,
untuk mengaktualisasikannya agar dapat bahwa peserta didik merupakan insan yang
menjadi manusia yang sempurna. memiliki aneka kebutuhan. Kebutuhan itu terus
Dalam proses pendidikan peserta didik di tumbuh dan berkembang sesuai dengan sifat
samping sebagai obyek juga sebagai subyek dan karakteristiknya sebagai manusia.
yang memiliki tugas menerima konsep 3. Faktor Pribadi Pendidik
pendidikan, agar dirinya terbentuk muslim Pribadi pendidik merupakan salah satu
paripurna yang mengenal agama dan Tuhan- faktor yang memengaruhi pengembangan
Nya. Seorang pendidik harus memahami kecerdasan peserta didik (Eneng Muslihah,
seluruh karakteristik peserta didiknya, yaitu; 2010: 114). Hal ini berkaitan dengan masalah
Potensi atau dimensi-dimensi peserta didik, kompetensi dan profesionalitas seorang
kebutuhan peserta didik, dan sifat-sifat peserta pendidik. Pendidik yang tidak kompeten akan
didik. mengalami kesulitan dalam menyampaikan isi
3. Faktor yang Memengaruhi Pendidik materi yang akan diajarkan dalam proses
dalam Pengembangan Kecerdasan pembelajaran di kelas. Ketidakmampuan
Peserta Didik seorang pendidik dalam mengajar dan mendidik
Faktor adalah keadaan, peristiwa yang berimpilkasi langsung pada peserta didiknya,
ikut menyebabkan (memengaruhi) terjadinya yaitu kurang berkembangnya seluruh potensi
sesuatu (Departemen Pendidikan Nasional, yang dimiliki peserta didiknya.
2007: 312). Eneng Muslihah mengemukakan 4. Faktor Metode
ilmu pendidikan Islam dilihat dari dimensi Metode merupakan salah satu dari sekain
psikologi dan pedagogi dipengaruhi lima (5) banyak faktor yang memengaruhi
faktor, yaitu faktor tujuan, peserta didik, pengambangan kecerdasan peserta didik. Salah
pendidik, metode, dan lingkungan, (Eneng menggunakan metode pembelajaran,
Muslihah, 2010: 113) sebagai berikut: mengindikasikan tidak berhasilnya tujuan
1. Faktor Tujuan pembelajaran dalam satu pokok bahasan.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir Metode memiliki kelebihan dan kelemahan,
menjelaskan bahwa setiap tindakan dan sebab metode yang kurang baik di tangan
aktivitas berorientasi pada tujuan atau rencana pendidik satu, boleh jadi menjadi sangat baik
yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa di tangan pendidik yang lain. Metode yang baik
pendidikan harus berorientasi pada tujuan yang akan gagal di tangan pendidik yang tidak
ingin dicapai, bukan berorientasi pada sederetan menguasai teknik pelaksanaannya. Pendidik
materi. Tujuan pendidikan Islam menjadi harus cerdas memilih, mengklasifikasi jenis-
komponen pendidikan yang harus dirumuskan jenis metode yang akan digunakan dan
terlebih dahulu sebelum merumuskan dipraktikkan.
komponen-komponen pendidikan lain (Abdul Ada empat jenis metode mengajar yang
Mujib dan Jusuf mudzakkir, 2008: 71). dipandang representatif dan dominan dalam arti
Penetapan tujuan pendidikan yang jelas, digunakan secara luas sejak dahulu hingga
dan dapat diaktualisasikan serta terukur sekarang pada setiap jenjang pendidikan formal,
merupakan kunci keberhasilan pendidik dalam yaitu metode ceramah, metode diskusi, metode
menterjemahkan kurikulum dalam proses tanya jawab, metode campuran (metode
pembelajaran, sehingga pendidik dapat pemberian tugas, kelompok, demonstrasi,
mengembangkan kecerdasan peserta didiknya. eksperimen, dan sosiodrama).
2. Faktor Keadaan Peserta Didik 1. Faktor lingkungan
Sudarwan Danim mengemukakan, Dalam perspektif pendidikan Islam,
peserta didik merupakan sumberdaya utama dan lingkungan pendidikan Islam adalah suatu
terpenting dalam proses pendidikan formal. lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri
Pendidik tidak dapat mengajar tanpa peserta keislaman, yang memungkinkan
didik di dalamnya, kehadiran peserta didik terselenggarannya pendidikan Islam dengan
merupakan keniscayaan dalam proses baik.
pembelajaran. Tentu saja, optimasi
Lingkungan dimaksudkan penulis adalah mengingat dan menyebut nama Allah swt. .
lingkungan alamiah, lingkungan kultural (Dewan Redaksi, 1994: 167)
(keluarga dan masyarakat), dan lingkungan 1. Riyādah
religius, di mana peserta didik memperoleh a. Melatih Peserta Didik Melaksanakan Salat
pengalaman. Pengalaman yaitu dalam keluarga, dan Puasa.
di sekolah, alam sekitar, lembaga-lembaga, Salah satu upaya pendidik dalam
organisasi, pramuka. Dari sinilah peserta didik pengembangan kecerdasan peserta didik adalah
berinteraksi antara manusia dengan lingkungan melatih melaksanakan salat. Salat adalah suatu
atau pengalaman. Dari pengalaman itu peserta ibadah dengan segala ucapan, segala perbuatan
didik memperoleh pengertian-pengertian, sikap- tertentu yang dimulai dengan takbiratulihrām,
sikap, penghargaan, kebiasaan, keterampilan, dan diakhiri dengan salam (Dewan Redaksi,
dan sebagainya. Lingkungan yang buruk dapat 1994: 167). Salat yang dilaksanakan dengan
merintangi pendidik dalam membentuk sikap hati penuh takwa dan mengharap keridaan
positif peserta didik, termasuk pengaruh Allah swt., akan termanifestasi dalam jiwa dan
lingkungan masyarakat menjadi faktor yang menopang manusia untuk berakhlak mulia, salat
memengaruhi pendidik dalam pengembangan dapat berperan signifikan dalam menangkal
kecerdasan peserta didiknya. Pendidik harus atau mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
cerdas dalam mengatur lingkungan sebaik- Q.S. al-Ankabūt/29: 45.
baiknya, sehingga tercipta syarat-syarat yang
baik dan menjauhkan pengaruh yang buruk. َّ ع ِن ْالفَحْ شَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َولَ ِذ ْك ُر
َِّللا َ صالة َ ت َ ْن َهى َّ َوأَق ِِم ال
َّ صالة َ ِإ َّن ال
4. Upaya Pendidik dalam Pengembangan َصنَعُون َ َ َّ أ َ ْكبَ ُر َو
ْ َّللاُ يَ ْعل ُم َما ت
Kecerdasan Peserta Didik menurut Islam Terjemahnya: dan dirikanlah salat.
Ali Asraf mengatakan, pendidikan Sesungguhnya salat itu mencegah dari
merupakan proses komprehensif karena (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
pendidikan melatih kemampuan intelektual Dan sesungguhnya mengingat Allah
(akal), emosional (akhlak) dan spiritual (salat) adalah lebih besar (keutamaannya
(ruhiyah) (Ali Asraf, 1989: 25). Berdasarkan dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah
hal tersebut, maka untuk pengembangan mengetahui apa yang kamu kerjakan
kecerdasan peserta didik, ada tiga upaya yang (Departemen Agama RI, 2004: 401).
dilakukan oleh pendidik menurut Islam, yaitu; M. Quraish Shihab, menjelaskan salat
dengan riyādah (riadat , yaitu latihan atau olah merupakan kebutuhan mutlak untuk
raga). Dalam tasawuf; latihan keruhanian mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan
dengan menjalankan ibadah, dan menundukkan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia
keinginan nafsu syahwat. Menurut kalangan merupakan kebutuhan untuk mewujudkan
tasawuf, riadat dalam arti tersebut pernah masyarakat yang diharapkan oleh manusia
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., ketika seutuhnya. Lanjut M. Quraish Shihab
berkhalwat di Gua hira dengan melatih diri, mengatakan salat dibutuhkan akal pikiran, dan
mengasah jiwa, berzikir, merenung, jiwa manusia, karena ia merupakan
memperhatikan kejadian alam, dan susunannya, pengejahwantahan dari hubungannya dengan
dan memperhatikan segala keadaan masyarakat Tuhan, hubungannya yang menggambarkan
yang penuh kejahilan, dan kerusakan dalam pengetahuannya tentang tata kerja alam raya
berbagai aspek kehidupan. Keadaan masyarakat ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan
tersebut menimbulkan keprihatinan Nabi saw., sistem. Salat juga menggambarkan tata
yang mendalam. Karena itu ia hidup serba inteligensia semesta yang total, yang
prihatin. Kemudian datanglah wahyu yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh
dibawa oleh Jibril. (Dewan Redaksi, 1994: suatu kekuatan Yang Maha Dahsyat dan Maha
166), pembiasaan, dan mujāhadah, menurut al- Mengetahui. Dan bila demikian, maka tidaklah
Gazālī, mujāhadah yaitu bersungguh-sungguh keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam
melaksanakan ibadah. Hamka, mengatakan pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam
mujāhadah dilakukan dengan berbagai cara, raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula
seperti tafakur, bermenung dengan ia melaksanakan salat (M. Quraish Shihab,
memincingkan mata serta menaikkan lidah ke 1992: 343).
langit-langit, lalu melakukan zikir atau Salat bila dikaitkan dalam pendidikan,
sebagaimana pendidikan Luqmān ketika
Zohar, mengenai menemukan makna hidup, meraih kesuksesan hidup. Toto Tasmara
maka aktivitas puasa merupakan spektrum mengatakan kesuksesan dan pencapaian
untuk menemukan makna hidup kita. riyādah dan mujāhadah tidak terletak pada
Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 186 yang hasilnya, tetapi karena jerih payah yang amat
termasuk paket ayat puasa, yang menjelaskan sulit dan besar dalam pendakian menuju Tuhan
tentang pendekatan Allah pada hamba-hamba- (Toto Tasmara, 2001: 71). Penulis sependapat
Nya, maka ayat ini ditutup dengan َشدُون ُ لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر dalam konteks pendidikan sekarang seharusnya
(semoga mereka berada dalam memperhatikan proses pembelajaran, bukan
kebenaran/cerdas). Hal ini membuktikan bahwa hasil yang kemudian mereduksi prosesnya.
kecerdasan memiliki korelasi yang signifikan inilah kemudian melahirkan manusia (peserta
dengan pelaksanaan ibadah puasa khususnya didik) stress, frustasi, tanpa pengendalian diri,
kecerdasan ruhiyah (spiritual). Itulah sebabnya, kehilangan jati diri, terjadilah penyimpangan
penulis berkesimpulan bahwa salat dan puasa perilaku, kriminalitas, tawuran, narkoba, seks,
yang mengkristal pada peserta didik secara dan seterusnya. Kristalisasi pengembangan
integralistik dan holistik memproyeksikan potensi ruhaniah segera dilakukan kepada
manusia berperformance muslim paripurna, peserta didik.
memiliki personality (kepribadian) tangguh, Dalam konteks pendidikan, pendidik
dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. memegang peranan penting dalam memberikan
b. Melatih Peserta Didik untuk Memiliki latihan-latihan olah nalar, olah kalbu, dan olah
Kesadaran Bertafakkur (akal), Tażakur jiwa, sehingga melahirkan generasi muslim
(kalbu), dan Tadabbur (ruhiyah). paripurna, yaitu cerdas akal, kalbu dan ruhiyah.
Apabila konsep metode tasawuf yang c. Melatih Peserta Didik Memiliki Sifat Sabar,
sistematis dikembangkan dalam konteks dunia Syukur, dan Ikhlas (Asma’ul Husna)
pendidikan akan melahirkan peserta didik Al-Gazālī, mengatakan sesungguhnya
berpikir positif, hati yang jernih, dan ruhani hakikat kesabaran itu terdiri dari pengetahuan,
yang suci. Untuk mewujudkan hal tersebut, keadaan, dan amal. Sehingga akan melahirkan
maka riyādah dalam arti suatu latihan yang kekuatan (power) yang memotivasi untuk
dilaksanakan secara terus-menerus dalam mengerjakan amal, termasuk mendorong diri
rangka menekan daya nafsu. Daya-daya dalam melakukan ibadah atau mengekang
manusia adalah akal, qalb, dan ruhiyah, melatih bisikan nafsu (Abû Hāmid Muhammad al-
daya-daya tersebut dengan melakukan tafakur, Gazālī, 1421: 355), dalam pandangan
tażakur, dan tadabur. Serta membiasakan pendidikan, inilah dilakukan Luqmān dalam
mujāhadah, dalam arti bersungguh-sungguh. mendidik anaknya untuk bersifat dan bersikap
Menurut Toto Tasmara, riyādah yang bersifat sabar, kisah nabi Musa dan Khidir.
ruhiyah adalah pelatihan yang mampu Hal tersebut mengindikasikan kepada
menyentuh nilai-nilai yang dibisikkan hati pendidik, agar mengupayakan peserta didiknya
nurani. Seluruh potensi kecerdasan harus memiliki sifat sabar, dengan berbagai metode
tunduk pada nilai-nilai luhur ini, yaitu dan pendekatan dalam pendidikan Islam, yaitu
kebenaran Ilahiyah yang dipancarkan ruh pendekatan emosional dengan metode kisah
kebenaran (Toto Tasmara, 2001: 71). dalam al-Qur’an. bahwa sabar berbanding lurus
Pendidik mendorong dan memotivasi dengan pelaksanaan salat dan mengerjakan
peserta didik untuk terlatih berpikir (tafakur), amal shaleh serta usaha manusia mencegah dari
dan merenungkan dimensi serta aspek-aspek perbuatan munkar. Sehingga terpatri sebuah
detail tentang dirinya dan alam sekitarnya, harapan yang kuat untuk menggapai cita-cita.
memikirkan masalah-masalah umum, serta Dalam hal ini, al-Gazālī mengutip pendapat
mengurutkan hipotesa-hipotesa. Kebiasaan Ibnu Abbar, ra, bahwa hakikat kesabaran dalam
berpikir deduktif ke induktif dan analogi akan al-Qur’an ada tiga macam, yaitu pertama, sabar
melahirkan kemampuan daya berpikir dalam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
berargumentasi serta menarik kesimpulan dari karena mengharapkan keridaan Allah swt.
sumber hukum Islam (al-Qur’an dan hadis). Kedua, sabar untuk meninggalkan larangan-
Itulah sebabnya sinergi, integralistik, dan larangan Allah swt. Ketiga, sabar dalam
holistik segera dilakukan kepada seorang menghadapi musibah pada saat musibah datang
peserta didik, agar tidak terjadi pertama kali (Abû Hāmid Muhammad al-
ketidakseimbangan kecerdasan manusia dalam Gazālī, 1421: 355).
Jika konsep syukur dikaitkan dengan dari berbagai pikiran negatif dan kepentingan-
tujuan pendidikan pada umumnya dan kepentingan selain Allah swt.
pendidikan keluarga pada khususnya, maka Sentanu, mengatakan ikhlas adalah
dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan keterampilan untuk berserah diri,
menurut ayat Q.S. Luqmān/31:12 tersebut, menyerahkan segala pikiran (keinginan,
adalah menumbuhkembangkan seluruh potensi harapan, cita-cita) dan perasaan
yang dimiliki peserta didik dalam ketaatan (ketakutan, kecemasan, kekhawatiran)
kepada Allah SWT. Menggunakan seluruh kembali kepada sumbernya yaitu Allah
nikmat Allah swt untuk menaati-Nya dan swt, … ikhlas merupakan kompetensi
menghindari penggunaan kenikmatan tersebut tertinggi manusia yang dipedomankan
untuk berbuat durhaka kepada-Nya. Kemudian oleh Tuhan untuk dimiliki setiap manusia
peserta didik akan memiliki pengetahuan yang yang ingin berhasil meraih kesuksesan
benar, lalu dengan dorongan syukur tersebut, (Erbe Sentanu, 2007: 153).
akan melakukan amal perbuatan, pandai 2. Pendidikan Pembiasaan
bersyukur kepada Allah swt., berterima kasih Dalam konteks Islam, kebiasaan
kepada orang tua, maupun kepada sesama didefinisikan sebagai pengulangan sesuatu
manusia. Sehingga kemudian melahirkan secaa terus-menerus atau dalam sebagaian besar
kecerdasan ruhiyah, dan kecerdasan kalbu waktu dengan cara yang sama dan tanpa
(emosional). hubungan akal, atau dia adalah sesutau yang
Sifat syukur bila diaplikasikan pada tertanam di dalam jiwa dari hal-hal yang
dunia pendidikan khsususnya kepada peserta berulang kali terjadi di terima sebagai tabiat (M.
didik, agar ia tahu eksistensi dirinya sebagai Sayid Muhammad al-Za’balawi, 2007: 347).
khalifah di bumi. Semakin terbuka hati Dari definisi tersebut, dapat dipahami
menerima anugrah Tuhan, maka semakin bahwa kebiasaan adalah keadaan jiwa yang
bertambah kenikmatan dan kebahagiaan, menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
sebaliknya jika menutup anugrah Allah swt., muda tanpa perlu berpikir dan menimbang.
maka tertutup peluang rezeki yang lain, dan Kalau keadaan itu menimbulkan perbuatan baik
orang lain tidak simpatik, orang menjauh dan dan terpuji menurut syariat dan akal, disebut
dibenci orang, dan secara personal hati menjadi akhlak yang baik. Kalau yang muncul adalah
gelisa. perbuatan buruk dinamakan akhlak buruk. Jadi
Dalam konteks pendidikan, sifat ikhlas kebiasaan memainkan peran penting dalam
menjadi bagian urgen, baik sebagai peserta kehidupan peserta didik. Kalau kebiasaan-
didik, maupun sebagai pendidik. Muhammad kebiasaan berperilaku baik, itu menunjukkan
‘Atiyah al-Abrasyi mengutip pendapat al-Gazālī tingkat adaptasi dan kesehatan mental peserta
mengenai kewajiban seorang guru (pendidik) didik. Kebiasaan baik membuka peluang bagi
ada delapan, satu diantaranya adalah tidak peserta didik untuk mendapatkan kedudukan
mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima sosial yang memberinya perasaan akan harga
kasih, tetapi bermaksud mencari rida, dan dirinya. Dari sini, tampak urgensi pendidikan
mendekatkan diri kepada Allah swt kebiasaan-kebiasaan yang baik pada peserta
(Muhammad Atiyah al-Abrasyi, 2003: 159). didik, agar hal ini membantu peserta didik
Demikian yang diajarkan Luqmān kepada menyempurnakan proses pembangunan
anaknya mengenai keikhlasan untuk berbuat, kebiasaan-kebiasaan yang baik yang sesuai
dan perbuatan serta aktivitasdilakukan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
senantiasa Allah swt., akan mengawasinya. Bahasan yang dikemukakan di atas, dapat
Hal ini mengindikasikan tentang disimpulkan bahwa mempelajari dan
kecerdasan kalbu dan kecerdasan ruhiyah, mengaktualisasi kebiasaan-kebiasaan baik dan
ikhlas merupakan sifat Tuhan dalam Asma’ul akhlak mulia akan mengakselerasi peserta didik
Husna yang harus built-in dalam diri setiap meraih kesuksesan. Karena kebiasaan belajar
insan yang bersifat universal. Ary Ginanjar dan kerja keras berarti telah membiasakan diri
menyebut Zero Mind Proses (ZMP) atau peserta didik dengan kepribadian dan
pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan kecerdasan yang menjadikan kesuksesan
suci (Ary Ginanjar, 2001: 105). Apabila hati sebagai konsekuensi pasti bagi hidup peserta
jernih (ikhlas), maka akan mudah menerima didik. Peserta didik yang memiliki kebiasaan-
limpahan cahaya Allah swt, karena terhindar kebiasaan baik pasti sukses dalam batas-batas
legitimasi dan kharismatik, sebab status syukur, rida,serta melatih kemampuan diri
pendidik tidak dapat di sandang oleh siapa pun. menahan gejolak nafsu dan marah.
Pendidik disyaratkan memiliki kepribadian Pemberdayaan kecerdasan ruhiyah (SQ)
(personality), pengetahuan, dan pandangan dikembangkan melalui olah jiwa (ar-riyādah
hidup yang di miliki Rasulullah saw., yaitu; ar-rūhiyah) dengan dua pendekatan, yakni
sifat siddīq, amanah, tablīq, dan fatānah. Selain pendekatan ruhaniah dan pendekatan amaliah,
itu, pendidik harus memiliki sifat keikhlasan, pendekatan ruhaniah yaitu melatih,
kelembutan, rendah hati, jujur, profesionalisme, menanamkan keimanan, keislaman, dan
dan keadilan yang seluruhnya merupakan keihsanan peserta didik. Sedangkan pendekatan
implementasi dari karakter nabawi. amaliah, melatih senantiasa menghambakan diri
Perspektif pendidikan Islam tenatng secara totalitas melalui salat yang berkualitas,
peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai zikir, dan puasa. Mencintai Allah swt., dengan
hamba Allah swt., harus dididik dan dibimbing sebenarnya, takut kepada-Nya serta memelihara
agar tetap menjadi manusia yang mulia diri, bertakwa kepada Allah swt
dihadapan Allah swt. Tanpa melalui proses
pendidikan yang sistematis, konsisten, DAFTAR PUSTAKA
berkesinambungan, peserta didik tidak akan Abdullah, Abdurrahman Saleh. Educational
mampu mempertahankan dirinya sebagai Theory; a Qur’anic OutlookTeori-
hamba yang sekaligus khalifah yang paling baik teori Pendidikan Berdasarkan Al-
di muka bumi. Peserta didik dipandang sebagai Qur’an, terj.M. ArifinCet. IV; Jakarta:
makhluk yang integralistik, total yang terbentuk Rineka Cipta, 2007.
dari unsur jasmani dan ruhani yang tidak dapat Agustian, Ari Ginanjar.ESQ Emotional
dipisahkan satu sama lain. Peserta didik Spiritual Quoteint; The ESQ Way 165
diletakkan pada strategis pengembangan 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara Islam Jakarta: Arga 2001.
integralistik menuju ke arah pembentukan ----------, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ
pribadi muslim paripurna Power; Sebuah Inner Journey Melalui
Upaya pendidik dalam pengembangan Ihsan Cet. XI; Jakarta: Arga, 2007.
kecerdasan peserta didik menurut Islam, adalah Ahmad, Nurwadjah. Tafsir Ayat-ayat
melatiha menanamkan keimanan tentang Pendidikan; Hati yang Selamat
keEsaan Allah swt., maka seluruh komponen hingga Luqmān Cet. I; Bandung:
pembelajaran harus mengarahkan peserta didik Marja, 2007.
terlatih (ar-riyādah), pembiasaan, dan Ahmadi, Abu. Islam sebagai Paradigma Ilmu
mujāhadah atau kristalisasi nilai-nilai ajaran Pendidikan (Jogyakarta: Aditya
Islam dalam kehidupan peserta didik. Upaya Media, 1992.
pendidik tersebut sebagai berikut: al-Abrāsyi, Muhammad Atiyah. Dasar-dasar
Pemberdayaan kecerdasan akal (IQ) Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami
dikembangkan melalui olah akal (nalar) (ar- A. Ghani , Jakarta: Bulan Bintang,
riyādah aqliyah), yaitu: melatih membaca, 1987.
memperhatikan, mendengarkan, menyadari, al-Aynain, Ali Khalil Abu.Fasafah al-Tarbiyah
mempelajari, memikirkan segala sesuatu yang al-Islamiyah fi Al-Qur’an al-Karim
dapat di indera. Dalam konteks Islam disebut (Mesir: Dar al-Fikr al-“Arabiyah,
tafakur, tadabur, dan tażakur, mengolah daya 1980.
nalar terhadap penomena alam, dan segala al-Banjari, Rachmat Ramadhana. Membaca
ciptaan, serta pengenalan keEsaan Allah swt. Kepribadian Manusia seperti
Pemberdayaan kecerdasan kalbu (EQ) Membaca Al-Qur’anCet. I;
dikembangkan melalui olah kalbu (ar-riyādah Jogyakarta: DIVA Press, 2008.
qalbiyah), yakni melatih bersungguh-sungguh al-Bukhārī Muhammad bin Ismā’'il bin Ibrāhīm
(mujāhadah) membersihkan hati dari sifat-sifat bin al Mughīrah bin Bardizbah.
buruk, dan menghiasi hati dengan sifat-sifat Shahīh Bukhārī. dalam Ensiklopde
mulia (akhlak), seperti mencintai, menghargai Hadis Kitab 9 Imam. Ver. I (CD
sesama, memahami orang lain. simpatik, Rom), 2010.
memberi maaf, berlapang dada, dan
pengendalian diri dengan sifat sabar, tabah,
al-Gazālī, Abū Hāmîd Muhammad. Ihya’ Sentanu, Erbe, Quantum Ikhlas, Teknologi
‘Ulûm al-Dīn, juz 2 (Cet. I; Kairo: Aktivasi Kekuatan IkhlasCet. XVI;
Dārut Taqwa, 1421. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
----------, Ringkasan Ihya’ Ulûm al-Dīn. terj. 2007.
Abdul Rosyad Siddiq Cet, II; Jakarta: Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam
akbar, 2009. Perspektif Islam Cet. VII; Bandung:
al-Jamāli, Muhammad Fādil. PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
FalsafahPendidikan Islam dalam Al- Tasmara, Toto, Kecerdasan Ruhaniah
Qur’an Surabaya, Bina Ilmu, 1986. (Transcendental Intelligence):
al-Marāqhi, Ahmad Mustafa. Tafsîr Al-Marāgi, Membentuk kepribadian yang
terj. Bahrun Abubakar, juz. XXX Cet. Bertanggungjawab Profesional dan
I; Semarang: Toha Putra, 1985. Akhlak Cet. I; Jakarta: Gema Insani
al-Nahlawi, Abdurahman. Usulut Tarbiyah Press, 2001.
Islamiyah wa Asalabiha fil Baiti wal
Madrasati wal Mujtama, terj.
Sihabuddin, Pendidikan Islam di
Rumah, Sekolah dan Masyarakat Cet.
IV; Jakarta: Gema Insani, 2004.
al-Naysabūri, Abu Husain Muslim bin Al-
Hajjaj Al- Quraysyi. Shahih Muslim
dalam Ensiklopedi Hadis Kitab 9
Imam ver. 1 (CD. Rom), 2010.
al-Za’balawi, M. Sayid Muhammad Tarbiyatul
Murāhiq bainal Islām wa ilmin Nafs
Cet. III; Jakarta: Gema Insani Press,
2007
al-Syaibāni, Omar Mohammad Al-Thoumi,
Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung Jakarta: Bulan Bintang,
1979.
Asraf, Ali, New Horison in Muslim Education,
Horison Baru Pendidikan Islam, ter.
Sayid Hossein Nasr Cet. I; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1989.
Ginanjar, Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual; ESQ The ESQ Way 165.Cet.
I; Jakarta: Arga, 2001.
Mujib Abdul, dan Jusuf mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam Cet. II; Jakarta:
Prenada Media Group, 2008.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan
IslamCet. II; Yogyakarta: Pusat Studi
Agama, Politik dan Masyarakat, 2004.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam Cet.
I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Shihab, M. Quraish, Logika Agama; Kedudukan
Wahyu dan Batas-batas Akal dalam
Islam Cet. I; Jakarta: Lentera Hati,
2005.
…………,Membumikan, Al-Qur’an: Fungsi
dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat Cet. I; Bandung: Mizan,
1992.