Anda di halaman 1dari 12

ISSN: 2301-7562 Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah 01 (1) (2016) 69-80

Juni 2016 https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadris

PENDIDIK DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN PESERTA DIDIK


(Analisis Perspektif Pendidikan Islam)

Sukring
Universitas Haluoleo Kendari

Diterima: 10 September 2015. Disetujui: 2 April 2016. Dipublikasikan: Juni 2016

Abstrak
Pendidik menjadi icon penting dalam dunia pendidikan Islam, sehingga keberhasilan lembaga pendidikan dalam
mencetak peserta didiknya tidak terlepas dari eksistensi pendidik yang memiliki sifat-sifat pendidik yang baik di
samping kemampuan skillnya. Al-Qur’an banyak berbicara tentang pendidik yang siap mengantarkan pada ranah
kehidupan yang lebih baik. Pendidik sebagai ujung tombak yang bisa merubah manusia baik dari aspek budaya,
sosial, maupun agama. Selain itu, pendidik merupakan pengendali, pengarah, pengawal proses dan pembimbing
ke arah perkembangan serta pertumbuhan manusia (peserta didik). Pendidik wajib memahami kebutuhan
perkembangan dan pertumbuhan seluruh potensi peserta didik demi kelangsungan hidupnya di masa depan.
Pendidik tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang diperlukan peserta didik, melainkan juga lebih
diorientasikan upaya proses pembelajaran dan mentransformasi tata nilai etika ajaran Islam ke dalam pribadi
mereka. Agar menjadi muslim paripurna. Peserta didik sebagai obyek dan subyek sekaligus dalam pendidikan
yang dapat aktif, kreatif, dinamis, dan produktif. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi kecerdasan
(fitrah) krusial yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis, meliputi; kecerdasan akal (IQ), kalbu
(EQ), dan Ruhiyah (SQ). Upaya pendidik dalam pengembangan kecerdasan peserta didik menurut Islam adalah
mengimplementasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam pribadi peserta didik yang
meliputi; a) riyādah, yaitu: melatih peserta didik melaksanakan salat dan puasa yang dapat memproyeksikan
kecerdasan peserta didik (akal/IQ, kalbu/EQ, dan ruhiyah/SQ), Melatih peserta didik memiliki kesadarantafakur,
tazakur, dan tadabur. Melatih peserta didik memiliki sifat sabar, syukur, dan ikhlas secara aktual, b)
membiasakan memiliki sifat mahmūdah (terpuji), dan terhindar dari sifat mazmudah (tercelah), sehingga
menjadi muslim paripurna. c) Mujāhadah, yaitu kesungguhan peserta didik melawan dan mengendalikan hawa
nafsunya.

© 2016 URPI, FTK IAIN Raden Intan Lampung

Kata kunci: pendidik, kecerdasan, dan peserta didik

PENDAHULUAN dikembangkan untuk kemajuan pendidikan


Islam sebagai agama rahmat memberi Islam.
peluang kepada manusia untuk Sejalan dengan yuridis formal Undang-
mengembangkan diri berdasarkan al-Quran dan undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
hadis. Pengembangan diri berdasarkan wahyu Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
merupakan cita-cita al-Quran. Pengembangan dinyatakan;
diri tersebut merupakan bagian dari wahyu Pendidikan adalah usaha sadar dan
ketuhanan. Dalam al-Quran terdapat perintah terencana untuk mewujudkan suasana
untuk mengubah diri, perintah untuk banyak belajar dan proses pembelajaran agar
membaca, perintah untuk berfikir. Perintah peserta didik secara aktif mengembangkan
tersebut mengindikasikan bahwa manusia potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
diajarkan untuk mampu menempa diri dan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
Perintah untuk berfikir, mengembangkan diri serta keterampilan yang diperlukan
hanya tinggal konsep. Karena semua konsep dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara
tentang pengembangan diri, konsep dasar (Republik Indonesia, 2009 : 2).
pendidikan Islam tidak digali dan Undang-undang tersebut, mengisyaratkan
kepada elemen bangsa, khususnya yang terlibat
Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

dalam dunia pendidikan untuk menunjukkan pemerintah membuat gap


mengimplementasikannya. Isyarat tersebut jurang pemisah antara peserta didik yang
sungguh idial, tetapi masih sulit untuk dicapai, cerdas dan yang tidak cerdas, yang kaya dan
berdasarkan pengamatan penulis, hal ini yang miskin. Ironisnya masyarakat tidak
disebabkan terdapat titik lemah yang melekat memprotes terhadap kebijakan tersebut.
pada konteks pendidikan formal, yaitu: Justru mereka protes sekolah jika anaknya
1) Adanya gap antara fakta dan harapan atau tidak naik kelas atau tidak lulus.
kesenjangan antara idialitas dan realitas. Indonesia tidak dapat di bangun hanya
Kontradiksi antara teori dan empirik. mengandalkan kecerdasan intelektual semata.
Sehingga tidak terjadi sinkronisasi, dan Indonesia tidak dapat di bangun dengan ilmu
korelasi antara sistem pendidikan nasional pengetahuan dan teknologi saja, tetapi
dengan isi kurikulum. Kurikulum sangat Indonesia dapat dibangun, dan diubah, dengan
pragmatis, sehingga isinya tidak menyentuh membangun manusia, menciptakan manusia
pada aspek substansi, yaitu spirit yang berhati nurani, atau pendidikan yang
keagamaan, karakter, pengendalian diri, mengintegrasikan, akal (IQ), kalbu (EQ), dan
kepribadian, kecerdasan kalbu (emosional), ruhiyah (SQ) secara komprehensif.
dan fungsi serta tujuan pendidikan nasional Berdasarkan kenyataan tersebut di atas,
di atas. maka solusi terbaik adalah sebagaimana
2) Persepsi bahwa pendidikan formal masih dikatakan Ali Asraf sebagai berikut:
ada sekularisasi ilmu, yakni pemisahan Karena prinsip pengembangan inilah para
antara agama dan ilmu pengetahuan. Nilai- sarjana muslim yang bertemu di
nilai, kejujuran, kesabaran, kesopanan, konferensi Dunia pertama tentang
akhlak, keimanan, dan ketakwaaan hanya pendidikan Islam merumuskan tujuan
merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan, yaitu pendidikan seharusnya
agama. Sementara mata pelajaran yang lain bertujuan menimbulkan pertumbuhan
tidak berhubungan dengan keimanan dan yang seimbang dari kepribadian total
ketakwaan. manusia melalui latihan spiritual, intelek,
3) Keberhasilan, kesuksesan pendidikan lebih rasional diri, perasaan dan kepekaan
banyak diukur dari kecerdasan IQ tubuh manusia. Karena itu, pendidikan
(Intelligence Quoteint), kurang menilai seharusnya menyediakan jalan bagi
dimensi kecerdasan lain. Pembinaan moral pertumbuhan manusia dari segala
karakter, nuansa spirit keagamaan, aspeknya: spiritual, intelektual,
pengendalian diri, personality peserta didik imaginatif, fisikal, ilmiah, linguisti, baik
terabaikan. Sehingga kemudian melahirkan secara individu maupun secara kolektif
manusia Indonesia yang “berkarakter buruk” dan memotivasi semua aspek untuk
misalnya korupsi (orang yang melakukan mencapai kebaikan dan kesempurnaan
adalah orang yang cerdas intelektual), tetapi (Ali Asraf, 1989: 2).
tidak cerdas secara spiritual, kejahatan Fokus masalah dalam tulisan ini adalah
hukum, penyelewengan kekuasaan, pengembangan kecerdasan peserta didik.
pembunuhan, kekerasan, kerusuhan antar Konsep-konsep yang dikemukakan di atas,
warga karena perbedaan suku, budaya, dan memerlukan kritik dan analisa mendalam. Alam
agama. Mahasiswa kehilangan, jati diri, di berpikir postmodernis mengajarkan untuk
tambah lagi tawuran pelajar, narkoba. Inilah meninjau ulang konsep-konsep yang sudah
produk output pendidikan. Realitas ini baku, artinya konsep-konsep yang selama ini
membuat para praktisi pendidikan untuk sudah tertanam untuk dikaji ulang
merefleksikan kembali tujuan pendidikan (dekonstruksi) secara kritis. Begitu juga denga
sesungguhnya, yaitu memanusiakan konsep pendidikan yang selama ini dianggap
manusia. baku perlu ada penelaahan kritis. Salah satunya
4) Sistem pendidikan sekarang kurang adalah apakah sudah cukup manusia dalam
memiliki komitmen dalam mendukung proses pendidikan hanya ditekankan untuk
kualitas proses pendidikan. Tetapi lebih memiliki kecerdasan intelektual (IQ) secara
berpihak pada hasil akhir pendidikan. parsial?. Dari hasil beberapa kajian empirik,
5) Kebijakan pemerintah membuat sekolah- telah banyak ditemukan ragam kecerdasan yang
sekolah bertaraf internasional, realitas ini justru lebih dianggap penting bagi kehidupan

70 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016


Sukring Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik……..

dan lebih krusial, apabila memiliki beberapa mengaitkan secara jelas dengan kekuasaan dan
kecerdasan terutama kecerdasan bentukan Islam kekuatan Tuhan yang absolut. Temuan itu
(al-‘aql/IQ), (al-qalb/EQ), dan (ar- sesungguhnya adalah titik pusat kesadaran
ruhiyah/SQ). dengan kata lain, kecerdasan manusia yang berada di kepala manusia itulah
tersebut akan membantu peserta didik yang disebut ubun-ubun (ciptaan Tuhan) yang
terbentuknya manusia yang mempunyai berkaitan dengan tauhid Rubūbiyah (Kepala
kepekaan diri, sosial, dan ketuhanan yaitu terutama depan atasnya, yaitu ubun-ubun atau
muslim paripurna. dahi, juga mendapat perhatian dari al-Qur’an.
Seiring dengan perkembangan ilmu Kata ‫ ناصية‬, nāshiyah, yang diterjemahkan
pengetahuan dan teknologi dewasa ini, orang sebagai ubun-ubun di sebut 3 kali, yakni Q.S.
tidak hanya berbicara tentang kecerdasan al-‘Alaq/96: 15-16 serta Q.S. Hūd/11: 56). Otak
global, kecerdasan Intelligence Quoteint yang itulah yang menjadi pusat aktivitas intelektual,
disingkat (IQ) saja, melainkan juga kecerdasan seperti membaca, menulis, belajar, mengingat,
Emosi atau Emotional Quoteint (EQ) dan berbicara, dan berpikir.
kecerdasan Spiritual atau Spiritual Quoteint Penemuan yang paling monumental dan
(SQ). mutakhir abad ke-21 adalahtentang otak dan
Sistem pendidikan yang di kenal selama kecerdasan manusia, kerja otak yang telah
ini hanya menekankan pada nilai sekolah, yaitu disebutkan dalam al-Qur’an adalah energi yang
kecerdasan otak saja. Peserta didik dituntut mendorong manusia untuk melakukan analisis
belajar mulai sekolah dasar hingga perguruan terhadap maksud dan tujuan di balik penciptaan
tinggi supaya memperoleh nilai bagus yang alam ini. Demikian dikatakan Taufiq Pasiak,
dapat dijadikan bekal mencari pekerjaaan. kemukjizatan al-Qur’an yang menguraikan
Kecerdasan IQ ditengarai tidak berjalan isyarat ilmiah otak manusia, sebagai pusat dari
seimbang dengan kecerdasan lain. Selama ini keseluruhan hidup manusia, sebagai CPU
banyak orang lebih mengutamakan kecerdasan (Central Processing Unit), otak memainkan
otak agar mereka pintar. Indonesia tidak pernah peranan sangat urgen dalam kehidupan
kekurangan orang pintar, tetapi Indonesia manusia. al-Qur’an memotret secara jelas dan
kekurangan orang cerdas, yakni cerdas akhlak, komprehensif tentang otak itu sendiri, antara
dan cerdas ruhiyahnya (pemaknaan spirit lain, kulit otak yang merupakan pusat
keagamaan). Sebagaimana disyaratkan dalam kepribadian dan intelektual tertinggi manusia
Sistem Pendidikan Nasional. yang disebut lobus frontal yang
Belakangan diyakini bahwa penentu bertanggungjawab antara lain, untuk membuat
keberhasilan seseorang bukan hanya terletak keputusan (jugement), bahkan untuk fungsi-
pada seberapa tinggi IQ seseorang, melainkan fungsi yang dikontrol otak, seperti
juga harus diperhatikan bagaimana kondisi pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan
emosi dan spiritual anak (peserta didik). Sebab (Taufiq Pasiak, 2008: 298).
ternyata IQ hanya mampu menyumbangkan Dalam rentang waktu dan sejarah yang
20% kesuksesan seseorang, dan 80% panjang, manusia pernah sangat mengagungkan
disumbangkan oleh kecerdasan lain. Demikian kemampuan otak dan daya nalarnya (IQ),
dikatakan Goleman dalam buku Emotional bahkan sampai saat ini, kemampuan berpikir
Intelligence (EI) (Daniel Goleman, 2007: 44). dianggap sebagai primadona, potensi diri yang
Penemuan Goleman dengan EQ lain diabaikan. Pola pikir dan pola pandang
(Emotional Quotient), dan Zohar dengan SQ yang demikian telah melahirkan manusia
(Spiritual Quotient) tersebut di atas, masih terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap,
berupa asumsi, baju, dan kulit, masyarakat perilaku, dan pola hidup yang sangat kontras
belum sepenuhnya keluar dari modernism. dengan kemampuan intelektualnya. Banyak
Pemikiran tentang SQ merupakan rembesan orang cerdas secara akademis tetapi gagal
dari nilai-nilai modernisme yang sekuler. dalam pekerjaan dan kehidupan sosial. Mereka
Modernisme dan sekularisme merupakan memiliki kepribadian yang terbelah, tidak
sebuah egalitarianisme dari pemikiran Zohar terjadi integrasi antara otak dan hati, yang pada
dan Marshall. gilirannya menimbulkan pergeseran nilai yang
Kecerdasan spiritual yang datang dari memperhatinkan, yaitu terjadi perbuatan
Barat lebih menekankan pada makna spiritual (mahzūrat) hal-hal yang dilarang oleh agama.
sebagai potensi khusus dalam jasad tanpa

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016 | 71


Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

Bagaimana pendidikan Islam Mudarris (Muhaimin, 2004: 213) dari kata


memberikan makna pembelajaran, apakah darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa
untuk membebaskan diri dari belenggu dengan dirasatan, yang berarti; terhapus, hilang
cara lebih terbuka dan religius, atau hanya bekasnya, menghapus, menjadikan usang,
untuk memikirkan secara akademis. Tentu jauh melatih mempelajari. Mursyid (Muhaimin,
lebih baik membebaskan peserta didik dari buta 2004: 213) biasa digunakan untuk guru dalam
mata, telinga, dan hati. Saat ini orang tariqah (tasawuf).
berpendidikan dan tampak menjanjikan, Ahmad Tafsir mengatakan, pendidik
tersingkir akibat rendahnya kecerdasan hati dalam Islam adalah orang-orang yang
(EQ), dan ruhiyah (SQ). Ternyata kecerdasan bertanggung jawab terhadap perkembangan
akademis, nilai rapor, predikat kelulusan peserta didiknya dengan upaya
pendidikan tinggi tidak dapat menjadi tolok mengembangkan seluruh potensi peserta didik,
ukur seberapa baik kinerja seseorang atau baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta),
seberapa tinggi sukses yang akan di raih. maupun psikomotorik (karsa) (Ahmad Tafsir,
A. Rumusan Masalah 2007: 74). Pendidik berarti juga orang dewasa
Masalah pokok dalam tulisan ini adalah; yang bertanggung jawab memberi pertolongan
Bagaimana Peran Pendidik dalam pada peserta didiknya dalam perkembangan
Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik jasmani dan ruhaninya, agar mencapai tingkat
(Analisis Perspektif Pendidikan Islam), dengan kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
sub pokok masalah adalah sebagai berikut: memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu
1. Bagaimana perspektif pendidikan Islam mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai
tentang pendidik? hamba dan khalifah Allah swt., mampu
2. Bagaimana perspektif pendidikan Islam melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan
tentang peserta didik? sebagai makhluk individu yang mandiri
3. Faktor apa yang memengaruhi pendidik (Suryosubroto B, 1983: 26.). Jadi pendidik
dalam pengembangan kecerdasan peserta adalah orang dewasa yang memberikan
didik? bimbingan, memiliki kapasitas ilmu, sehat
4. Apa upaya pendidik dalam pengembangan jasmani dan ruhani, ikhlas menjalankan
kecerdasan peserta didik menurut Islam? perintah Allah swt., demi pengabdian pada
bangsa dan agama.
PEMBAHASAN Dari pandangan tersebut di atas, penulis
1. Perspektif Pendidikan Islam Tentang simpulkan guru sebagai pendidik dan
Pendidik pembimbing tidak bisa dilepaskan dari guru
sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat
Dalam konteks pendidikan Islam memengaruhi peranannya sebagai pendidik dan
pendidik sering disebut dengan ustaż murabbi, pembimbing. Dia membimbing dan mendidik
mû’allim, mû’addib, mudarris, dan mursyid. peserta didik tidak hanya dengan bahan yang
Menurut peristilahan mempunyai tempat disampaikan atau dengan metode-metode
tersendiri dan mempunyai tugas masing- penyampaian yang digunakannya, melainkan
masing. dengan seluruh kepribadiannya. Pribadi
Ustaż (Muhaimin, 2004: 209) biasa pendidik merupakan satu kesatuan antara sifat-
digunakan untuk memanggil seorang professor. sifat pribadinya, dan peranannya sebagi
Murabbi (Muhaimin, 2004: 210) berasal dari pendidik, pengajar, dan pembimbing.
rabb. Tuhan adalah sebagai rabb al-‘amin dan 2. Perspektif Pendidikan Islam tentang
rabb al-nas yakni yang menciptakan, mengatur, Peserta Didik
memelihara alam seisinya termasuk manusia Peserta didik merupakan salah satu
(Q.S. al-Fātihah/1: 2, Q.S. Al-Isrā/17: 24). komponen manusia yang menempati posisi
Mû’allim (Muhaimin, 2004: 209) berasal dari sentral dalam proses pendidikan. Di pandang
kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat dalam segi kedudukannya peserta didik adalah
sesuatu, menurut Abuddin Nata, mû’allim juga makhluk yang sedang berada dalam proses
berarti teacher (guru), instructor (pelatih) perkembangan dan pertumbuhan menurut
trainer (pemandu) (Abuddin Nata, 2005: 113) fitrahnya masing-masing. Dalam perspektif
Mû’addib (Muhaimin, 2004: 213) berasal dari pedagogis, peserta didik diartikan sebagai
kata adab yang berarti moral, etika, dan adab. makhluk homo educandum, makhluk yang

72 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016


Sukring Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik……..

menghajatkan pendidikan (Desmita, 2009: 39). pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
Dengan pengertian ini, peserta didik dipandang diragukan perwujudannya, tanpa kehadiran
sebagai manusia yang memiliki potensi-potensi, pendidik yang professional (Sudarwan Danim,
sehingga memerlukan binaan dan bimbingan 2010: 1). Pandangan tersebut mengisyaratkan,
untuk mengaktualisasikannya agar dapat bahwa peserta didik merupakan insan yang
menjadi manusia yang sempurna. memiliki aneka kebutuhan. Kebutuhan itu terus
Dalam proses pendidikan peserta didik di tumbuh dan berkembang sesuai dengan sifat
samping sebagai obyek juga sebagai subyek dan karakteristiknya sebagai manusia.
yang memiliki tugas menerima konsep 3. Faktor Pribadi Pendidik
pendidikan, agar dirinya terbentuk muslim Pribadi pendidik merupakan salah satu
paripurna yang mengenal agama dan Tuhan- faktor yang memengaruhi pengembangan
Nya. Seorang pendidik harus memahami kecerdasan peserta didik (Eneng Muslihah,
seluruh karakteristik peserta didiknya, yaitu; 2010: 114). Hal ini berkaitan dengan masalah
Potensi atau dimensi-dimensi peserta didik, kompetensi dan profesionalitas seorang
kebutuhan peserta didik, dan sifat-sifat peserta pendidik. Pendidik yang tidak kompeten akan
didik. mengalami kesulitan dalam menyampaikan isi
3. Faktor yang Memengaruhi Pendidik materi yang akan diajarkan dalam proses
dalam Pengembangan Kecerdasan pembelajaran di kelas. Ketidakmampuan
Peserta Didik seorang pendidik dalam mengajar dan mendidik
Faktor adalah keadaan, peristiwa yang berimpilkasi langsung pada peserta didiknya,
ikut menyebabkan (memengaruhi) terjadinya yaitu kurang berkembangnya seluruh potensi
sesuatu (Departemen Pendidikan Nasional, yang dimiliki peserta didiknya.
2007: 312). Eneng Muslihah mengemukakan 4. Faktor Metode
ilmu pendidikan Islam dilihat dari dimensi Metode merupakan salah satu dari sekain
psikologi dan pedagogi dipengaruhi lima (5) banyak faktor yang memengaruhi
faktor, yaitu faktor tujuan, peserta didik, pengambangan kecerdasan peserta didik. Salah
pendidik, metode, dan lingkungan, (Eneng menggunakan metode pembelajaran,
Muslihah, 2010: 113) sebagai berikut: mengindikasikan tidak berhasilnya tujuan
1. Faktor Tujuan pembelajaran dalam satu pokok bahasan.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir Metode memiliki kelebihan dan kelemahan,
menjelaskan bahwa setiap tindakan dan sebab metode yang kurang baik di tangan
aktivitas berorientasi pada tujuan atau rencana pendidik satu, boleh jadi menjadi sangat baik
yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa di tangan pendidik yang lain. Metode yang baik
pendidikan harus berorientasi pada tujuan yang akan gagal di tangan pendidik yang tidak
ingin dicapai, bukan berorientasi pada sederetan menguasai teknik pelaksanaannya. Pendidik
materi. Tujuan pendidikan Islam menjadi harus cerdas memilih, mengklasifikasi jenis-
komponen pendidikan yang harus dirumuskan jenis metode yang akan digunakan dan
terlebih dahulu sebelum merumuskan dipraktikkan.
komponen-komponen pendidikan lain (Abdul Ada empat jenis metode mengajar yang
Mujib dan Jusuf mudzakkir, 2008: 71). dipandang representatif dan dominan dalam arti
Penetapan tujuan pendidikan yang jelas, digunakan secara luas sejak dahulu hingga
dan dapat diaktualisasikan serta terukur sekarang pada setiap jenjang pendidikan formal,
merupakan kunci keberhasilan pendidik dalam yaitu metode ceramah, metode diskusi, metode
menterjemahkan kurikulum dalam proses tanya jawab, metode campuran (metode
pembelajaran, sehingga pendidik dapat pemberian tugas, kelompok, demonstrasi,
mengembangkan kecerdasan peserta didiknya. eksperimen, dan sosiodrama).
2. Faktor Keadaan Peserta Didik 1. Faktor lingkungan
Sudarwan Danim mengemukakan, Dalam perspektif pendidikan Islam,
peserta didik merupakan sumberdaya utama dan lingkungan pendidikan Islam adalah suatu
terpenting dalam proses pendidikan formal. lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri
Pendidik tidak dapat mengajar tanpa peserta keislaman, yang memungkinkan
didik di dalamnya, kehadiran peserta didik terselenggarannya pendidikan Islam dengan
merupakan keniscayaan dalam proses baik.
pembelajaran. Tentu saja, optimasi

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016 | 73


Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

Lingkungan dimaksudkan penulis adalah mengingat dan menyebut nama Allah swt. .
lingkungan alamiah, lingkungan kultural (Dewan Redaksi, 1994: 167)
(keluarga dan masyarakat), dan lingkungan 1. Riyādah
religius, di mana peserta didik memperoleh a. Melatih Peserta Didik Melaksanakan Salat
pengalaman. Pengalaman yaitu dalam keluarga, dan Puasa.
di sekolah, alam sekitar, lembaga-lembaga, Salah satu upaya pendidik dalam
organisasi, pramuka. Dari sinilah peserta didik pengembangan kecerdasan peserta didik adalah
berinteraksi antara manusia dengan lingkungan melatih melaksanakan salat. Salat adalah suatu
atau pengalaman. Dari pengalaman itu peserta ibadah dengan segala ucapan, segala perbuatan
didik memperoleh pengertian-pengertian, sikap- tertentu yang dimulai dengan takbiratulihrām,
sikap, penghargaan, kebiasaan, keterampilan, dan diakhiri dengan salam (Dewan Redaksi,
dan sebagainya. Lingkungan yang buruk dapat 1994: 167). Salat yang dilaksanakan dengan
merintangi pendidik dalam membentuk sikap hati penuh takwa dan mengharap keridaan
positif peserta didik, termasuk pengaruh Allah swt., akan termanifestasi dalam jiwa dan
lingkungan masyarakat menjadi faktor yang menopang manusia untuk berakhlak mulia, salat
memengaruhi pendidik dalam pengembangan dapat berperan signifikan dalam menangkal
kecerdasan peserta didiknya. Pendidik harus atau mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
cerdas dalam mengatur lingkungan sebaik- Q.S. al-Ankabūt/29: 45.
baiknya, sehingga tercipta syarat-syarat yang
baik dan menjauhkan pengaruh yang buruk. َّ ‫ع ِن ْالفَحْ شَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َولَ ِذ ْك ُر‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫صالة َ ت َ ْن َهى‬ َّ ‫َوأَق ِِم ال‬
َّ ‫صالة َ ِإ َّن ال‬
4. Upaya Pendidik dalam Pengembangan َ‫صنَعُون‬ َ َ َّ ‫أ َ ْكبَ ُر َو‬
ْ ‫َّللاُ يَ ْعل ُم َما ت‬
Kecerdasan Peserta Didik menurut Islam Terjemahnya: dan dirikanlah salat.
Ali Asraf mengatakan, pendidikan Sesungguhnya salat itu mencegah dari
merupakan proses komprehensif karena (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
pendidikan melatih kemampuan intelektual Dan sesungguhnya mengingat Allah
(akal), emosional (akhlak) dan spiritual (salat) adalah lebih besar (keutamaannya
(ruhiyah) (Ali Asraf, 1989: 25). Berdasarkan dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah
hal tersebut, maka untuk pengembangan mengetahui apa yang kamu kerjakan
kecerdasan peserta didik, ada tiga upaya yang (Departemen Agama RI, 2004: 401).
dilakukan oleh pendidik menurut Islam, yaitu; M. Quraish Shihab, menjelaskan salat
dengan riyādah (riadat , yaitu latihan atau olah merupakan kebutuhan mutlak untuk
raga). Dalam tasawuf; latihan keruhanian mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan
dengan menjalankan ibadah, dan menundukkan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia
keinginan nafsu syahwat. Menurut kalangan merupakan kebutuhan untuk mewujudkan
tasawuf, riadat dalam arti tersebut pernah masyarakat yang diharapkan oleh manusia
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., ketika seutuhnya. Lanjut M. Quraish Shihab
berkhalwat di Gua hira dengan melatih diri, mengatakan salat dibutuhkan akal pikiran, dan
mengasah jiwa, berzikir, merenung, jiwa manusia, karena ia merupakan
memperhatikan kejadian alam, dan susunannya, pengejahwantahan dari hubungannya dengan
dan memperhatikan segala keadaan masyarakat Tuhan, hubungannya yang menggambarkan
yang penuh kejahilan, dan kerusakan dalam pengetahuannya tentang tata kerja alam raya
berbagai aspek kehidupan. Keadaan masyarakat ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan
tersebut menimbulkan keprihatinan Nabi saw., sistem. Salat juga menggambarkan tata
yang mendalam. Karena itu ia hidup serba inteligensia semesta yang total, yang
prihatin. Kemudian datanglah wahyu yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh
dibawa oleh Jibril. (Dewan Redaksi, 1994: suatu kekuatan Yang Maha Dahsyat dan Maha
166), pembiasaan, dan mujāhadah, menurut al- Mengetahui. Dan bila demikian, maka tidaklah
Gazālī, mujāhadah yaitu bersungguh-sungguh keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam
melaksanakan ibadah. Hamka, mengatakan pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam
mujāhadah dilakukan dengan berbagai cara, raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula
seperti tafakur, bermenung dengan ia melaksanakan salat (M. Quraish Shihab,
memincingkan mata serta menaikkan lidah ke 1992: 343).
langit-langit, lalu melakukan zikir atau Salat bila dikaitkan dalam pendidikan,
sebagaimana pendidikan Luqmān ketika

74 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016


Sukring Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik……..

mengajarkan untuk mengerjakan salat, maka akan mampu mengembangkan unsur


seorang pendidik menjadikan salat sebagai ruhanianya itu.
riyādah amalan sehari-hari, dan terinternalisasi Puasadari sudut kajian akhlak puasa
kepada peserta didik. dengan salat akan dapat membentuk kepribadian yang memiliki
membentuk karakter yang memiliki sifat jujur, kesadaran spiritual (ruhiyah). Pada sisi lain,
tanggung awab, disiplin, mampu bekerja sama, puasa ramadhan juga memunculkan sensibilitas
sifat adil, memiliki visi, dan kemampuan untuk kepedulian kaum beriman terhadap kaum yang
peduli kepada sesama manusia. lemah (miskin). Dalam konteks pendidikan,
Salat menjadikan akal, kalbu, dan puasa memiliki urgensi, seperti dikatakan
ruhiyah manusia menjadi luar biasa, cerdas dan Muhammad Ali al-Sabūni dalam ensiklopedi
kuat. Orang meninggalkan salat berarti telah Islam bahwa puasa sedikitnya mempunyai
merusak pisiknya sendiri. Orang meninggalkan hikmah, yaitu;
salat berarti telah menzalimi diri sendiri. 1) Sarana pendidikan bagi manusia agar
puasa dapat mengantarkan manusia tetap bertakwa, membiasakan diri untuk
kepada puncak prestasi, yaitu takwa. Takwa patuh terhadap perintah Allah swt.,
hanya dapat di raih dengan prestasi ibadah, dan penghambaan diri terhadap Allah swt.
kedekatan diri kepada Allah swt. 2) Sarana pendidikan bagi jiwa, dan
Salah satu ciri takwa (orang muttaqin), membiasakan diri tetap sabar dan tahan
Syahrin Harahap mengutip pendapat Abdullah terhadap segala penderitaan demi
Yusuf Ali, takwa dapat dilihat dalam empat menumpuh dan melaksanakan perintah
bentuk, yaitu: Allah, menahan diri dari segala keinginan
1) Kearifan prediktif, yaitu pemilikan visi dan hawa nafsu.
yang jauh ke depan mengenai kehidupan 3) Merupakan sarana menumbuhkan kasih
yang hendak dibangunnya. (Q.S. al- sayang dan rasa persaudaraan terhadap
Hasyr/59: 18). orang lain sehingga terdorong membantu
2) Kearifan equilibrium, yaitu kearifan dan menyantuni orang yang tidak
untuk menciptakan keseimbangan dalam berkecukupan.
dirinya dan kehidupannya (Q.S. al- 4) Dapat menanamkan dalam diri manusia
Qaṣaṣ/28: 77). rasa takwa kepada Allah swt., dengan
3) Kearifan pluralitas, yaitu suatu kearifan senantiasa menjalankan perintahnya
untuk mengahadapi pluralitas kehidupan, dalam keadaan sembunyi-sembunyi
pluralitas visi, dan bahkan pluralitas maupun terang-terangan (Dewan Redaksi
metodologis untuk mencapai kemajuan Ensiklopedi Islam: 113.).
Islam. Salah satu fungsi puasa yang langsung
4) Kearifan horizontal, yakni kepedulian dirasakan manfaatnya oleh orang-orang yang
terhadap mereka orang miskin dan berpuasa adalah membuat pelakunya memiliki
kekurangan, tidak memetingkan diri nilai-nilai kecerdasan. Nilai-nilai kecerdasan
sendiri, melainkan santun terhadap yang dimaksud adalah kecerdasan fisik (sehat),
masyarakat yang masih tertinggal, kalbu, dan ruhiyah (spiritual). Terutama
sebagai pelaksanaan dari tanggung kecerdasan ruhiyah, yaitu kemampuan
jawabnya sebagai khalifah Tuhan menangkap fenomena-fenomena atau isyarat-
(Syahrin Harahap, 1999: 172). isyarat yang telah diturunkan oleh Allah swt.
Aktivitas puasa dalam perspektif Islam Melalui kecerdasan ini pula diharapkan agar
terdiri dari jasmani dan ruhani, namum nilai- keagungan dan kebesaran Allah swt dapat
nilai hidup dan kemanusiaan lebih banyak diinternalisasikan dengan baik. Ibadah puasa
dikontribusi oleh ruhani ketimbang jasmani, pada hakikatnya membiasakan diri untuk
seperti nilai kejujuran, tanggung jawab, berpikir secara fokus, melakukan evaluasi
istiqāmah pada kebenaran, sifat adil. Inilah terhadap kualitas puasa yang dilakukannya, dan
sebenarnya esensi manusia, sebab apabila sekaligus mengadakan perenungan terhadap
ruhanianya tidak berkembang, maka nilai-nilai nilai-nilai ruhiyah (spiritual) yang sudah
kemanusiaanya tidak terealisasi. Itulah didapatkannya. Cara yang seperti ini akan
sebabnya dalam puasa ramadhan diupayakan menumbuhkan sifat cerdas, karena evaluasi
melalui proses amaliah ramadhan, manusia selalu dilakukan dari hari ke hari selama bulan
puasa. Bila dikaitkan dengan gagasan Danah

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016 | 75


Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

Zohar, mengenai menemukan makna hidup, meraih kesuksesan hidup. Toto Tasmara
maka aktivitas puasa merupakan spektrum mengatakan kesuksesan dan pencapaian
untuk menemukan makna hidup kita. riyādah dan mujāhadah tidak terletak pada
Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 186 yang hasilnya, tetapi karena jerih payah yang amat
termasuk paket ayat puasa, yang menjelaskan sulit dan besar dalam pendakian menuju Tuhan
tentang pendekatan Allah pada hamba-hamba- (Toto Tasmara, 2001: 71). Penulis sependapat
Nya, maka ayat ini ditutup dengan َ‫شدُون‬ ُ ‫لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر‬ dalam konteks pendidikan sekarang seharusnya
(semoga mereka berada dalam memperhatikan proses pembelajaran, bukan
kebenaran/cerdas). Hal ini membuktikan bahwa hasil yang kemudian mereduksi prosesnya.
kecerdasan memiliki korelasi yang signifikan inilah kemudian melahirkan manusia (peserta
dengan pelaksanaan ibadah puasa khususnya didik) stress, frustasi, tanpa pengendalian diri,
kecerdasan ruhiyah (spiritual). Itulah sebabnya, kehilangan jati diri, terjadilah penyimpangan
penulis berkesimpulan bahwa salat dan puasa perilaku, kriminalitas, tawuran, narkoba, seks,
yang mengkristal pada peserta didik secara dan seterusnya. Kristalisasi pengembangan
integralistik dan holistik memproyeksikan potensi ruhaniah segera dilakukan kepada
manusia berperformance muslim paripurna, peserta didik.
memiliki personality (kepribadian) tangguh, Dalam konteks pendidikan, pendidik
dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. memegang peranan penting dalam memberikan
b. Melatih Peserta Didik untuk Memiliki latihan-latihan olah nalar, olah kalbu, dan olah
Kesadaran Bertafakkur (akal), Tażakur jiwa, sehingga melahirkan generasi muslim
(kalbu), dan Tadabbur (ruhiyah). paripurna, yaitu cerdas akal, kalbu dan ruhiyah.
Apabila konsep metode tasawuf yang c. Melatih Peserta Didik Memiliki Sifat Sabar,
sistematis dikembangkan dalam konteks dunia Syukur, dan Ikhlas (Asma’ul Husna)
pendidikan akan melahirkan peserta didik Al-Gazālī, mengatakan sesungguhnya
berpikir positif, hati yang jernih, dan ruhani hakikat kesabaran itu terdiri dari pengetahuan,
yang suci. Untuk mewujudkan hal tersebut, keadaan, dan amal. Sehingga akan melahirkan
maka riyādah dalam arti suatu latihan yang kekuatan (power) yang memotivasi untuk
dilaksanakan secara terus-menerus dalam mengerjakan amal, termasuk mendorong diri
rangka menekan daya nafsu. Daya-daya dalam melakukan ibadah atau mengekang
manusia adalah akal, qalb, dan ruhiyah, melatih bisikan nafsu (Abû Hāmid Muhammad al-
daya-daya tersebut dengan melakukan tafakur, Gazālī, 1421: 355), dalam pandangan
tażakur, dan tadabur. Serta membiasakan pendidikan, inilah dilakukan Luqmān dalam
mujāhadah, dalam arti bersungguh-sungguh. mendidik anaknya untuk bersifat dan bersikap
Menurut Toto Tasmara, riyādah yang bersifat sabar, kisah nabi Musa dan Khidir.
ruhiyah adalah pelatihan yang mampu Hal tersebut mengindikasikan kepada
menyentuh nilai-nilai yang dibisikkan hati pendidik, agar mengupayakan peserta didiknya
nurani. Seluruh potensi kecerdasan harus memiliki sifat sabar, dengan berbagai metode
tunduk pada nilai-nilai luhur ini, yaitu dan pendekatan dalam pendidikan Islam, yaitu
kebenaran Ilahiyah yang dipancarkan ruh pendekatan emosional dengan metode kisah
kebenaran (Toto Tasmara, 2001: 71). dalam al-Qur’an. bahwa sabar berbanding lurus
Pendidik mendorong dan memotivasi dengan pelaksanaan salat dan mengerjakan
peserta didik untuk terlatih berpikir (tafakur), amal shaleh serta usaha manusia mencegah dari
dan merenungkan dimensi serta aspek-aspek perbuatan munkar. Sehingga terpatri sebuah
detail tentang dirinya dan alam sekitarnya, harapan yang kuat untuk menggapai cita-cita.
memikirkan masalah-masalah umum, serta Dalam hal ini, al-Gazālī mengutip pendapat
mengurutkan hipotesa-hipotesa. Kebiasaan Ibnu Abbar, ra, bahwa hakikat kesabaran dalam
berpikir deduktif ke induktif dan analogi akan al-Qur’an ada tiga macam, yaitu pertama, sabar
melahirkan kemampuan daya berpikir dalam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
berargumentasi serta menarik kesimpulan dari karena mengharapkan keridaan Allah swt.
sumber hukum Islam (al-Qur’an dan hadis). Kedua, sabar untuk meninggalkan larangan-
Itulah sebabnya sinergi, integralistik, dan larangan Allah swt. Ketiga, sabar dalam
holistik segera dilakukan kepada seorang menghadapi musibah pada saat musibah datang
peserta didik, agar tidak terjadi pertama kali (Abû Hāmid Muhammad al-
ketidakseimbangan kecerdasan manusia dalam Gazālī, 1421: 355).

76 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016


Sukring Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik……..

Jika konsep syukur dikaitkan dengan dari berbagai pikiran negatif dan kepentingan-
tujuan pendidikan pada umumnya dan kepentingan selain Allah swt.
pendidikan keluarga pada khususnya, maka Sentanu, mengatakan ikhlas adalah
dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan keterampilan untuk berserah diri,
menurut ayat Q.S. Luqmān/31:12 tersebut, menyerahkan segala pikiran (keinginan,
adalah menumbuhkembangkan seluruh potensi harapan, cita-cita) dan perasaan
yang dimiliki peserta didik dalam ketaatan (ketakutan, kecemasan, kekhawatiran)
kepada Allah SWT. Menggunakan seluruh kembali kepada sumbernya yaitu Allah
nikmat Allah swt untuk menaati-Nya dan swt, … ikhlas merupakan kompetensi
menghindari penggunaan kenikmatan tersebut tertinggi manusia yang dipedomankan
untuk berbuat durhaka kepada-Nya. Kemudian oleh Tuhan untuk dimiliki setiap manusia
peserta didik akan memiliki pengetahuan yang yang ingin berhasil meraih kesuksesan
benar, lalu dengan dorongan syukur tersebut, (Erbe Sentanu, 2007: 153).
akan melakukan amal perbuatan, pandai 2. Pendidikan Pembiasaan
bersyukur kepada Allah swt., berterima kasih Dalam konteks Islam, kebiasaan
kepada orang tua, maupun kepada sesama didefinisikan sebagai pengulangan sesuatu
manusia. Sehingga kemudian melahirkan secaa terus-menerus atau dalam sebagaian besar
kecerdasan ruhiyah, dan kecerdasan kalbu waktu dengan cara yang sama dan tanpa
(emosional). hubungan akal, atau dia adalah sesutau yang
Sifat syukur bila diaplikasikan pada tertanam di dalam jiwa dari hal-hal yang
dunia pendidikan khsususnya kepada peserta berulang kali terjadi di terima sebagai tabiat (M.
didik, agar ia tahu eksistensi dirinya sebagai Sayid Muhammad al-Za’balawi, 2007: 347).
khalifah di bumi. Semakin terbuka hati Dari definisi tersebut, dapat dipahami
menerima anugrah Tuhan, maka semakin bahwa kebiasaan adalah keadaan jiwa yang
bertambah kenikmatan dan kebahagiaan, menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
sebaliknya jika menutup anugrah Allah swt., muda tanpa perlu berpikir dan menimbang.
maka tertutup peluang rezeki yang lain, dan Kalau keadaan itu menimbulkan perbuatan baik
orang lain tidak simpatik, orang menjauh dan dan terpuji menurut syariat dan akal, disebut
dibenci orang, dan secara personal hati menjadi akhlak yang baik. Kalau yang muncul adalah
gelisa. perbuatan buruk dinamakan akhlak buruk. Jadi
Dalam konteks pendidikan, sifat ikhlas kebiasaan memainkan peran penting dalam
menjadi bagian urgen, baik sebagai peserta kehidupan peserta didik. Kalau kebiasaan-
didik, maupun sebagai pendidik. Muhammad kebiasaan berperilaku baik, itu menunjukkan
‘Atiyah al-Abrasyi mengutip pendapat al-Gazālī tingkat adaptasi dan kesehatan mental peserta
mengenai kewajiban seorang guru (pendidik) didik. Kebiasaan baik membuka peluang bagi
ada delapan, satu diantaranya adalah tidak peserta didik untuk mendapatkan kedudukan
mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima sosial yang memberinya perasaan akan harga
kasih, tetapi bermaksud mencari rida, dan dirinya. Dari sini, tampak urgensi pendidikan
mendekatkan diri kepada Allah swt kebiasaan-kebiasaan yang baik pada peserta
(Muhammad Atiyah al-Abrasyi, 2003: 159). didik, agar hal ini membantu peserta didik
Demikian yang diajarkan Luqmān kepada menyempurnakan proses pembangunan
anaknya mengenai keikhlasan untuk berbuat, kebiasaan-kebiasaan yang baik yang sesuai
dan perbuatan serta aktivitasdilakukan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
senantiasa Allah swt., akan mengawasinya. Bahasan yang dikemukakan di atas, dapat
Hal ini mengindikasikan tentang disimpulkan bahwa mempelajari dan
kecerdasan kalbu dan kecerdasan ruhiyah, mengaktualisasi kebiasaan-kebiasaan baik dan
ikhlas merupakan sifat Tuhan dalam Asma’ul akhlak mulia akan mengakselerasi peserta didik
Husna yang harus built-in dalam diri setiap meraih kesuksesan. Karena kebiasaan belajar
insan yang bersifat universal. Ary Ginanjar dan kerja keras berarti telah membiasakan diri
menyebut Zero Mind Proses (ZMP) atau peserta didik dengan kepribadian dan
pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan kecerdasan yang menjadikan kesuksesan
suci (Ary Ginanjar, 2001: 105). Apabila hati sebagai konsekuensi pasti bagi hidup peserta
jernih (ikhlas), maka akan mudah menerima didik. Peserta didik yang memiliki kebiasaan-
limpahan cahaya Allah swt, karena terhindar kebiasaan baik pasti sukses dalam batas-batas

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016 | 77


Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

kecerdasannya. Kebiasaan-kebiasaan bermujāhadah dalam arti mendidik dengan


menjalankan perintah Allah swt, dan memiliki sekuat tenaga untuk menghindari hawa nafsu
kepribadian akhlak mulia, secara siginifikan yang rendah dan tak terkendali.
membangun kecerdasan kalbu, dan kecerdasan Salah satu peran pendidik yang dapat
ruhiyah peserta didik. diimplementasikan dalam kerangka untuk
3. Mujāhadah membantu proses penangnan kegoncangan
Mujāhadah, berarti berjuang. Suatu hidup manusia (peserta didik) akibat penerapan
istilah tasawuf yang berarti perjuangan yang teknologi dan modernisasi adalah melalui
dilakukan dengan penuh kesungguhan dalam penggunaan sarana mujāhadah. Mujāhadah di
melawan, menahan, dan menundukkan hawa sisni dimaksudkan sebagai salah satu sarana
nafsu (Dewan Redaksi Ensiklopedi, Jilid III: untuk terapi terhadap berbagai kondisi
287). Al-Gazālī, mengemukakan mujāhadah kehidupan peserta didik yang mengalami
yaitu bersungguh-sungguh melaksanakan kogoncangan hidupnya, frustasi, stres, marah,
ibadah. Hamka mengatakan mujāhadah emosi, benci, dengki, sombong, angkuh dan
dilakukan dengan berbagai cara, seperti tafakur, bangga terhadap diri sendiri, dan sebagainya.
bermenung, dengan memincingkan mata serta Salah satu upaya pendidik dalam
menaikkan lidah ke langit-langit, lalu mengembangkan kecerdasan kalbu (emosional)
melakukan zikir atau mengingat dan menyebut peserta didik adalah mendidik dengn
nama Allah swt (Dewan Redaksi Ensiklopedi, mujāhadah untuk melawan hawa nafsu di atas.
Jilid IV: 167). Secara hakiki hawa nafsu merupakan poros
M Quraish Shihab berkata, mujāhadah kejahatan, karena nafsu memiliki
adalah menggunakan seluruh kemampuan kecenderungan mencari kesenangan, dan
secara bersungguh-sungguh untuk melawan menyuruh melanggar terhadap perintah-
musuh, yang dalam konteks pembinaan ruhani perintah Allah swt. Q. S. an-Nāziat/79: 37-41.
adalah musuh yang terdekat pada diri manusia, Dalam konteks pendidikan Islam, secara
yaitu nafsunya yang selalu mendorong kepada signifikan memberikan peran utama pendidik
kerendahan dan keburukan (M. Quraish Shihab, dalam mengimplementasikan, dan
2005: 162). menginternalisasikan pengembangan
Paparan di atas, mengindikasikan bahwa kecerdasan peserta didik melalui olah
mujāhadah adalah bersungguh-sungguh melatih akal/nalar (ar-riyādah al-akliyah), olah hati (ar-
(riyādah) jiwa dan hawa nafsu untuk taat riyādah al-qalbiyah), dan olah jiwa (ar-riyādah
kepada Allah swt. Perbedaan antara mujāhadah ar-rūhiyah) yaitu melatih diri senantiasa
dan riyādah adalah pada penekanannya. beribadah kepada Allah swt. Membiasakan diri
Mujāhadah perjuangan melawan hawa nafsu, bersifat mulia, dan berungguh-sungguh
sedangkan riyādah adalah latihan-latihan (mujāhadah) melawan keinginan hawa nafsu
spiritual guna mengendalikan nafsu. Latihan yang rendah.
tentu memerlukan perjuangan, sebaliknya
perjuangan juga dibarengi dan dikukuhkan SIMPULAN
dengan latihan-latihan spiritual, karena itu pada Perspektif pendidikan Islam tentang
akhirnya keduanya bertujuan sama. pendidik. Pendidik dalam konteks pendidikan
Apabila mujāhadahdikonversi dalam Islam menjadi simbol dan sekaligus menjadi
konteks pendidikan saat ini, berarti upaya contoh bagi peserta didiknya dalam upaya
pendidik mengaktualisasi konsep dan nilai-nilai menjadikan dirinya sebagai figur sentral. Posisi
tasawuf dalam kehidupan peserta didik. pendidik begitu sentral, dengan tugas dan
Signifikansi nilai-nilai tasawuf dalam kekuasaannya yang demikian besar, harus
pendidikan merupakan bagian yang tidak didayagunakan secara optimal, efektif dan
terpisahkan dengan situasi yang terjadi dalam efesien. Pendidik harus memiliki kualitas
sistem pendidikan Nasional. Secara faktual otoritas moral, tanpa otoritas seorang pendidik
sistem pendidikan saat ini belum menyentuh tidak akan mungkin dapat atau
sisi terdalam dari manusia (ruhaniah), salah satu mengembangkan peserta didik ke arah sifat-
yang harus mendapat pendidikan adalah hawa sifat yang dibutuhkan bagi kehidupan
nafsu, yaitu usaha pendidik dengan otoritasnya kecerdasannya.
untuk mengendalikan, membina, membimbing Pendidik yang disyaratkan Islam adalah
dan mengarahkan peserta didiknya pendidik yang memiliki otoritas, kewenangan,

78 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016


Sukring Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik……..

legitimasi dan kharismatik, sebab status syukur, rida,serta melatih kemampuan diri
pendidik tidak dapat di sandang oleh siapa pun. menahan gejolak nafsu dan marah.
Pendidik disyaratkan memiliki kepribadian Pemberdayaan kecerdasan ruhiyah (SQ)
(personality), pengetahuan, dan pandangan dikembangkan melalui olah jiwa (ar-riyādah
hidup yang di miliki Rasulullah saw., yaitu; ar-rūhiyah) dengan dua pendekatan, yakni
sifat siddīq, amanah, tablīq, dan fatānah. Selain pendekatan ruhaniah dan pendekatan amaliah,
itu, pendidik harus memiliki sifat keikhlasan, pendekatan ruhaniah yaitu melatih,
kelembutan, rendah hati, jujur, profesionalisme, menanamkan keimanan, keislaman, dan
dan keadilan yang seluruhnya merupakan keihsanan peserta didik. Sedangkan pendekatan
implementasi dari karakter nabawi. amaliah, melatih senantiasa menghambakan diri
Perspektif pendidikan Islam tenatng secara totalitas melalui salat yang berkualitas,
peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai zikir, dan puasa. Mencintai Allah swt., dengan
hamba Allah swt., harus dididik dan dibimbing sebenarnya, takut kepada-Nya serta memelihara
agar tetap menjadi manusia yang mulia diri, bertakwa kepada Allah swt
dihadapan Allah swt. Tanpa melalui proses
pendidikan yang sistematis, konsisten, DAFTAR PUSTAKA
berkesinambungan, peserta didik tidak akan Abdullah, Abdurrahman Saleh. Educational
mampu mempertahankan dirinya sebagai Theory; a Qur’anic OutlookTeori-
hamba yang sekaligus khalifah yang paling baik teori Pendidikan Berdasarkan Al-
di muka bumi. Peserta didik dipandang sebagai Qur’an, terj.M. ArifinCet. IV; Jakarta:
makhluk yang integralistik, total yang terbentuk Rineka Cipta, 2007.
dari unsur jasmani dan ruhani yang tidak dapat Agustian, Ari Ginanjar.ESQ Emotional
dipisahkan satu sama lain. Peserta didik Spiritual Quoteint; The ESQ Way 165
diletakkan pada strategis pengembangan 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara Islam Jakarta: Arga 2001.
integralistik menuju ke arah pembentukan ----------, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ
pribadi muslim paripurna Power; Sebuah Inner Journey Melalui
Upaya pendidik dalam pengembangan Ihsan Cet. XI; Jakarta: Arga, 2007.
kecerdasan peserta didik menurut Islam, adalah Ahmad, Nurwadjah. Tafsir Ayat-ayat
melatiha menanamkan keimanan tentang Pendidikan; Hati yang Selamat
keEsaan Allah swt., maka seluruh komponen hingga Luqmān Cet. I; Bandung:
pembelajaran harus mengarahkan peserta didik Marja, 2007.
terlatih (ar-riyādah), pembiasaan, dan Ahmadi, Abu. Islam sebagai Paradigma Ilmu
mujāhadah atau kristalisasi nilai-nilai ajaran Pendidikan (Jogyakarta: Aditya
Islam dalam kehidupan peserta didik. Upaya Media, 1992.
pendidik tersebut sebagai berikut: al-Abrāsyi, Muhammad Atiyah. Dasar-dasar
Pemberdayaan kecerdasan akal (IQ) Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami
dikembangkan melalui olah akal (nalar) (ar- A. Ghani , Jakarta: Bulan Bintang,
riyādah aqliyah), yaitu: melatih membaca, 1987.
memperhatikan, mendengarkan, menyadari, al-Aynain, Ali Khalil Abu.Fasafah al-Tarbiyah
mempelajari, memikirkan segala sesuatu yang al-Islamiyah fi Al-Qur’an al-Karim
dapat di indera. Dalam konteks Islam disebut (Mesir: Dar al-Fikr al-“Arabiyah,
tafakur, tadabur, dan tażakur, mengolah daya 1980.
nalar terhadap penomena alam, dan segala al-Banjari, Rachmat Ramadhana. Membaca
ciptaan, serta pengenalan keEsaan Allah swt. Kepribadian Manusia seperti
Pemberdayaan kecerdasan kalbu (EQ) Membaca Al-Qur’anCet. I;
dikembangkan melalui olah kalbu (ar-riyādah Jogyakarta: DIVA Press, 2008.
qalbiyah), yakni melatih bersungguh-sungguh al-Bukhārī Muhammad bin Ismā’'il bin Ibrāhīm
(mujāhadah) membersihkan hati dari sifat-sifat bin al Mughīrah bin Bardizbah.
buruk, dan menghiasi hati dengan sifat-sifat Shahīh Bukhārī. dalam Ensiklopde
mulia (akhlak), seperti mencintai, menghargai Hadis Kitab 9 Imam. Ver. I (CD
sesama, memahami orang lain. simpatik, Rom), 2010.
memberi maaf, berlapang dada, dan
pengendalian diri dengan sifat sabar, tabah,

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016 | 79


Pendidik dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik…….. Sukring

al-Gazālī, Abū Hāmîd Muhammad. Ihya’ Sentanu, Erbe, Quantum Ikhlas, Teknologi
‘Ulûm al-Dīn, juz 2 (Cet. I; Kairo: Aktivasi Kekuatan IkhlasCet. XVI;
Dārut Taqwa, 1421. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
----------, Ringkasan Ihya’ Ulûm al-Dīn. terj. 2007.
Abdul Rosyad Siddiq Cet, II; Jakarta: Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam
akbar, 2009. Perspektif Islam Cet. VII; Bandung:
al-Jamāli, Muhammad Fādil. PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
FalsafahPendidikan Islam dalam Al- Tasmara, Toto, Kecerdasan Ruhaniah
Qur’an Surabaya, Bina Ilmu, 1986. (Transcendental Intelligence):
al-Marāqhi, Ahmad Mustafa. Tafsîr Al-Marāgi, Membentuk kepribadian yang
terj. Bahrun Abubakar, juz. XXX Cet. Bertanggungjawab Profesional dan
I; Semarang: Toha Putra, 1985. Akhlak Cet. I; Jakarta: Gema Insani
al-Nahlawi, Abdurahman. Usulut Tarbiyah Press, 2001.
Islamiyah wa Asalabiha fil Baiti wal
Madrasati wal Mujtama, terj.
Sihabuddin, Pendidikan Islam di
Rumah, Sekolah dan Masyarakat Cet.
IV; Jakarta: Gema Insani, 2004.
al-Naysabūri, Abu Husain Muslim bin Al-
Hajjaj Al- Quraysyi. Shahih Muslim
dalam Ensiklopedi Hadis Kitab 9
Imam ver. 1 (CD. Rom), 2010.
al-Za’balawi, M. Sayid Muhammad Tarbiyatul
Murāhiq bainal Islām wa ilmin Nafs
Cet. III; Jakarta: Gema Insani Press,
2007
al-Syaibāni, Omar Mohammad Al-Thoumi,
Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung Jakarta: Bulan Bintang,
1979.
Asraf, Ali, New Horison in Muslim Education,
Horison Baru Pendidikan Islam, ter.
Sayid Hossein Nasr Cet. I; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1989.
Ginanjar, Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual; ESQ The ESQ Way 165.Cet.
I; Jakarta: Arga, 2001.
Mujib Abdul, dan Jusuf mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam Cet. II; Jakarta:
Prenada Media Group, 2008.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan
IslamCet. II; Yogyakarta: Pusat Studi
Agama, Politik dan Masyarakat, 2004.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam Cet.
I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Shihab, M. Quraish, Logika Agama; Kedudukan
Wahyu dan Batas-batas Akal dalam
Islam Cet. I; Jakarta: Lentera Hati,
2005.
…………,Membumikan, Al-Qur’an: Fungsi
dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat Cet. I; Bandung: Mizan,
1992.

80 | Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol.01/1/2016

Anda mungkin juga menyukai