Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau

progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk

memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan

penilaian kesadaran tidak terganggu.Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai,

kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial,

atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan

dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow,

2006).

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi

bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau

perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita

menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat

atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-

tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan.Pada akhirnya

penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,

penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50tahun. Sebagian besar

orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yanghanya diderita oleh para Lansia,

kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis

kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini

disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N,

2003).

1
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah

demensia.Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika

masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak

yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa

depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan

holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ

dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang

melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis

dan Psikolog Klinis.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu menjelaskan:

a. Anatomi fisiologi otak

b. Pengertian demensia

c. Etiologi demensia

d. Patofisiologi demensia

e. Manifestasi klinik demensia

f. Komplikasi demensia

g. Pemeriksaan diagnostik demensia

h. Penatalaksanaan medis demensia

i. Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia.

2
C. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca

mengenai penyakit demensia pada lansia. Bagi kelompok lansia makalah ini dapat

digunakan sebagai masukan untuk memperhatikan gaya hidup mereka yang

merupakan faktor resiko terjadinya demensia

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Demensia

1. Anatomi Fisiologi Otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling

berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.Otak

terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ

yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak

mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi

tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang

rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru.Ini merupakan mekanisme paling

penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan

sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla

spinalis.Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).Fungsi dari SST

adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya

(Noback dkk, 2005).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponenbagiannya

adalah:

a. Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiridari sepasang

hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.Korteks ditandai dengan sulkus

(celah) dan girus (Ganong, 2003).Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:

4
1) Lobus frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektualyang lebih tinggi,

seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer

kiri), pusat penghidu, dan emosi.Bagian ini mengandung pusat pengontrolan

gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area

asosiasi motorik (area premotor).Pada lobus ini terdapat daerah broca yang

mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku

sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).

2) Lobus temporalis

Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteksserebrum yang berjalan

ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-

oksipitalis (White, 2008).Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat

verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan

perkembangan emosi.

3) Lobus parietalis

Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaransensorik di gyrus

postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White,

2008).

4) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan danarea asosiasi

penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari

nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain

& memori (White, 2008).

5
5) Lobus Limbik

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,memori emosi dan

bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas

susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

b. Cerebellum

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandunglebih banyak neuron

dibandingkan otak secara keseluruhan.Memiliki peran koordinasi yang penting

dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang

diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.Cerebellum terdiri

dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan

informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.

Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus

otot.Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.Bagian-bagian

dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis

(Purves, 2004).

c. Brainstem

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengaturseluruh proses kehidupan

yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis

dibawahnya.Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras

asendendan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis danbagian-

bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.Secara garis besar

brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla

oblongata.

6
2. Pengertian Demensia

Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan memengaruhi

aktivitas sosial dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Penyakit yang meningkatkan gejala demensia antara lain adalah penyakit Alzheimer,

masalah vascular seperti demensia multi infark, hidrosefalus tekanan normal, penyakit

Parkinson, alkoholisme kronis, penyakit Pick, penyakit Huntington, dan acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS).

Demensia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menghabiskan biaya,

tetapi tantangan gejala demensia menimbulkan kualitas hidup, stress, pemberi

perawatan, dan pemeliharaan martabat manusia dan mungkin mencerminkan beban

kemanusiaan lebih dari yang dapat diperbaiki perawat.

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat

mempengaruhi aktifitas sehari-hari.Penderita demensia seringkali menunjukkan

beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)

yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer,

L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

3. Klasifikasi Demensia

a. Menurut Kerusakan Struktur Otak

1) Tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi

intelektual :

a) Stadium I (amnesia)

 Berlangsung 2-4 tahun

 Amnesia menonjol

7
 Perubahan emosi ringan

 Memori jangka panjang baik

 Keluarga biasanya tidak terganggu

b) Stadium II (Bingung)

 Berlangsung 2 – 10 tahun

 Episode psikotik

 Agresif

 Salah mengenali keluarga

c) Stadium III (Akhir)

 Setelah 6 - 12 tahun

 Memori dan intelektual lebih terganggu

 Membisu dan gangguan berjalan

 Inkontinensia urin

2) Demensia Vascular

Tanda-tanda neurologis fokal seperti :

a) Peningkatan reflek tendon dalam

b) Kelainan gaya berjalan

c) Kelemahan anggota gerak

b. Menurut Umur:

1) Demensia Senilis ( usia >65tahun)

Merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun.Biasanya terjadi

akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan adanya

gambaran deteriorasi mental.

8
2) Demensia Prasenilis (usia <65tahun)

Merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan umur lebih muda

(onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat disebabkan oleh berbagai

kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit

degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab

vaskular, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab

trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik

(keracunan), anoksia).

c. Menurut Perjalanan Penyakit :

1) Reversibel (mengalami perbaikan)

Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang

termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah

keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi (ensefalopati SLE,

sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan kimia lainnya),

gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin B1,

B12, dll).

2) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,

Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)

Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan

bersifat kronik progresif.Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan

demensia ini adalah penyakit Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick,

Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.

d. Menurut Sifat Klinis:

1) Demensia proprius

2) Pseudo-demensia

9
4. Etiologi Demensia

Ada berbagai macam penyakit yang menyebabkan demensia. Dalam banyak hal,

mengapa orang menderita penyakit-penyakit ini tidak diketahui. Beberapa bentuk

demensia yang paling umum adalah:

a. Demensia pada Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum,

berjumlah kira-kira dua-pertiga dari semua kasus. Penyakit ini menyebabkan

penurunan kemampuan kognitif secara berangsur-angsur, sering bermula dengan

kehilangan daya ingat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang

menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus

yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar neurotransmiter juga

ditemukan lebih rendah dari normal.

Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:

1) Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali informasi

baru yang didapat sebelumnya.

2) Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi

sensorisnya masih baik.

3) Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan

mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.

4) Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun

fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang gagang pintu tapi

tak tahu apa yang harus dilakukannya).

b. Demensia Vaskuler merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada

hampir 40% kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan

kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll.

10
Biasanya terdapat riwayat TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran.

Demensia ini terjadi pada umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70

tahun. Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan daya

ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia,

disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan, perubahan kepribadian,

tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.

c. Penyakit Lewy body (Lewy body disease) ditandai oleh adanya Lewy body di

dalam otak. Lewy body adalah gumpalangumpalan protein alpha-synuclein yang

abnormal yang berkembang di dalam sel-sel syaraf. Abnormalitas ini terdapat di

tempat-tempat tertentu di otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam

bergerak, berpikir dan berkelakuan. Orang yang menderita penyakit Lewy body

dapat merasakan sangat naik-turunnya perhatian dan pemikiran. Mereka dapat

berlaku hampir normal dan kemudian menjadi sangat kebingungan dalam waktu

yang pendek saja. Halusinasi visual (melihat hal-hal yang tidak ada) juga

merupakan gejala yang umum.

d. Demensia Frontotemporalmenyangkut kerusakan yang berangsur-angsur pada

bagian depan (frontal) dan/atau temporal dari lobus (cuping) otak. Gejala-

gejalanya sering muncul ketika orang berusia 50-an, 60-an dan kadang-kadang

lebih awal dari itu.

5. Patofisiologi Demensia

Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua pertiga kasus

demensia.Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun

tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Dr. Alois Alzheimer pertama kali

mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat

penderita penyakit Alzheimer: plak amyloid dan kekusutan neurofibril. Terdapat juga

11
penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin.Area otak yang terkena

penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya

merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.

Amyloid menyebabkan rusaknya jaringan otak.Plak amyloid berasal dari protein

yang lebih besar, protein precursor amyloid (amyloid precursor protein [APP]).

Keluarga-keluarga dengan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagai

sesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa di antaranya

mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan dengan

awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat

peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4

pada kromososm 19.Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang

saling berpilin, yang disebut pasangan filament heliks.Peran spesifik dari simpul

tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmitter lain

merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf.

Deficit neurotransmitter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks

diantara sel-sel pada sistem saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang

jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal.Temuan-

temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat

selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.

Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak

terjadi.Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya,

berkembang menjadi infark multiple di otak.Namun, tidak semua orang yang

menderita infark serebral multiple mengalami demensia.Dalam perbandingannya

dengan penyakit penderita Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark

mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekerdar deteriosasi linear pada

12
kognisi dan fungsi dan dapat menujukkan beberapa perbaikan diantara peristiwa-

peristiwa serebrovaskular.

Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan

penyakit yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-

pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan

levodopa, dan 80% diantaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum

akhirnya meninggal dunia.

Clinical Pathway Dementia

Cedera berat, intoksikasi zat beracun, factor usia, dll.

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pendek


Perubahan
Kemampuan belajar menurun Proses pikir

Dementia

D. Alzheimer D. Vaskular

Peningkatan reflek tendon


Kematian sel otak yg massif kelemahan anggota gerak

Mudah lupa gangguan kognitif kelainan gaya berjalan

Tremor, Ketidakmampuan muncul gejala kurang koordinasi gerakan


Menggunakan benda neuropsikiatrik
Risiko cedera
Penurunan kemampuan perubahan nafsu agitasi
Melakukan aktifitas makan
Halusinasi kesulitan tidur
Kurang
perawatan diri Perubahan Cepat marah, Perubahan
persepsi Curiga, mudah pola tidur
Risiko
perubahan sensori Tersinggung
nutrisi lebih
dari kebutusan
Sindrom
stress
relokasi 13
6. Manifestasi Klinis Demensia

Tahapan Demensia

Tahap Awal Tahap Pertengahan Tahap Akhir

 Perubahan alam  Gangguan memori saat  Gangguan yang parah

perasaan atau ini dan masa lalu pada semua

kepribadian  Anomia, agnosia, kemampuan kognitif

 Gangguan penilaian apraksia, afrasia  Ketidakmampuan

dan penyelesaian  Gangguan penilaian untuk mengenali

masalah dan penyelesaian keluarga dan teman-

 Konfusi tentang tempat masalah yang parah teman

(tersesat pada saat akan  Konfusi tentang waktu  Gangguan komunikasi

ke toko) dan tempat semakin yang parah (dapat

 Konfusi tentang waktu memburuk menggerutu,

 Kesulitan dengan  Gangguan persepsi mengeluh, atau

angka, uang, dan kehilangan menggumam)

tagihan pengendalian impuls  Sedikitnya kapasitas

 Anomia ringan  Ansietas, gelisah, perawatan diri

 Menarik diri atau mengeluyur, berkeras  Inkontinensia kandung

depresi  Hiperoralitas kemih dan usus

 Kemungkinan,  Kemungkinan menjadi

kecurigaan, delusi, hiperoral dan memiliki

atau halusinasi tangan yang aktif

 Konfabulasi  Penurunan nafsu

 Gangguan kemampuan makan, disfasia dan

resiko aspirasi

14
merawat diri yang  Depresi system imun

sangat besar yang menyebabkan

 Mulai terjadi meningkatnya resiko

inkontinensia infeksi

 Gangguan siklus tidur-  Gangguan mobilitas

bangun dengan ilangnya

kemampuan untuk

berjalan, kaku otot,

dan paratonia

 Reflex menghisap dan

menggenggam

 Menarik diri

 Gangguan siklus tidur-

bangun, dengan

peningkatan waktu

tidur

7. Pemeriksaan Diagnostik Demensia

a. Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia

ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada

demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia

Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin

sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:

15
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,

fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat

b. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah

menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih

dipertanyakan.

c. Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada

sebagian besar EEG adalah normal.Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi

gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

d. Pemeriksaan Cairan Otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,

penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,

demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan

meningeal pada CT scan.

e. Pemeriksaan Genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang

memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode

bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara

penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik

menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin

meningkat.

f. Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-

hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

16
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan

demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup

atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.

Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat

ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat

pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Mampu menyaring secara cepat suatu populasi

2) Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan

demensia.

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test

yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003

;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori

ringan. (Tang-Wei,2003)

g. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai

saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi

gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi

dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan

mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan

tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah

24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan

resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian

Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24

tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang

lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22

17
untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan

suatu pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga

merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa

tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6

kategori antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas

sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri.Nilai yang dapat

pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif

yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk

Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai

2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan

suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003,

Golomb,2001)

8. Penatalaksanaan Medis Demensia

a. Farmakoterapi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.

1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase

seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine

2) Dementia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti Aspirin,

Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga

memperbaiki gangguan kognitif.

3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi

perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati

tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.

4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi

seperti Sertraline dan Citalopram.

18
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa

menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik

(misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang

efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif

diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.

b. Dukungan atau Peran Keluarga

1) Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap

memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding

dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap

memiliki orientasi.

2) Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa

membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang

berjalan-jalan.

3) Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa

memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

4) Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan

memperburuk keadaan.

5) Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan

perawatan, akan sangat membantu.

c. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :

1) Diet

2) Latihan fisik yang sesuai

3) Terapi rekreasional dan aktifitas

4) Penanganan terhadap masalah-masalah

19
9. Komplikasi Demensia

a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :

1) Ulkus Dekubitus

2) Infeksi saluran kencing

3) Pneumonia

b. Thromboemboli, infark miokardium.

c. Kejang

d. Kontraktur sendi

e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan

peralatan

g. Kehilangan kemampuan berinteraksi

h. Harapan hidup berkurang

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Demensia

1. Pengkajian Data

a. Data Subyektif :

 Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.

 Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.

b. Data Obyektif :

 Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan

objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.

 Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah

menceritakannya.

20
 Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita

menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata

yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas


kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental,
tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang
konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas
dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi,
gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya
daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
6. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
7. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

21
3. Perencanaan Keperawatan

No Tujuan dan kriteria


Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikana. Jalin hubungan salinga) Untuk membangan
tindakan keperawatan mendukung dengan klien. kepercayaan dan rasa
diharapkan klien dapatb. Orientasikan pada nyaman.
beradaptasi dengan lingkungan dan rutinitas
perubahan aktivitas baru. b) Menurunkan kecemasan
sehari- hari danc. Kaji tingkat stressor dan perasaan terganggu.
lingkungan dengan KH : (penyesuaian diri,
a. mengidentifikasi perkembangan, peranc) Untuk menentukan
perubahan keluarga, akibat perubahan persepsi klien tentang
b. mampu beradaptasi status kesehatan) kejadian dan tingkat
pada perubahand. Tentukan jadwal aktivitas serangan.
lingkungan dan aktivitas yang wajar dan masukkan
kehidupan sehari-hari dalam kegiatan rutin.
c. cemas dan takut
berkurang e. Berikan penjelasan dan
c) Konsistensi mengurangi
d. membuat pernyataan informasi yang kebingungan dan
yang positif tentang menyenangkan mengenai meningkatkan rasa
lingkungan yang baru. kegiatan/ peristiwa. kebersamaan.

e) Menurunkan ketegangan,
mempertahankan rasa saling
percaya, dan orientasi.

22
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
2 Setelah diberikana. Kembangkan lingkungana. Mengurangi kecemasan dan
tindakan keperawatan yang mendukung dan emosional.
diharapkan klien mampu hubungan klien-perawat
mengenali perubahan yang terapeutik.
dalam berpikir denganb. Pertahankan lingkungan
KH: yang menyenangkan dan
a. Mampu memperlihatkan tenang. b. Kebisingan merupakan
kemampuan kognitifc. Tatap wajah ketika sensori berlebihan yang
untuk menjalani berbicara dengan klien. meningkatkan gangguan
konsekuensi kejadian neuron.
yang menegangkand. Panggil klien dengan
terhadap emosi dan namanya. c. Menimbulkan perhatian,
pikiran tentang diri. terutama pada klien dengan
b. Mampu gangguan perceptual.
mengembangkan strategi d. Nama adalah bentuk
untuk mengatasie. Gunakan suara yang agak identitas diri dan
anggapan diri yang rendah dan berbicara menimbulkan pengenalan
negative. dengan perlahan pada terhadap realita dan klien.
c. Mampu mengenali klien.
tingkah laku dan faktor e. Meningkatkan
penyebab. pemahaman. Ucapan tinggi
dan keras menimbulkan
stress yg mencetuskan
konfrontasi dan respon
marah.
3 Setelah diberikana. Kembangkan lingkungana. Meningkatkan kenyamanan
tindakan keperawatan yang suportif dan dan menurunkan kecemasan
diharapkan perubahan hubungan perawat-klien pada klien.
persepsi sensori klien yang terapeutik.
dapat berkurang ataub. Bantu klien untuk
terkontrol dengan KH: memahami halusinasi. b. Meningkatkan koping dan

23
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
a. Mengalami penurunan menurunkan halusinasi.
halusinasi. c. Kaji derajat sensori atau
b. Mengembangkan gangguan persepsi danc. Keterlibatan otak
strategi psikososial untuk bagaiman hal tersebut memperlihatkan masalah
mengurangi stress. mempengaruhi klien yang bersifat asimetris
c. Mendemonstrasikan termasuk penurunan menyebabkan klien
respons yang sesuai penglihatan atau kehilangan kemampuan pada
stimulasi. pendengaran. salah satu sisi tubuh.
d. Ajarkan strategi untuk
mengurangi stress.
c. Untuk menurunkan
e. Ajak piknik sederhana, kebutuhan akan halusinasi.
jalan-jalan keliling rumah
sakit. Pantau aktivitas. e. Piknik menunjukkan realita
dan memberikan stimulasi
sensori yang menurunkan
perasaan curiga dan
halusinasi yang disebabkan
perasaan terkekang.
4 Setelah dilakukana. Jangan menganjurkana. Irama sirkadian (irama
tindakan keperawatan klien tidur siang apabila tidur-bangun) yang
diharapkan tidak terjadi berakibat efek negative tersinkronisasi disebabkan
gangguan pola tidur pada terhadap tidur pada malam oleh tidur siang yang singkat.
klien dengan KH : hari.
a. Memahami faktorb. Evaluasi efek obat klien
b. Deragement psikis terjadi
penyebab gangguan pola (steroid, diuretik) yang bila terdapat panggunaan
tidur. mengganggu tidur. kortikosteroid, termasuk
b. Mampu menentukan perubahan mood, insomnia.
penyebab tidur inadekuat.
c. Melaporkan dapatc. Tentukan kebiasaan dan
beristirahat yang cukup. rutinitas waktu tidur malamc. Mengubah pola yang sudah

24
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
d. Mampu menciptakan dengan kebiasaan terbiasa dari asupan makan
pola tidur yang adekuat. klien(memberi susu klien pada malam hari
hangat). terbukti mengganggu tidur.
d. Memberikan lingkungan
yang nyaman untuk
meningkatkan d. Hambatan kortikal pada
tidur(mematikan lampu, formasi reticular akan
ventilasi ruang adekuat, berkurang selama tidur,
suhu yang sesuai, meningkatkan respon
menghindari kebisingan). otomatik, karenanya respon
e. Buat jadwal tidur secara kardiovakular terhadap suara
teratur. Katakan pada klien meningkat selama tidur.
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.

e. Penguatan bahwa saatnya


tidur dan mempertahankan
kesetabilan lingkungan.
5 Setelah diberikana. Identifikasi kesulitana. Memahami penyebab yang
tindakan keperawatan dalam berpakaian/ mempengaruhi intervensi.
diharapkan klien dapat perawatan diri, seperti: Masalah dapat diminimalkan
merawat dirinya sesuai keterbatasan gerak fisik, dengan menyesuaikan atau
dengan kemampuannya apatis/ depresi, penurunan memerlukan konsultasi dari
dengan KH : kognitif seperti apraksia. ahli lain.
a. Mampu melakukanb. Identifikasi kebutuhan
aktivitas perawatan diri kebersihan diri dan berikanb. Seiring perkembangan
sesuai dengan tingkat bantuan sesuai kebutuhan penyakit, kebutuhan
kemampuan. dengan perawatan kebersihan dasar mungkin
b. Mampu rambut/kuku/ kulit, dilupakan.
mengidentifikasi dan bersihkan kaca mata, dan
menggunakan sumber gosok gigi.

25
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
pribadi/ komunitas yang
dapat memberikanc. Perhatikan adanya tanda-
bantuan. tanda nonverbal yang
fisiologis.
c. Kehilangan sensori dan
penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengah-
engah, ingin berkemih
d. Beri banyak waktu untuk dengan memegang dirinya.
melakukan tugas.

d. Pekerjaan yang tadinya


mudah sekarang menjadi
e. Bantu mengenakan terhambat karena penurunan
pakaian yang rapi dan motorik dan perubahan
indah. kognitif.

e. Meningkatkan kepercayaan
untuk hidup.
6 Setelah dilakukana. Kaji derajat gangguana. Mengidentifikasi risiko di
tindakan keperawatan kemampuan, tingkah laku lingkungan dan
diharapkan Risiko cedera impulsive dan penurunan mempertinggi kesadaran
tidak terjadi dengan KH : persepsi visual. Bantu perawat akan bahaya. Klien
a. Meningkatkan tingkat keluarga mengidentifikasi dengan tingkah laku impulsi
aktivitas. risiko terjadinya bahaya berisiko trauma karena
b. Dapat beradaptasi yang mungkin timbul. kurang mampu
dengan lingkungan untuk mengendalikan perilaku.
mengurangi risiko trauma/ Penurunan persepsi visual

26
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
cedera. berisiko terjatuh.
c. Tidak mengalami cedera.b. Hilangkan sumber bahaya
lingkungan.

b. Klien dengan gangguan


kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan
c. Alihkan perhatian saat keamanan dasar.
perilaku teragitasi/
berbahaya, memenjat pagar
tempat tidur. c. Mempertahankan
keamanan dengan
menghindari konfrontasi
d. Kaji efek samping obat, yang meningkatkan risiko
tanda keracunan (tanda terjadinya trauma.
ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan
penglihatan, gangguand. Klien yang tidak dapat
gastrointestinal). melaporkan tanda/gejala obat
e. Hindari penggunaan dapat menimbulkan kadar
restrain terus-menerus. toksisitas pada lansia.
Berikan kesempatan Ukuran dosis/ penggantian
keluarga tinggal bersama obat diperlukan untuk
klien selama periode agitasi mengurangi gangguan.
akut. e. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium

27
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
tulang).

7 Setelah dilakukana. Beri dukungan untuka. Motivasi terjadi saat


tindakan keperawatan penurunan berat badan. klien mengidentifikasi
diharapkan klien kebutuhan berarti.
mendapat nutrisi yang
b. Awasi berat badan setiapb. Memberikan umpan balik/
seimbang dengan KH: minggu. penghargaan.
a. Mengubah pola asuhan
yang benar c. Kaji pengetahuanc. Identifikasi kebutuhan
b. Mendapat diet nutrisi keluarga/ klien mengenai membantu perencanaan
yang seimbang. kebutuhan makanan. pendidikan.
c. Mendapat kembali beratd. Usahakan/ beri bantuan
badan yang sesuai. dalam memilih menu. d. Klien tidak mampu
e. Beri Privasi saat menentukan pilihan
kebiasaan makan menjadi kebutuhan nutrisi.
masalah. e. Ketidakmampuan
menerima dan hambatan
sosial dari kebiasaan makan
berkembang seiring
berkembangnya penyakit.

28
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS DEMENSIA

A. Kasus

Ny. A umur 80 tahun tinggal bersama suaminya yang berumur 86 tahun di rumah yang

terpisah dengan anak-anak mereka. Sekitar 2 tahun yang lalu Ny. A didiagnosa terkena

demensia. Namun, Ny. A masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Saat ini Ny. A

tidak mau merawat diri dan sering lupa untuk makan serta mudah lelah. Ny. A sering

bangun pada malam hari untuk ke kamar mandi saat bangun kadang-kadang Ny. A keluar

rumah dan tidak kembali ke kamar. Tn. A merasa khawatir Ny. A akan tersesat di luar

rumah. Selain itu, Ny. A juga sering salah dan lupa meletakkan barang-barang. Pada saat

pengkajian, penampilan Ny. A terlihat kusut dan berantakan.

B. Penyelesaian

1. Pengkajian

a. Data Pasien

Nama : Ny. A

Usia : 80 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

b. Data Fokus

1) Data Subjektif :

 Ny. A tidak mau merawat diri

 Ny. A sering lupa untuk makan

 Ny. A sering bangun pada malam hari untuk ke kamar mandi

 Ny. A sering salah dan lupa meletakkan barang-barang

29
 Saat bangun kadang-kadang Ny. A keluar rumah dan tidak kembali ke

kamar

2) Data Objektif :

 Penampilan Ny. A terlihat kusut dan berantakan

c. Analisa Data

Data Problem Etiologi

Data Subjektif : Ketidakseimbangan Tidak mampu

 Ny. A sering lupa nutrisi kurang dari memasukkan makanan

untuk makan kebutuhan tubuh karena faktor psikologi

Data Objektif :

Data Subjektif : Gangguan proses berfikir Kehilangan memori

 Ny. A sering lupa degenerasi neuron

untuk makan ireversible

 Ny. A sering salah

dan lupa

meletakkan

barang-barang

 Saat bangun

kadang-kadang Ny.

A keluar rumah

dan tidak kembali

ke kamar

Data Objektif :

30
2. Diagnosa Keperawatan

No. Dx Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Tandatangan

Ditemukan

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan


1
tidak mampu memasukkan
Senin/ 18 Maret makanan karena faktor
2016 psikologi

Gangguan proses berfikir

berhubungan dengan
2
kehilangan memori degenerasi

neuron ireversible

3. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan Dan Kriteria


Hari/Tanggal/Jam Intervensi Keperawatan
Dx Hasil

Senin/18 Maret Tujuan : 1. Kolaborasi dengan

2016/08.00 WIB Setelah dilakukan ahli gizi

tindakan keperawatan 2. Pastikan dietnya

selama 7x24 jam meliputi makanan


1
diharapkan kebutuhan yang mengandung

nutrisinya terpenuhi. tinggi serat untuk

Kriteria Hasil : mencegah konstipasi

 Klien mengalami 3. Dokumentasi tentang

31
kenaikan berat masukan, keluaran,

badan 0,9 kg setiap dan jumlah kalori

3 minggu 4. Timbang berat badan

 Tidak ada tanda- setiap 3 hari sekali

tanda malnutrisi 5. Temani klien makan

 Peningkatan energi dan berikan suplemen

dan berpartisipasi vitamin dan mineral

dalam aktivitas

Selasa/19 Maret Tujuan : 1. Kaji derajat gangguan

2016/08.15 WIB Setelah dilakukan kognitif, orientasi

tindakan keperawatan orang, tempat dan

selama 3x24 jam waktu

diharapkan ada 2. Pertahankan

perubahan dalam proses lingkungan yang

berfikir. menyenagkan dan

Kriteria Hasil : tenang

2  Klien mampu 3. Tatap wajah klien

mengenali ketika berbicara

perubahan dalam 4. Lakukan

proses berfikir dan penghitungan angka

faktor penyebab serta pengenalan

 Klien mampu anggota keluarga

memperlihatkan kepada klien

penurunan tingkah

laku yang tidak

32
diiinginkan

4. Implementasi Keperawatan

Hari/Tanggal/Jam No. Dx Catatan Keperawatan Tandatangan

Senin/18 Maret 1 1. Berkolaborasi dengan

2016/08.15 WIB ahli gizi

2. Memastikan dietnya

meliputi makanan yang

mengandung tinggi serat

untuk mencegah

konstipasi

3. Menimbang berat badan

setiap 3 kali sehari

Selasa/19 Maret 2 1. Mengkaji derajat

2016/08.30 WIB gangguan kognitif,

orientasi orang, tempat

dan waktu

2. Mempertahankan

lingkungan yang

menyenagkan dan

tenang

3. Menatap wajah klien

ketika berbicara

4. Melakukan

penghitungan angka

33
serta pengenalan

anggota keluarga kepada

klien

5. Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal No. Dx Catatan Perkembangan Tandatangan

Sabtu/23 Maret S :-

2016 O : Berat badan klien

bertambah 2 kg
1
A : Masalah teratasi

sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

Sabtu/23 Maret S :

2016  Klien mengatakan

telah mengenal 2 orang

keluarga

 Klien mengenal daerah

2 tempat tinggalnya

O : Klien tampak senang

dan tidak tampak bingung

A : Masalah teratasi

sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

34
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang

salingberhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.Otak

terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998).

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif

dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori,

berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian

kesadaran tidak terganggu. Komplikasi demensia yaitu Thromboemboli, infark

miokardium, Kejang, Kontraktur sendi, Kehilangan kemampuan untuk merawat diri,

Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan

peralatan, Kehilangan kemampuan berinteraksi, dan Harapan hidup berkurang.

35
DAFTAR PUSTAKA

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

http://hanifsakala.blogspot.co.id/2013/03/asuhan-keperawatan-gerontik-pada-lansia.html

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/aporan-pendahuluan-demensia.html

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-gerontik-pada-lansia-dengan-demensia/

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

https://www.academia.edu/11691943/LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_PASIEN_DE

NGAN_DEMENSIA_askep_2003

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

https://www.fightdementia.org.au/files/helpsheets/Helpsheet-AboutDementia01-

WhatIsDementia_indonesian.pdf

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1390361019-3-BAB%20II.pdf

Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

36

Anda mungkin juga menyukai