Anda di halaman 1dari 14

HYPOVOLEMIC SHOCK

dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked

Dept. of Medical Education

I Ketut Bawantika Adi Putra


Angkatan 2016 (1602511171)

FACULTY OF MEDICINE

UDAYANA UNIVERSITY

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada
hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar
yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor
yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan


oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok
hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan.
Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah,
dan trauma maupun perdarahan karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah
satu syok dengan angka kejadian yang paling banyak dibandingkan syok lainnya.

Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada negara dengan mobilitas


penduduk yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah kehilangan darah karena
kecelakaan kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik pada wanita
karena khasus perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan 99% terjadi pada
negara berkembang. Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi
perdarahan karena tidak mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat.1

Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat terjadinya


kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari cedera lebih lanjut
vertebra servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan napas yang adekuat,
menjamin ventilasi, memaksimalkan sirkulasi dan pasien segera dipindahkan ke
rumah sakit. Keterlambatan saat pemindahan pasien ke rumah sakit sangat berbahaya.

Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok hipovolemik adalah
terapi cairan yang akan berdampak pada penurunan angka mortalitas pasien. Akan
tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan menyebabkan pasien mengalami edema paru
dan gangguan elektrolit.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui definsi, epideminologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi


klinis, diagnosis, pencegahan dan manajemen, serta prognosis syok hipovolemik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Syok secara tradisional sering diartikan sebagai hipoksia pada jaringan karena
kurangnya perfusi. Syok umumnya dikatakan sebagai hipoksia, namun kata disoksia
lebih tepat digunakan. Hipoksia merujuk kepada kurangnya oksigenasi, sedangkan
disoksia adalah kondisi dimana metabolism sel dibatasi oleh penyebaran oksigen
yang kurang atau abnormal. Pada tingkat seluler, kondisi hipoksia akan menyebabkan
kegagaln fungsi mitokondria, perubahan pada membran sel, pelepasan radikal bebas,
produksi sitokin, dan mengakibatkan beberapa reaksi inflamasi.2

Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai


berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah
total. Hypovolemic shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan
intravascular yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka
yang terbuka merupakan salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah
yang tidak terlihat dapat ditemukan di abdominal, jaringan retroperitoneal, atau
jaringan di sekitar retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat
diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, luka bakar dan
anafilaksis.2

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan


terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap
mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36%.1

Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Yamaguchi dan Hopper


(1964), dari 10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok yang disebabkan
oleh komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka kematian
penderita hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock
syndrome) yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun
2014.3

2.3 Etiologi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume


plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ
tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.2

2.4 Patofisiologi

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan


menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ: 4-5
2.4.1 Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.4-5

2.4.2 Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan


kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain. 4-5

2.4.3 Kardiovaskular

Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)


ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. 4-5

2.4.4 Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi


peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati
di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung. 4-5

2.4.5 Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin. 4-5

2.5 Manifestasi Klinis

Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

• Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.


• Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
• Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10%

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

• Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,


penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan
anxietas ringan .
• Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah diastolik.

c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

• Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah


sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan
atau agitasi.
• Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik.
• Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

• Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan


nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine
yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan
pucat.
• Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2.6 Diagnosis

Hypovolemic shock diakibatkan umumnya karena kehilangan darahb ataupun


cairan tubuh pada tubuh manusia yang mengakibatkan jantung kekurangan darah
untuk disirkulasi sehingga dapat mengakibatkan kegagalan organ. Kehilangan darah
ini dapat diakibatkan karena trauma akut dan perdarahan, baik secara eksternal
ataupun internal. Gejala-gejala yang dimiliki bergantung pada persentase darah yang
hilang dari seluruh darah yang dimiliki pasien, namun ada beberapa gejala umum
yang dimiliki oleh seluruh penderita hypovolemic shock. Pada umumnya, pasien
yang menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah yang rendah (dibawah
100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian tubuh perifer.
Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia (dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga
umumnya terjadi pada pasien-pasien yang menderita hypovolemic shock. Kandungan
haemoglobin yang relatif kurang (<=6g/l) pada darah juga dapat menjadi pertanda
adanya perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock.
Pasien juga umumnya memiliki kegangguan kesadaran dan mengalami
kebingungan/kemarahan yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf akibat
kurangnya darah.6

Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga kategori


berdasarkan persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan
gejala yang dialami oleh tiap kategori pasien disajikan dalam tabel berikut:7

Persentase darah yang hilang dari seluruh Gejala yang dimiliki pasien
volume darah pasien
<15% Respons tachycardia minim
Perubahan TD umumnya tidak
signifikan
15-40% Tachycardia
Hypotensi
Periferal Hypofusion
Kesadaran pasien terganggu
>40% Kemampuan tubuh menkompensasi
kehilangan darah sudah pada
batasnya (Haemodynamic
compensation pada ambang batas)
Kesadaran pasien terganggu
Tachycardia
Hypotensi

2.7 Prevensi dan Manajemen

2.7.1 Manajemen dan Terapi


Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia
maka yang pertama harua dilakukan adalah mencari bantuan medis,sembari
menunggu bantuan medis datang Berikan pertolongan pertama pada penderita
hipovolemia, perlu digaris bawahi bahwa penangan pertama yang tepat pada
penderita hipovolemia sangat dibutuhkan karena dapat menghindari kematian pada
penderita. Berikut hal hal atau langkah langkah untuk memberi pertolongan pertama
pada penderita:8

1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan
pada lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan
untuk meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk
dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan
dicabut hal ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan
peredaran darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki
tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju
ambulan berulah penyangga khusus terlebih dahulu.
2.7.2 Field Care

Saat bantuan medis datang dan penderita dibawa menggunakn ambulan,


berikan oxygen pada pasien untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan.
Terapi cairan intravena biasanya dilakukan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang,
nmun cairan intravena todak dapat mengankut darah sehingga tetap disarankan untuk
segera mendapatkan transfusi darah. Selain oemberian cairan intravena sering pula
dilakukan metode permissive hypotension metode ini diutamakan bagi penderita
trauma atau yang lebih dikenal sebagai terapi cairan restriktif, metode ini digunakan
agar tekanan darahbsistolik meningkattanpa mencapai tekanan darah normal dengan
tujuan pencegahan terlarutnya faktor pembekuan secara berlebih.9

2.8 Prognosis

Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian meskipun


sudah diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang
mempengaruhi Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika
mengalami Hypovolemic shock akan sulit ditangani dan disembuhkan. Hypovolumic
shock dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun
tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut.
Hypovolemi shock biasanya tergantung dari hal-hal berikut:10

1. Banyaknya darah yang hilang


2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang menuju ke organ-organ vital tubuh, sehingga mengakibatkan disfungsi
organ dalam tubuh. Salah satunya adalah syok hipovolemik, syok hipovolemik. Syok
hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik). Perdarahan
akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran
darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung (heart
pulse rate). Ketika heart pulse rate turun, ketahanan vaskular sistemik akan berusaha
untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Jika hal ini terus berlanjut maka satu persatu organ tubuh akan mati dan
berujung dapat menyebabkan kematian.

3.2 Saran

Bagi korban yang terkena syok, utamanya syok yang bersifat hipovolemik
harus mendapatkan penangana secara langsung, Karena jika tidak dapat ditangani
secara cepat dan tepat, maka satu persatu organ mengalami disfungsi dan mati
sehingga berujung pada kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kakunsi, Yane D., Killing, Maykel, and Deetje, Supit. Hubungan pengetahuan
perawat dengan penanganan pasien syokhipovolemik di ugd rsud pohuwato.
Buletin Sariputra. 2015;5(3):90-96.

2. Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. 2012. Comprehensive Critical


Care:Adult. Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine.

3. Yamauchi, Hiroshi, and Hopper, James. Hypovolemic shock and hypotension as


a complication in the nephrotic syndrome. Annals of Internal Medicine.
1996;60:242-254.

4. Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna
Publishing. Jakarta.

5. Worthley. IG, Shock: A Review of pathophysiology and management.


Department of critical care medicine. Flinders medical centre. Adelaide.
2000;2:55-65.

6. Queensland Ambulance Service. 2016. Clinical Practice Guidelines:


Trauma/Hypovolaemic Shock. Queensland;. Diakses pada [13 Oktober 2016].
Tersedia pada
[https://ambulance.qld.gov.au/docs/clinical/cpg/CPG_Hypovolaemic%20shoc
k.pdf]

7. Pascoe S, Lynch J. 2016. Management of Hypovolaemic Shock in the Trauma


Patient. Diakses pada [13 Oktober 2016]. Tersedia pada
[http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/195171/Hypov
olaemicShock_FullReport.pdf]

8. First Aid Guide and Emergency Treatment Instructions. Saporo fire bureau.
Available at [https://www.city.sapporo.jp]. Diakses pada [10 oktober 2016].
9. Fitria, Cemy Nur. 2012. Syok dan Penangannya.

10. Jun Wang, Teresa Liang, Luck Louis, Savvas Nicolaou, Patrick D. Mc
Laughlin. Hypovolemic Shock Complex in the Trauma Setting: A Pictorial
Review. Canadian Association of Radiologists. 2013;64:156-163. Tersedia
pada [http://sciencedirect.com].

Anda mungkin juga menyukai