BAB I
Pendahuluan
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam dan berkembang di
Jazirah Arab pada abad ke 7 M. Nabi Muhammada shalallahu ‘alayhi wa sallam menyiarkan Islam selama
dua tahap, yaitu tahap pertama yang dinamakan dengan periode Mekah selama 13 tahun, dan tahap
kedua periode Medinah selama 10 tahun. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan Islam
dilanjut oleh para pengikutnya yang dikenal dengan khulafaur Rasyidin tahun 613-656 M yaitu Abu Bakar
Sidiq (11 H-13 H/ 632-634 M), Umar bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M), Usman Bin Affan (23-35 H/ 644-
656 M), dan Ali Bin Abu Thalib (35-40 H/ 656-661).
Faktor-faktor perkembangan Islam sangat pesat dari zaman Nabi Muhammad sampai berakhirnya
kejayaan Islam :
Islam disamping mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal
pembentukan masyarakat.
Dalam dada para sahabat Nabi tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran Islam
(dakwah) keseluruh dunia.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleransi, tidak memaksa
rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam (Yatim, 1993:41)
Teori ini dicetuskan oleh para sarjana yang kebanyakan dari Belanda. Teori ini mengemukakan bahwa
perkembangan Islam di Nusantara berasal dari Gujarat, yang di mana pada saat itu Gujarat masih
kerajaan Hindu, yang kemudian ditaklukan oleh para penyebar Muslim dari pantai Coromandel pada
akhir abad ke-13.
Teori Makkah
Teori ini dicetuskan oleh Hamka dalam pidatonya pada Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta. Pada teori
ini Islam datang langsung dari Arabia, tidak dari India, tidak pada abad ke-12 atau ke-13, melainkan
dalam abad pertama hijriah atau abad ke-7 Masehi.
Teori Persia
Pencetus teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini berpendapat bahwa agama Islam yang
masuk ke Nusantara berasal dari Persia, singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya sekitar abad ke-13
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan
kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandar-bandar perdagangan
yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan
ialah melalui dakwah yang dilakukan oleh para mubaligh.
Pedagang muslim dari Arab, Persia, dan Gujarat singgah di pulau Jawa yang penduduknya masih kafir.
Para pedagang muslim mulailah mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang yang
lainnya. Setelah para penduduk setempat memeluk Islam, kemudian menyebarkan Islam kepada sesama
pedagang dan sanak familinya. Setelah Islam semakin berkembang, para pedagang muslim tersebut
menikah dengan penduduk setempat, yang kemudian lahirlah kelurga dan anak-anak muslim.
Peyebaran Islam melalui Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan menjadi
kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara,
Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Dari situ, banyak pemimpin bandar yang
memeluk Islam, sehingga rakyatnya banyak yang memeluk Islam juga.
Karena perdagangan Internasional memerlukan jarak tempuh yang jauh dan memerlukan sebuah
prediksi cuaca agar kapal bisa berlayar, banyak dari pedagang muslim menikah dengan penduduk
pribumi untuk bisa menetap dan mendapatkan pendamping hidup sebagai kebutuhan biologis.
Dikarenakan para pedagang statusnya sebagai saudagar yang kaya, sehingga banyak penduduk
pribumi,terutama putri-putri bangsawan ingin menjadi istri seorang saudagar. Sebelum menikah mereka
wajib di Islamkan agar bisa menjadi Istri seorang saudagar muslim.
Peyebaran agama Islam dilakukan dengan cara dakwah oleh para mubaligh dan para Wali. Di Pulau
Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 Wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai
tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa. Kesembilan wali
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Wali pertama yang datang ke Jawa pada abad ke-13 dan
menyiarkan agama Islam di Gresik.
2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Meyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur.
3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel, yang menyiarkan Islam disekitar Surabaya.
4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel yang menyiarkan Islam di Tuban, Lasem,
dan Rembang.
5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/ Jaka Said). Murid Sunan Bonang yang menyiarkan Islam di Jawa
Tengah.
6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara,
dan Maluku.
8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di Lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara
dan Kudus, Jawa Tengah.
9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Penyebaran Islam dilakukan dengan mendirikan sebuah pendidikan Islam di tempat-tempat ibadah
semacam masjid, musholla bahkan di rumah-rumah para ulama, yang saat ini dikenal dengan pondok
pesantren.
Mengajarkan Teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal lama oleh masyarakat
Indonesia. Para pengajar Tasawuf mahir dalam sebuah magis dan mempunyai kekuatan yang
menyembuhkan, sehingga banyak penduduk pribumi yang tertarik.
Mengajarkan dan memperkenalkan ajaran Islam melalui sebuah kesenian, salah satu contohnya ialah
melalui seni pertunjukan Wayang.
Islam di Indonesia pada dasarnya memiliki corak dan karakter yang beragam, baik dari sisi pemikiran dan
gerakan. Keragaman ini tercermin dari jumlah organisasi keislaman dan kelompok kepentingan atas
nama Islam yang dari waktu ke waktu semakin bervariasi.
BAB II
Pendahuluan
Muhammadiyah berdiri pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, yang bertepatan dengan 18 Nopember 1912
M. Muahmmadiyah di dirikan oleh KH. Ahmad Dahan (nama kecil beliau Muhammad Darwis). Secara
garis besar, factor yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah antara lain dikarenakan : (1) Kondisi
internal umat Islam dan (2) Kondisi eksternal umat Islam.
Umat Islam pada kondisi ini, khususnya di tanah Jawa masih banyak menganut tradisi dan kepercayaan
tradisional yang telah berubah menjadi adat istiadat bersifat agama dengan bentuk mistik berbentuk
Hindu dan Budha. Tradisi dan kepercayaan masyarakat Jawa pra Islam tersebut masih tetap hidup bahkan
ikut berkembang bersamaan dengan proses perkembangan Islam selanjutnya. Hal ini disebabkan para
penyebar Islam di Jawa adalah para saudagar dari Gujarat, mereka berasal dari India yang sudah terbiasa
dengan kepercayaan yang beraroma animistic dan dinamistik, selain itu mereka menyebarkan ajaran
Islam menggunakan metode Tasawuf, sehingga banyak penduduk Jawa yang tertarik
Kondisi Eksternal Umat Islam
Pada kondisi ini banyak penduduk Jawa mendapatkan pengaruh dari budaya Belanda sehingga banyak
penduduk Jawa yang memeluk agama Kristen. Disamping itu politik Belanda juga telah membatasi ruang
gerak umat Islam pada saat itu, seperti memutus hubungan umat Islam dengan dunia luar, seperti
melarang menunaikan ibadah Haji. Belanda juga membuat kelompok-kelompok aliansi dari kalangan
masyarakat Indonesia untuk memerangi umat Islam di Indonesia.
Menegakkan keyakinan “tauhid” yang murni sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Meyebarluaskan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasul dengan sistem
pendidikan modern.
Muhammad Darwis adalah nama kecil dari seorang Ahmad Dahlan, lahir pada tahun 1868 dari pasangan
orang tua yang dikenal sebagai pemuka agama. Ayahnya Kyai Abu Bakar dan ibunya bernama Siti
Aminah. Ahamad Dahlan mendapatkan pendidikan agama Islam pertama kali dari orang tuanya. Beliau
belajar mengaji Al-Quran dan dasar-dasar ilmu agam Islam dari ayahnya, kemudian belajar tentang fiqih
dan tentang nahwu kepada kedua kakak iparnya, yaitu KH. Muhammad Shalih dan KH Muhsin. Beliau
juga belajar tentang Islam kepada kakak iparnya yang lain. Beliau juga belajar tentang Islam di Mekah
pada usia 22 tahun. Kemudian beliau menikah dengan Siti Walidah yang berumur 17 tahun yang
dikarunia seorang putri bernama Siti Johanah.
BAB III
MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
Sejarah Perumusan
Bagi Muhammadiyah, konsep Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai
rumusan ideology Muhammadiyah dalam membentuk prinsip-prinsip. Konsep ini dirumuskan pada
tahun 1942 pada era Ki Bagus Hadikusumo dan termasuk hal mendasar karena dirumuskan untuk
mensistematisasi langkah dan pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah sebelum itu. Pokok-
pokok pikiran Muqaddimah A.D Muhammadiyah :
Hidup manusia haruslah mentauhidkan Allah, bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada
Allah.
Hanya hukum Allah satu-satunya hukum yang dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi utama, dan
mengatur tata tertib hidup bersama menuju kehidupan bahagia sejahtera yang hakiki dunia dan akhirat.
Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya adalah kewajiban bagi orang yang mengaku bertuhan kepada Allah.
Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila mengikuti jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan diatas hanya akan tecapai apabila dilaksanakan dengan
berorganisasi.
Identitas/ hakekat Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid,
bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Asas Muhammadiyah adalah Islam. Sedangkan maksud dan
tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Keanggotaan Muhammadiyah
Anggota luar biasaadalah seseorang bukan warga Negara Indonesia, beragama Islam, setuju dengan
maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya
Anggota kehormatanadalah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau
karena kewibawaan dan keahliannya diperlakukan atau bersedia membantu Muhammadiyah.
Keorganisasian Muhammadiyah
Susunan dan penetapan organisasi Muhammadiyah diatur dalam AD Muhammadiyah Bab V. Susunan
organisasi Muhammadiyah diatur dalam AD Muhammadiyah. Bab V, pasal 9, terdiri atas : ranting,
cabang, daerah, wilayah, pusat. Adapun penjelasan susunan diatas tercantum dalam Anggaran Rumah
Tangga Muhammadiyah(ARTM).
Peran Cabang dan Ranting sebagai Ujung Tombak Organisasi Muhammadiyah
Adanya kaderisasi, dimana kaderisasi merupakan keharusan dan sebagai nafas organisasi.
Kesinambungan sangat ditentukan oleh adanya pelanjut. Kalau tidak ada kaderisasi, tentunya gerakan ini
tidak dapat berlanjut. Adanya organisasi-organisasi kader, khususnya Angkatan Muda Muhammadiyah
(IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), (NA : Nasyiatul Aisyiah), (PM : Pemuda Muhammadiyah),
(IPM : Ikatan Pemuda Muhammadiyah), termasuk Hizbul Wathan dan Tapak Suci, sangat membantu dan
berkomitmen sebagai pelanjut, pelangsung, dan penyempurna Amal Usaha Muhammadiyah.
BAB IV
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
Pendahuluan
Dalam menjalankan usahnya, Muhammadiyah berjalan di atas prinsip-prinsip gerakannya, seperti yang
dimaksud di dalam Muqaddimah AD/ART, Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Khittah
Perjuangan Muhammadiyah dan Kepribadian Muhammadiyah.
Kepribadian Muhammadiyah disahkan oleh Mukhtamar Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 di Jakarta,
pada masa kepemimpinan H.M. Yunus Anis (1959-1960) atau sering disebut dengan Mukhtamar
setengah abad. Perumusan tersebut berkaitan dengan jaman Nasakom. Proses munculnya Nasakom
berawal dari Presiden Soekarno membentuk Kabinet atau Dewan Mentri mengikutsertakan tiga kekuatan
politik pemenang pemilu 1955 (PNI, NU, PKI).
Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan, yaitu merupakan “Gerakan Islam”. Maksudnya dakwah
Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang ditujukan kepada dua hal yaitu perseorangan dan masyarakat.
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip dalam Muqaddimah
Anggaran Dasarnya, yaitu :
1) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah SWT
Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segala bidang dan lapangan
dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah SWT
Sifat Muhammadiyah
5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar Negara yang sah
6) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik
7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan sesuai dengan
ajaran Islam
8) Kerjasama dengan golongan agama Islam mana pun dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan
agama Islam
9) Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain, sebagai pemelihara dan
membangun Negara
10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dangan bijaksana
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam didasarkan pada segi asas (‘aqidah) perjuangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah menjadikan Dinul Islam sebagai subyek (sumber nilai) dan sumber obyek (sumber
konsep) perjuangannya. Sebagai sumber subyek adalah bahwa semua kegiatan dan amal usaha
Muhammadiyah selalu digerakan oleh ruh al-Islam. Sebagai sumber obyek adalah semua kegiatan dan
amal usaha Muhammadiyah dimaksudkan untuk “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Allah
SWT”.
Gerakan dakwah Muhammadiyah adalah gerakan Islam, amar makruf nahi munkar. Tujuan umum dari
dakwah ada tujuan vertical dakwah yaitu mencari keridlaan Allah SWT, dan tujuan horizontal yaitu
menyampaikan rahmat bagi seluruh alam semesta. Tujuan proporsional meliputi tiga sasaran, yaitu :
1) Agar umat manusia menyembah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan
tidak akan menyembah tuhan selain Allah semata-mata.
2) Agar umat manusia bersedia menerima Islam sebagai agamanya, memurnikan keyakinannya, hanya
mengakui Allah sebagai tuhannya, membersihkan jiwanya dari penyakit nifaq (kemunafiqan) dan selalu
menjaga amal perbuatannya agar tidak bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya
3) Dakwah ditujukan untuk merubah sistem pemerintahan yang lazim ke pemerintahan Islam
Obyek yang dijadikan sasaran dakwah Muhammadiyah ada dua macam, yaitu
Dakwah kepada orang yang belu Islam adalah ajakan, seruan, dan panggilan, yang sifatnya
menggembirakan dan menyenangkan.
Sifat dakwah kepada orang yang sudah Islam adalah sifatnya tajdid dalam arti ialah pemurnian dan dapat
juga berarti pembaruan (reformasi)
Memberikan pengertian dan kesadaran kepada warga kita, agar mereka tahu tugas dan kewajibannya,
tahu sandaran atau dasar-dasar beramal usahanya, juga tahu sifat-sifat atau bentuk bagaimana mereka
bertindak pada saat melaksanakan tugas kewajibannya.
Cara Memberikan atau Menentukan
Menggembirakan dan memantapkan tugas berda’wah. Tidak merasa randa diri dalam menjalankan
da’wah, namun tidak memandang rendah kepada yang bertugas dalam lapangan lainnya (politik,
ekonomi, seni-budaya, dan lain-lain)
Keadaan mereka –pra warga- hendaklah ditugaskan dengan tugas yang tentu-tentu, bukan dengan hanya
sukarela. Bila perlu dilakukan dengan suatu ikatan.
Sesuai dengan masa itu, perlu dilakukan dengan cara musyawarah yang sifatnya mengevaluasi tugas-
tugas itu
Sesuai dengan suasana sekarang, perlu pula dilakukan dengan formalitas yang menarik, yang tidak
melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan bantuan logistic
Pada musyawarah yang melakukan evaluasi, sekaligus dapat ditambahkan bahan-bahan atau bekal yang
diperlukan, yang akan dibagikan kepada warga selaku muballigh dan muballighot
BAB V
Pendahuluan
Kejayaan dan kelangsungan organisasi sangat tergantung pada kemulian dan keluhuran cita-cita para
pendiri dan penerusnya, kemaslahatan (idealitas) dan kemanfaatan (fugnsionalitas) maksud dan tujuan
yang diperjuangkannya. Cita-cita dan tujuan organisasi itu biasanya dirumuskan dalam core belief, core
values, visi, misi, dan tujuan organisasi Muhammadiyah disebut MKCH atau MKCHM.
Sejarah dan Rumusan MKCH
Pada mulanya putusan siding Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo Jawa Timur dalam rangka
melakasanakan amanat Muktamar Muhammadiyah yang ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta yang
menghasilkan 9 ayat. Kemudian disempurnakan kemabali pada tahun 1970 dalam sidang Tanwir
Muhammadiyah di Yogyakarta yang menghasilkan menjadi 5 ayat.
Pada tahun 1968, Muktamar Muhammadiyah yang ke-37di Yogyakarta dengan tema “Tajdid” menggagas
pembaharuan dalam lima bidang, yaitu :
Ideologi
Khittah Perjuangan
Organisasi
Sasaran
KH. AR Fachruddin
Sistematika dan Pedoman untuk memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah
Sistematika
1) Rumusan matan “Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” terdiri dari 5 angka.
(2) Kelompok kedua : Mengandung persoalan mengenai faham agama yang menurut Muhammadiyah
yaitu angka 3 dan 4.
3) Kelompok ketiga : Mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam
masyarakat Negara Republik Indonesia yaitu pada angka 5.
1) Pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis, yang terkandung dalam angka 1 dan 2 dari Matan
“Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, adalah :
(1) Aqidah
2) Fungsi aqidah dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita hidup adalah sebagai sumber yang
menentukan bentuk kayakinan dan cita-cita hidup itu sendiri.
3) Fungsi cita-cita/ tujuan dalam persoalan keyakinan dan cita-cita ialah sebagai kelanjutan/
konsekwensi dari pada asas.
4) Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang berasas Islam dan dikuatkan oleh hasil penyelidikan
secara ilmiah, historis, dan sosiologi, Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa ajaran yang dapat untuk
melaksanakan hidup yang sesuai dengan “Asas” dalam mencapai “cita-cita/ tujuan” hidup dan
perjuangan sebagaimana yang dimaksud, hanyalah Islam.
5) Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya telah diuraikan
dengan singkat di atas, adalah dibentuk dan ditentukan oleh pengertian dan fahamnya mengenai Islam.
6) Faham agama
Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al-Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW,
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam (nukilan dari matan).
Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan “kesatuan ajaran” yang tidak boleh
dipisah-pisah dan meliputi :
Ibadah (mahdlah) : ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata cara hubungan manusia dengan
Tuhan
Mu’amalat Duniawiya :ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Baidhawy, Zakiyuddin dkk, Kemuhammadiyaan Berwawasan HAM. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah PP. Muhammadiyah, 2008.
Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia,1999.
http://senisosiologi.wordpress.com/2010/08/30/hubungan-muhammadiyah-dan-seni-tradisi/ diakses 17
november 2018.
Nadjamuddin Ramly, Hery Sucipto. Tajdid Muhammadiyah. Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu,
2005.