Demensia
Demensia
berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga aktivitas
sehari-hari penderitanya.
Jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
Alzheimer adalah demensia yang berhubungan dengan perubahan genetik dan perubahan protein
di otak. Sedangkan, demensia vaskular adalah jenis demensia akibat gangguan di pembuluh
darah otak.
Perlu diingat, demensia berbeda dengan pikun. Pikun adalah perubahan kemampuan berpikir dan
mengingat yang biasa dialami seiring pertambahan usia. Perubahan tersebut dapat memengaruhi
daya ingat, namun tidak signifikan dan tidak menyebabkan seseorang bergantung pada orang
lain.
Penyebab Demensia
Demensia disebabkan oleh rusaknya sel saraf dan hubungan antar saraf pada otak. Berdasarkan
perubahan yang terjadi, ada beberapa jenis demensia, yaitu:
Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi. Penyebab Alzheimer
masih belum diketahui, namun perubahan genetik yang diturunkan dari orang tua diduga dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Selain faktor genetik, kelainan protein dalam otak
juga diduga dapat merusak sel saraf sehat dalam otak.
Demensia vaskular
Demensia vaskular disebabkan oleh gangguan pembuluh darah di otak. Stroke berulang
merupakan penyebab tersering dari demensia jenis ini.
Selain penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, terdapat juga kondisi-kondisi lain yang bisa
menimbulkan gejala demensia, namun sifatnya sementara. Kondisi tersebut meliputi:
Faktor Risiko
Terdapat faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko demensia, yaitu pertambahan usia,
adanya riwayat demensia dalam keluarga, serta gaya hidup yang tidak baik, seperti pola makan
tidak sehat, tidak rutin berolahraga, merokok, dan kecanduan alkohol.
Selain itu, ada beberapa penyakit yang juga berisiko menimbulkan demensia, antara lain:
Sindrom Down
Depresi
Sleep apnea
Kolesterol tinggi
Obesitas
Hipertensi
Diabetes
Gejala Demensia
Gejala utama demensia adalah penurunan memori dan perubahan cara berpikir, sehingga tampak
perubahan pada perilaku dan cara bicara. Gejala tersebut dapat memburuk seiring waktu. Agar
lebih jelas, berikut adalah tahapan gejala yang muncul pada penderita demensia:
Tahap 1
Pada tahap ini, kemampuan fungsi otak penderita masih dalam tahap normal, sehingga belum
ada gejala yang terlihat.
Tahap 2
Gangguan yang terjadi pada tahap ini belum memengaruhi aktivitas sehari-hari penderita.
Contohnya, penderita menjadi sulit melakukan beragam kegiatan dalam satu waktu, sulit
membuat keputusan atau memecahkan masalah, mudah lupa akan kegiatan yang belum lama
dilakukan, dan kesulitan memilih kata-kata yang tepat.
Tahap 3
Pada tahap ini, penderita dapat tersesat saat melewati jalan yang biasa dilalui, kesulitan
mempelajari hal baru, suasana hati tampak datar dan kurang bersemangat, serta terjadi perubahan
kepribadian dan menurunnya kemampuan bersosialisasi.
Tahap 4
Ketika memasuki tahap ini, penderita mulai membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian dan mandi. Penderita juga mengalami perubahan pola
tidur, kesulitan dalam membaca dan menulis, menarik diri dari lingkungan sosial, berhalusinasi,
mudah marah, dan bersikap kasar.
Tahap 5
Ketika sudah masuk ke tahap ini, seseorang dapat dikatakan mengalami demensia berat.
Demensia pada tahap ini menyebabkan penderita tidak dapat hidup mandiri. Penderita akan
kehilangan kemampuan dasar, seperti berjalan atau duduk, tidak mengenali anggota keluarga,
dan tidak mengerti bahasa.
Konsultasi ke dokter saraf atau psikiater sebaiknya dilakukan apabila seseorang mengalami salah
satu atau beberapa gejala demensia, guna mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
Demensia sering disamakan dengan pikun pada orang tua, karena sama-sama berkaitan dengan
penurunan daya ingat. Namun jika penurunan daya ingat terus memburuk hingga menyulitkan
penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari, pemeriksaan demensia harus segera dilakukan.
Pemeriksaan oleh dokter perlu segera dilakukan jika mengalami seluruh atau beberapa gejala
yang dicurigai sebagai gejala awal demensia, antara lain:
Mudah lupa.
Sulit mempelajari hal baru.
Sulit konsentrasi.
Sulit mengingat waktu dan tempat.
Suasana hati tidak menentu.
Sering kehilangan benda akibat lupa tempat meletakkannya.
Sulit menemukan kata yang tepat saat berbicara.
Apatis atau tidak perduli terhadap lingkungan sekitar.
Sering mengulang aktivitas yang sama tanpa disadari.
Sulit melakukan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari.
Beberapa penyakit, seperti diabetes, kolesterol, dan hipertensi, dapat meningkatkan risiko
demensia. Jika Anda menderita penyakit tersebut, disarankan untuk rutin berkonsultasi dengan
dokter untuk memantau perkembangan penyakit dan mendapatkan penanganan yang tepat.
Diagnosis Demensia
Diagnosis demensia cukup sulit dilakukan karena gejalanya mirip dengan penyakit lain. Oleh
karena itu, dokter perlu melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya.
Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien untuk mengetahui
seberapa besar gejala tersebut memengaruhi aktivitas sehari-hari. Dokter juga akan menanyakan
riwayat kesehatan pasien serta keluarga untuk mengetahui apakah ada riwayat demensia dalam
keluarga.
Setelah itu, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan yang meliputi:
Pemeriksaan saraf
Pemeriksaan saraf dilakukan untuk menilai kekuatan otot serta melihat refleks tubuh.
Pemeriksaan mental
Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan metode mini-mental state
examination (MMSE), yaitu serangkaian pertanyaan yang akan diberikan nilai oleh
dokter untuk mengukur seberapa besar gangguan kognitif yang dialami.
Tes fungsi luhur
Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir seseorang, misalnya dengan
meminta pasien berhitung mundur dari angka 100 atau menggambar jarum jam untuk
menunjukan waktu tertentu.
Pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan bila ada penyakit lain yang menimbulkan gejala
demensia, seperti stroke, tumor otak, atau gangguan tiroid. Pemeriksaan tersebut meliputi:
Pengobatan Demensia
Terapi khusus
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala dan perilaku yang
muncul akibat demensia, yaitu:
Selain terapi-terapi di atas, untuk menjaga kualitas hidup penderita demensia, diperlukan
dukungan dari keluarga atau kerabat. Dukungan atau bantuan tersebut dapat meliputi:
Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia
adalah acetylcholinesterase inhibitors, memantine, antiansietas, antipsikotik, dan antidepresan.
Operasi
Demensia dapat ditangani dengan operasi jika disebabkan oleh tumor otak, cedera otak,
atau hidrosefalus. Tindakan operasi dapat membantu memulihkan gejala jika belum terjadi
kerusakan permanen pada otak.
Meskipun terdapat sejumlah terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi demensia, sebagian
besar penderita demensia tidak sembuh sepenuhnya. Namun, pengobatan tetap harus dilakukan
untuk meredakan gejala yang muncul. Selain itu, komplikasi juga dapat dihindari dengan
pengobatan yang tepat.
Komplikasi Demensia
Gangguan daya ingat dan cara berpikir yang dialami penderita demensia dapat menimbulkan
komplikasi saat melakukan aktivitas sehar-hari. Contohnya adalah:
Pencegahan Demensia
Belum ada cara pasti untuk mencegah demensia. Namun, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risikonya, seperti:
Berhenti merokok.
Berolahraga secara teratur.
Tidur yang cukup.
Menjaga asupan nutrisi dan menerapkan pola makan sehat, misalnya dengan
mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat. Konsumsi vitamin untuk otak juga
diduga baik untuk mencegah demensia.
Kurangi asupan alkohol.
Menjaga berat badan ideal.
Melatih otak secara berkala, seperti rajin membaca atau bermain teka-teki silang.
Rutin mengontrol tekanan darah, kadar gula darah, dan kolestrol.
Segera melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami stres, depresi, atau gangguan
kecemasan.
Pendahuluan
Abad ke 20 ditandai peningkatan populasi lanjut usia yang bermakna, baik di negara-negara
berkembang maupun negara-negara yang sedang berkembang.
Misalnya di Inggris, populasi lanjut usia mencapai hampir 17% dibanding hanya 5% diakhir
abad ke 19.
WHO memprediksikan populasi lanjut usia dari sepuluh negara di Timur Tengah (Aljazair,
Bahrain, Mesir, Irak, Israel, Kuwait, Lebanon, Lybia, Saudi Arabia dan Syria) akan melampaui
326 juta pada tahun 2050, suatu peningkatan dari 6,2% pada tahun 2005 menjadi 17,1% pada
tahun 2050.
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang, dengan pelayanan kesehatan yang
semakin maju, juga mengalami transisi demografi dari struktur penduduk muda ke struktur
penduduk tua. WHO memprediksi, Indonesia akan beranjak dari peringkat ke sepuluh pada tahun
1980 menjadi peringkat ke enam pada tahun 2020 (WHO, 1993).
Misbach, dkk. (1996, tidak dipublikasikan) dalam penelitian secara prospektif dari sejumlah
1.458 kasus di Kabupaten dan Kotamadya Bogor menemukan demensia sebanyak 0,94%.
Dari 4,2 juta jumlah penduduk di daerah tersebut terdapat 4.200 penderita demensia. Jika
penelitian ini dianggap mewakili gambaran Indonesia secara keseluruhan, maka dari jumlah
penduduk 220 juta saat itu, akan ditemukan sekitar 2,2 juta penduduk yang menderita demensia.
Demensia merupakan satu kumpulan gejala, dimana terjadi gangguan fungsi kognitif (antara lain
: daya ingat, kecerdasan, nilai – nilai moral) sedemikian berat sehingga mengganggu
kemampuan penderita untuk bermasyarakat
Usia lanjut adalah faktor risiko utama terjadinya demensia, dari 5% pada penderita diatas 60
tahun meningkat menjadi 20% pada mereka diatas usia 80 tahun.
Dari berbagai tipe demensia, demensia tipe Primer (sebabnya sulit diketahui) yang biasa disebut
sebagai dimensia Alzheimer mencapai 60% diikuti demensia vaskular (akibat kerusakan
pembuluh darah otak) ± 20% dan tipe-tipe campuran (dimensia alzheimer dengan dimensia
vaskuler)serta macam-macam akibat berbagai penyakit yang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demensia dimulai dengan evaluasi menyeluruh penderita meliputi riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, tes mini mental (untuk menilai fungsi intelegensi), dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Evaluasi /Asesmen antara lain berusaha menentukan tipe dari demensia, menyingkirkan adanya
penyakit – penyakit lain dan faktor-faktor risiko yang dapat dikoreksi.
Sejauh ini, tidak ada tata cara pengobatan yang baku untuk demensia. Tujuan utama tatalaksana
demensia adalah mengobati penyebab yang dapat dikoreksi dan memberikan dukungan dan
kenyamanan bagi penderita dan care giver (perumat).
Penderita dimensia dapat menunjukan gejala antara lain jalan mondar-mandir dan mengembara,
sikap agresif baik dengan kata-kata maupun perbuatan, teriak-teriak, waham, halusinasi serta
gangguan perilaku moral/seksual.
Banyak yang dapat dikerjakan untuk meningkatkan derajat kesehatan, fungsi dan kualitas hidup
dari penderita Alzheimer serta keluarga yang merawat.
Reaksi terhadap demensia yang diderita, dapat tampak dari beberapa tahapan sikap penderita :
1. Merasakan ada yang tidak beres dalam dirinya.
4. Mencoba menyesuaikan.
Tidak semua penderita mengalami tahap-tahap ini secara berurutan. Tujuannya adalah untuk
membantu penderita mengenali kemampuan yang masih ada, berusaha mengatasi kekurangannya
dan mencoba menerima ketergantungan yang makin bertambah.
2. Terdapat konflik dalam keluarga yang dapat mengganggu kerjasama dalam merawat
penderita.
3. Ada beban lain yang juga membutuhkan perhatian, misalnya ada anggota keluarga lain
sakit, masalah sosial ekonomi, dll.
Dibawah ini beberapa hal praktis yang dapat dikerjakan bersama-sama keluarga, pengasuh dan
penderita bila status demensianya masih memungkinkan :
Program harian penderita
Kegiatan harian teratur dan sistematis, yang meliputi latihan fisik yang dapat memacu
aktifitas fisik dan otak yang baik (brain-gym)
Melaksanakan “ LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan dan Asosiasi) yaitu suatu strategi
untuk memaksa otak berfikir yang dapat mencegah lajunya dimensia
Tingkatkan aktifitas di siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya cukup
serta aman untuk beraktifitas. Hal ini dapat mencegah terlalu banyak tidur di siang hari
yang dapat mengganggu periode tidur malam
Orientasi
Pasien diingatkan akan waktu dan tempat serta orang – orang yang sering kontak
Beri tanda khusus untuk hal yang tertentu, misalnya kamar mandi (pintunya diberi gambar
gayung)
Pemberian stimulasi melalui latihan atau permainan, misalnya permainan monopoli, kartu,
scrable, mengisi teka-teki silang.
Lingkungan diupayakan yang familier (mudah dikenal/dihafal), aman dan tenang, serta
hindarkan keadaan yang membingungkan yang menimbulkan stres. Berikan keleluasaan
bergerak yang memadai.
Keluarga dan Pengasuh
Memberikan informasi yang benar mengenai penyakit penderita pada keluarga dan
pengasuh
Penderita demensia akan kehilangan hak dalam hukum sehingga perlu perwalian.
Pada demesia alzheimer pengobatan bertujuan untuk menghambat progresifitas penyakit (laju
penyakit), dan mempertahankan kualitas hidup.
Sekitar 20 tahun belakangan ini diperoleh beberapa kemajuan pada pengobatan penyakit
demensia, biarpun obat-obatan ini masih terbatas khasiatnya. Diharapkan akan diikuti datangnya
obat-obat baru dengan terutama berorientasi sebab terjadinya penyakit ini.
Yang terakhir dan sering dilupakan pada pengelolaan penderita dengan demensia adalah aspek
mediko legal (masalah hukum yang berkaitan dengan gangguan kesehatan)
Keluarga sering menyangsikan apakah perbuatan penderita masih dapat dipertanggung-
jawabkan. Kalau sudah tidak dapat, kapan tanggung jawab ini harus dialihkan.
Sering juga keluarga tidak mau diajak berbicara tentang hal ini karena masih belum dapat
menerima penurunan fungsi penderita dengan demensia. Penting untuk memberi motivasi pada
keluarga dan mungkin juga masih dapat dimengerti oleh penderita, mendiskusikan cara-cara
mengambil keputusan setelah diagnosis demensia ditegakkan.
Penutup :
Sampai saat ini, penyakit demensia, khususnya tipe demensia yang paling banyak dijumpai yaitu
demensia Alzheimer dikatakan ” unpreventable and incurable” (tidak dapat dicegah dan tidak
dapat diobati).
Salah satu segi pengobatan yang paling penting adalah deteksi dini, (”the sooner the better” )
Secepatnya keluhan dan penyebabnya dapat diketahui, upaya pengelolaan akan makin efektif
dalam mencegah, atau sedikitnya memperlambat perjalanan penyakit.
Penyakit demensia pada umumnya, atau penyakit Alzheimer pada khususnya diberi sebutan “ A
Family System’ s Disease” karena keluarga akan terkena dampak yang besar sekali, bila ada
anggota keluarga yang menderita demensia.
Pada tanggal 22 Juli 2000, telah dideklarasikan Asosiasi Alzheimer Indonesia ( AAzI ) sebagai
suatu organisasi bio-sosial-medis, yang bertujuan meningkatkan kepedulian terhadap penderita
Alzheimer di Indonesia, beserta keluarganya.