Anda di halaman 1dari 62

1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) AEDES AEGYPTY DI
WILAYAH PUSKESMAS SUNGAI BESAR
KOTA BANJARBARU TAHUN 2019

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan guna menyusun Skripsi untuk memenuhi
sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :
FARAH NUR AZIZAH
NPM : 15.07.0250

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN SELATAN (UNISKA)


MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BANJARMASIN
2019
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DBD adalah salah satu penyakit menular yang merupakan

masalah kesehatan dan sudah menjadi perhatian terdapat tiga negara yang

terjadi peningkatan terus menerus kasus DBD yaitu Indonesia, Thailand, dan

Myanmar (WHO, 2015). Jumlah kasus DBD fluktuatif setiap tahunnya. Data

dari Direktorat pencegahan dan pengendalian penyakit menular vektor dan

zoonotik jumlah penderita mencapai 100.347 penderita terdapat 907 orang

diantaranya meninggal. Pada tahun 2015 sebanyak 129.650 penderita dan

1.071 kematian sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 202.314 penderita dan

1.593 kematian adapun pada tahun 2017 terhitung sejak bulan Januari hingga

Mei tercatat sebanyak 17.877 penderita dengan 115 kematian. Angka

kesakitan atau Incidence Rate (IR) di 34 provinsi di 2015 mencapai 50.75 per

100 ribu penduduk, dan Incidence Rate (IR) pada tahun 2016 mencapai 78.85

per 100 ribu penduduk. Angka ini masih lebih tinggi dari target Incidence

Rate (IR) nasional yaitu 49 per 100 ribu penduduk (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 kasus DBD

berjumlah 68.407 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka

kesakitan DBD menurut provinsi tahun 2017 terdapat 10 provinsi dengan

angka kesakitan kurang dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan

angka kesakitan DBD tertinggi yaitu Sulawesi Selatan sebesar 105,95 per

1
2

100.000 penduduk, Kalimantan Barat sebesar 62,57 per 100.000 penduduk,

dan Bali sebesar 52,61 per 100.000 penduduk. Kematian CFR akibat DBD

lebih dari 1% dikategorikan tinggi. Walaupun secara umum CFR tahun 2017

menurun dibandingkan tahun sebelumnya, terdapat 10 provinsi yang memiliki

CFR tinggi dimana 3 provinsi dengan CFR tertinggi adalah Kalimantan

Selatan (2,18%), Kalimantan Tengah (1,55%), dan Gorontalo (1,47%). Salah

satu indikator yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu

angka bebas jentik (ABJ). Sampai dengan tahun 2017 ABJ secara nasional

belum mencapai target program yang sebesar ≥ 95%. ABJ tahun 2017

sebesar 46,7%, tahun 2016 sebesar 67,6%. ABJ merupakan output yang

diharapkan dari kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Untuk itu perlu

optimalisasi kegiatan tersebut dari seluruh kabupaten/kota, optimalisasi dana

DAK untuk pemenuhan kebutuhan logistik yang mendukung pengendalian

DBD, serta monitoring dan pembinaan kepada dinas kesehatan provinsi

dalam manajemen sistem pelaporan (Infodatin, 2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Banjarbaru, kasus DBD pada tahun

2018 terdapat 269 kasus. Dan terjadi penurunan pada tahun 2019 yaitu 148

kasus DBD dengan 3 kasus di antaranya meninggal dunia. ( Dinkes

Banjarbaru, 2019 )

Meskipun terjadi penurunan dari tahun 2018 ke tahun 2019 tetapi

angka penularan DBD masih terbilang tinggi. Tingginya angka kejadian DBD

mengakibatkan tingginya pengobatan yang harus ditanggung oleh pasien

DBD.
3

Berdasarkan data P2PL Puskesmas Sungai Besar tahun 2018

ditemukan masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 27 kasus,

dan Demam Dengue sebanyak 7 kasus, serta angka bebas jentik (ABJ) tahun

2018 jumlah diperiksa sebanyak 2088 positif jentik sebanyak 206 dan tidak

ada jentik sebanyak 1882 kasus sehingga realisasinya sebanyak 90 % (Data

P2PL Puskesmas Sungai Besar, 2018).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang

terjangkit disebabkan karena semakin baiknya transportasi penduduk, adanya

pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan

sarang nyamuk, terdapatnya vector nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah

air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. faktor

yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue antara lain

faktor host, lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat serta faktor virusnya

sendiri. Faktor host yaitu kerentanan dan respon imun; faktor lingkungan

yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,

kelembapan, musim); kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat

istiadat) (Depkes RI, 2013).

Pada prinsipnya, kejadian penyakit di gambarkan sebagai segitiga

epidemeologi yang menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab

penyakit, demikian juga dengan kejadian penyakit DBD, yaitu Agent,

penjamu dan lingkungan. Dimana Agent disini adalah nyamuk Aides

Aegepty, penjamu adalah manusia yang di pengaruhi oleh pengertahuan,

3
4

sikap dan perilaku, sedangkan lingkungan adalah kondisi atau factor yang

berpengaruh terhadap kejadian DBD tersebut.

Upaya yang telah dilakukan di Puskesmas Sungai Besar dalam

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular DBD kegiatan surveilans

untuk deteksi dini, pencegahan dan pengendalian kasus DBD, program

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M plus dan Angka Bebas

Jentik (ABJ) (Candra, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Farid Setyo Nugroho (2009) dengan

judul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk

Aedes Aegypty di Rw IV Desa Ketitang Kecamatan Nogosari Kabupaten

Boyolali. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional,

pengambilan data menggunakan kuesioner kemudian dilakukan pengolahan

data dengan uji variabel Simple Random Sampling (SRS). Dengan didapatkan

hasil ada hubungan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Aedes Aegypty di Rw IV Desa Ketitang Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan uraian dan data di atas, maka peneliti ingin mengambil

judul “Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan angka bebas jentik

(ABJ) Aedes Aegypty di wilayah Puskesmas Sungai Besar tahun 2019”.

4
5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah,

yaitu:

1. Pernyataan Masalah

Tingginya angka kejadian DBD mengakibatkan tingginya biaya sakit

yang harus ditanggung oleh pasien DBD ditemukan masalah Demam

Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2018 sebanyak 27 kasus, dan Demam

Dengue sebanyak 7 kasus, serta angka bebas jentik (ABJ) tahun 2018 jumlah

diperiksa sebanyak 2088 positif jentik sebanyak 206 dan tidak ada jentik

sebanyak 1882 kasus sehingga realisasinya sebanyak 90 %.

2. Pertanyaan Masalah

a. Apakah ada hubungan pendidikan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

Aedes Aegypti di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019 ?

b. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

Aedes Aegypti di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019?

c. Apakah ada hubungan sikap tentang Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes

Aegypti di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019?

d. Apakah ada hubungan Lingkungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

Aedes Aegypti di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019 ?

5
6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Angka

Bebas Jentik (ABJ) Aedes Aegypti di wilayah puskesmas Sungai Besar

tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes Aegypti di

Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

b. Mengidentifikasi pendidikan tentang ABJ Aedes Aegypti di Wilayah

Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

c. Mengidentifikasi pengetahuan tentang ABJ Aedes Aegypti di

Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

d. Mengidentifikasi sikap tentang ABJ Aedes Aegypti di Wilayah

Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

e. Mengidentifikasi lingkungan tentang ABJ Aedes Aegypty di

Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

f. Menganalisis hubungan pendidikan dengan Angka Bebas Jentik

(ABJ) Aedes Aegypti di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun

2019.

g. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik

(ABJ) Aedes Aegypti di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun

2019.

6
7

h. Menganalisis hubungan sikap dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

Aedes Aegypti di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

i. Menganalisis hubungan lingkungan dengan Angka Bebas Jentik

(ABJ) Aedes Aegypti di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun

2019.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada institusi

pendidikan khususnya bidang kesehatan dan diharapkan menjadi suatu

masukan bagi mahasiswa tentang Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes

Aegypti dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

2. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan dalam mengkaji permasalahan tentang kejadian demam

berdarah dengue (DBD) dengan pemberantasan jentik nyamuk.

3. Bagi Instansi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah

kesehatan mengenai pencegahan kejadian demam berdarah dengue

(DBD) dan sebagai bahan informasi dalam mengoptimalkan program-

progam pencegahan penyakit DBD salah satunya ABJ.

7
8

4. Bagi Masyarakat Setempat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular DBD dengan cara 3M

plus.

D. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penelitian, penelitian mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah puskesmas Sungai

Besar tahun 2019. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang serupa dengan

Keberadaan jentik Nyamuk, antara lain :

a. Farid Setyo Nugroho (2009) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


u
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypty di Rw IV Desa Ketitang

Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

b. Eka Devia Ayuningtyas (2013) Perbedaan Keberadaan Jentik Nyamuk

berdasarkan karakteristik kontainer di Daerah Endemis Demam Berdarah

Dengue.

c. Ida Bagus Ekaputra (2013) Analisis faktor-faktor yang berhubungan

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan

d. Mentary Putry Rendy (2013) Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor

Lingkungan dengan Keberadaan Larva Nyamuk Aedes Aegypti di

Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013.

e. Fuka Priesley (2018) Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

dengan Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang Plus (PSN M Plus)

terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Andalas.

8
9

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama peneliti, judul Metode penelitian Hasil Penelitian Perbedaan


dan tahun peneliti
1. Farid Setyo Nugroho Penelitian menggunakan 1.
Terdapat hubungan Faktor-faktor Terletak pada
(2009) Faktor-faktor desain studi cross- yang Berhubungan dengan kedua 9ariable
yang Berhubungan sectional, pengambilan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes serta tempat,
waktu dan sasaran
dengan Keberadaan data menggunakan Aegypty di Rw IV Desa Ketitang
penelitian.
Jentik Nyamuk Aedes kuesioner kemudian Kecamatan Nogosari Kabupaten
Aegypty di Rw IV Desa dilakukan pengolahan Boyolali.
Ketitang Kecamatan data dengan uji
Nogosari Kabupaten 9ariable9 Simple
Boyolali. Random Sampling
(SRS).
2. Eka Devia Ayuningtyas Penelitian menggunakan Terdapat hubungan Perbedaan Terletak pada
(2013) Perbedaan desain cross-sectional, Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes kedua variabel
Keberadaan Jentik pengambilan data Aegypty Berdasarkan Karakteristik serta tempat,
Nyamuk Aedes Aegypty menggunakan Kontainer di Daerah Endemis waktu dan saran
Berdasarkan wawancara secara Demam Berdarah Dengue. penelitian.
Karakteristik Kontainer langsung kepada
di Daerah Endemis responden kemudian
Demam Berdarah dilakukan pengolahan
Dengue. data dengan uji statistik
proporsional random
sampling.
3. Ida Bagus Ekaputra Penelitian dilakukan Hasil analisis menunjukkan Terletak pada
(2013) Analisis faktor- secara cross sectional ABJ=87,1%. Variabel yang kedua variabel
faktor yang berhubungan pada 147 rumah tangga, berhubungan dengan keberadaan serta tempat,
dengan keberadaan jentik yang dipilih secara jentik adalah perilaku (PR=17,89, waktu dan saran
Aedes aegypti di systematic random 95%CI: 4,99-64,11) dan kesehatan penelitian.
Puskesmas III Denpasar sampling dari 5781 lingkungan (PR=7,08, 95%CI: 2,48-
Selatan rumah tangga. 20,23). Analisis multivariat
Responden adalah menunjukkan bahwa variabel
kepala keluarga. perilaku lebih berpengaruh
Variabel independen (PR=11,60, 95%CI: 2,98-45,13).
adalah pengetahuan, Faktor pengetahuan dan sikap tidak
sikap, perilaku dan berhubungan secara statistik.
kesehatan lingkungan,
sedangkan variabel
dependen adalah
keberadaan jentik
nyamuk. Data
dikumpulkan dengan
wawancara tatap muka
secara individual
bertempat di rumah
responden dengan

9
10

menggunakan kuesioner
dan observasi. Analisis
data dilakukan secara
univariat, bivariat dan
multivariat.

4. Mentary Putry Rendy Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan Terletak pada
(2013) Hubungan Faktor merupakan penelitian bahwa 55% rumah responden kedua variabel
Perilaku dan Faktor kuantitatif dengan ditemukan larva Aedes aegypti. serta tempat,
Lingkungan dengan pendekatan cross Faktor-faktor yang berhubungan waktu dan saran
Keberadaan Larva sectional, yang dengan keberadaan larva Aedes penelitian.
Nyamuk Aedes Aegypti dilakukan pada bulan aegyptidalam penelitian ini yaitu
di Kelurahan Sawah Juni-J uli di Kelurahan pengetahuan (p value 0,001),
Lama Tahun 2013 Sawah Lama Kota sikap (p value 0,004), praktek
Tangerang Selatantahun menguras tempat penampungan
2013. Tujuannya air (p value
untuk mengetahui 0,013),praktekmenyingkirkanbarang-
hubungan faktor barangbekas yang
perilaku dan faktor dapatmenjaditempatpenampungan
lingkungan dengan air(p value 0,032), jenis
keberadaan larva tempatpenampungan air(p value
Aedes aegypti di 0,007). Sedangkan faktor-faktor
Kelurahan Sawah yang tidak berhubungan dengan
Lama tahun 2013. keberadaan larva Aedes aegypti
Sampel pada dalam penelitian ini yaitu praktek
penelitian ini menutup tempat penampungan air
merupakan ibu-ibu (p value 0,099) dan
yang bertempat ketersediaan tutup pada tempat
tinggal di Kelurahan penampungan air (p value 0,621).
Sawah Lama Faktor yang paling dominan dengan
keberadaan larva Aedes aegypti
adalah pengetahuan
5. Fuka Priesley (2018) Penelitian analitik Hasil analisis univariat didapatkan Terletak pada
Hubungan Perilaku berjenis kasus kontrol distribusi frekuensi kategori perilaku kedua variabel
Pemberantasan Sarang ini telah dilakukan pada PSN 3M Plus pada kelompok kasus sampel penelitian
Nyamuk dengan November 2017 sampai terdapat 7 responden (16%) serta tempat,
Menutup, Menguras dan Desember 2017. berperilaku baik dan 21 responden waktu dan sasaran
Mendaur Ulang Plus Pengumpulan data (52,5%) berperilaku buruk. Pada penelitian.
(PSN 3M Plus) terhadap menggunakan kuesioner kelompok kontrol terdapat 37
Kejadian Demam tentang perilaku PSN 3 responden (84%) berperilaku baik
Berdarah Dengue (DBD) M Plus kepada 28 dan 19 responden (47,5%)
di Kelurahan Andalas responden kelompok berperilaku buruk. Hasil analisis
kasus dan 56 responden bivariat didapat RO =5,842 dengan
kelompok kontrol p = 0,001. Simpulan studi ini adalah
dengan teknik terdapat hubungan bermakna antara
pengambilan sampel perilaku PSN 3M Plus terhadap
secara purposive kejadian DBD di Kelurahan Andalas
sampling.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Pengertian

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,

yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda

perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis)

atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, BAB berdarah, muntah

darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (Kemenkes, 2011).

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan kejadian DBD ini

sering mewabah. Demam berdarah merupakan penyakit yang banyak

ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis. Host alami DBD

adalah manusia, sedangkan agentnya adalah virus dengue. Virus dengue

ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang telah terinfeksi,

khususnya nyamuk Aedes aegypti yang terdapat hampir di seluruh pelosok

Indonesia (Candra, 2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2- 7 hari,

10
12

nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat

pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot

dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama dan apabila

timbul renjatan (shock) angka kematian akan meningkat (Suharsono, 2010).

2. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari

genus Flavivirus. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue menyebabkan

terjadinya kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut. Pada waktu

terjadi epidemi di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari

satu serotipe virus dengue. Dengue ditularkan oleh genus Aedes, nyamuk

yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Virus

dengue ditularkan dari seorang penderita ke orang lain melalui gigitan

nyamuk Aedes (Soedarto, 2012).

3. Etiologi

Penyakit Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue

(DBD) disebabkan oleh Virus dengue. Virus dengue merupakan bagian dari

famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue yang disebut DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat dibedakan dengan metodologi serologi.

Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas

sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi
13

hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang

lain (Soedarmo, 2012).

Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama

dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang

dikelilingi oleh nukleotida ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.

Virionnya mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan urutan

genom lengkap dikenal untuk mengisolasi keempat serotipe, mengkode

nukleokapsid atau protein inti (C), protein yang berkaitan dengan membrane

(M), dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein nonstruktural (NS)

(WHO, 2009).

Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan

dan atau menjadi sumber penular DBD. Virus dengue ditularkan dari orang

ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor epidemi

yang paling utama, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan Aedes niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder.

Kecuali Aedes aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis

sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat

baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang

kurang efisien dibanding Aedes aegypti (Ditjen PP dan PL, 2011).

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular maka virus akan ikut

terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya akan memperbanyak

diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk kelenjar

ludahnya. Nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue akan
14

menjadi penular atau infektif selama hidupnya. Nyamuk dengan umur

panjang berpeluang menjadi vektor lebih besar, karena lebih sering kontak

dengan manusia. Penyakit DBD semakin menyebar luas sejalan dengan

meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk, semua

desa/kelurahan mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD (Cecep,

2011).

4. Siklus hidup Nyamuk Aedes

Nyamuk Aedes betina meletakkan telur di atas permukaan air,

menempel pada dinding tempat perindukan. Setiap bertelur dapat mencapai

100 butir. Setelah 2 hari, telur menetas menjadi larva, selanjutnya

berkembang menjadi dewasa. Dari telur menjadi nyamuk dewasa dibutuhkan

waktu sekitar 8 hari. Nyamuk akan singgah ke semak, tanaman hias yang

berdekatan dengan pemukiman. Nyamuk terbang sampai 2 kilometer.

Kebiasaan menggigit dari Aedes aegypti pada pagi hari hingga sore hari, yaitu

pada pukul 08.00 – 12.00 dan pukul 15.00 – 17.00. Lebih banyak menggigit

didalam rumah dari pada di luar rumah. Nyamuk ini sangat menyukai darah

manusia dan bisa menggigit beberapa kali. Hal ini disebabkan pada pagi

hingga sore hari manusia sedang aktif bergerak, sehingga nyamuk menggigit

berulang- ulang untuk mematangkan telurnya (Suhendro, 2010).

Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit

disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent)

dan lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan

dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul


15

penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami

perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang

berhubungan dengan lingkungan. Pada prinsipnya kejadian penyakit yang

digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga

komponen penyebab penyakit, yaitu penjamu, agent, dan lingkungan

(Bustan, 2010).

The Epidemologi Triangle

Host

Agent Environment

Gambar 2.1 Paradigma Host, Agent, Environment

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya

analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Perubahan pada satu

komponen akan mengubah ketiga komponen lainnya, dengan akibat

menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit. komponen untuk

terjadinya penyakit DBD yaitu:

1. Agent

Agent penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah

virus dengue yang termasuk kelompok B arthropoda born virus

(arvoviroses). Anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan juga nyamuk Aedes

albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD (Widodo, 2012).


16

2. Host (Penjamu)

Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh

pengaruh agent. Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu

adalah penderita (pengetahuan, sikap dan perilaku) (Widodo, 2012).

3. Environment (Lingkungan)

Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan

bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan

agent penjamu. Faktor ligkungan meliputi lingkungan fisik rumah

(kawat kasa pada ventilasi, pencahayaan, kelembaban, langit

langit/plafon, kerapatan dinding, dan tempat penampungan air)

(Widodo, 2012).

5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala DBD yaitu :

a. Demam 2-7 hari dapat disertai sakit kepala, nyeri otot dan persendian,

sakit belakang bola mata.

b. Manifestasi perdarahan seperti uji torniket positif, bintik perdarahan

(petechie), mimisan, gusi berdarah, muntah darah, BAB berdarah.

c. Penurunan jumlah trombosit 100.000/mm3.

d. Tanda-tanda kebocoran plasma bisa berupa peningkatan hematokrit ≥ 20%

dari nilai baseline, efusi pleura, ascites, dan atau hypoproteinemia/ hipo

albuminemia (Kemenkes, 2013)

Gejala klinis penyakit dengue berlangsung mendadak diawali

dengan demam, sakit kepala yang berat, nyeri otot (mialgia), dan nyeri
17

sendi (atralgia) yang sanyat menaykitkan sehingga penyakit ini dikenal

sebagai break-bone fever (demam patah tulang) atau bonecrusher disease

(penyakit remuk tulang), dan ruam kulit (rash) (Soedarto, 2012).

Untuk penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-kurangnya

kriteria klinis 1 dan 2 dan dua kriteria laboratorium. Kriteria klinis

menurut WHO (2009) adalah :

a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

b. Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan

gusi), hematemesis dan atau melena.

c. Pembesaran hati.

d. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi

menurun (< 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik < 80

mmHg) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung

hidung, jari dan kaki, pasien gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

6. Siklus Penularan DBD

Nyamuk Aedes terinfeksi virus saat mengisap darah penderita fase

demam akut (viraemia), melalui periode inkubasi ekstrinsik (8 – 10 hari)

virus akan bermultiplikasi pada sel midgut (tetapi sel hostnya tidak lisis).

Dengan mengikuti hemolimp kemudian virus berada pada kelenjar ludah

nyamuk (Glandulla slyvarius). Manusia akan terinfeksi bila virus masuk ke

tubuh manusia bersama ludah nyamuk saat melakukan penetrasi dan

memasuki darah yang disebut dengan primari viraemi (Murti, 2010).


18

Kemudian virus mencari orga untuk bereplikasi. Dari sel organ virus

akan kembali memasuki peredaran darah yang disebut dengan keadaan

sekondari viraemi (pada fase ini timbul gejala demam). Pada tubuh manusia

tejadi masa inkubasi selama 3 – 14 hari (rata – rata 4 – 6 hari) dapat timbul

gejala awal demam mendadak yang bisa diikuti denganmenggigil maupun

nyeri kepala dengan muka ruam kemerahan (flushed face) (Cecep, 2011).

Dalam 24 jam akan muncul pusing, mialgia (nyeri otot), nyeri

dibelakang mata, nyeri punggung dan persendian, fotofobia, hilang nafsu

makan, dan berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti mual, muntah, dan

rash (ruam pada kulit) menyerupai urtikaria pada masa fase demam. Setelah

hari ketiga (lebih) akan timbul ruam makulopapular (skarlatina) menjelang

akhir demam, petekia akan muncul secara menyeluruh di punggung kaki,

lengan. Petekia mengelompok ditandai daerah bulat, pucat.Timbulnya petekia

disebabkan aktivitas virus merusak sel trombosis serta sel endotel pembuluh

darah, sebab sel ini bersifat reseptor dan virus bermultiplikasi dan darah akan

keluar akibat kerusakan sel (Murti, 2010).

7. Derajat Penyakit DBD

Penyakit DBD dibedakan menjadi 4 derajat berdasarkan dari

berat penyakitnya. Dimana pada derajat III dan IV dikelompokan

kedalam kelompok dengue shock syndrome (DSS). Adapun derajat DBD

(Soedarto, 2012) yaitu :


19

a. Derajat I

Demam dengan gejala yang tidak jelas, tanda gejala pada

derajat ini dalam bentuk tourniquet positif dan/atau mudah memar.

b. Derajat II

Tanda gejala pada derajat I, ditambah dengan pendarahan

spontan, biasanya perdarahan terjadi di kulit atau pada jaringan lainya.

c. Derajat III

Di tandai adanga kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi cepat

dan melemah (hipotensi), kulit teraba dingin dan lembab, dan

penderita tampak gelisah.

d. Derajat IV

Gejala awal pasien mengalami syok berupa tekanan darah

rendah dan nadi tidak bias diukur.

8. Pemberantasan Demam Berdarah

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara

utama yang dilakukan untuk pemberantasan DBD, karena vaksin untuk

mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia (Depkes RI,

2015). Pemberantasan nyamuk atau pengendalian vektor adalah upaya

menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan

habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,

mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai

penularan penyakit (Ditjen PP dan PL, 2011). Pengendalian Vektor DBD

yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan
20

melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan

melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue

(PSN DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang

diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan

terus menerus/berkesinambungan. Tujuan PSN DBD adalah mengendalikan

populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau

dikurangi. PSN DBD dilakukan dengan cara 3M Plus (Zulkon, 2011)

Pemberantasan sarang nyamuk juga bisa dilakukan dengan

larvasidasi. Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan

pemberian larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva. Jenis larvasida

ada bermacam- macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren

dan bacillus thuringensis. Temephos atau abate terbuat dari pasir yang dilapisi

dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dosis penggunaan

temephos adalah 10 gram untuk 100 liter air. Bila tidak ada alat untuk

menakar, gunakan sendok makan peres yang diratakan diatasnya. Pemberian

temephos ini sebaiknya diulang penggunaannya setiap 2 bulan (Kemenkes RI,

2013).

Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan

insektisida atau racun serangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup,

karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik

nyamuk tidak mati dengan pengasapan. Cara paling tepat memberantas

nyamuk adalah memberantas jentiknya dengan kegiatan PSN 3M Plus.


21

9. Faktor Resiko Penularan DBD

Factor-faktor yang terkait dalam penularan DBD yaitu ;

Virus dengue, nyamuk Aedes Aegypty, Host manusia, dan

lingkungan ( fisik dan biologi ).

Seorang ahli kesehatan Becker (Soekidjo Notoatmodjo, 2003)

mengklasikan perilaku kesehatan yaitu ;

1. Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat yaitu, perilaku-perilaku yang berhubungan

dengan upaya atau kegiatan seseorng untuk mempertahankan

serta meningkatkan kesehatannya.

2. Perilaku sakit

Perilaku sakit yakni mencakup respon seseorang terhadap sakit

dan penyakit, persefsinya terhadap penyakit, pengetahuan

mengenai penyebab, serta gejala penyakit, pengobatan penyakit

dan sebagainya

3. Perilaku peran sakit

Dari segi sosiologi, orang sakit atau penderita mempunyai

peran mencakup semua hak-hak orang sakit (right) dan

kewajiban sebagai orang sakit (obligation).

10. Pemeriksaan Jentik Nyamuk

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan suatu kegiatan

pemeriksaan tempat-tempat yang diduga sebagai tempat perkembangbiakan


22

sarang nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas

kesehatan atau kader/petugas juru pemantau jentik (jumantik) (Depkes RI,

2010).

Tujuan dilakukan PJB adalah untuk melakukan pemeriksaan jentik

nyamuk penyebab DBD dan memberikan motivasi/dorongan pada keluarga

atau masyarakat dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

penyebab DBD. PSN-DBD merupakan suatu kegiatan pemberantasan vektor

penyebab DBD, baik pemberantasan telur, jentik atau pupa untuk memutus

rantai perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD (Mubarokah, 2013).

Menurut Widodo (2012) untuk mengetahui kepadatan vektor disuatu

lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak yang

meliputi:

a. Metode singgle larva

Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap tempat

genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi

lebih lanjut jenis jentiknya.

b. Metode visual

Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Menurut Widodo (2012) dalam program pemberantasan penyakit

demam berdarah dengue, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara

visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu :


23

1) Angka bebas jentik (ABJ)

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100 %


Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2) House index (H.I)

Jumlah rumah/bangunan yang diketemukan jentik x 100 %


Jumlah rumah yang diperiksa

3) Container index (C.I)

Jumlah container dengan jentik x 100 %


Jumlah container yang diperiksa

4) Breteau index (B.I)

Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah.

Keberadaan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama penyakit

DBD tidak bisa dilepaskan dengan kejadian DBD di suatu wilayah. Meskipun

ada penelitian yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan

antara keberadaan jentik Ae. aegypti dengan munculnya kasus DBD namun

di beberapa wilayah keberadaan Ae. aegypti di sekitar rumah berhubungan

signifikan dengan munculnya kasus DBD.Aedes aegypti memiliki habitat di

sekitar tempat tinggal manusia, berkembangbiak di air yang bersih dan

tergenang dalam kontainer buatan yang ditemukan di dalam lingkungan

perumahan. Beberapa penelitian bahkan menyebutkan bahwa jumlah kasus

DBD di suatu wilayah dipengaruhi oleh keberadaan jentik Ae. aegypti pada

kontainer-kontainer terutama yang digunakan untuk kebutuhan manusia.

Keberadaan kontainer berhubungan dengan keberadaan jentik, Hal ini

disebabkan oleh keberadaan kontainer/tempat penampungan air di sekitar


24

tempat tinggal berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan Ae. aegypti dan

memperbesar pula potensi kontak dengan manusia. (Hakim L, Ruliansyah A,

2015)

Berbagai penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan

dengan keberadaan jentik di suatu lingkungan tempat tinggal, namun berbeda

karakteristik lingkungan akan berbeda pula faktor yang mempengaruhi

keberadaan jentik. Penelitian di Kelurahan Tembalang misalnya, keberadaan

jentik berhubungan dengan jenis kontainer, tapi tidak berhubungan dengan

pengetahuan mengenai bionomik vektor DBD, penggunaan insektisida dan

praktik penggunaan insektisida. (Qaren DA, 2012)

Penelitian lain oleh Imawati dan Sukesi tahun 2015 menyebutkan bahwa

banyak sedikitnya kontainer dalam rumah serta keberadaan sampah padat

tidak berhubungan dengan keberadaan jentik di Dusun Mandingan Desa

Kebonagung Imogiri Bantul. ( Imawati D, Sukesi TWXN 2 A, 2015 )

Faktor yang berhubungan adalah kebiasaan melakukan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN). (Samuel P, Thenmozhi V, Nagaraj J, Kumar T, Tyagi B. 2014)

Faktor lingkungan fisik seperti jumlah, volume, pencahayaan, bahan,

pengaruh sinar matahari, tutup, letak, kondisi air dan kebiasaan masyarakat

seperti pemakaian abate, dan pemeliharaan ikan pada penampungan air

memiliki hubungan signifikan dengan keberadaan jentik. (Morin C, Comrie

A, Ernst K.. 2013)

Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD antara lain faktor

host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor lingkungan merupakan


25

salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue.

(Rodrigues M de M, Marques GRAM. 2015)

Keberadaan kontainer di sekitar tempat tinggal dan upaya masyarakat dalam

mengendalikan populasi Ae. Aegypti menentukan keberadaan jentik di sekitar

tempat tinggal manusia. Selain itu, penelitian di Samarinda menyebutkan

bahwa faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat berhubungan

dengan perilaku pengendalian vektor. (Trapsilowati W, Pujiyanti A,

Ristiyanto. 2009)

B. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”

dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra

manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Wawan, 2010).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,


26

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan

tetapi dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang

tentang sesuatu objek mengandung kedua aspek ini yang akan menentukan

sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang

diketahuimaka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek

tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip

oleh Notoatmodjo (2007), Salah satu bentuk objek kesehatan dapat

dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri

(Wawan, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo dalam Wawan, 2010) Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang

cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
27

itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

yaitu menyebutkan,menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan

hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis ( Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.


28

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria tang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan adalah

sebagai berikut:

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat

dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang


29

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai

yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji

terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta

empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahkan yang

dihadapi masa lalu.

4) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau

disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh

Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold

Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang

dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (Wawan, 2010).

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menunjuk kearah cita-cita tertentu

yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk


30

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Notoatmodjo

(2010). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk

sikap berperan serta pembangunan) pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan,

2010).

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2010), pekerjaan

adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-

ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Menurut Nursalam (2010), usia dilahirkan umur individu yang

terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
31

kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan

jiwa.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Nursalam (2010) lingkungan merupakan seluruh

kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

5. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Wawan (2010) untuk mengetahui pengetahuan dapat

dilakukan pengukuran dengan rumus sebagai berikut :

𝑓
P = 𝑁 x100%

Keterangan:

P = Jumlah dalam presentase.

f =Jumlah jawaban benar.

N = Jumlah skor maksimal jika pertanyaan dijawab benar.


32

Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui

yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3. Kurang : Hasil presentasi < 56%

C. Konsep Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap

(Attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang

membahas unsure sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak

kajian yang dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses

terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah

dilakukan terhadap sikap kaitannya dengan efek dan perannya dalam

pembentukan karakter dan sistem hubungan antar kelompok serta pilihan-

pilihan yang ditentukan berdasarkan lingkungan dan pengaruhnya terhadap

perubahan (Wawan, 2010).

Sikap merupakan kesiapan atau kesadaran untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan,

tetapi merupakan predisposisi tindakan.


33

2. Komponen sikap

Menurut Azwar S, (2010) Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang

saling menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa

yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekalipun

kepercayaan telah terbentuk, hal ini akan menjadi dasar pengetahuan

seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Dengan

demikian, interaksi kita dengan pengalaman dimasa yang akan datang

serta, prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan mempunyai arti

dan keteraturan. Tanpa adanya sesuatu yang kita pasti menjadi

terlampau kompleks untuk dihayati dan sulit untuk ditafsirkan artinya.

Kepercayaan yang menyederhanakan dan mengatur apa yang kita lihat

dan kita temui (Azwar, 2010).

b. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif

seseorang terhadap objek sikap. Secara umum, komponen ini

disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun,

pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya

bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional yang merupakan

komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa

yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek yang

dimaksud (Azwar, 2010).


34

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap

menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang

ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Hal ini berkaitan dengan dasar asumsi bahwa kepercayaan

dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.

Ketiga komponen ini saling berinteraksi, para ahli Psikologi Sosial

sebagian besar beranggapan bahwa ketiganya selaras dan konsisten,

dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama

maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam.

Secara barsama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting (Azwar, 2010).

3. Tingkatan sikap

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah adalah orang menerima ide tersebut.


35

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah indikasi sikap tingkat ketiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

e. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Cara Pengukuran Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) pengukuran sikap dapat dilakukan

secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataa hipotesis

kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Wawan,

2010). Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi sosial adalah

bagaimana mengukur sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran sikap:

antara lain: Skala Likert (Method of Summareds Ratings) Likert (1932)

mengajukan metodenya, sebagai alternatif yang lebih sederhana masing-

masing responden diminta melakukan egreement atau disegmennya untuk

masing-masing item dalam sikap yang terdiri dari 4 point (Sangat seuju,

Setuju, Tidak setuju, Sangat Tidak setuju) (Wawan, 2010). Menurut

Hidayat (2011) pengukuran sikap berdasarkan skala Likert adalah sebagai

berikut:
36

Tabel 2.1 Pengukuran Sikap

Klasifikasi Katagori

Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (s) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Hasil dari pengukuran sikap sebagai berikut ;

1. Positif

(26-40)

2. Negative
(10-25)

(Hidayat, 2011)

D. Tinjauan Umum Pendidikan

Defenisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain

(Notoatmodjo, 2007) :

a. Driyakara mengatakan bahwa : pendidikan adalah upaya

memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani

itulah yang disebut mendidik. Pendidikan ialah pemanusiaan manusia

muda.

b. Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah

proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat dimana ia

hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh


37

lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari

sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami

perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang

optimum.

c. Crow and Crow menyebutkan pendidikan adalah proses yang berisi

berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan

sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta

kelembagaan sosial dari generasi kegenerasi.

d. Ki Hadjar Dewantara dalam kongres taman siswa yang pertama pada

tahun 1930 menyebutkan : pendidikan umumnya berarti daya upaya

untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan bathin,

karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam taman siswa tidak

boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan

kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang

kita didik selaras dengan dunianya.

e. Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada

hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur

hidup.

Pendidikan terbagi menjadi 2 yaitu :

1) Pendidikan formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang

diselenggarakan disekolah – sekolah pada umumnya. Jalur


38

pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai

pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan

tinggi.

2) Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Jenjang

pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang

akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenjang pendidikan formal di Indonesia menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional (2003),

terdiri dari (UU Sisdiknas, 2003)

a) Pendidikan Dasar

Pendidikan umum yang lamanya 9 tahun diselenggarakan

6 tahun SD dan 3 tahun di SLTP.

b) Pendidikan Menengah

Bentuk satuan pendidikan menengah yang

diselenggarakanselama 3 tahun terdiri dari : Sekolah

Menengah (Umum, Kejuruan, Keagamaan, Kedinasan dan

luar biasa).
39

c) Pendidikan Tinggi

Bentuk satuan pendidikan tinggi yang disebut perguruan

terdiri dari Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut

dan Universitas

E. Sanitasi Lingkungan

Menurut Entjang (2000) yang dimaksud dengan hygiene sanitasi

lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, social dan

ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang

berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan

diperbaiki atau dihilangkan.

Sedangkan menurut Azwar dalam buku pengantar Ilmu Kesehatan

Lingkungan (1995) membedakan pengertian antara hygiene dengan

sanitasi. Yang dimaksud dengan hygiene adalah usaha kesehatan

masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lngkungan terhadap

kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena factor

lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan

sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Sedangkan

yang dimaksud dengan sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang

menitik beratkan pada penguasaan terhadap berbagai factor lingkungan

yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Menurut penyelidikan WHO bahwa di negara-negara yang sedang

berkembang terdapat banyak penyakit kronis endemis, sering terjadi


40

epidemic, masa hidup yang pendek, angka kematian bayi dan anak-anak

yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh :

a) Pengotoran persediaan air rumah tangga

b) Infeksi karena kontak langsung ataupun tak langsung dengan faces

manusia

c) Infeksi yang disebabkan oleh arthropoda, rodent, molusca dan

vector-vektor penyakit lain

d) Pengotoran air susu dan makanan lainnya

e) Perumahan yang selalu sempit

f) Penyakit-penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia.

Menurut Dainur (1995), pesatnya pertumbuhan penduduk serta

pertumbuhan teknologi membuat pertumbuhan mobilitas penduduk juga

sangat pesat. Hal ini membuat seolah-olah lingkungan serta ruang gerak

penduduk merupakan ancaman terhadap tingkat kesehatan lingkungan di

wilayah tertentu. Tingkat kesehatan lingkungan dapat diukur dengan

parameter berikut :

a) Penyediaan air bersih terlindung

b) Pembuangan (drainase) air lembah yang memenuhi persyaratan

kesehatan

c) Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran serta

cara pembuangan kotoran manusia yang sehat


41

d) Penyediaan dan oemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah

tangga ditempat-tempat umum yang memenuhi persyaratan

kesehatan

e) Penyediaan sarana pengawasan penyehatan makanan

f) Penyediaan sarana perumahan yang memenuhi persyaratan

kesehatan

g) Penyediaan sarana pengawasan pencemaran udara oleh industry

Menurut Notoatmodjo (2003), sanitasi lingkungan (Enviromental

Sanitation) adalah upaya pengendalian semua factor lingkungan fisik

manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal

yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan

hidup manusia. Factor alam yang merupakan factor lingkungan yang

mempengaruhi perkembangbiakan Aedes Aegypti adalah sebagai berikut

a. Suhu

Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses

metabolisme dan siklus hidupnya tergantung pada suhu

lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri

terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk

dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses

metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun

sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35ºC, juga

mengalami perubahan suhu dan rata-rata optimum untuk


42

pertumbuhan nyamuk 25ºC-27ºC. pertumbuhan akan terhenti

bila kurang 10ºC atau lebih 40ºC. toleransi suhu tergantung

spesies nyamuknya, spesies nyamuk tidak tahan pada suhu

5ºC-6ºC. kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari

kecepatan metabolisme yang sebagian besar diatur oleh suhu

seperti lamanya masa pradesawa, kecepatan pencernaan darah

yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi

mengambil makanan atau menggigit berbeda-beda menurut

suhu (Depkes RI, 2001)

b. Kelembapan

System pernafasan nyamuk yang menggunakan pipa udara

(trachea) dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk

(spiracle). Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada

mekanisme pengaturnya, pada saat kelembapan rendah

menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh sehingga

menyebabkan keringnya cairan tubuh. Pada kelembapan tinggi

nyamuk cepat payah dan waktu kering yang singkat

menyebabkan kematian akibat kekeringan. Kelembapan

optimum bagi kehidupan nyamuk adalah 70-80%. Jika

kelembapan kurang dari 60%, umur nyamuk pendek karena

tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasite di dalam tubuh

(Depkes RI, 2001)


43

c. Curah Hujan

Hujan menyebabkan naiknya kelebapan nisbi udara dan

menambah jumlah tempat pekembangbiakan (breeding places).

Curah hujan yang lebat meneyebabkan bersihnya tempat

perkembangbiakan vector karena larvanya hanyut dan mati.

Penyakit yang ditularkan nyamuk menjadi tinggi terjadi

sebelum atau sesuadah musim lebat. Pengaruh hujan berbeda-

beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah.

Banjir dan kurang hujan menyebabkan berpindahnya

perkembangbiakan nyamuk secara temporer. Banyaknya curah

hujan yang sedang dan waktu lama akan memperbesar

kesempatan untuk berkembang biak yang subur (Depkes RI,

2001)

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti

yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air.

Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam tempo yang

singkat akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin

banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan

dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk.

Pada musim hujan populasi Aedes aegypti lebih stabil di

daerah perkotaan, semi perkotaan dan pedesaan (Depkes RI,

2005)
44

d. Musim

Di Negara-negara dengan 4 musim, epidemic Demam

Berdarah Dengue berlangsung terutama pada musim panas

meskipun ditemukan kasus-kasus Demam Berdarah Dengue

sporadic pada musim dingin. Di Negara-negara Asia Tenggara

epidemic Demam Berdarah Dengue terutama terjadi pada

musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan

Filipina epidemic Demam Berdarah Dengue terjadi beberapa

minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi

mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan

mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan

dengan menurunnya curah hujan (Djunaedi, 2006)

e. Angin

Angina secara langsung berpengaruh pada penerbangan

nyamuk, bila kecepatan angina 11-14 km/jam atau 25-31

ml/jam akan menghambat penerbangan nyamuk. Angina

mempengaruhi penguapan (Evaporasi) air dan suhu udara

(Konveksi). Jika suhu tenang mengkin suhu nyamuk ada

beberapa fraksi satu derajat lebih tinggi dari suhu ruangan, bila

ada angin evaporasi baik dan konveksi baik maka shu tubuh

nyamuk turun beberapa fraksi satu derajat lebih rendah dari

suhu lingkungan (Depkes RI, 2011)


45

f. Kondisi Lingkungan

Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun

2002 Tentang Pengelolaan Ruang terbuka hijau, tanaman

perdu adalah tanaman yang pertumbuhannya optimal

batangnya mempunyai garing tengah 1 sampai 10 cm, dengan

ketinggian maksimal 3 sampai 5 meter.

Aedes albopictus yang juga dapat menyebabkan penyakit

Demam Berdarah Dengue dikenal sebagai nyamuk yang

habitatnya banyak berasosiasi dengan bentang alam dengan

keteduhan yang tinggi. Upaya penghijauan yang penghijauan

yang bertujuan memberikan kesegaran udara di daerah

perkotaan dapat mempunyai dampak negative berupa

peningkatan kepadatan Aedes Albopictus yang disebabkan

oleh banyak factor antara lain jenis-jenis tumbuhan,

penampung air hujan, seperti sendi-sendi daun, tonggak-

tonggak bekas tebangan bamboo, pot, kaleng bekas, dan

kantong plastic yang akan dilakukan untuk pembibitan

(Seregeg, 1996)

Menurut Kepmenkes No. 829/ Menkes/ SK/VII/1999 tentang

ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal, pencahayaan

alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan

minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.


46

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Untoro

(1992), diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti yang hidup di

pencahayaan lingkungan gelap menghasilkan telur yang lebih

banyak dibandingkan yang dipelihara dilingkungan terang.

Untuk mengantisipasi Demam Berdarah Dengue uapaya yang

dilakukan adalah gerakan 3M, menggunakan kelambu ketika

tidur, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,

menghindari menggantung pakaian, mengupayakan ventilasi

dan pencahayaan yang baik, memelihara ikan pemakan jentik,

menanam pohon pengusir nyamuk (Zodia, Lavender), serta

menaburkan lavarsida ditempat penampungan air yang sulit

dibersihkan (Sahruddin, 2009).


47

E. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi

- Pendidikan
- Pengetahuan
- Sikap
- Perilaku
- Nilai
- Keyakinan
-
Faktor Pemungkin

- Ketersediaan sarana
prasarana
ABJ DBD
- Lingkungan
AIDESAIGEPTY ( Demam Berdarah )
- Peraturan terkait

Faktor Penguat

- Tokoh masyarakat,
perilaku keluarga dan
teman sebaya.

Gambar 2.1

( Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2011 )


48

F. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan

Angka Bebas Jentik (ABJ)


Sikap
AidesAigepty

Pendidikan

Lingkungan

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

1. Ha : Ada hubungan pendidikan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) di

Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

Ho : Tidak Ada hubungan pendidikan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

2. Ha : Ada hubungan Pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

Ho : Tidak Ada hubungan Pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

3. Ha : Ada hubungan sikap dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Wilayah

Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

Ho : Tidak Ada hubungan sikap dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) di


49

Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

4. Ha : Ada hubungan Lingkungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.

Ho : Tidak Ada hubungan LIngkungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Puskesmas Sungai Besar Tahun 2019.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian analitik dengan pendekatan

Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu

pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang

dilakukan pada variabel terikat dan variabel bebas. Pendekatan ini

digunakan untuk menlihat hubungan antara variabel satu dengan variabel

lainnya. Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes Aegypti di wilayah

Puskesmas Sungai Besar tahun 2019.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua kepala keluarga pada RT

03 yang mana memiliki kasus tertinggi DBD di Kelurahan Sungai Besar

sebanyak 200 kepala keluarga.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Adapun untuk menentukan besarnya sampel yang

diperlukan adalah dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut:

41
42

𝑁
𝑛=
1+𝑁.𝑑2

Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besar populasi

d : tingkat kepercayaan (0,1)

n = 200
1 + 200 (0,1²)

n= 200
1 + 200 (0,01)

n= 200
1+2
200
n= = 66,6 ( 67 Kepala Keluarga)
3

Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara

menggunakan Simple Random Sample yaitu salah satu teknik

probability sampling dimana suatu teknik pengambilan sampel

atau elemen secara acak, dimana setiap elemen atau anggota

populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih

menjadi sampel. (Nursalam, 2013)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam

penelitian ini di lakukan dengan wawancara melalui lembar pertanyaan

yaitu kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner adalah teknik


43

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab

(Notoatmodjo, 2012). Instrumen penelitian ini diadopsi dari penelitian

Santoso (2007) yang berjudul tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku

masyarakat terhadap Dengue Hemorrhagic Fever Di Kelurahan Karang

Mekar Cimahi Tengah.

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah faktor yang diduga sebagai faktor

yang berhubungan dengan Variabel dependen. Variabel independen

adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, dan Lingkungan

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti


44

E. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel
3.1 berikut :
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat dan cara Hasil Ukur Skala


Operasional ukur

1 ABJ ( angka Pemeriksaan yang Observasi 1. Negatif : jika tidak Nominal


bebas jenti ) dilakukan ada atau ada keberadaan
Aedes Aegypti tidak jentik nyamuk jentik nyamuk di
pada Tempat rumah
Penampungan Air 2. Positif : jika terdapat
(TPA) keberadaan jentik
nyamuk di rumah

2 Pendidikan Pendidikan Formal Kuesioner / 1. Tinggi , ( jika terdiri Ordinal


yang pernah di wawancara dari Akademik,
tempuh Politeknik, Sekolah
Tinggi, Institut dan
Universitas)
2. Menengah, (jika
Sekolah Menengah,
SMA/Sederajat)
3. Dasar, (Jika SD dan
SLTP/Sederajat)

(UU Sisdiknas, 2003)

3. Pengetahuan Pengetahuan/ Kuesioner 1. Baik, Jika score 76- Ordinal


pemahaman adalah 100 %
merupakan hasil tahu 2. Sedang, Jika Score
56-75%
dan terjadi setelah
3. Kurang, jika score
orang mengadakan <56%
pengindraan tentang
penyakit DBD (Arikunto, 2010)

4. Sikap Reaksi atau respon Kuesioner / 1. Positif Ordinal


masyarakat wawancara (26-40)
2. Negative
Tentang penyakit (10-25)
DBD.
(Hidayat, 2011)
45

5. Kondisi Keadaan Lingkungan Kuesioner / Wawancara dengan Ordinal


Lingkungan Yang berhubungan wawancara kuesioner yang berisi 10
Rumah dengan tempat pertanyaan. Bila jawaban
benar diberi score 1 dan
perindukan nyamuk
bila jawaban salah diberi
Aedes Aegypti score 0
1. Baik, Jika score 76-
100 %
2. Sedang, Jika Score
56-75%
3. Kurang, jika score
<56%
Perhitungan :
% = n x 100 %

(Arikunto, 2010)

F. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

1) Data Primer

a) Data Pengetahuan

b) Data Sikap

c) Data pendidikan

d) Data Sanitasi Lingkungan

2) Data sekunder

Data wilayah Puskesmas Sungai Besar berdasarkan data

geografi dan demografi serta Pemeriksaan ABJ.


46

b. Cara pengumpulan data

1) Data Primer

Data pendidikan, pengetahuan, sikap, dan Lingkungan

dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan lembar

observasi, sedangkan pemeriksaan Angka Bebas Jentik Nyamuk

Aedes Aegypti menggunakan lembar observasi.

2) Data Sekunder

Data wilayah kerja puskesmas Sungai Besar diperoleh dari

data geografi dan demografi dengan cara merangkum laporan

tahunan Puskesmas Sungai Besar.

2. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012) Teknik Pengolahan data di

lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing (Penyuntingan Data)

Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar

pertanyaan yang sudah di isi. Proses ini meliputi kelengkapan

pengisian, kesalahan pengisian, dan kuesioner setiap jawaban.

b. Coding (pengkodean)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

diberikan pada kategori-katagori variabel sesuai hasil kuesioner yang

telah di isi responden.


47

1) Pemberian kode pada Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti

yaitu :

a. Jika Negatif ada jentik nyamuk diberi kode “1”

b. Jika positif ada jentik nyamuk diberi kode “2”

2) Pemberian Kode pada Pendidikan yaitu :

a. Tinggi diberi kode “1”

b. Menengah diberi kode “2”

c. Dasar diberi kode “3”

3) Pemberian kode pada pengetahuan yaitu :

a. Baik diberi kode “1”

b. Cukup baik diberi kode “2”

c. Kurang baik diberi kode “3”

4) Pemberian kode pada sikap yaitu :

a. Positif diberi kode “1”

b. Negatif diberi kode “2”

5) Pemberian kode pada Sanitasi lingkungan yaitu :

a. Ketersediaan air bersih

a) Jika Ada diberi kode “1”

b) Jika Tidak ada diberi kode “2”

b. Pembuangan Sampah

a) Jika dikelola diberi kode “1”

b) Jika Tidak dikelola diberi kode “2”

c. Kondisi Lingkungan Rumah


48

a) Jika baik diberi kode “1”

b) Jika sedang diberi kode “2”

c) Jika kurang diberi kode “3”

Rumus yang digunakan :

P = f x 100
n

Keterangan :

P = skor yang didapat

f = jumlah jawaban benar

n = jumlah soal

G. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis ini dapat mengetahui distribusi dan persentasi dari tiap

variabel. Variabel independen adalah pendidikan, pengetahuan, sikap

dan Sanitasi Lingkungan dan variabel dependen dalam penelitian ini

adalah Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti.

Langkah – langkah analisis Univariat adalah sebagai berikut :

1). Distribusi Frekuensi

𝑓
𝑃 = n x 100%

Keterangan :

P = Proporsi

F = Frekuensi Kategori

n = Jumlah sampel
49

2). Membuat Tabel Distribusi

Tabel 3.2 Distribusi Masing-masing Variabel


Variabel F %

Jumlah

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010)

Menganalisis hubungan pendidikan, Pengetahuan, sikap dan

Lingkungan dengan Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti. Untuk

mengetahui hubungan antara variabel digunakan uji statistik Chi-

Square menggunakan program statistik dengan nilai kemaknaan ρ

< ɑ = 0,05 yaitu apabila hasil ρ < ɑ = 0,05 maka Ho ditolak yang

berarti ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat dan

apabila hasil ρ > ɑ = 0,05 maka Ha diterima yang berarti tidak ada

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji

statistik Chi-Square dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

statistik Chi-Square, sebagai berikut: (Sugioyono, 2007)

X2 = Σ (O-E)2

E
50

Keterangan :

O = Observed = Nilai pengamatan

E = Expected = Nilai ekspektasi

Dengan ketentuan syarat :

a. Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau

disebut juga Actual Count (F0) sebesar 0 (Nol).

b. Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh

ada 1 cell saja yang memiliki frekuensi harapan atau

disebut juga expected count (“Fh”) kurang dari 5, maka uji

yang dipakai sebaiknya “Continuity Correction”

c. Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misal 2 x 3, maka

jumlah cell dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5

tidak boleh lebih dari 20%.

Rumus chi-square sebenarnya tidak hanya ada satu. Apabila

tabel kontingensi bentuk 2 x 2, maka rumus yang digunakan adalah

“koreksi yates”. Apabila tabel kontingensi 2 x 2 seperti di atas, tetapi

tidak memenuhi syarat seperti di atas, yaitu ada cell dengan frekuensi

harapan kurang dari 5, maka rumus harus diganti dengan rumus

“Fisher Exact Test”.


51

H. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sungai

Besar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret- Juni Tahun 2019.

Tabel 3.3
Jadwal Pelaksanaan Tahapan Penelitian
Pelaksanaan
No Tahapan Kegiatan
Maret April Mei Juni
2019 2019 2019 2019
1 Penyusunan x x
Proposal Penelitian
Bimbingan
2 X x x
Penyusunan
Proposal Penelitian
3 Revisi Penyusunan x x
Proposal
4 Pendaftaran Ujian x x
Proposal Penelitian
5 Ujian Proposal x x
Penelitian
6 Pelaksanaan x x x x x
Penelitian
7 x x x x
Ujian Skripsi
52

I. Biaya Penelitian

Berdasarkan tahapan akan dilakukannya penelitian, maka

perencanaan biaya untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai

berikut :

Tabel 3.4
Rencana Biaya Penelitian

No. Keterangan Biaya

1. Fotocopy Kuesioner Rp. 300.000,-

2. Alat Tulis Rp. 150.000,-

3. Transportasi Rp. 50.000,-

Total Rp.500.000,-

Anda mungkin juga menyukai