Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Tekanan Darah

2.1.1.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan akibat oleh aliran darah

terhadap dinding pembuluh darah (Pitara, 2014). Tekanan Darah adalah

desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa

dari jantung ke jaringan. Puncak tekanan maksimum terjadi saat berkontraksi

disebut tekanan sistolik. Saat ventrikel dalam keadaan relaksasi darah tetap

berada di arteri menghasilkan teknanan minimal atau biasa disebut tekanan

diastolik (Potter&Perry, 2010).

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh pembuluh darah dan

dipengaruhi oleh diameter pembuluh darah, volume plasma serta kemampuan

jantung berdenyut, tekanan sistolik sendiri terjadi saat jantung memompa darah

ke sistemik, sedangkan tekanan darah diastolik terjadi saat pengisian darah ke

jantung.

2.1.1.2 Pengukuran Tekanan Darah

1
Langkah-langkah mengukur tekanan darah menurut Potter & Perry (2010)

sebagai berikut :

a. Mengkaji tempat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah

b. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan antara lain, sphygmomanometer,

stetoskop, bolpoin dan lembar observasi tekanan darah.

c. Mengatur posisi klien duduk atau berbaring, serta menjelaskan prosedur

pada klien.

d. Menggulung lengan baju klien pada bagian atas lengan. Mempalpasi arteri

brakialis, meletakkan manset 2,5 cm diatas nadi brakialis. Dengan manset

masih kempes, pasang manset dengan rata dan pas disekeliling lengan atas.

Memastikan bahwa manometer terpasang secara vertical sejajar dengan

mata pengamat tidak boleh jauh dari 1 m.

e. Mempalpasi arteri radialis atau brakialis dengan ujung jari satu tangan

sambil mengembangkan manset dengan cepat dengan tekanan 30 mmHg

diatas dimana titik denyut nadi tidak teraba. Dengan perlahan kempeskan

manset dan catat titik dimana denyut nadi muncul lagi. Mengempiskan

manset dan tunggu selama 30 detik.

f. Meletakkan earpiece stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi jelas tidak

muffled. Ketahui lokasi arteri brakialis dan letakkan belatau diafragma

chestpiece diatasnya. Jangan biarkan chestpiece menyentuh manset atau

baju klien.

2
g. Gembungkan manset 30 mmHg diatas tekanan sistolik yang dipalpasi.

Dengan perlahan lepaskan dan biarkan jarum turun dengan kecepatan 2-3

mmHg perdetik.

h. Catat titik pada manometer saat bunyi jelas pertama terdengar sebagai

tekanan sistolik, lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada

manimeter hingga 2 mmHg terdekat pada bunyi tersebut hilang sebagai

tekanan diastolik. Kempiskan dengan cepat dan sempurna.

i. Bantu klien untuk kembali pada posisi yang nyaman dan tutup kembali

lengan klien.

2.1.2 Hipertensi

2.1.2.1 Definisi Hipertensi

Menurut Triyanto (2014) hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa

gejala yang sering terjadi pada usia lanjut, dimana tekanan yang abnormal

tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,

aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

Hipertensi atau yang lebih dikenal darah tinggi adalah suatu keadaan

dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 130 mmHg (tekanan sistolik) danatau

≥ 80 mmHg (tekanan diastolik). Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan

fase darah yang di pompa oleh jantung, nilai yang lebih rendah (diastolik)

menunjukkan fase darah kembali ke dalam jantung (Masyitah, 2013).

3
2.1.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dikutip dari Aspiani (2015) di bedakan menjadi 3

diantaranya yaitu:

1. Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya.

Diderita oleh sekitar 95% orang. Oleh sebab itu, penelitian dan pengobatan

lebih ditujukan bagi penderita esensial. Hipertensi primer diperkirakan

disebabkan oleh faktor berikut ini:

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang memengaruhi timbulnya hipertensi adalah

umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis

kelamin (pria lebih tinggi dari perempuan), dan ras (ras kulit hitam

lebih banyak dari kulit putih).

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30 g), kegemukan atau

makan berlebihan, stress, merokok, minum alkohol, minum obat-

obatan (efedrin, prednison, epinefrin).

4
Tabel 2.1

Klasifikasi hipertensi menurut WHO (2018) dan International Society of

Hypertension Working Group (ISHWG)

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 < 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89

Tingkat 1 (Hipertensi
140-159 90-99
Ringan)
140-149 90-94
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi
≥ 180 ≥ 110
Berat)
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
140-149 <90
Sub-group: perbatasan

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah satu

contoh hipertensi sekunder adalah adalah hipertensi vaskular renal, yang

terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital

atau akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah

ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan

pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara

langsung meningkatkan tekanan darah, dan secara tidak langsung

meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorbsi natrium. Apabila dapat

5
dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang terkena di

angkat, tekanan darah akan kembali ke normal.

3. Hipertensi akibat kehamilan

Hipertensi akibat kehamilan atau hipertensi gestasional adalah jenis

hipertensi sekunder. Hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan

darah (> 140 mmHg pada sistolik; > 90 mmHg pada diastolik) terjadi

setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita non hipertensi dan membaik

dalam 12 minggu pascapartum. Hipertensi jenis ini tampaknya terjadi akibat

kombinasi dan peningkatan curah jantung dan peningkatan total peripheral

resistance (TPR). Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu, masuk kedalam

kategori hipertensi kronik.

Pada preeklampsia, tekanan darah tinggi di sertai dengan proteinuria

(dari dalam urine setidaknya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklampsia

biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dihubungkan dengan

penurunan aliran darah plasenta dan pelepasan mediator kimiawi yang

dapat menyebabkan disfungsi sel endotel vaskular di seluruh tubuh. Kondisi

ini merupakan gangguan yang sangat serius, seperti halnya preeclampsia

superimposed pada hipertensi kronis.

2.1.2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

diantaranya karena faktor usia, stress, etnik, jenis kelamin, variasi harian, obat-

6
obatan, aktivitas dan berat badan, serta kebiasaan merokok (Potter & Perry,

2010).

Menurut Aspiani (2015) beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi diantaranya:

1. Genetik: Respons neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau

transpor Na.

2. Obesitas: Terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

3. Stress karena lingkungan.

4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis

Pada usia lanjut, penyebab hipertensi disebabkan terjadinya perubahan

pada elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung memompa darah, kehilangan elastisitas pembuluh

darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Elastisitas

pembuluh darah menghilang karena kurangnya efektifitas pembuluh darah

perifer untuk oksigenasi.

2.1.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi

Gejala hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul

tanpa gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi

sebagai diantaranya: sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk,

perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh, berdebar atau detak

7
jantung terasa cepat, telinga berdenging. Pada kasus-kasus yang sudah parah

dapat pula ditemukan adanya perubahan retina, seperti perdarahan, eksudat,

penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada

diskus optikus) (Aspiani, 2015).

Menurut Corwin (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrat glomeroulus.

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.1.2.5 Patofisiologi Hipertensi

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak

cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi

kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa

darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut dipaksa untuk melalui

pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan,

inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan

kaku karena arterioskalierosis.

8
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi

vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam

tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat (Triyanto, 2014).

Mekanisme yang mengontrol konstriktil dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medula ditolak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreprinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriktol (Aspiyani, 2014).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Kelenjar adrenal mensekresi epineprin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

9
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan

renin. Pelepasan renin merangsang pembentukan angiotensin I dan diubah

menjadi angiotensin II, vasokonstriksor kuat, yang pada akhirnya merangsang

sekresi aldosteron, hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal yang menyebabkan peningkatan valume intravaskuler yang dapat

mencetuskan hipertensi (Brunner & Sudrat, 2010).

2.1.2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal

mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita.

Penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan:

1. Farmakologi

Pengobatan farmakologis merupakan pengobatan dengan menggunakan

obat-obatan seperti angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor,

angiotensin receptor blocker (ARBs), beta-blocker, calcium chanel blocker,

direct renin inhibitor, diuretic vasodilator yang dapat membantu

mengontrol tekanan darah (Triyanto, 2014).

2. Nonfarmakologi

Menurut Corwin (2009) dan Triyanto (2014) penanganan hipertensi dengan

nonfarmakologi yaitu:

10
a. Penurunan berat badan

Pada senagian orang penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan

darah, kemungkinan dengan mnegurangi beban kerja jantung dan

volume sekucupnya juga berkurang.

b. Aktifitas

Aktifitas meningkatkan kadar HDL yang dapat mengurangi

terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.

c. Teknik relaksasi

Dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat

respons stress saraf simpatis

d. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke

berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

e. Terapi musik, senam aerobik dan yoga

f. Aromaterapi

g. Terapi Biologis (Herbal)

h. Terapi diit

i. Membatasi konsumsi alkohol

j. Akupresur

2.1.2.7 Komplikasi Hipertensi

Komplikasi hipertensi yang dikutip dari Aspiani (2014) diantaranya yaitu:

11
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak,

atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri

yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga

aliran darah yang mengalami aterosklerosis dapat menebal sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada

hipertensi kronis dan hipertrofi vertikel, kebutuhan oksigen miokardium

mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat

menyebabkan perubahan waktu hambatan listrikmelintasi ventrikel

sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko

pembentukan bekuan.

3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomelurus ginjal, dengan rusaknya glomerulus, aliran darah

ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan

kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar

melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema, yang sering di jumpai pada hipertensi kronis.

12
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang

sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler

dan mendorong cairan kolaps dan terjadi koma serta kematian.

5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklampsia. Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,

kemudian dapat mangalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami

kejang selama atau sebelum proses persalinan.

2.1.3 Sujud

2.1.3.1 Definisi Sujud

Sujud adalah bentuk ketundukan tertinggi seorang hamba di hadapan

Tuhannya. Betapa tidak, kepala orang yang tidak bersujud itu direndahkan

serendah kaki menapak. Dari sudut pandang medis, tentu ia sangat unik. Sujud

adalah satu-satunya posisi di mana otak bisa lebih rendah dari jantung, yang

mudah dikerjakan tanpa harus menjungkirbalikkan tubuh (Sagiran, 2014).

Menurut Rifa’I (2014) sujud adalah gerakan yang dilakukan seorang

yang dalam sholat setelah gerakan I’tidal. Caranya yaitu ,dengan meleteakkan

dahi ke bumi dan ketika turun membaca takbir

2.1.3.2 Klasifikasi Sujud

Secara keseluruhan , terdapat empat jenis sujud yang di syariatkan dalam islam

(Juriyanto, 2018) :

13
1. Sujud Dalam Sholat

Pada setiap rekaat dalah sholat, baik sholat fardhu maupun sunnah, seorang

diwajibkan melakukan dua sujud. Hal ini karena dua sujud tersebut

termasuk bagian dari rukun sholat yang wajib di lakukan.

2. Sujud Sahwi

Sujud ini di syariatkan ketika seorang yang sedang sholat lupa mengerjakan

rukun dalam sholat atau meninggalka sunnah ab’ah dalam sholat, seperti

tasyahud awal dan do’a Qunut. Sujud sahwi ini dilakukan setelah membaca

tasyahud akhir dan sebelum salam dengan dua kali sujud disertai duduk di

antara dua sujud

3. Sujud Syukur

Sujud ini di syariatkan ketika seorang mendapatkan nikmat atau terhindar

dari musibah atau bencana. Sujud syukur di lakukan di luar sholat degnan

sekali gerakan sujud

4. Sujud Tilawah

Saat seorang mendengarkan atau membaca ayat Sajadah dalam Al-Qur’an,

maka dianjurkan melakukan sujud tilawah, baik dalam shalat maupun di

luar sholat.

2.1.3.3 Tata cara sujud

Menurut syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-jibrin (2017), dan Purnama

(2019) tata cara Nabi bersujud sebagai berikut :

1. Diawali dengan duduk dengan tumpuan ke dua kaki (iq’a’)

14
2. Meletakkan 7 anggota badan ke tempat sujud ; dahi, kedua telapat tangan,

kedua lutut, kedua ujung-ujung kaki

3. hidung menempel ke lantai.

4. Punggung lurus, kedua lengan diangkat dan siku tidak menempel ke

lantai.

5. Jari-jari kaki mengarah ke arah kiblat.

6. Kedua tumit dirapatkan.

2.1.3.4 Manfaat sujud

Menurut Yousefzadeh dkk (2019) sujud selama 10 detik ke arah kiblat

mempengaruhi aktivitas otak pada wilayah frontal. Pada wanita ketika

melakukan sujud gelombang di otaknya terutama gelombang gama dan osilasi

beta mengalami penurunan terutama pada saat perekaman mata terbuka. Pada

laki-laki menunjukkan peningkatan gelombang beta dan gama pada saat

perekaman EEG.

Sujud juga memiliki dampak pada system kardiovaskuler. Sujud selama

1 – 3 menit mampu menurunkan tekanan darah sistolik dan daistolik pada orang

yang sehat, dan mampu meningkatkan denyut nadi selama sujud (Rufa’i, 2013)

2.1.3.5 Sujud Terhadap Tekanan Darah

Dalam hukum hidrostatik, tekanan darah di pengaruhi oleh 3 aspek,

yaitu gaya gravitasi, kekentalan darah, dan jarak ventrikel antara dua titik yang

di ukur. Selain itu dapat juga di pengaruhi oleh hukum starling. Pada saat sujud,

pasokan posisi jantung akan lebih tinggi daripada posisi otak. Menimbulkan

15
aliran darah menuju ke otak menjadi lebih efektif karena di bantu dengan gaya

gravitasi, sehingga membuat saraf dalam otak menjadi tersuplai nutrisi dan

oksigen. Salah satu saraf dalam otak tersebut adalah saraf vagus. (Ganong,

2012; Rufa’i, 2013)

Saraf vagus, saraf vagus adalah saraf kranial yang ke 10, fungsi dari

saraf vagus adalah mempersyarafi organ dalam pada manusia. Dalam area

jantung saraf vagus kanan memasok saraf ke SA Node dan saraf vagus kiri

menginversi AV node. Saraf vagus membantu dalam memantau dan menjaga

detak jantung. Mampu membuat detak jantung selalu stabil dalam irama kirang

lebih 90 denyut per menit. Jika diperlukan, saraf vagus akan melepaskan

neurotransmitter berupa epineprin yang dapat membantu mengurangi detak

jantung atau menurunkan tekanan darah. (Apipah, 2019)

16
2.2 Kerangka Teori

Faktor Resiko
1. Faktor resiko yang tidak
dapat dikontrol:
a. Jenis Kelamin
b. Usia
c. Keturunan (genetik)
2. Faktor yang dapat
dikontrol:
a. Kebiasaan merokok
b. Stress
c. Obesitas
d. Alkohol

Perubahan dinding arteri yang menebal dan kaku


Hilangnya kelenturan darah

Tekanan Darah Meningkat

Hipertensi

Penanganan Farmakologi Penanganan Non Farmakologi


• ACE Inhibitor 1. Invasif
• ARBs  Akupuntur
• Beta-bloclokerker  Cupping (bekam basah)
• Calcium chanel bloker 2. Non invasif
• Direct renin inhibitor  Terapi energy (terapi suara, tai chi,
• Diuretic vasodilator prana)
 Terapi sentuhan (akupresur, pijat
bayi, refkeksi, dan terapi lainnya)
Tekanan darah sistolik dan diastolik turun (normal)  Terapi biologis (Herbal dan food
combining)
Penurunan kontraksi jantung  Pemberian aktifitas

Berlaku hukum Frank-Starling Pemberian Posisi Sujud

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Sumber: (Akinyemi, 2014; Agustina, 2014; Corwin,2009; Rufa’i, 2013)

17
2.3 Kerangka konsep

Variabel independen (bebas) Variabel dependen (terikat)

Terapi Sujud Tekanan Darah

Gambar. 5 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar

variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian

(Dharma, 2011).

Ho : Tidak ada pengaruh terapi posisi sujud terhadap tekanan darah pada

pasien penderita hipertensi

H1 : Tidak ada pengaruh terapi posisi sujud terhadap tekanan darah pada

pasien penderita hipertensi

18
2.5 Keaslian Penelitian

Tabel 2.1. Tabel keaslian penelitian.


Nama Peneliti Judul Metode Hasil
Tahun penelitian
Adamu Ahmad Cardiovas eventy healthy The findings
Rufa’I, cular volunteers, from this
Hadeezah Hamu Responses comprising 35 study suggest
Aliyu, during males and 35 that no
Adetoyeje Head- females, adverse
Yunoos Down participated in the cardiovascul
Oyeyemi1, Crooked study. ar event can
Adewale Kneeling Cardiovascular be expected
Lukman Position parameters of to occur for
Oyeyemi1 Assumed blood pressure and the normal
(2013) in Muslim pulse rate of the duration of
Prayer participants were this posture
measured in rested during
sitting position Muslim
and then at one prayer
and three minutes activities.
into the HDCK
posture. Two-way
ANOVA was used
to determine the
differences
between
cardiovascular
responses at rest
and in the HDCK
posture, and the
Student t test was
utilized to
determine gender
difference in
cardiovascular
responses at rest
and at one and
three minutes into
the HDCK
posture.

19
Fateme The Effect Three women The pilot
Yousefzadeh, of and two men study
Gila Pirzad Prostrationparticipated in showed that
Jahromi , Ehsan (Sajdah) this pilot study. 10 seconds
Mokari on theLinear (absolute of Sajdah
Manshadi, Prefrontal and relative has effects
Boshra Hatef Brain power of θ (4- on brain
(2015) Activity: 8Hz), α 1 (8-10 activity and
A PilotHz), α 2 (10-12 sometimes
Study Hz), β 1 (12-16 showed the
Hz), β 2 (16-20 opposite
Hz), β 3 (20-30 effect on
Hz), γ 1 (30-40 genders.
Hz), γ 2 (40-50
Hz) and non-
linear features
(approximate
entropy, Katz
fractal
dimension,
Petrosian fractal
dimension,
spectral entropy,
and sample
entropy) from
Fps channel were
calculated.
Hazem Assessme HR and BP were ] This is the
DoufesH, MSc, nt of Heart measured using a first study of
Beng1), fatimaH Rates and Schiller AT-102 HR and BP in
iBraHim, PhD, Blood Electrocardiograph relation to
MScE, Pressure in and an Omron Salat
BScEE1), noor Different SEM-1 Automatic positions.
azina ismail, Salat Blood Pressure The findings
PhD, MStats, Positions Monitor. will
BSC2), Wan encourage
azman Wan further
aHmaD, MRCP, studies to
MBBS3 explore the
benefits of
Salat
maneuvers

20
for patients
with
cardiovascul
ar diseases

21

Anda mungkin juga menyukai