Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius
dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya
kemampuan untuk mendengar bunyi dalam cakupan frekuensi yang normal untuk
didengar (Beatrice, 2013).
Gangguan pendengaran dapat mengenai salah satu atau kedua telinga sehingga
penderitanya mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan (WHO, 2015).
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh gangguan transmisi suara di telinga luar
maupun telinga tengah atau yang dikenal dengan tuli konduksi/hantaran dan kerusakan
pada sel rambut maupun jalur sarafnya atau yang disebut juga dengan tuli saraf (Ganong,
2012).
Gangguan pendengaran akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup seseorang
sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Tjan et.al, 2013). Jumlah lansia
semakin lama semakin banyak. Diseluruh dunia terdapat sekitar 500 juta lansia dengan
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliar.
Penyebab terjadinya gangguan transmisi suara baik pada telinga luar, telinga tengah
maupun telinga dalam bervariasi. Tuli hantaran dapat disebabkan karena adanya
sumbatan pada kanalis auditorius eksterna oleh benda asing atau serumen, kerusakan
tulang pendengaran, adanya penebalan membran timpani akibat terjadinya infeksi telinga
tengah yang berulang, dan kekakuan abnormal karena adanya perlekatan tulang stapes ke
fenestra ovalis (Ganong, 2012). Kerusakan sel rambut luar dapat diakibatkan oleh
penggunaan obat yang bersifat toksik bagi telinga seperti antibiotika golongan
aminoglikosida dan pajanan suara bising yang terus menerus sehingga menyebabkan
gangguan pendengaran (Ganong, 2012).
Pada tahun 2000 kurang lebih dua diantara tiga orang dari 600 juta orang lansia
berada di Negara berkembang (Mubarak dkk, 2009). Jumlah penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup
66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77 %)
dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah
lansia sebesar 28,8 juta (11,34 %) dengan usia harapan hidup 71,1 jiwa (Efendi, F dan
Makhfudli, 2009).
Berdasarkan survei BPS, kondisi lansia di Indonesia menunjukkan bahwa populasi
lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki. Hal ini menunjukkan UHH
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Jika dilihat dari sebaran lansia menurut
provinsi, presentase penduduk lansia di atas 10 % sekaligus tertinggi berada di provinsi
DI Yogyakarta (13,04 %),Jawa Timur (10,40 %), dan Jawa Tengah (10,34 %). Banyak
kelainan atau penyakit yang prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia akan
rentan terhadap penyakit dan sistem organ yang mengalami proses penuaan(Dewi, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan masalah dari latar belakang ditas adalah sebagai berikut :
1. Apa Definisi lanjut usia ?
2. Apa Definisi gangguan Pendengaran?
3. Bagaimana anatomi telinga dan perubahannya ?
4. Apa saja Jenis-jenis gangguan Pendengaran pada Lansia ?
5. Apa saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendengaran?
6. Apa saja jenis uji Pendengaran Pada Lansia?
7. Apa Saja Klasifikasi Gangguan Pendengaran ?
8. Apa Penyebab gangguan pendengaran ?
9. Apa saja Tanda Dan Gejala ?
10. Bagaimana Penatalaksanaan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Definisi lanjut usia ?
2. Untuk mengetahui Definisi gangguan Pendengaran?
3. Untuk mengetahui anatomi telinga dan perubahannya ?
4. Untuk mengetahui Jenis-jenis gangguan Pendengaran pada Lansia ?
5. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendengaran?
6. Untuk mengetahui jenis uji Pendengaran Pada Lansia?
7. Untuk mengetahui Klasifikasi Gangguan Pendengaran ?
8. Untuk mengetahui Penyebab gangguan pendengaran ?
9. Untuk mengetahui Tanda Dan Gejala ?
10. Untuk mengetahui Penatalaksanaan ?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi lanjut usia


Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.
Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. WHO (World Health Organization) menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia. Secara umum perubahan fisik pada masa lanjut usia
adalah menurunnya fungsi pancaindra, minat dan fungsi organ seksual dan kemampuan
motorik (Pieter, 2010).
Menurut UU RI No.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun
keatas. Sedangkan menurut dokumen pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa
yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perencanaan Hari Lanjut Usia
Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh presiden RI, batas usia lanjut adalah 60 tahun atau
lebih (Fatimah, 2010). Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial, serta perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh
karena itu, kesehatan manusia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan
tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif
sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 dalam Fatimah, 2010).
2.1.1 Proses Menua
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak
dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi
sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan
seseorang mulai menurun.
Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik
dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,et al, 2011).
Macam-macam penuaan berdasarkan perubahan biologis, fisik, kejiwaan,
dan sosial dalam Fatimah (2010):
a. Penuaan biologik
Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang terjadi sepanjang
kehidupan.
b. Penuaan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam masyarakat,
dibandingkan dengan orang lain yang sebaya.
c. Penuaan psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya terhadap
perubahan biologis.
d. Penuaan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.
e. Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan
orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap
dirinya.
2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut WHO (World Health Organization) kategori lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.
2. Usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun.
3. Usia tua (old) : 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
2.1.3 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai-berikut:
1. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel
sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,pendengaran,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan itegumen.Pada sistem pendengaran, membran
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, penumpukan serumen, sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratf osikel, bertambahnya
persepsi nada tinggi, berkurangnya ‘pitch’ diserimination, sehingga terjadi gangguan
pendengaran derta tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Mubarak,et al
2011).
2. Perubahan Kondisi Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Perubahan-perubahan mental ini erat sekali hubungannya dengan perubahan fisik,
keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan.
Faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental diantaranya:
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa;
2. Kesehatan umum;
3. Tingkat pendidikan;
4. Keturunan;
5. Lingkungan;
6. Gangguan saraf panca indra;
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan;
8. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga;
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri dan konsep diri; (Mubarak,et al 2011).
3. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini
sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Orang yang
telah menjalani kehidupannya dengan bekerja, mendadak dihadapkan untuk
menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, maka
ia akan mempersiapkan diri dengan menciptakan berbagai bidang minat untuk
memanfaatkan
waktunya, masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun berarti terputus dengan
lingkungan,teman-teman yang akrab, dan disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah atau
bermain domino di klub pria lanjut usia (Mubarak,et al 2011).
2.2 Definisi Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran pada lansia adalah gangguan yang terjadi secara
perlahan-lahan akibat proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbikusis.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian
koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basilaris) maupun serabut saraf
auditori, presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu
dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terusmenerus, obat ototoksik, dan
penyakit sistemik (Maryam,et al 2008).

2.3 Anatomi Telinga dan Perubahannya


Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrum terbagi dalam tiga bagian
yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang
menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang
berespon pada gerakan kepala. Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses
penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang tidak disokong
oleh kartilago mengalami pengeriputan, saluran auditorius menjadi dangkal akibat lipatan
ke dalam.
Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses
penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang tampak
pada telinga dalam adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional
pendengaran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan presbikusis (Maryam,et al
2008).

2.4 Jenis-jenis Gangguan Pendengaran pada Lansia


Presbikusis juga dikenal sebagai kehilangan pendengaran neurosensori yang
ditandai dengan disfungsi unsur sensorik telinga simetris (sel-sel rambut) atau struktur
telinga (serat saraf koklear). Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan
pendengaran (presbikusis), biasanya lebih berat pada pria (Maryam,et al 2008).
Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga
tuli (tuli lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal adalah :
1. Tuli sensori, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf dimana
kehilangan pendengaran sehubungan dengan kerusakan organ akhir untuk
pendengaran dan atau nervus kranialis VIII (kerusakan kokhlea/ saraf
vestibulokokhlear).
2. Tuli konduktif, yaitu tuli yang terjadi akibat gangguan hantaran suara: telinga luar,
telinga tengah, dimana kehilangan pendengaran sehubungan dengan transmisi
bunyi yang efektif ke telinga dalam terputus oleh sumbatan atau proses penyakit
(impaksi serumen, otitis media, otosklerosis/ pembentukan tulang baru) . Pada
klien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan adalah media visual. Klien lansia menangkap pesan bukan dari suara
yang dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan
bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien lansia ini sehingga
dalam melakukan komunikasi, upayakan agar sikap dan gerakan perawat dapat
ditangkap oleh indera visualnya (Nugroho, 2010).
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendengaran
Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi insiden kehilangan pendengaran
sensorineural meningkat seiring pertambahan usia. Faktor yang mempengaruhi
pendengaran adalah terpajan suara bising, diet tinggi kolesterol, hipertensi, faktor-faktor
metabolik, dan hereditas. Tanda dan gejala adalah sulit memahami orang yang berbicara
dengan suara bernada tinggi, sulit mendengar di percakapan kelompok dan tempat yang
banyak suara latar yang bising, sulit membedakan bunyi “s” dan “th. Presbikusis
ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat
menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi (Fatimah, 2010).
2.6 Uji Pendengaran Pada Lansia
a. Uji Rinne
Untuk membandingkan hantaran/konduksi suara melalui hantaran tulang
pendengaran dengan hantaran udara. Pemeriksaan ini dilakukan di dalam ruangan yang
tenang dan tidak bising. Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu peneliti akan
menjelaskan prosedur, tujuan, dan manfaat pemeriksaan kepada pasien. Cara
pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian dasar penala diletakkan pada prosesus
mastoideus telinga yang akan diperiksa, jika op tidak mendengar bunyi lagi, penala
dipindahkan ke depan liang telinga ± 2,5 cm dari liang telinga. Pada orang normal,
konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang.Bila ada gangguan
konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara, “begitu konduksi tulang
menghilang, pasien tidak mampu lagi mendengar mekanisme konduksi yang biasa”.Bila
ada gangguan sensori, suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang,
meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk dan segala suara diterima seperti
sangat jauh dan lemah.
b. Uji Weber
Untuk mengetahui aliran udara melalui tulang, serta membandingkan hantaran
tulang telinga kiri dengan telinga kanan dengan cara meletakkan garpu tala yang sudah
dibunyikan pada bagian tengah dahi pasien.Pemeriksaan dilakukan di dalam ruangan
yang tenang, nyaman, dan tidak bising. Setelah peneliti menjelaskan tentang
pemeriksaan, manfaat, dan tujuannya, peneliti langsung memulai tindakan.Cara
pemeriksaan: garpu penala digetarkan dan ditaruh di verteks,kemudian dibandingkan
pendengaran telinga kanan dan kiri. Pasien diminta mendengarkan dan menentukan pada
telinga mana terdengar bunyi yang lebih keras.
Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama/seimbang (tidak ada
lateralisasi). Bila ada gangguan konduksi, tejadi lateralisasi kearah telinga yang sakit.Bila
ada gangguan sensori, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat. Hasil dinyatakan sebagai
lateralisasi ke kanan/ke kiri atau lateralisasi negatif (-).
c. Uji Schwabach
Untuk mengetahui hantaran melalui tulang, dengan membandingkan antara
pendengaran orang sakit/pasien dan pendengaran pemeriksa yang pendengarannya
normal. Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian ditempelkan pada tulang
mastoid penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar lagi, garputala tersebut segera
dipindahkan ke mastoid pemeriksa. Hasil pemeriksaan schwabach dinyatakan normal
apabila hantaran tulang telinga penderita sama dengan hantaran tulang pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengar, maka penderita mengalami tuli sensori (memendek). Bila
hantaran tulang telinga penderita lebih besar dari hantaran telinga pemeriksa, maka
penderita mengalami tuli konduktif (memanjang).
2.7 Klasifikasi Gangguan Pendengaran
a. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius,
membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan
pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans,
yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang
telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.
b. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising,
prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan komplikasi
aterosklerosis.
c. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat simetris,
dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
1. Presbiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis.
Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan apakah gangguan
pendengaran yang timbul berupa gangguan atas frekwensi pembicaraan atau pengertian
kata-kata.
2. Prebiakusis Strial
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari kohlea.
Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda disbanding jenis lain.
3. Prebiakusis Konduktif Kohlear
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis kohlea
sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.
d. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa
terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu malam atau
ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter
saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.
e. Persepsi Pendengaran Abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa
suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras. Tingkat suara bicara yang
pada orang normal terdengar biasa, pada penderita tersebut menjadi sangat mengganggu.
f. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara
Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara,
terutama dalam lingkungan yang agak bising.
2.8 Etiologi
Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Internal
Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan
vascularisasidari reseptor neuro sensorik mungkin juga mengalami gangguan.
Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat
lanjutnya usia
2. Eksternal
Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi paska radang

2.9 Tanda Dan Gejala


1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua
telinga dantidak disadari oleh penderita
2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk mengerti
pembicaraan
3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di tempat
dengan latar belakang suara yang ramai
4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah didengar daripada
suaraberfrekuensi tinggi
5. Bila intensitas suara ditingikan akan timbul rasa nyeri di telinga
6. Telinga terdengar berdenging (tinnitus)

2.10 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:
1. kurangi paparan terhadap bising
2. Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
3. Gunakan alat bantu dengar
4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir
dan latihan mendengar
5. Berbicaralah kepada penderita presbikusis dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan
terapi yang tepat bagi mereka, diharapkan kita dapat membantu mengatasi
masalah social yang mungkin mereka alami akibat adanya keterbatasan
fungsi pendengaran mereka.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, golongan darah dan lain sebagainya.
- Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama
Klien susah mendengar pesan atau rangsangan suara
- Riwayat kesehatan sekarang
1. Saat sekarang keluarga klien mengatakan susah mendengar pesan atau rangsangan
berupa suara.
2. Ketika berbicara dengan orang lain klien tidak mengerti terhadap pembicaraan.
3. Untuk lebih mengerti, klien sering meminta untuk mengulangi pembicaraan.
4. Keluarga klien mengatakan lebih senang menyendiri dan dengan kesendiriannya itu
klien mengekspresikan kesepian dan keluarga klien mengatakan bahwa klien sering
menarik diri dari lingkungan dan tidak mau tampil bersama anggota keluarga.
5. Untuk mengisi kebosanannya, keluarga klien mengatakan bahwa klien lebih
banyak tidur dan tidak mau melakukan aktivitas apapun.
6. Komunikasi dengan klien sebagian besar berjalan melalui pesan-pesan tertulis.
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit pada sistem pendengaran,
apakah ada kelurga yang menderita DM.
b. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian Daun telinga
- Inspeksi:
1. Kesimetrisan daun telinga (simetris kiri dan kanan)
2. Posisi telinga normal yaitu sebanding dengan titik puncak
3. Penempatan pada lipatan luar mata ( masih terdapat/tampak atau tidak)
4. Terdapat pembengkakan pada Auditorius eksternal atau tidak.
- Palpasi:
1. Apakan terdapat nyeri raba
2. Apakah ada pembengkakan
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi tulang
pendengaran bagian dalam.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran.
3. Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dengan lingkungan.
3.3 Intervensi keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi tulang
pendengaran bagian dalam
Tujuan : komunikasi verbal klien berjalan dengan baik
Kriteria Hasil Dalam 1 hari klien dapat :
1. Menerima pesan melalui metode alternatif
2. Mengerti apa yang diungkapkan
3. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi
4. Menggunakan alat bantu dengar dengan cara yang tepat
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pesan
2. Periksa apakah ada serumen yang mengganggu pendengaran
3. Bicara dengan pelan dan jelas
4. Gunakan alat tulis pada waktu menyampaikan pesan
5. Beri dan ajarkan klien pada penggunaan alat bantu dengar
6. Pastikan alat bantu dengar dapat berfungsi dengan baik
7. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan telinga
b. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran.
Tujuan : klien dapat menerima keadaan dirinya
Kriteria Hasil Secara bertahap klien dapat :
1. Mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri
2. Berhubungan sosial dengan orang lain
3. Mendapat dukungan keluarga mengembangkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain
4. Membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab klien
tidak mau bergaul atau menarik diri
3. Bina hubungan saling percaya dengan klien
4. Anjurkan anggota keluarga untuk secar rutin dan bergantian mengunjungi
klien
5. Beri reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
6. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip hubungan
terpeutik.
c. Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dengan lingkungan.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas tanpa kesulitan
Kriteria Hasil Secara bertahap klien dapat :
1. Menceritakan perasaan-perasaan bosan
2. Melaporkan adanya peningkatan dalam aktivitas yang menyenangkan.
3. Menceritakan metode koping terhadap perasaan marah atau depresi yang
disebabkan oleh kebosanan.
Intervensi :
1. Beri motivasi untuk dapat saling berbagi perasaan dan pengalaman
2. Bantu klien untuk mengatasi perasaan marah dari berduka
3. Variasikan rutinitas sehari-hari
4. Libatkkan individu dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
5. Rencanakan suatu aktivitas sehari-hari
6. Beri alat bantu dengar dalam melakukan aktivitas
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan pendengaran adalah salah satu gangguan kesehatan yang umumnya
disebabkan oleh faktor usia atau karena sering terpapar suara yang nyaring/keras.
Pendengaran bisa dikatakan terganggu jika sinyal suara gagal mencapai otak.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan
orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual
menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan
supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu refrensi atau informasi bagi
mahasiswa keperawatan khususnya dan kalangan umum untuk melanjutkan pendidikan
selanjutnya. Mohon maaf bila banyak kekurangan dalam makalah ini dan mohon kritik
dan saran yang membangun

Anda mungkin juga menyukai