Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang yang telah dilampirkan pada BAB II, dapat disimpulkan pasien bahwa
pasien menderita stroke non hemoragik/iskemik.

4.1 Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis, data yang menunjang adalah adanya defisit
neurologis berupa hemiparese sinistra, yang secara tiba-tiba tanpa didahului
trauma, nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan penurunan kesadaran. Hal ini
menunjukan bahwa pasien mengalami masalah di area hemisfer dextra. Dari
anamnesis juga ditemukan faktor resiko dimana pasien suka mengkonsumsi
goring-gorengan dan adanya riwayat keluarga dari ayah dengan hipertesi.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
Kelemahan pada anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior sinistra
1/1/1 dan inferior sinistra 4/4/4). Selain itu, didapatkannya faktor resiko
hipertensi dari ayah pasien dan kebiasaaan pasien mengkonsumsi gorengan.
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab tersering serangan stroke
iskemik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan stroke yang menyerang
pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan darah yang begitu
tinggi hingga dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri. Pemeriksaan
rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel.
Dari pemeriksaan nervus kranialis dalam batas normal yang apabila terdapat
kelainan dapat membantu memperkirakan letak lesi iskemik. Selain itu juga dari
hasil CT-Scan sudah tegak bahwa pasien mengalami stroke infark yang
dikarenakan adanya sumbatan pada otak.
Selain itu, berdasarkan sistem skoring jika tidak ada/ sebelum
dilakukannya CT-scan untuk menegakkan diagnosis, adalah sebagai berikut:
 Skor Gajah Mada: Kesadaran meurun (-), nyeri kepala (-), reflex

27
28

Babinski (-) = Stroke iskemik.


 Skore Siriraj
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran 2 = sopor/koma
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor 0 Lihat hasil CT-Scan
Skor > 1 Perdarahan supratentorial/ hemoragik
Skor < 1 Infark serebri/ iskemik
Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 70) - (3 x 0) – 12 = -5
iskemik/ infark serebri.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan yang
menjadikan diagnose stroke iskemik menjadi lebih tegak dengan ditemukannya
lesi hipodens pada hemisfer cerebri dextra (corona radiata) dengan kesan:
Subacute Thrombolitik Cerebral Infraction di Corona radiata.
Pada pasien ini juga seharusnya dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
terutama untuk melihat hasil hematokrit dan trombositnya. Pada kondisi
penurunan hematokrit dan agregasi trombosit menandakan kondisi viskositas
darah, dimana viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah
ke otak yang tidak lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir
terjadinya iskemik. Pemeriksaan laboratorium darah lainnya adalah pemeriksaan
kadar gula darah untuk mengetahaui kadar gula darah pasien serta pemeriksaan
29

kolesterol yang merupakan salah satu faktor dari terbentuknya thrombus atau
emboli.

4.4 Penatalaksanaan
Pada pasien stroke iskemik penatalaksanan yang dapat di berikan yakni aspilet
yang diperlukan untuk melisiskan thrombus maupun emboli yang menyumbat
pembuluh darah. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada
sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah
kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
mengalami iskemik. Vit B1, B6, dan B12 merupakan neurotropik, dan dapat
mencegah kerusakan neural tube. Selebihnya, jika pasien memiliki faktor resiko
yang lain, maka sebaiknya juga diatasi.

4.5 Problem Rehabilitasi Medik pada pasien ini meliputi:


1. Kelemahan pada anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior
sinistra 1/1/1 dan inferior sinistra 4/4/4)
2. Gangguan ADL (Activity Daily Life) seperti makan dan mandi
3. Kecemasan pasien dan keluarga terhadap penayakit yang diderita pasien

Berdasarkan model rehabitasi The International Classification of Impairments,


Disabilities and Handicaps (ICIDH) problem yang terjadi pada pasien berupa:
- Patologi (penyakit): Pasien menderita stroke iskemik/non hemoragik
- Impairment (gangguan organ atau fungsi organ): hemiparesis sinistra.
- Disability (ketidakmampuan): ketidak sempurnaan dalam berjalan (akibat
hemiparesis) atau ketidakmampuan melakukan perawatan diri sendiri
seperti berpakaian.
- Handicap (keterbatasan dalam peran): tidak dapat bekerja (karena
kesulitan berjalan ke tempat kerja dan melakukan pekerjaan sebelumnya).

Tujuan diberikannya rehabilitasi medis yakni untuk mencegah komplikasi


sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan
penanganan masalah emosional. Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi
potensi perkembangan pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari
30

rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan
psikis biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan
keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.

Evaluasi Penderita Stroke dari Segi Rehabilitasi Medik


Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
Mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus pada:
 Tingkat kesadaran
 Fungsi mental termasuk intelektual.
 Kemampuan bicara.
 Nervus kranialis.
 Pemeriksaan sensorik.
 Pemeriksaan fungsi persepsi.
 Pemeriksaan motorik
 Pemeriksaan gerak sendi.
 Pemeriksaan fungsi vegetatif.
2. Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta
sistem saluran urogenital.
3. Evaluasi kemampuan fungsional
Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci,
kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut
ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga
kebutuhan alat bantu. Berdasarkan pada pada indeks Barthel yang
menyimpulkan penderita Disabilitas sedang
4. Evaluasi psikososial
Mencakup faktor psikologis, dan aktifitas rekreasi, hubungan dengan
keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi
psikososial dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan
suatu hal sederhana yang dapat dipakai untuk penilaian tentang
kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat dan orientasi
31

dengan MMSE (Mini Mental State Examination).

a. Fisioterapi
Terjadinya Kelemahan pada anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas
superior sinistra 1/1/1 dan inferior sinistra 4/4/4) sehingga mengakibatkan
gangguan ambulasi dan mobilisasi. Program yang dapat diberika berupa:
 Proper bed positioning untuk menghidari dari komplikasi sekunder, missal:
decubitus, hand finger syndrome.
- Saat berbaring terlentang: Posisi kepala, leher, dan punggung harus
lurus. Letakkan bantal di bawah lengan yang lumpuh secara hati- hati,
sehigga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan
memutar ke arah luar kepala, siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan. Letakkan pula bantal di bawah paha yang lumpuh dengan
posisi agak memutar ke arah dalam, lutut agak ditengkuk. Tujuannya agar
mempelancar sirkulasi darah pada ekstremitas yang lumpuh.
- Miring ke sisi yang sehat: Bahu yang lumpuh harus menghadap ke
depan, pastikan bahwa bahu penderita tidak memutar secara berlebihan.
Kaki yang lumpuh diletakkan di depan atas, di bawah paha dan tungkai
diganjal dengan bantal, lutut ditekuk.
- Miring ke sisi yang lumpuh: Lengan yang lumpuh menghadap ke depan,
pastikan bahwa bahu penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai
agak ditengkuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang
lumpuh dengan diganjal bantal.

Gambar 4.1 Gambar 4.2


Posisi berbaring terlentang Posisi miring ke sisi
32

Gambar 4.3 Posisi miring ke sisi yang lumpuh

 Terapi modalitas infrared pada ekstremitas superior dan inferior sinistra


untuk mengurangi nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan
aliran darah superfisial.
- Cara kerja: Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri
ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya
infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh.
Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan
pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm.
- Manfaat: Efek-efek fisiologis tersebut berupa mengaktifasi reseptor panas
superfisial di kulit yang akan merubah transmisi atau konduksi saraf
sensoris dalam menghantarkan nyeri sehingga nyeri akan dirasakan
berkurang, pemanasan ini juga akan menyebabkan pelebaran pembuluh
darah (vasodilatasi) dan meningkatkan aliran darah pada daerah tersebut
sehingga akan memberikan oksigen yang cukup pada daerah yang diterapi,
menigkatkan aktifitas enzim-enzim tertentu yang digunakan untuk
metabolisme jaringan dan membuang sisa-sisa metabolisme yang tidak
terpakai sehingga pada akhirnya akan membantu mempercepat proses
penyembuhan jaringan. Terapi pemanasan dengan Infra Red ini juga dapat
memberikan perasaan nyaman dan rileks sehingga dapat mengurangi nyeri
karena ketegangan otot-otot terutama otot-otot yang terletak superfisial,
meningkatkan daya regang atau ekstensibilitas jaringan lunak sekitar sendi
seperti ligamen dan kapsul sendi sehingga dapat meningkatkan luas
pergerakan sendi terutama sendi-sendi yang terletak superfisial seperti
sendi tangan dan kaki.
33

 Latihan LGS pasif pada ekstremitas superior sinistra. Yaitu dimana energy
yang digunakan berasal dari luar. Tujuannya untuk menjaga fisiologis dari
sendi dan jaringan ikat, menjaga kontraktur karena imobilisasi, menjaga
elastisitas sendi, membatu sirkulasi dan vascular dynamic, membantu
pergerakan cairan, mengurangi nyeri. Dapat dilakukan dengan penolong atau
keluarga dengan cara:
- Gerakan Menekuk Dan Meluruskan Sendi Bahu: Tangan satu
penolong memegang siku, tangan lainnya memegang lengan, luruskan
siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap lurus.

Gambar 4.4 Menekuk dan Meluruskan Bahu


- Gerakan Menekuk Dan Meluruskan Siku: Pegang lengan atas dengan
tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan siku.

Gambar 4.5 Menekuk dan Meluruskan Siku


- Gerakan Memutar Pergelangan Tangan: Pegang lengan bawah dengan
tangan satu, tangan lainnya menggenggam telapan tangan pasien, putar
pergelangan tangan pasien kearah luar (terlentang) dan ke arah dalam
(telungkup).
34

Gambar 4.6 Memutar Pergelangan Tangan


- Gerakan Menekuk Dan Meluruskan Pergelangan Tangan:
Pergelangan lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang
pergelangan tangan pasien, tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke
bawah.

Gambar 4.7 Menekuk dan meluruskan Pergelangan Tangan


- Gerakan Memutar Ibu Jari: Pegang telapak tangan dan keempat jari
dengan tangan satu, tangan lainnya memutar ibu jari tangan, gerakan
menekuk dan meluruskan jari-jari tangan.

Gambar 4.8 Gerakan Memutar Ibu Jari


35

 Latihan LGS aktif pada ekstremitas superior dan inferior dextra, serta,
inferior sinistra. Latihan gerak sendi aktif adalah gerakan sebuah segmen
dimana tenaganya berasal dari kontraksi otot-otot pergerakkan segmen
tersebut. Tujuannya untuk menjaga sifat fisiologis, elastisitas, dan
kontraktilitas dari otot, memberikan sensory feedback dari kontraksi otot,
memberikan stimulus untuk integritas tulang dan jaringan, meningkatkan
koordinasi dan kemampuan motorik yang aktivitas fungsional. Dapat
dilakukan latian sebagai berikut:
- Latihan I: Angkat tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat
ke atas, letakkan kedua tangan di atas kepala, kembalikan tangan ke posisi
semula

Gambar 4.9 Latihan 1


- Latihan II: Angkat tangan yang lumpuh melewati dada kearah tangan
yang sehat, kembali ke posisi semula.

Gambar 4.10 Latihan II


36

- Latihan III: Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat
ke atas, kembali seperti semula.

Gambar 4.11 Latihan III


- Latihan IV: Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan
tangan yang sehat, luruskan siku kemudian angkat ke atas, letakkan
kembali tangan yang lumpuh di tempat tidur.

Gambar 4.12 Latihan 4


- Latihan V: Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan
tangan yang sehat, angkat ke dada, putar pergelangan tangan ke arah
dalam dan ke arah luar.

Gambar 4.13 latihan 5


37

- Latihan VI: tekuk jari-jari yang lumpuh dengan tangan yang sehat,
kemudian luruskan, putar ibu jari yang lemah menggunakan tangan yang
sehat.

Gambar 4.14 Latihan 6

- Latihan VII: Letakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang lumpuh,
turunkan kaki yang sehat, sehingga punggung kaki yang sehat berada di
bawah pergelangan kaki yang lumpuh, angkat kedua kaki ke atas dengan
bantuan kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan.

Gambar 4.15 Latihan 7


- Latihan VII: Angkat kaki lumpuh menggunakan kaki yang sehat ke atas
sekitar 3 cm, ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi,
kemudian ke sisi sebelahnya (sisi satunya), kembali ke posisi semula dan
ulangi lagi.

Gambar 4.16 Latihan 8


38

 Latihan mobilisasi dengan latihan berjalan menggunakan tongkat dan


Latihan naik dan turun tangga tanpa menggunakan tongkat.

Gambar 4.17 Latihan Berjalan & Latihan Naik Turun Tangga


 Latihan transfer dan ambulasi, Tahapan Latihan Berjalan (Gait Training):
1. Pasien belajar dengan berpegangan pada pararel bar atau penunjang lain
saat berjalan.
2. Bila keseimbangan mulai nyata, penderita belajar memindahkan beban
penuh pada ekstremitas yang lebih sakit.
3. Pasien mulai melakukan gerakan jalan ditempat (Gaid drilld) dengan
berdiri ditempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua
tungkai.
4. Setelah jalan ditempat dengan keseimbangan mantap, pasien mulai jalan
maju di pararel bar untuk membantu pola respirokal yang baik.
5. Mulai memakai tongkat kaki empat yang lebih stabil.
6. Akhirnya memakai tongkat biasa.
7. Belajar menaiki tangga dan ramp (tanjakan)

b. Terapi Okupasi
Evaluasi adanya kelemahan pada ekstremitas superior sinistra 1/1/1 dan
inferior sinistra 4/4/4, dapat mempengaruhi kegiaatan sehari-hari pasien. Maka
terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi
masalah-masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing-
masing. Dari hasil Indeks Barthel pasien didapatkan sebagai berikut:
39

Aktivitas Tingkat kemandirian (N) Nilai


Bladder Kontinensia, tanpa memakai alat bantu 10 10
Kadang-kadang ngompol 5
Inkontinensia urin 0
Bowel Kontinensia, suppositoria tanpa dibantu 10 5
Dibantu 5
Inkontinensia alvi 0
Toilet Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan 10 5
dubur tidak mengotori baju), boleh
berpegangan pada dinding, benda, memakai
bed pan.
Dibantu hanya salah satu kegiatan diatas 5
Dibantu 0
Kebersihan diri Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, hias, 5 0
gosok gigi, termasuk alat-alat tersebut
Dibantu
0
Berpakaian Tanpa dibantu 10 5
Dibantu 5
Makan Tanpa dibantu 10 5
Memakai alat makan, dibantu sebagian 5
Dibantu 0
Transfer/berpin Tanpa dibantu berpindah 15 5
dah Bantuan minor secara fisik atau verbal 10
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk 5
dengan tanpa dibantu
Tidak dapat duduk/berpindah 0
Mobilitas Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan 15 15
alat bantu kecuali rolling walker, Berjalan
tanpa dibantu 10
Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda 5
dengan dibantu
Immobile 0
Naik turun Tanpa dibantu 10 5
tangga Dibantu secara fisik/verbal 5
Tidak dapat 0
Mandi Tanpa dibantu 5 0
Dibantu 0
Total 100 55
Keterangan :
- 0-20 : Ketergantungan total - 25-45 : Disabilitas berat
- 50-75 : Disabilitas sedang - 80-95 : Disabilitas ringan
- 100 : Mandiri
Hasil interpretasi: Pasien Disabilitas Sedang
40

Sehigga perlunya terapi okupasi pada pasien, berupa latihan dengan


melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari/AKS (seperti makan, minum, toileting,
berpakaian, menulis, dan lain-lain). Contoh yang dapat dilakukan:
 Saat Berpakaian
- Masukkan terlebih dahulu lengan yang lemah ke dalam lengan baju.
- Tarik lengan baju ke atas sampai bahu.
- Putar baju ke arah lengan yang sehat
- Masukkan tangan yang sehat ke lengan baju lainnya.

Gambar 4.18 Latihan Berpakaian Sendri


 Cara Menggunakan Celana
- Masukkan kaki yang lemah terlebih dahulu ke dalam celana
- Kemudian masukkan kaki yang sehat ke dalam celana.
- Jika keseimbangan pasien telah bagus, celana langsung di tarik ke atas
- Jika keseimbangan belum pulih, pasien berbaring dahulu, baru celana
di tarik ke atas secara bergantian.

Gamabar 4.19 Latihan Menggunakan Celana


41

c. Terapi Ortotik
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Pada penderita stroke dapat
digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi
penderita. Karena adanya gangguan saat berjalan pasien dapat digunakan alat
bantu seperti tripod, untuk mempermudah saat pasien berjalan dan mencegah
pasien terjatuh saat berjalan. Untuk mencegah terjadinya hand finger sindrom
dapat diberikan hand sling agar lengan sejajar dengan jatung untuk mempermudah
sirkulasi darah dan pergerakan cairan.

d. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat
penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.8
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderita demi menghadapi
masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan dengan penyakit
dan penderita.
Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita
tidak cemas dengan sakitnya. Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan
tekun dalam menjalankan terapi. Pemeriksaan Status Mini Mental State (MMSE)
Aspek Pemeriksaan Normal =
Nilai
Kognitif Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa
5
?
Kita dimana ? (negara, propinsi, kota, rumah) 5
Registrasi
Sebutkan 3 objek. Tiap 1 objek 1 detik, pasien disuruh
mengulang nama objek tadi. Nilai satu untuk tiap 3
nama objek yang benar.
42

Perhatian Pengurangan 100 dengan 7 terus menerus. Nilai 1


dan untuk tiap jawaban yang benar, hentikan setelah 5
kalkulasi jawaban. Atau eja terbalik kata “WAHYU”. Nilai
5
diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan,
mis. “UYAHW” (nilai 2), bila dieja secara terbalik
benar semua “UYHAW” nlai (5)
Mengenal
kembali Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas 3

Bahasa pasien disuruh menyebut pensil, arloji 2


Pasien disuruh untuk mengulang; tanpa bila dan atau
1
tetapi
Pasien mengikuti perintah “ambil kertas itu dengan
tangan kanan Anda, lipatlah menjadi dua, letakkan di 3
lantai”
Pasien disuruh membaca dan mengikuti perintah
1
“PEJAMKAN MATA ANDA”
Pasien disuruh menulis secara spontan dibawah ini 1
Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini

Total 30

Penilaian :
<24  dianggap terdapat gangguan kognitif
>24  dianggap tidak terdapat gangguan kognitif

e. Sosial Medik dan Vokasional


Rehabilitasi vokasional merupakan upaya pembinaan yang bertujuan agar
penderita cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan ini didasari kepada kepercayaan bahwa
dengan memberinya pekerjaan akan menghasilkan kreatifitas kepuasan dalam
berhubungan sosial dengan orang lain, meningkatkan kebanggakan dalam
menyelesaikan tugas dan harga diri. Sebelum mengikuti terapi ini biasanya pasien
dilakukan test sikap ketrampilan, minat, kemudian diminta mengobservasi dan
mencoba salah satu jenis pekerjaan yang diminati, kemudian dinilai kembali
untuk diberikan terapi. Penderita tinggal di rumah permanen dengan anak-anak,
43

biaya perawatan di RS ditanggung BPJS. Program yang diakukan dengan


mengedukasi keluarga penderita agar dapat memperhatikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perawatan penderita dan modifikasi lingkungan tempat
tinggal penderita, seperti lantai kamar mandi menggunakan material yang
bertekstur (tidak licin), terdapat pegangan pada kamar mandi (railing besi) dan
tempatkan kebutuhan alat mandi yang terjangkau oleh pengguna serta cukup
penerangan.

3.6 Follow Up
Dari hasil follow up, walaupun belum didapatkan perbaikan yang siknifikan.
Namun pasien sudah mulai menunjukkan berbaikan dimana pasien sudah mulai
dapan menggeser tangan kirinya. Selain itu, factor resiko yang menjuru kea rah
stroke juga perlu dihindari oleh pasien. Fisioterapi perlu dilakukan pada
pasien agar fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan mendekati
normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas sehari-harinya
mengingat pasien masih dalam usia produktif. Dan perlunya meningkatkan
semangat pasien dalam melakukan rehabilitasi.

3.7 Prognosis
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan
pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk
prognosis ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari
ketelatenan pasien dalam menjalani fisioterapi. Kecenderungan bonam
dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga pengembalian fungsi
diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia ad
bonam dikarenakan factor resiko yang minimal pada pasien ini serta butuh
kesadaran dan perhatian dari pasien untuk mengontrolnya.

Anda mungkin juga menyukai