Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
a. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2013).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis.Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini
kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis
paru/TB Paru (Indriani et al., 2011).Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
pada saat penderita batuk.Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan
menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid,
2012).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2011 ).

1
b. Klasifikasi penyakit dan tipe pasien
Menurut Bahar (2011), padaAmerican Thoracic Society memberikan
klasifikasi baru Tuberculosis yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat
yaitu :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes
tuberculin negatif.
2. Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberrkulit positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan terasa sakit.

Menurut Depkes (2011), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:


1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2
b) Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )

3
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.

c. Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran 1 - 4/ μm dan tebal 0,3 - 0,6/ μm. Sebagian
kuman terdiri atas lemak ( lipid). Lemak inilah yang membuat kuman tahan asam
dan lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia, kuman juga mampu hidup
dalam udara kering maupun dingin , bahkan bias bertahan hidup bertahun- tahun
dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat
lain dari kuman ini adalah aerob, sehingga kuman ini hidup pada jaringan yang
kaya oksigen. Dimana bagian apical paru- paru merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis paru ( Suyono, 2011 ).

d. Tanda dan gejala


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

4
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat

5
pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

e. Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi
DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak
tahun 2015 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.Kegelisahan
global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia,
penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang
tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 2015, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta
penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 2015).Di negara-negara
berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian,
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di
negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada
semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan
kematian sekitar 140.000.secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

f. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis

6
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses
ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau

7
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ
tubuh.

8
9
g. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2013) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

h. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis TB menurut Depkes (2012):
1.Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

10
2.Diagnosis TB ekstra paru.
 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
 Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.

Diagnosis TB menurutAsril Bahar (2012):


1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi.

11
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteria patogen lainnya.

i. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)

12
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4.Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
a) Kategori Anak: 2HRZ/4HR

13
b) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d) Paket Kombipak, Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket,
yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
e) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

II. ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.

14
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas

15
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.

16
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
b. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental,kelemahan upaya batuk buruk
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkansekret
tanpa bantuan
Intervensi
a) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama,
dankelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkanatelektasis,
ronchi, mengi menunjukkan akumulasisekret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalannnafas yang dapat menimbulkan penggunaan
ototakseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.

17
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif,
catatkarakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputumberdarah
kental/darah cerah (misal efek infeksi, atautidak kuatnya hidrasi).
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru
danmenurunkan upaya pernafasan.
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuaikeperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapatdiperlukan
bila pasien tidak mampu mengeluarkansekret.
e) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecualikontra
indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untukmengencerkan
sekret, membantu untuk mudahdikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembaliaktif
KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman danpernafasan
normal
Intervensi:
a) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot
aksesoris,catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadipeningkatan
kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
b) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulent
diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
c) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)

18
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimalupaya
batuk untuk memobilisasi dan membuangsekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efekparu, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
Tujuan : tidak ada tanda-tanda dyspnea
KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkanperbaikan
ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalamrentang normal,
bebes dari gejala, distres pernafasan.
Intervensi:
a) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi
nafas,peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding
dadadan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagiankecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus luasnekrosis effure pleural
untuk fibrosis luas.
b) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan padawarna
kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapatmengganggu
O2 organ vital dan jaringan.
c) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi,khususnya
untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegahkolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru danmenghilangkan atau menurunkan
nafas pendek.
d) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas
pasiensesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selamaperiode
penurunan pernafasan dapat menurunkanberatnya gejala.
e) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberianoksigen

19
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa,
membantupengenceran sekret.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal (360 C - 370C)
Intervensi dan rasional :
a) Pantau suhu tubuh
Rasional : Sebagai indikator untk mengetahui status hipertermi
b) Anjurkan untuk mempertahanan masukan cairan adekuat untuk
mencegah dehidrasi
Rasional : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasiyang
memicu timbulnya dehidrasi
c) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : Menghambat pusat simpatis dan hipotalamus
sehinggaterjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar
keringatuntuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d) Anjurkan pasin untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : Kondisi kulityang mengalami lembab memicutimbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan mngurangi kenyamanan pasien
e) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Mengurangi panas dengan farmakologis
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengankelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan
danmelakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
Intervensi dan rasional:
a) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit,
beratbadan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual
ataumuntah, diare.

20
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalahdan
pilihan intervensi yang tepat
b) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhanpertimbangan
keinginan individu dapat memperbaikimasukan diet.
c) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinanhubungan
dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasiarea
pemecahan masalah untuk meningkatkanpemasukan atau penggunaan
nutrien.
d) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnyabila kebutuhan
meningkat saat demam.
e) Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakanpernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau
obat untuk pengobatan respirasi yang merangsangpusat muntah.
f) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu
ataukebutuhan energi dari makan makanan banyak darimenurunkan
iritasi
g) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuatuntuk kebutuhan metabolik dan diet.
6. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
Intervensi dan rasional:
a) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidurberdasarkan
hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.

21
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiapmalam
nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu
yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikittidur
untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia,waktu tidur.
Total secara umum menurun, khususnya tidur tahapIV dan waktu
tahap meningkat.
b) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan
terang,berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen
danselimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila
perlupastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila
klienmenginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi lingkungan
rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan
inadekuatoksigen untuk aktivitas.
Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
Kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dantidak
kelelahan setelah beraktivitas.
Intervensi dan rasional:
a) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan
oksigen seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badankelebihan,
stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress
menyebabkanvasokastriksi yang meningkatkan beban kerja
jantungdan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan,meningkatkan
tahapan perifer yang juga meningkatkanbeban kerja jantung.
b) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai
peningkatantoleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan

22
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori danfungsi
pernafasan.
c) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat
menghambatpeningkatan aktivitas.
d) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan
aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi
jantung sirkulasi dan status pernafasan setelahberaktivitas.
8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
aturantindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu
interprestasiinformasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang
ada.
Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit tuberculosis
paru.
Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakittuberkulosis
paru.
Intervensi dan rasional:
a) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik
danditingkatkan pada tahapan individu.
b) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk
rujukancontoh: jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien
untukmengingat sejumlah besar informasi pengulanganmenguatkan
belajar.
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkandan
alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obatatau
subtansi lain.

23
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatandan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikankondisi pasien..
d) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya
TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.
e) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularanatau
reaktivitas ulang juga komperkasisehubungan dengan reaktivitas.
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas
ulangberhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan
jaringan,penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.
Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegahatau
menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahanpola hidup.
Intervensi dan rasional:
a) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi '
melaluidroplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunyamematuhi
program pengobatan untuk mencegahpengaktifan berulang atau
komplikasi serta membantupasien atau orang terdekat untuk
mengambil langkahuntuk mencegah infeksi ke orang lain.
b) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota
keluarga,sahabat karib/teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapiobat
untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi
c) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau
isolasipernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien
danmembuang stigma sosial sehubungan dengan penyakitmenular.

24
d) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisudan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai danteknik
mencuci tangan yang tepat, dorong untuk
mengulangidemonstrasi.Rasional : perilaku yang diperlukan untuk
mencegah penyebaran
e) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapiawal,
tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas,sedang resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makansering,
makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya), merendahkan
tahapan terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan,
makanan kecil dapatmeningkatkan pemasukan semua.

25
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2012. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC

Corwin, EJ. 2012. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Tambayong, J. 2015. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai