1. Judul
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Hematologi: Syok
Hipovolemik pada Tn. S di IGD RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.
2. Konsep dasar
a. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi Jantung
2) Sistem Konduksi/Hantaran
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang bisa menghantarkan
listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat khusus yaitu:
1. Otomatisasi:kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan
2. Irama: kemampuan untuk membentuk impuls yang teratur
3. Konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls
4. Rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang
6. Serabut Purkinye
Merupakan ujung dari bundle branch, yang berfungi
menghantarkan impuls menuju ke lapisan subendokard pada kedua
ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti oleh kontraksi
ventrikel. . Sel purkinje mengandung sitoplasma yang besar, sedikit
miofibril, kaya akan mitokondria dan glikogen serta mempunyai 1
atau 2 nukleus yang terletak di sentral. Sel-sel pacemaker di
subendokard ventrikel dapat menghasilkan impuls dengan frekunsi
20-40x/menit.
Normalnya, rangsangan listrik jantung berawal dari SA Node,
rangsangan itu kemudian dihantarkanke seluruh jantung melalui
konduksi tertentu. Dalam kondisi tertentu dapat timbul impuls yang
bukan berasal dari SA node, melainkan dari tempat lain seperti atium
maupun dari ventrikel. Bila terjadi kegagalan fungsi dari SA Node,
maka sistem lainnya dapat mengambil alih SA node tersebut.
Serat kontraksi merupakan serat silindris yang panjang dan
bercabang. Setiap serat terdiri hanya 1 atau 2 nukleus di sentral. Serat
kontraksi mirip dengan otot lurik karena memilikistria e.
Sarkoplasmanya mengandung banyak mengandung mitokondria yang
besar. Ikatan antara dua serat otot adalah melalui fascia adherens,
macula adherens ( desmosom), dan gap junctions.
3) Cardiac Cycle (Siklus Jantung)
Siklus jantung adalah urutan kejadian dalam satu denyut jantung, siklus
ini terjadi dalam dua fase: diastole dan systole
1. Diastole
Diastole adalah periode istirahat yang mengikuti periode kontraksi
a. Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena cava
superior dan inferior.
b. Darah yang teroksigensi melewati atrium kiri melalui vena
pulmonal
c. Kedua ktup atrioventrikular (tricuspidalis dan
mitralis)tertutup dan darah dicegah untuk memasuki atrium.
d. Katup pulmonalis dan aorta tertutup, mencegah kembalinya
darah dari arteria pulmonalis kedalam ventrikel kanan dan
dari aorta ke ventrikel kiri
e. Dengan bertambah banyaknya darah yang memasuki kedua
atrium, tekanan didalamnya meningkat dan ketika tekanan di
dalam atrium lebih besar dari ventrikel, katup AV terbuka dan
darah mulai mengalir dari atrium ke ventrikel
2. Systole
Systole adalah periode kontraksi otot. Berlangsung selama 0,3 detik
a. Dirangsang oleh nodus SA, dinding atrium berkontraksi,
memeras sisa darah dari atrium kedalam ventrikel.
b. Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan
kemudian mulai berkontraksi
c. Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atrium
katup AV menutup, Chordae tendineae mencegah katup
terdorong ke dalam atrium.
d. Ventrikel terus berkontraksi. Katup pulmonalis dan aorta
membuka akibat peningkatan tekanan ini
e. Darah menyembur keluar dari ventrikel kanan ke arteria
pulmonalis an darah dari ventrikel kiri menyembur kedalam
aorta
f. Kontraksi otot kemudia berhenti, dan dengan dimulainya
relaksasi otot, siklus baru dimulai.
1. Pembuluh darah
Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi yang mengangkut
darah ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri
yang berfungsi membawa darah dari jantung, kapiler yang berfungsi
sebagai tempat pertukaran sebenarnya air dan bahan kimia antara
darah dan jaringan dan vena, yang membawa darah dari kapiler
kembali ke jantung.
a. Pembuluh nadi (Arteri)
Pembuluh nadi atau arteri adalah pembuluh darah berotot
yang membawa darah dari jantung. Fungsi ini bertolak belakang
dengan fungsi pembuluh balik yang membawa darah menuju
jantung.
Sistem pembuluh nadi memiliki bagian tekanan yang
tinggi pada sistem sirkulasi. Tekanan darah biasanya
menunjukkan tekanan pada pembuluh nadi utama. Tekanan pada
saat jantung mengembang dan darah masuk ke jantung disebut
diastol. Tekanan sistol berarti tekanan darah saat jantung
berkontraksi dan daeah keluar jantung. Tekanan darah ini dapat
dikur dengan tensimeter atau sfigmomanometer.
1) Anatomi dinding pembuluh arteri.
Lapisan terluar disebut tunika adventitia yang tersusun dari
jaringan penyambung. Di lapisan selanjutnya terdapat tunika
media yang tersusun atas otot polos dan jaringan elastis.
Lapisan terdalam adalah tunika intima yang tersusun atas sel
endothelial. Darah mengalir di dalam lumen.
c. Pembuluh kapiler
Pembuluh ini bukan pembuluh nadi sesungguhnya. Di
sinilah terjadinya pertukaran zat yang menjadi fungsi utama
sistem sirkulasi. Pembuluh kapiler adalah pembuluh yang
menghubungkan cabang-cabang pembuluh nadi dan cabang-
cabang pembuluh balik yang terkecil dengan sel-sel tubuh.
Pembuluh nadi dan pembuluh balik itu bercabang-cabang, dan
ukuran cabang-cabang pembuluh itu semakin jauh dari jantung
semakin kecil. Pembuluh kapiler sangat halus dan berdinding
tipis.
c. Etiologi
1) Absolut
a) kehilangan darah dan seluruh komponennya
trauma
pembedahan
perdarahan gastrointestinal
b) kehilangan plasma
luka bakar
lesi luas
c) kehilangan cairantubuh lain
muntah hebat
diare berat
diuresis massive
2) Relatif
a) kehilangan integritas pembuluh darah
Ruptur limpa
Fraktur tulang panjang Atau pelvis
Pankreatitis hemoragi
Hemothorax / hemoperitoneum
Diseksi arteri
b) peningkatan permeabilitas
membran kapiler
sepsis
anaphylaxis
luka bakar
c) penurunan tekanan osmotik koloid
pengeluaran sodium hebat
hypopituitarism
cirrhosis
obstruksi intestinal
d. Klasifikasi
1. Kehilangan cairan
2. Perdarahan
Syok yang diakibatkan oleh perdarahan dapat dibagai dalam beberapa
kelas:
Variabel Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Sistolik >110 >100 >90 <90
(mmHg)
Nadi (x/mnt) <100 >100 >120 >140
Napas (x/mnt) 16 16-20 21-26 >26
Mental Anxious Agitated Confused Lethargic
Kehilangan <750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml
darah
Persentase <15% 15-30% 30-40% >40%
f. Komplikasi
1) Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2) Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3) DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.
4) Syok yang berat dapat berujung pada kematian.
g. Patofisiologi
1) Narasi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin. Sistem hematologi
berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet
diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan
membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh
darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan
penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan
menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di
arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal).
Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya
akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati.
Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu
perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan
akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor).
Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air
dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung
Henle.
2) Skema
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC,
yaitu pada airway dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat. Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan
untuk mempertahankan saturasi oksigen di atas 95%. Pada circulation, hal
utama yang perlu diperhatikan adalah kontrol perdarahan yang terlihat,
lakukan akses intravena, dan nilai perfusi jaringan (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2008)
Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena
ukuran besar (minimal nomor 16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk
intravena perifer pada orang dewasa adalah vena di lengan bawah atau
kubiti. Namun, bila keadaan tidak memungkinkan pada pembuluh darah
perifer, maka dapat digunakan pembuluh darah sentral. Bila kaketer
intravena sudah terpasang, contoh darah diambil untuk pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch,pemeriksaan laboratorium yang sesuai, dan
tes kehamilan pada semua wanita usia subur. (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008)
Setelah akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi
cairan. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang
hilang dan mengembalikan perfusi organ (Kelley, 2005). Tahap awal terapi
dilakukan dengan memberikan bolus cairan secepatnya. Dosis umumnya 1-2
liter untuk dewasa. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Pemberian cairan terus dilanjutkan
bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamik (Hardisman,
2013).
Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit
diprediksi dalam evaluasi awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi
panduan untuk menentukan kehilangan volume darah yang harus digantikan.
Adalah sangat penting untuk menilai respon pasien terhadap resusitasi cairan
dengan adanya bukti perfusi dan oksigenasi yang adekuat, yaitu produksi
urin, tingkat kesadaran, dan perfusi perifer serta kembalinya tekanan darah
yang normal (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda
hemodinamik, maka dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah
(Harisman, 2013). Tujuan utama transfusi darah adalah untuk
mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam intravaskular (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Untuk melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan
perdarahan, kemampuan kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika
pasien sampai di IGD dengan derajat syok yang berat dan golongan darah
spesifik tidak tersedia, maka dapat diberikan tranfusi darah dengan golongan
O. Golongan darah spesifik biasanya dapat tersedia dalam waktu 10-15menit
(Kelley, 2005).
Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok
hipovolemik. Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif
dari perfusi ginjal karena menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat.
Jumlah produksi urin yang normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Defisit basa juga dapat digunakan untuk evaluasi resusitasi, prediksi
morbiditas serta mortalitas pada pasien syok hipovolemik (Privette dan
Dicker, 2013).
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Sel Darahh Putih : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik
karena hemokonsentrasi. Leukopenia ( penurunan SDP ) terjadi
sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis ( 15.000 30.000 )
dengan peningkatan pita ( berpiondah ke kiri ) yang mempublikasikan
produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
2) Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi
ginjal.
3) Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (
trombositopenia ) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT
mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin / status syok.
4) Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
5) Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
6) BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
7) GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
8) Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
9) Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvi
10) EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.
3. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Primary survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda
vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin
dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan.
a) Airway dan breathing prioritas pertama adalah menjamin airway
yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi.
Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 95%.
b) Sirkulasi kontrol perdarahan termasuk dalam prioritas adalah
mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses
intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan
dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment)
dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang
pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu
resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan
jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan
operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
c) disability pemeriksaan neurologi dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan
mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi
sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial
tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
d) Exposure pemeriksaan lengkap setelah mengurus prioritas-
prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai
bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat
penting mencegah hipotermia.
e) Dilasi lambung dikompresi. Dilatasi lambung sering kali terjadi
pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus
yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi
sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan
dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung
atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan
isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih
mungkin terjadi aspirasi.
f) Pemasangan kateter urin Katerisasi kandung kenving memudahkan
penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi
ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau
prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada
laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter
uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang
utuh.
2) Secondary survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral
kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan terbesar dengan cepat. Tempat yang terbaik untuk jalur intravena
bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan
bawah.
Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka
digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau
vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik
seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki,
tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral
didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna
atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita
sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau
diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu
pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah
tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-
osseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor
penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah
pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk
jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak
haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
3) Tertiary survey
4) Pemeriksaan
a) Data Umum Klien, berisi data-data umum tentang pasien
misalnya nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk RS
b) Pengkajian Primer
a. Airway, kaji kepatenan jalan nafas klien, adanya sumbatan
atau obstruksi, serta kaji bunyi nafas tambahan
b. Breathing, kaji pola nafas klien, frekuensi pernafasan,
pergerakan dada klien, bentuk dada, atau adanya bantuan
pernafasan
c. Circulation, kaji tanda-tanda vital klien, adanya akral
dingin dan kaji Capillary Refill Time (CRT)
d. Disability, kaji adanya penurunan tingkat kesadaran,
adanya ganggun verbal, motorik dan sesorik serta refleks
pupil.
c) Pengkajian Sekunder (13 Domain NANDA)
a. Promosi Kesehatan, kaji kesehatan umum klien, alasan
masuk rumah sakit, dan riwayat keluhan utama klien,
riwayat penyakit masa lalu, riwayat pengobatan masa lalu,
kemampuan mengontrol kesehatan, faktor sosial ekonomi
yang berpengaruh terhadap kesehatan, riwayat pengobatan
sekarang.
b. Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (Tinggi
badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
lengan atas,Indeks Massa Tubuh), Biochemical (data
laboratorium yang abnormal), Clinical (tanda-tanda klinis
integumen, anemia), Diet (meliputi jenis, frekuensi, nafsu
terhadap makanan yang diberikan selama di RS), Energi
(kemampuan beraktivitas selama dirawat), Factor
(penyebab masalah), Penilaian Status Gizi, pola asupan
cairan, jumlah intake dan output, penilaian status cairan
(balance cairan), pemeriksaan abdomen.
c. Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat
kandung kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem
gastrointestinal (konstipasi dan faktor penyebab, pola
eliminasi)
d. Aktivitas dan Istirahat, mengkaji kebutuhan istirahat/tidur,
aktivitas, respons jantung, pulmonary respon, sirkulasi,
riwayat hipertensi, kelainan katup, bedah jantung,
endokarditis, anemia, septik syok, bengkak pada kaki,
asites, takikardi, disritmia, atrial fibrilasi, prematur
ventricular contraction, bunyi S3 gallop, adanya bunyi CA,
adanya sistolik atau diastolik, murmur, peningkatan JVP,
adanya nyeri dada, sianosis, pucat,ronchi, hepatomegali
e. Persepsi dan Kognisi, mengkaji orientasi klien, sensasi dan
persepsi, kemampuan komunikasi
f. Persepsi diri
g. Peranan Hubungan (Role Relationship) mengkaji pola
interaksi dengan orang lain atau kedekatan dengan anggota
keluarga atau orang terdekat
h. Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah
atau disfungsi seksual
i. Mekanisme Koping/ Toleransi Stress
j. Nilai-Nilai Kepercayaan
k. Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autoimmune,
tanda-tanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/
komplikasi (akibat tirah baring, proses perawatan, jatuh,
obat-obat, penatalaksanaan)
l. Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang diarasakan
(PQRST), rasa tidak nyaman lainnya serta gejala-gejala
yang menyertai
m. Pertumbuhan dan Perkembangan
b. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
3) Perubahan perfusi jaringan (kardiopulmonal, serebral, perifer)
berhubungan dengan penurunan curah jantung
4) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
permeabelitas kapiler pulmonal
d. Evaluasi
Adapun evaluasi yang dapat diharapkan setelah memberikan Asuhan
Keperawatan pada pasien syok hipovelemik adalah sebagai berikut :
1) Kekurangan volume cairan teratasi
2) Penurunan curah jantung teratasi
3) Perfusi jaringan tidak efektif teratasi
4) Gangguan pertukaran gas teratasi
4. Daftar Pustaka
Amin huda nurafif dan Hardhi kusuma. Aplikasi NANDA NIC-NOC jilid 2.
Yogyakarta: MediAction
. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC.
2002
Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, alih bahasa:
Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta.
Doenges Marilynn E, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Jakarta.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasib2012
2014 . Jakarta : ECG
Johnson & Mass,1997, Nursing Outcomes Classifications, Second edition, By
Mosby-Year book.inc, Newyork
McCloskey & Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi,
By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Rab, tabrani. 2000. Pengatasan Shock. Jakarta. EGC.
Wilkinson, J.M.,Nancy R. Ahern.2012.Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Asuhan keperawatan pada pasien shock hypovolemik, Diupload 25 juni
2017.darurat/_asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_shock_hypovolemi
k.pdf
Syok Hipovolemik. http://forum.blogbeken.com/kedokteran/syok-hipovolemik/.
Diupload 25 juni 2017