Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN TANAH

PEMERIKSAAN PARASITOLOGI PADA TANAH

Dosenpembimbing :
Syarifudin A, S.KM, MS
DisusunOleh :
Kelompok 4
TandaTangan
NamaPraktikan NIM TanggalKumpul
Praktikan Pembimbing
AULIA
P07133116008
RAHMI
EGA
P07133116010
OKTAVIA
GUSTI NIA A.
P07133116011
W
MAUDIA
P07133116018
RAHMAH
MONIDA
P07133116022
ASTIKA
M. WILDAN P07133116024
NOR
P07133116029
CAMELIA
NURUL
P07133116032
FITRIA
REZA
P07133116035
PRATAMA
RIZKY AULIA P07133116038

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BAJARMASIN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIII TINGKAT 2
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan
praktikum dan menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan
resmi praktikum PenyehatanTanah. Laporan yang kami susun dengan sistematis
dan sebaik mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah Penyehatan
Tanah.
Dengan terselesainya laporan resmi praktikum ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan laporan ini, khususnya kepada :

1. Syarifudin A, S.KM, MS
2. Budiyanti Mulyaningsih, S.Si., M.Sc
3. Serta teman-teman yang saling membantu dalam menyelesaikan laporan
resmi praktikum ini.
Demikian laporan yang kami buat, mohon kritik dan sarannya atas
kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan bagi kami selaku penulis.

Banjarbaru, 09 Oktober 2017

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. LatarBelakang........................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................... 2
C. Manfaat ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
A. Parasit ....................................................................................... 3
B. Tanah ........................................................................................ 3
C. Soil Transmittes Helminths ...................................................... 4
D. Jenis Soil Transmittes Helminths ............................................. 4
E. Metode Pemeriksaan ................................................................ 13

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN .................................................... 14


A. Waktu dan tempat Pelaksanaan ................................................ 14
B. Alat dan Bahan ......................................................................... 14
C. Uraian Kegiatan ........................................................................ 15
BAB IV HASIL PEMBAHASAN ............................................................... 17
A. Hasil .......................................................................................... 17
B. Pembahasan .............................................................................. 17
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 18
A. Kesimpulan ............................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ..................................................... 14

iii
DAFTAR LAMPIRAN
Foto Kegiatan ...................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-
komponen padat, cairan, dan gas, mempunyai sifat serta prilaku yang
dinamik. Sifat dinamik tanah tersebut karena tanah merupakan system yang
terbuka dengan terjadinya proses pertukaran bahan dan energy secara
berkesinambungan.
Komposisi tanah sangat bervariasi tergantung sifat-sifat tanah seperti
pH, tekstur tanah, komposisi mineral, aktivitas mikroorganisme di dalamnya
dan kelembaban. Mikroorganisme yang berada di tanah termasuk parasit
Nematodausus stadium telur seperti Enterobiusvermicularis, Trichuris
trichiura, Ancylostomaduodenale, Necatoramericanus dan
Strongyloidesstercoralis merupakan cacing Nematodausus yang hidup parasit
pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di
tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara : yaitu langsung, tak langsung,
dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti
cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah
thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus,
disentriterus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas.Diagnosis
dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada
cacing Nematodaususada beberapa spesies yang menginfeksi manusiam
aupun hewan.Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-
sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi manusia
karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan
cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut
termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides,
T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang
mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati
siklus paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala

1
2

klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak
enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksiaskariasis yang berat dapat
menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis
berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang
khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing
betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.
Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja
penderita,sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab
karena telur E.vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi
cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub
tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena
kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri.
Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasiyang baik, mengerti cara-cara
hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci
bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah.

B. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui ada tidak nya parasit Nematode usus pada
sampel tanah.

C. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui telur cacing apa yang terdapat pada
sampel tanah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Parasit
Parasit merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya
bergantung pada makhluk lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa
binatang atau manusia. Menurut cara hidupnya, parasit dapat dibedakan
menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah jenis parasit yang
hidup di permukaan luar tubuh, sedangkan endoparasit adalah parasit yang
hidup di dalam organ tubuh inangnya. Parasit yang hidup pada inangnya
dalam satu masa/tahapan pertumbuhannya seluruh masa hidupnya sesuai
masing-masing jenisnya (Oktavia, 2014).

B. Tanah
Tanah merupakan sumber penularan yang paling utama dan terpenting
untuk berbagai parasit. Sebagian besar stadium infektif parasit tedapat di
tanah. Telur yang mengandung larva infektif parasit seperti Ascaris semuanya
terdapat di tanah. Larva infektif berbagai cacing nematoda berbentuk
filariform (cacing strongyloides sp. Atau cacing tambang), bentuk ookista
protozoa parasit seperti Entamoeba, Jodamoeba, dan sebagainya. Semua
bentuk infektif tersebut ditemukan di tanah. Stadium parasit-parasit tersebut
tahan hidup selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, asal keadaan
tanah serasi bagi kelangsungan hidupnya (Oktavia, 2014).
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris Lumbricoides.
Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Cacing jantan berukuran 10-
30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga
usus muda. Seekor cacing betina dapat betina dapat bertelur sebayak 100.000-
200.000 butir sehari, terdiri telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan
oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus

3
4

menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung,


kemudian mengikuti aliran darah ke paru-paru. Larva di paru menembus
dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus,
kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea
penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke esophagus,
lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing
dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur di
perlukan waku kurang lebih 2 bulan. Tanah merupakan sumber penularan
yang paling utama dan terpenting untuk berbagai parasit. Sebagian besar
stadium infektif parasit tedapat di tanah. Telur yang mengandung larva
infektif parasit seperti Ascaris semuanya terdapat di tanah. Larva infektif
berbagai cacing nematoda berbentuk filariform (cacing strongyloides sp. Atau
cacing tambang), bentuk ookista protozoa parasit seperti Entamoeba,
Jodamoeba, dan sebagainya. Semua bentuk infektif tersebut ditemukan di
tanah. Stadium parasit-parasit tersebut tahan hidup selama berminggu-minggu
bahkan berbulan-bulan, asal keadaan tanah serasi bagi kelangsungan
hidupnya (Oktavia, 2014).

C. Soil Transmitted Helminths


Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas
Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak
dengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang
lembab yang terdapat di negara yang beriklim tropis maupun subtropis
(Bethony,et al.2006)

D. Jenis Soil Transmitted Helminths


Menurut Hotez (2006) Soil Transmitted Helminths yang paling sering
menginfeksi adalah cacing gilig/roundworm (Ascaris lumbricoides), cacing
cambuk/whipworm (Trichuris trichiura) dan cacing tambang/anthropophilic
hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan
5

Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang


beriklim dingin (Gandahusada 2006)
a. Ascaris lumbricoides
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides.
Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut askariasis. Prevalensi
askariasis di Indonesia termasuk dalam kategori tinggi yaitu memiliki
frekuensi antara 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah,
di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.
Hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. Di negara-negara tertentu
terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. (Gandahusada 2006)

Menurut Onggowaluyo (2002), cacing dewasa Ascaris


lumbricoides mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda usus
lainnya Bentuk cacing ini adalah silindris (bulat panjang) dengan ujung
anterior lancip.

Cacing betina mempunyai ukuran tubuh lebih besar daripada


cacing jantan. Cacing betina berukuran 22-35 cm sedangkan yang jantan
berukuran 10-30 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat
dan lurus. Tubuhnya berwarna putih hingga kuning kecoklatan dan
diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Pada cacing jantan
ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi
pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm. Tubuh cacing jantan
ini berwarna putih kemerahan (Prasetyo,2003)

a
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa. (a) betina, (b) jantan
6

(http://www.sodiycxacun.web.id/2010/01/ascaris-lumbricoides.html)

Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000


butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang
dibuahi, besarnya ±60x45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal
dengan tiga lapisan dan berisi embrio sedangkan yang tidak dibuahi lebih
besar yaitu berukuran ±90x40 mikron, berbentuk bulat lonjong atau tidak
teratur, dindingnya terdapat dua lapisan dan dalamnya bergranula. Selain
itu terdapat pula telur decorticated, yaitu telur yang tanpa lapisan albumin
atau albuminnya terlepas karena proses mekanik. Dalam lingkungan yang
sesuai (tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu yang berkisar antara 25o-
30oC), telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infeksius dalam
waktu ±3 minggu.

a b
Gambar 2.2 Telur cacing Bentuk infeksius ini bila tertelan manusia maka
akan menetas di usus halus menjadi Ascaris lumbricoides. (a) telur yang
tidak dibuahi,(b) telur yang dibuahi

larva yang akan menembus dinding usus halus dan mengikuti


aliran darah atau saluran (PHIL 411/4821 - CDC/Dr. Mae Melvin) limfe
hingga ke paru dan terus menuju faring. Apabila sudah mancapai faring,
larva ini akan menyebabkan refleks batuk pada penderita sehingga larva
pun akan tertelan dan menuju usus halus kembali. Di usus halus larva
akan menetap hingga menjadi cacing dewasa. Sejak telur infeksius
tertelan hingga cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih
dua bulan. (Gandahusada,2006)
7

b. Trichuris trichiura
Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyebab yang disebabkan
oleh cacing ini disebut trikuriasis. Cacing ini sering ditemukan bersama
dengan Ascaris lumbricoides.

Cacing betina memiliki panjang ±5 cm, sedangkan cacing jantan


±4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5
dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior lebih gemuk. Pada cacing
betina bentuknya membulat tumpul sedangkan pada cacing jantan
melingkar dan terdapat satu spekulum.

a b

Gambar 2.3 Cacing Trichuris trichiura dewasa. (a) betina, (b) jantan

(http://www.An.American.FamilyPhysician)

Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari


antara 300010.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron,
berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan pada kedua
kutub dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang
jernih. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya
jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur
tersebut matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai,
yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh. (Gandahusada,2006 dan
Prasetyo,2003)
8

Gambar 2.4 Telur cacing Trichuris trichiura

(http://i215.photobucket.com/albums/cc182/ovarelac_bucket_photo/Trichu
risova.

Hospes akan terinfeksi apabila hospes menelan telur infeksius


kemudian telur akan menetas dan larva akan masuk ke usus halus.
Setelah menjadi dewasa, cacing akan turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari
telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-
kira 30-90 hari.

c. Hookworm
Terdapat dua spesies hookworm yang sangat sering menginfeksi
manusia yaitu: “The Old World Hookworm” yaitu Ancylostoma
duodenale dan “The New World Hookworm” yaitu Necator americanus
(Qadri,2008)

Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada


zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan,
yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai
(Gandahusada,2006)

Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di rongga


usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus.
Cacing ini berbentuk silindris dan berwarna putih keabuan. Cacing
dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran
9

10 sampai 13 mm. Cacing N.americanusbetina dapat bertelur ±9000


butir/hari sedangkan cacing A.duodenale betina dapat bertelur ±10.000
butir/hari. Bentuk badan N.americanusbiasanya menyerupai huruf S
sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis
cacing ini besar. N.americanusmempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale terdapat dua pasang gigi. Cacing jantan kedua spesies ini
mempunyai bursa kopulatrik pada bagian ekornya dan cacing betina
memiliki ekor yangruncing. (Gandahusada,2006; Prasetyo,2003;
Onggowaluyo,2002)

Gambar 2.5 Cacing Ancylostoma duodenale dewasa

(http://www.An.American.FamilyPhysician.)

Gambar 2.6 Cacing dewasa


Necator americanus
(http://www.An.American.FamilyPhysician.)
10

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila


ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing
tambang. Telur cacing tambang besarnya ±60 x 40 mikron, berbentuk
oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Di dalam telur terdapat 4-8 sel.
Dalam waktu 1-1,5 hari setelah dikeluarkan melalui tinja maka keluarlah
larva rhabditiform. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang
sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka.
Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 600-700
mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari
panjang badan. (Gandahusada 2006; Prasetyo, 2003)

Gambar 2.7 Telur Hookworm

(PHIL 5220 – CDC)

Infeksi terjadi apabila larva filariform menembus kulit. Infeksi


A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform.
11

Gambar 2.8 Larva Hookworm

(PHIL 1513 – CDC/Dr. Mae Melvin)

d. Strongyloides stercoralis
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat
menyebabkan penyakit strongilodiasis. Nematoda ini terutama terdapat di
daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin
jarang ditemukan.

Hanya diketahui cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit


di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus
dan tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.

Cara berkembang biaknya diduga secara parthenogenesis. Telur


bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut
menetas menjadi larva rabtidiform yang masuk ke rongga usus serta
dikeluarkan bersama tinja. Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform
berubah menjadi larva filariform yang berbentuk langsing dan
merupakan bentuk infektif. Larva ini menginfeksi manusia dengan
menembus kulit manusia. Cara menginfeksi ini dinamakan siklus
langsung. (Gandahusada,2006)

Strongyloides stercoralis juga memiliki siklus tidak langsung


dimana larva rabtidiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
cacing betina dalam bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih gemuk dari
bentuk parasitik.
12

Cacing betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran


0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah
spekulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang
akan menetas menjadi larva rabditiform yang beberapa hari kemudian
menjadi larva filariform yang infektif.

Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan


sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk
kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik dengan
iklim lembab. Siklus langsung sering terjadi di negeri-negeri yang lebih
dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit
tersebut. (Gandahusada,2006)

a b

Gambar 2.9 Cacing Strongyloides stercoralis dewasa. (a) jantan(memiliki


spekulum), (b) betina

(http://dpd.cdc.gov/dpdx/html/ImageLibrary/Strongyloidiasis_il.htm)

Gambar 2.10 Larva rabditiform


13

(http://www.wadsworth.org/testing/parasitologyD/Strongyloides.shtml)

E. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode tak langsung
denganteknik sedimentasi (pengendapan). Tanah direndam dengan larutan
NaOH0,2% dan kemudian larutan hasil rendaman disentrifugasi sehingga
didapatkanendapan. Hasil endapan selanjutnya diperiksa di bawah
mikroskop. Pada sampelkubis yang ditemukan adanya telur Soil Transmitted
Helminths (STH), ditentukan jumlah kontaminasi dan jenis telurnya.

 NaOH 0,4% berfungsi untuk pengendapan.


 NaCl jenuh berfungsi untuk pengapungan.
 Aquadest berfungsi untuk pencucian.

Kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara


sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara
sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara
sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih
banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa
menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi.
Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tanah,
namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur
cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi mengendap di dasar lubang. Dan cara
ini juga merupakan cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek
kesalahan teknik. (Nurdyanti, 2014)
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Tabel 3.1 waktu dan tempat praktikum
No Hari/Tanggal Tempat JenisKegiatan
Senin, Pengambilan Sampel
1 09/10/2017 Dikomplek kesehatan Tanah

Senin, Laboratorium Pemeriksaan parasite


2 09/10/2017 Mikrobiologi pada Sampel Tanah
Kesehatan Lingkungan
Sumber :hasilpraktikum di laboratorium

B. Alat dan Bahan


Alat :
 Garfutanah
 Sendok semen
 Spidol
 Thermos
 Alatukur/penggaris
 Sentrifuge
 Tabung (+) rak
 Kacabenda
 Gelasukur 1000 ml
 Batangpengaduk
 Timbangan
 Mikroskop
Bahan :
 LarutanHipoklorid
 Larutan MgSO4

14
15

 Aquades

C. Uraian Kegiatan
1. Pengambilan sampel
 Mempersiapkan alat dan bahan.
 Memilih tanah yang tidak terkena sinar matahari langsung.
 Memilih tanah yang lembab.
 Menyiapkan atau mengukur tanah 40 x 40 cm.
 Membersihkan tanah dari kerikil, daun-daun kering, rumput, dahan-
dahan ataupun benda-benda besar lainnya.
 Mengkerok tanah yang sudah dibersihkan.
 Mengumpulkan tanah ditengah-tengah.
 Mengayak tanah yang telah dikumpulkan.
 Memasukkan tanah kedalam plastik klip.
 Menutup plastik klip yang rapat.
2. Pemeriksaan di laboratorium
 Timbang tanah yang telah disaring sebanyak 5 gram tanah dan
dimasukkan kedalam tabung centrifuge
 Tambahkan 20 ml larutan hipoklorit (larutan bayclin) kedalam tabung
centrifuge yang berisi tanah, aduk hingga tanah terasa halus dan diamkan
selama 1 jam
 Putar pada kecepatan putar 2000 rpm selama 30 menit dan buang cairan
atas
 Kemudian tambahkan aquadest kedalam tabung dan pusing kembali
pada kecepatan putar yang sama, lakukan sebanyak 2 x (pencucian
dengan air)
 Buang cairan atas, dan tambahkan larutan MgSO4 sebanyak 5 ml
 Putar kembali pada kecepatan putar 2.500 rpm selama 5 menit
16

 Tambahkan larutan MgSO4 secara hati-hati hingga permukaan tabung


dan sedikit menggelembung, diamkan beberapa selama beberapa menit
(± 3 menit)
 Secarahati-hati letakkan kaca penutup sampai kontak dengan permukaan
larutan MgSO4 dan diamkan selama 30 menit (jika ada telur dan larva
cacing dalam tanah tersebut maka akan mengapung dan menempel pada
kaca penutup)
 Kemudian angkat kaca penutup secara perlahan keatas dan letakkan kaca
penutup ada kaca benda yang telah diteteskan larutan eosin 1%
 Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran objektif 10 x dan 40 x.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari hasil praktikum pemriksaan parasit usus pada sampel tanah yang
kami ambil di komplek kesehatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin tepatnya
di depan ruang sekre SBH dan didapat hasil yaitu dinyatakan negatif (-)
karena tidak ditemukan telur cacing.

B. Pembahasan
Pada praktikum pemeriksaan prasit pada tanah, jenis tanah yang kami
periksa adalah tanah yang berada di komplek kesehatan tepatnya di depan
halaman ruang Sekre SBH. Dalam praktikum ini tanah yang diperiksa di
rendam dengan larutan MgSO4. Dari hasil yang kami dapatkan setelah
melihat di mikroskop yaitu negatif mengandung telur cacing sehingga tanah
aman jika dilakukan manusia untuk bertani, bermain untuk anak-anak dll.

17
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pemeriksaan parasit pada Tanah, dapat diketahui
bahwa pada tanah kering dan basah yang diperiksa tidak terdapat parasit, oleh
karena itu untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kontaminasi bakteri
pada parasit tanah , makanya hendaknya mencuci tangan terlebih dahulu
setelah melakukan aktivitas di tanah dan sebelum makan.

B. Saran
Laporan ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis , dan
semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembacanya.

18

Anda mungkin juga menyukai