Kerajaan Samudra Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di
pesisir timur laut Aceh Kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara kini.
Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan awal atau pertengahan abad
ke-13 M, pendiri dan raja pertama kerajaan ini adalah Malik al-Saleh, sebagai hasil
dari proses islamisasi daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang
muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya. Daerah yang diperkirakan
masyarakatnya sudah banyak yang memeluk agama Islam adalah Perlak, sepeti
yang kita ketahui berita dari Marco Polo yang singgah di daerah itu pada tahun
1292.
Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M, itu didukung
dengan adanya nisan yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu
dapat diketahui bahwa raja pertama itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696
H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.[3] Nisan kuburan itu
didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Keberadaan kerajaan ini dibuktikan dengan sumber sejarah berupa penemuan batu
nisan bertuliskan Sultan Malik as-Saleh dengan angka tahun 1297 yang juga
merupakan raja pertama. Menurut sumber sejarah, kerajaan ini pernah didatangi
seorang utusan dari Sultan Delhi di India bernama Ibnu Batutah.
Kerajaan Aceh berdiri pada tahun 1514. Sultan Ibrahim atau Ali Mugayat Syah
adalah raja pertama kerajaan ini. Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai
tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang
mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianekasi oleh raja Aceh,
Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai di bawah pengaruh
kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
3. Kerajaan Malaka
4. Kerajaan Demak.
6. Kerajaan Banten.
Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang pentig di Muara Sungai Ciliwung.
Kedudukannya lebih penting dari pada dua kota pelabuhan Pajajaran lainnya, yakni
Banten dan Cirebon. Setelah Fatahillah yang juga menantu Sunan Gunung Jati
berhasil menaklukkan Portugis di Sunda Kelapa, Banten dikembangkan sebagai
pusat perdagangan sekaligus tempat penyiaran agama. Setelah Sunan Gunung Jati
menaklukan Banten pada tahun 1525 M. Ia menyerahkan kekuasaan kepada
putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin kemudian menikah
dengan Putri Demak dan diresmikam menjadi Panembahan Bnten pda tahun 1552
M. Ia meneruskan usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu Kelampung
dan Sumatera Selatan. Pada tahun 1527 M, ia berhasil menaklukan Sunda Kelapa.
Banten juga berhasil merdeka dan melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Kerajaan
Banten ini mengalami kemajuan yang sangat penting pada masa kekuasaan Ki
Ageng Tirtayasa.