Anda di halaman 1dari 24

MACAM-MACAM KERAJAAN

Kesultanan Perlak : Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Kesultanan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang tercatat dalam sejarah,
kerajaan ini berkuasa antara tahun 840 hingga 1292M.

Perlak adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi kayu atau
Perlak berasal dari kata Peureulak adalah suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak
ditumbuhi Kayei Peureulak. Sehingga wilayah ini banyak didatangi oleh orang luar untuk
membeli kayu tersebut. Mereka menyebut daerah tempat pembelian dengan nama kayu yang
dihasilkannya sehingga terkenal dengan nama sebutan negeri Perlak.

Sebagai sebuah pelabuhan perniagaan yang maju dan aman pada abad ke-8 M., Perlak
menjadi tempat persinggahan kapal-kapal niaga orang-orang Arab dan Persia. Seiring dengan
berjalannya waktu di daerah ini terbentuk dan berkembang masyarakat Islam terutama
sebagai akibat perkawinan di antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-
perempuan anak negeri. Perkawinan ini menyebabkan lahirnya keturunan-keturunan muslim
dari percampuran darah antara Arab, Persia dengan putri-putri Perlak. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan berdirinya Kerajaan Islam Perlak yang pertama pada hari Selasa, 1
Muharram 225 H/840 M., dengan rajanya yang pertama Syed Maulana Abdul Azia Shah
(peranakan Arab Quraisy dengan putri Perlak) atau yang terkenal dengan gelar Sultan
Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada saat itu pula ibu kota kerajaan diubah dari
Bandar perlak menjadi Bandar Khalifah. Hal ini dilakukan untuk mengenang jasa nahkoda
Khalifah yang telah membudayakan Islam pada masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari
Perlak.
Perlak Dalam Hikayat Aceh

Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera
dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H
atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin
Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan
makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.

Buku Zhufan Zhi (諸蕃志), yang ditulis Zhao Rugua tahun 1225, mengutip catatan seorang
ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya
lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab
Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi
negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad
kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di
negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.

Sejarah Kerajaan Samudera Pasai – Latar belakang, Masa Kejayaan dan


Keruntuhannya
Sponsors Links

Kerajaan Samudera Pasai adalah salah satu kerjaan Islam pertama di Indonesia. Tidak banyak
informasi yang bisa didapatkan tentang kerajaan ini. Satu-satunya yang diperoleh oleh para
arkeolog berdasarkat literature Hikayat Raja-Raja Pasai dan ini dikaitkan dengan beberapa
makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya

Kerajaan Samudera Pasai dikenal juga dengan nama Kerajaan Samudera Darussalam atau
Kesultanan Pasai. Kerajaan ini terletak di pesisir utara pulau Sumatera atau persisnya di Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara. Provinsi Aceh.

Awal Berdiri
Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Nazimuddin Al Kamil pada abad ke-13. Nazimuddin
Al Kamil adalah seorang laksamana laut dari Mesir. Beliau diperintahkan pada tahun 1238 M
untuk merebut pelabuhan kambayat di Gujarat yang tujuannya untuk dijadikan tempat
pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin al-Kamil juga mendirikan
satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian utara. Tujuan utamanya adalah untuk dapat
menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada.

Beliau mengangkat Marah Silu sebagai Raja Pasai pertama. Setelah naik tahta Marah Silu
berganti nama dan bergelar Sultan Malik As-Saleh. Masa akhir pemerintahan Sultan Malik
As-Saleh sampai beliau wafat pada tahun 696 Hijriah atau 1297 Masehi.
Berdasarkan cerita-cerita kunjungan negara lain. Ada perbedaan pendapat mengenai kerajaan
ini. Hal ini disebabkan karena ada yang memisahkan antara nama Pasai dan Samudera. Tapi
catatan Tiongkok tidak memisahkan nama kerajaan ini dan meyakini ini adalah satu kerajaan.
Sedangkan Marco Polo dalam catatan perjalanannya menulis daftar kerajaan yang ada di
pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak),
Basma dan Samara (Samudera).

Selama masa pemerintahan Sultan Malik As-Saleh. Sultan menikah dengan putri dari
Kerajaan Perlak yaitu Gangang Sari. Dari pernikahan tersebut lahirlah Sultan Malik Az-Zahir
I. Pada Masa Pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir ini Kerajaan mengalami masa keemasan.

Sultan Malik Az-Zahir I memperkenalkan pertama kali penggunaan emas di lingkungan


kerajaan. Hal inilah yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan terbesar di Sumatera pada saat itu. Kerajaan juga menjadi terkenal sebagai
tempat penyebaran agama Islam.

Setelah masa pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir I digantikan oleh anaknya Sultan Ahmad
I. Namun tidak berlangsung lama karena suatu hal maka digantikan oleh anak dari Sultan
Ahmad I yaitu Sultan Malik Az-Zahir II. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir II,
Kerajaan Samudera Pasai di datangi oleh musafir Maroko terkenal dunia yaitu Ibn Batuthah.
Ibn Batuthah menulis dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur)
sekembalinya ke jazirah arab menceritakan bahwa salah satu Raja di
daerah Samatrah (Sumatera) menyambutnya dengan ramah. Beliau juga mengungkapkan
bahwa pengikutnya bermazhab Syafii.
Sayangnya pada masa pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir II pada tahun 1345. Kerajaan
Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit kemudian serangan kedua pada tahun
1350 sehingga membuat keluarga Kerajaan harus mengungsi.

Masa Kejayaan
Masa kebangkitan kembali kerajaan Samudera Pasai adalah dibawah masa pemerintahan
Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir. Tepatnya pada tahun 1383 sampai tahun 1405.
Menurut catatan dari negeri Cina dalam bentuk kronik cina Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-
Zahir dikenal dalam catatan tersebut dengan nama cina Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Namun saya
masa pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir harus berakhir ditandai dengan
tewasnya beliau di tangan Raja Nakur dalam sebuah pertempuran. Sejak itu Kekuasaan
Kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Janda Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yaitu
Sultanah Nahrasiyah. Raja Perempuan pertama Kerajaan Samudera Pasai.

Dibawah tampuk kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah, Kerajaan Samudera Pasai mengalami


masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya pernah didatangi seorang Laksamana Laut
Cheng Ho. Armada Cheng Ho berkunjung berkali-kali ke Kerajaan Samudera Pasai antaranya
tahun 1405, 1408 dan 1412.

Cheng ho dalam laporannya yang ditulis oleh pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin.
Dalam catatannya menuliskan bahwa batas wilayah Kerajaan Samudera Pasai adalah sebelah
selatan dan timur terdapat pegunungan tinggi. Sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Aru.
Utara dengan laut dan dua kerajaan disebelah barat yaitu Kerajaan nakur dan Kerajaan Lide.
Terus kearah barat ada kerajaan Lamuri yang jika kesana perjalannya menempuh jarak 3 hari
dan 3 malam dari pasai.
Kemajuan Kerajaan Pasai

1. Perdagangan

Pada saat itu Bandar-bandar di Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
Internasional dan merupakan pintu masuk ke Nusantara. Hubungan baik dengan Kerajaan
Malaka yang saat itu ramai sebagai pusat perdagangan dunia membuat Kerajaan Samudera
Pasai sebagai pelabuhan yang maju.

2. Pelayaran

Berada dekat dengan pesisir pantai. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan maritime
yang kuat. Pelayaran keluar masuk di Kerajaan Samudera Pasai menjadi ramai. Hal ini
ditunjang juga dengan mayoritas penduduk kerajaan berprofesi sebagai nelayan.

3. Perekonomian

Di bidang ekonomi Kerajaan Samudera Pasai mendapatkan kemajuan yang pesat. Koin emas
sebagai alat pertukaran. Ditambah pelayaran dan perdagangan yang pesat membuat kerajaan
ini terkenal kaya dan makmur. Saat itu kerajaan menjadi pemasok lada yang terkenal untuk
dunia. Rakyat kerajaan menanam Lada dan memanennya setiap 2 kali setahun. Masyarakat
juga memiliki sapi perah untuk menghasilkan susu yang dijadikan keju untuk perdagangan ke
negara eropa. Hal itulah menjadikan salah satu kerajaan yang terletak di Selat Melaka
menjadi makmur.

4. Hubungan Internasional

Kerajaan Samudera Pasai memiliki hubungan baik dengan beberapa kerajaan disekitarnya.
Seperti Kerajaan Malaka dimana sering terjadi pernikahan antar kedua sultan. Kerajaan juga
telah menjalin hubungan baik dengan Cina dengan dikirimnya adik sultan kesana untuk
menimba ilmu. Namun hubungan tidak baik juga terjalin dengan Raja Nakur yang
mengakibatkan Kerajaan Nakur menyerang Kerajaan Samudera Pasai yang mengakibatkan
Raja Pasai tewas.

Masa Keruntuhan
Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai ini diakibatkan beberapa pengaruh internal dan
eksternal. Internal kerajaan sebelum masa keruntuhan sering terlibat pertikaian antar keluarga
kerajaan. Perebutan kekuasaan dan jabatan kerap terjadi. Perang Saudara dan pemberontakan
tidak bisa dihindari. Bahkan Raja saat itu meminta bantuan kepada Raja Melaka untuk
meredam pemberontakan. Namun tidak urung terjadi karena pada tahun 1511 Kerajaan
Melaka jatuh ketangan Portugal. Sepuluh tahun kemudia tepatnya 1521 Portugal menyerang
Kerajaan Samudera Pasai dan runtuhlah kerajaan itu. Tetapi bibit kerajaan masih ada
sehingga tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai menjadi bagian dari Kesultanan Aceh.
Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam Lengkap – Awal Berdiri –
Keruntuhan
Sponsors Links

Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam


Kesultanan Aceh Darussalam adalah sebuah kerajaan bercorak agama Islam yang berada di
provinsi Aceh, Republik Indonesia. Kesultanan Aceh berlokasi di utara dari
pulau Sumatera dengan ibu kota kerajaan di Bandar Aceh Darussalam dengan sultan
pertamanya yaitu Sultan Ali Mughayat Syah yang naik takhta pada Ahad, 1 Jumadil awal
913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarah kerajaan yang panjang itu dari
tahun 1496 – 1903, Aceh mengembangkan sebuah pola dan sistem terhadap pendidikan
militer negaranya, dengan komitmen kerajaan dalam menentang imperialisme dari bangsa
Eropa, memiliki sebuah sistem pemerintahan kerajaan yang teratur dan sistematik,
mewujudkan adanya pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan
diplomatik dengan negara lain. Beberapa kerajaan di pulau sumatra lainnya seperti Sejarah
Kerajaan Samudera Pasai.

Awal Mula Berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh dibuat oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada


tahun 1496. Pada awalnya kerajaan Aceh ini berdiri diatas wilayah dari Kerajaan Lamuri,
kemudian Kerajaan Aceh berhasil menundukan dan menyatukan beberapa wilayah disekitar
kerajaannya mencakup daerah Daya, Pedir, Lidie, Nakur.

Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Kesultanan Samudra Pasai sudah menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh diikuti dengan wilayah Aru. Pada tahun 1528, Sultan Ali Mughayat Syah
digantikan oleh anaknya yang bernama Salahuddin, yang kemudian memerintah hingga
tahun 1537. Kemudian Sultan Salahuddin digantikan oleh saudaranya yang bernama Sultan
Alauddin Riayat Syah al-Kahar melalui sebuah kudeta, sultan ini memerintah hingga
tahun 1571.

Setelah wafatnya Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar terus melanjutkan perjuangan.
Beberapa kali melakukan serangan kejohor dan terus menjalin persahabatan dengan sejarah
kerajaan islam di indonesia lainnya terutama yang berada di pulau jawa.

Masa Kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam


Meskipun kedudukan Sultan dianggap sebagai penguasa paling tinggi di kerajaan itu, tetapi
pada kenyataannya selalu dikendalikan oleh para orangkaya atau hulubalang. Sebuah Hikayat
Aceh mengatakan bahwa Sultan yang dikudeta secara paksa adalah Sultan Sri Alam yang
dikudeta pada tahun 1579 karena sikapnya yang sudah melampaui batas dalam membagi-
bagikan harta dari kerajaan kepada para pengikutnya. Penggantinya yaitu Sultan Zainal
Abidin dibunuh beberapa bulan kemudian karena sikapnya kekejamannya dan karena
kecanduannya berburu dan gemar melakukan adu binatang.

Raja-raja dan para orangkaya menawarkan mahkota kerajaan kepada Alaiddin Riayat Syah
Sayyid al-Mukamil dari anggota Dinasti Darul Kamal pada tahun 1589. Ia mengakhiri
periode ketidak-stabilan terhadap kerajaannya dengan membrantas para orangkaya yang
berlawanan dengannya sambil memperkuat kedudukannya sebagai penguasa absolut di
Kesultanan Aceh yang dampaknya dapat dirasakan pada sultan sesudah dia. Kesultanan Aceh
melakukan ekspansi dan pengaruh perluasan wilayah pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (tahun 1607 – 1636) atau dikenal juga sebagai Sultan Meukuta Alam.

Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Aceh menaklukkan wilayah Pahang yang


merupakan penghasil sumber utama dari timah. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh
melaksanakan penyerangan terhadap tentara Portugis yang berada di Melaka dengan armada
yang mencapai 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara angkatan laut. Serangan ini
dilakukan dalam upaya memperluas dominasi Kesultanan Aceh atas daerah Selat Malaka dan
semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi yang dilakukan Kesutanan Aceh mengalami
kegagalan, meskipun pada tahun yang sama Kesultanan Aceh berhasil menduduki daerah
Kedah dan banyak membawa penduduk Kedah ke Aceh.

Pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek dari
Sultan Iskandar Muda) mengirim utusan diplomatik ke negara Belanda pada tahun 1602
dengan pimpinan diplomatik yaitu bernama Tuanku Abdul Hamid. Sultan ini juga banyak
mengirim surat ke berbagai pemimpin negara di dunia seperti ke Sultan Turki yang bernama
Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I pemimpin Kerajaan Inggris.
Semua ini dilakukan bertujuan untuk memperkuat posisi dari Kesultanan Aceh.

Masa Keruntuhan Kesultanan Aceh Darussalam

Kemunduran dari Kesultanan Aceh disebabkan


karena beberapa faktor, di antaranya adalah :

1. Menguatnya Negara Penjajah


Makin menguatnya kekuasaan dari negara penjajah yaitu Belanda di pulau Sumatera dan
Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah lain disekitarnya yaitu Minangkabau, Siak,
Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (tahun 1840) serta Bengkulu kedalam kekuasaan
dari penjajahan Kerajaan Belanda.

2. Perebutan Kekuasan Pewaris Tahta Aceh


Faktor penting lainnya yaitu terjadinya perebutan kekuasaan di antara para pewaris tahta dari
kesultanan Aceh. Hal ini bisa dibuktikan kerana setelah kemangkatan Sultan Iskandar
Tsani hingga berbagai serangkaian peristiwa lainnya, dimana para bangsawan ingin
menghilangkan kontrol ketat dari kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda dari Sultan
Iskandar Tsani menjadi seorang Sultanah. Beberapa sumber mengatakan bahwa ketakutan
akan adanya lagi Raja yang bersikap tirani yaitu (Sultan Iskandar Muda) yang
melatarbelakangi ada pengangkatan ratu atau sultanah ini.

Sejak itu masa damai terjadi di wilayah Kesultanan Aceh, para Uleebalang bebas melakukan
perdagangan dengan para pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan di ibukota
Kesultanan. Lada yang merupakan tanaman utama yang dibudidayakan oleh warga Aceh
diseantero pesisir Aceh sehingga menjadikan lada sebagai pemasok utama di dunia hingga
pada akhir abad 19. Namun beberapa masyarakat Aceh terutama dari kaum para wujudiyah
menginginkan pemiminnya nanti seorang laki-laki yang bergelar Sultan.

Mereka mengatakan bahwa pewaris sah dari Kesultanan Aceh masih hidup dan tinggal
bersama kaum ini di pedalaman Aceh. Terjadi perang saudara, sehingga menyebabkan masjid
raya terbaka dan ibu kota Kesultanan yaitu Bandar Aceh mengalami kegaduhan dan
ketidaktentraman dimana-mana. Menindaklanjuti dari perang saudara ini, Kadhi Malikul Adil
(semacam mufti agung) yang bernama Tgk. Syech Abdurrauf As-Sinkily melaksanan
berbagai reformasi terutama dalam hal pembagian kekuasaan sehingga terbentuknya tiga
sagoe. Oleh karena ini mengakibatkan kekuasaan dari sultanah atau sultan menjadi sangat
lemah dengan hanya berkuasa penuh pada beberapa daerah saja yaitu
daerah Bibeueh (kekuasaan langsung).

3. Perang Saudara
Perang saudara terjadi dalam hal perebutan terhadap kekuasaan turut andil dalam
melemahnya dari Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam. Pada masa pemerintahan Sultan
Alauddin Jauhar Alamsyah (tahun 1795-1824), seorang keturunan dari Sultan yang dibuang
bernama Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan Aceh dengan mengangkat putranya
menjadi Sultan tandingan yang bernama Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali terjadi
namun berkat bantuan dari Thomas Raffles dan Koh Lay Huan yaitu seorang pedagang
dari Penang kedudukan dari Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (yang mampu berbahasa
Perancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan kembali. Tak sampai disitu, terjadi perang
saudara lagi yang kembali merebutan mahkota Kesultanan Aceh antara Tuanku Sulaiman
dengan Tuanku Ibrahim yang kelak akan bergelar Sultan Mansur Syah (tahun 1857-1870).

4. Adanya Pembayaran Upeti ke Sultan


Sultan Mansyur Syah berusaha untuk memperkuat kembali kesultanan Aceh yang sudah
melemah. Dia berhasil mengalahkan para raja lada untuk memberikan upeti kepada sultan,
hal ini sebelumnya tak pernah dilakukan oleh sultan sebelumnya. Untuk memperkuat
pertahanan di wilayah timur, sultan ini mengirimkan sebuah armada pada tahun 1854 yang
dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan kekuatan armada mencapai 200 perahu.
Ekspedisi ini dilakukan untuk meyakinkan kekuasaan dari Kesultanan Aceh terhadap
daerah Deli, Langkat dan Serdang. Namun naasnya, pada tahun 1865 Kesultanan Aceh harus
angkat kaki dari daerah itu karena ditaklukkannya di benteng Pulau Kampai.

5. Ditolaknya Persekutuan dengan Perancis


Sultan ini juga berusaha melakukan persekutuan dengan pihak luar yang bertujuan untuk
membendung agresi dari Kerajaan Belanda. Dikirimkannya sebuah utusan kembali
ke Istanbul sebagai pemertegas dari status Kesultanan Aceh sebagai negara vassal dari
Kesultanan Turki Utsmaniyah serta mengirimkan sejumlah uang dana bantuan untuk Perang
Krimea. Sebagai balasannya, Sultan Abdul Majid I dari Kesultanan Turki Utsmaniyah
mengirimkan beberapa alat tempur untuk Kesultanan Aceh. Tak hanya dengan Kerajaan
Turki, sultan juga berusaha membentuk aliansi dengan Kerajaan Perancis dengan mengirim
sebuah surat kepada Raja Perancis saat itu yaitu Louis Philippe I dan Presiden Republik
Perancis ke II (tahun 1849). Namun permohonan ini tidak ditanggapi serius oleh Perancis.

6. Sultan Mahmudsyah yang Masih Muda dan Lemah menjadi Penguasa


Kemunduran dari Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam terus terjadi karena naik tahktanya
dari Sultan Mahmudsyah yang sangat muda dan lemah menjadi penguasa di Kesultanan
Aceh. Serangkaian upaya dilakukan dengan cara diplomasi ke Istanbul yang dipimpin oleh
Teuku Paya Bakong dan Habib Abdurrahman Az-zahier untuk melawan ekspansi dari
Kerajaan Belanda mengalami kegagalan. Setelah kembali ke ibukota Banda Aceh, Habib
Abdurrahman Az-zahier bersaing dengan seorang keturunan India yang bernama Teuku
Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk menancapkan pengaruh kekuasaannya dalam
pemerintahan Kesultanan Aceh. Kaum moderat cenderung mendukung seorang Habib
Abdurrahman tapi sultan ini lebih mendukung Panglima Tibang yang dicurigai melakukan
persekongkolan dengan Kerajaan Belanda ketika melakukan perundingan di Riau.

Pada akhir November 1871, lahirlah sebuah perjanjian yang disebut dengan sebagai Traktat
Sumatera, dimana dikatakan bahwa “negara Inggris wajib melepaskan diri dari segala
perluasan kekuasaan yang dilakukan negara Belanda di bagian daerah manapun yang ada di
pulau Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London tahun 1824 mengenai wilayah
Aceh juga dibatalkan.” Sejak itu, usaha-usaha dilakukan untuk menyerbu wilayah Aceh
makin santer disuarakan, baik dari negera Belanda maupun di Batavia.

Para UleeBalang dari Kesultanan Aceh dan utusan khusus dari Sultan diberi tugas untuk
mencari bantuan ke sekutu lama mereka yaitu Kesultanan Turki. Namun kondisiini tidak
dimungkinkan karena saat itu Kesultanan Turki baru saja berperang dengan negara Rusia di
Krimea. Usaha meminta bantuan juga dikirim ke negara Italia, Perancis hingga Amerika
namun tidak membuahkan hasil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang bertujuan untuk
meraih simpati dari negara Inggris tidak juga menghasilkan apa-apa. Dengan alasan inilah,
negara Belanda memantapkan diri untuk menyerah ibukota Banda Aceh. Maret 1873,
pasukan negara Belanda mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal dilakukannya
invasi Belanda ke Kesultanan Aceh.
Perang Aceh

Perang Aceh dimulai sejak negara Belanda


menyatakan perang terhadap Kesultanan Aceh pada tanggal 26 Maret 1873 setelah
melakukan berbagai ancaman diplomatik, namun Belanda belum berhasil merebut wilayah
yang besar. Perang kembali dikobarkan pada tahun 1883, namun lagi-lagi mengalami
kegagalan, dan pada tahun 1892 dan tahun 1893, pihak negara Belanda menganggap bahwa
mereka telah gagal merebut wilayah Aceh.

Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas
Leiden telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin di Kesultanan Aceh,
memberikan masukan kepada negara Belanda agar merangkul para Ulèëbalang, dan melumat
habis-habisan para kaum ulama. Masukan ini baru dilaksanan ketika Gubernur
Jenderal Joannes Benedictus van Heutsz memimpin. Pasukan Marsose dibentuk dan G.C.E.
Van Daalen diutus oleh Belanda untuk mengejar habis-habisan para pejuang Aceh hingga
masuk pedalaman.

Pada tahun 1879 dan tahun 1898, Sultan Kesultanan Aceh pada masa itu, yaitu Sultan
Muhammad Daud Syah II, meminta negara Rusia untuk diberikan status protektorat kepada
Kesultanan Aceh dan meminta bantuan melawan Belanda. Namun, permintaan dari sultan ini
ditolak Rusia.

Pada Januari tahun 1903 Sultan Muhammad Daud Syah akhirnya menyerahkan diri kepada
negara Belanda setelah dua istrinya, anak serta ibundanya ditawan oleh tentara
Belanda. Panglima Polem Muhammad Daud, Tuanku Raja Keumala, dan Tuanku Mahmud
menyusul menyerahkan diri pada tahun 1903 pada bulan September. Perjuangan Aceh di
lanjutkan oleh ulama keturunan dari Tgk. Chik di Tiro dan berakhir ketika Tgk. Mahyidin di
Tiro atau Teungku Mayed tewas ketika perang pada tahun 1910 di Gunung Halimun.
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak – Kerajaan Demak mulanya merupakan sebuah kadipaten yang berada di
bawah kekuasaan dari Kerajaan majapahit. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Demak lalu
mulai memisahkan diri dari Ibu Kota di Bintoro. Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam
pertama yang ada di Pulau Jawa.
Kerajaan Demak pertama kali didirikan oleh Raden Patah. Kerajaan demak memiliki lokasi
yang sangat strategis karena terletak antara pelabuhan bergota dari kerajaan Mataram Kuno
dan Jepara, kedua tempat inilah yang telah membuat Demak menjadi kerajaan dengan
pengaruh sangat besar di Nusantara.

Baca juga:
 Sejarah Lengkap Kerajaan Mataram Islam, Penguasa Pulau Jawa dari Abad ke 16

Kerajaan Demak didirikan oleh raden Patah asal yang masih keturunan dari Majapahit
dengan seorang putri dari Campa.
Daerah kekuasaan dari Kerajaan Demak mencakup Banjar, Palembang dan Maluku serta
bagian utara pada pantai Pulau Jawa.

Daftar Isi:
 Kehidupan Politik Kerajaan Demak
 Sejarah Kerajaan Demak
 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
 Kehidupan Sosial dan Budaya
KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN DEMAK

Sunan Ampel. via: blogspot.com

Raja pertama dari Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pada tahun 1507, Raden Patah turun tahta dan digantikan oleh seorang putranya yang
bernama Pati Unus. Sebelum diangkat menjadi Raja, Pati Unus sebelumnya sudah pernah
memimpin armada laut kerajaan Demak untuk menyerang Portugis yang berada di Selat
Malaka.

Sayangnya, usaha Pati Unus tersebut masih mengalami kegagalan. Namun karena
keberaniannya dalam menyerang Portugis yang ada di Malaka tersebut, akhirnya Pati unus
mendapat julukan sebagai Pangeran Sabrang Lor.

Lalu pada tahun 1521, Pati Unus wafat dan tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama
Trenggana. Pada masa inilah kerajaan Demak mencapai pusak kejayaannya.
SEJARAH KERAJAAN DEMAK

via: slidesharecdn.com
Setelah berkuasa, lalu Sultan Trenggana mulai melanjutkan upaya dalam menahan pengaruh
dari Portugis yang sedang berusaha untuk mengikat kerjasama bersama kerajaan Sunda atau
Pajajaran.

Kala itu, Raja Samiam yang berasal dari kerajaan Sunda sudah memberikan izin untuk
mendirikan kantor dagangnya di Sunda Kelapa. Oleh karena itu, Sultan Trenggana akhirnya
mengutus Fatahillah atau Faletehan untuk bisa mencegah supaya Portugis tidak dapat
menguasai wilayah Sunda Kelapa dan Banten.

Sunda Kelapa merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda. Pada waktu itu, Portugis
membangun benteng yang ada di Sunda Kelapa. Namun, kerajaan Demak tak senang dengan
adanya keberadaan orang-orang Portugis tersebut.

Akhirnya, Fatahillah lalu berhasil dalam mengalahkan Portugis. Banten dan Cirebon akhirnya
dapat dikuasai oleh Fatahillah bersama pasukannya.
Karena jasanya ini, untuk mengenang kemenangan tersebut maka Sunda Kelapa lalu diganti
namanya menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527. Kejadian itu membuat Sultan
Trenggana menjadi Raja terbesar yang ada di Demak.

Pasukan Demak mulai terus bergerak menaklukan pedalaman dan berhasil dalam
menundukkan sebagian wilayah yang berada di Timur.

Daerah-daerah yang masih memiliki kerajaan Hindu dan Buddha yang berada di Jawa Timur
lalu satu persatu dikalahkan yakni Wirosari dan Tuban pada tahun 1528, Madiun pada tahun
1529, Lamongan, Blitar, Pasuruan dan Wirosobo pada tahun 1541 sampai dengan 1542.

Mataram, Madura dan Pajang pun akhirnya jatuh kedalam kekuasaan kerajaan Demak. Demi
dapat memperkuat kedudukannya maka Sultan Trenggana mengawinkan putrinya dengan
Pangeran Langgar yang menjabat Bupati Madura.

Selanjutnya, Putra Bupati Pengging yang bernama Tingkir juga diambil menjadi menantu
Sultan Trenggana dan ia diangkat menjadi Bupati di Pajang.

Pada tahun 1546, Sultan Trenggana menemui ajalnya di medan pertempuran ketika
melancarkan penyerangan di Pasuruan. Sejak Sultan Trenggana wafat, Kerajaan Demak
dilanda persengketaan dalam memperebutkan kekuasaan yang berada di kalangan keluarga
kerajaan.

Pengganti Sultan Trenggana seharusnya ialah Pangeran Mukmin atau Pangeran Prawoto
selaku putra tertua dari Sultan Trenggana , namun kemudian Pangeran Prawoto dibunuh oleh
Bupati Jipang yaitu Arya Penangsang.

Kemudian, tahta kerajaan Demak akhirnya diduduki oleh Arya Penangsang. Namun keluarga
kerajaan ternyata tidak menyetujui atas naik tahtanya Arya Penangsang menjadi Raja. Lalu
akhirnya Arya penangsang berhasil dikalahkan oleh kerajaan Demak berkat bantuan dari Jaka
Tingkir. Sejak saat itu wilayah kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang.
Sejarah Lengkap Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram)

Ditulis oleh Admin I 18 Mei 2015 Tambah Komentar

Kesultanan Mataram (Kerajaan Mataram Islam) merupakan kerajaan Islam di tanah Jawa
yang berdiri pada abad ke-17. Kesultanan ini dipimpin oleh dinasti keturunan Ki Ageng Sela
dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai keturunan penguasa Majapahit. Asal-
usul kerajaan Mataram Islam berawal dari suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang,
berpusat di 'Bumi Mentaok' yang diberikan untuk Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas
jasa yang diberikannya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), ia
adalah putra Ki Ageng Pemanahan.

Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram)

Kerajaan Mataram Islam pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan
Madura. Kerajaan ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin
berkuasanya VOC, namun ironisnya Kerajaan ini malah menerima bantuan VOC pada masa
akhir menjelang keruntuhan.

Bendera Kerajaan Mataram Islam

Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian. Kerajaan ini meninggalkan


beberapa jejak sejarah yang dapat ditemui hingga kini, seperti kampung Matraman di
Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Jawa Barat (Pantura), penggunaan hanacaraka, serta
beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku sampai sekarang.

Masa awal
Setelah Sutawijaya merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya ia kemudian naik tahta
dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah,
mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berada di
daerah Mentaok, wilayah nya terletak kira-kira di selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang
(timur Kota Yogyakarta). Lokasi keraton pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian
dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal kekuasaan diteruskan oleh putranya, yaitu Mas
Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Baca Juga: Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang / Kerajaan Mataram Hindu)
Baca Juga

 Pengertian, Contoh dan Dampak Chauvinisme, Lengkap Penjelasan


 Sejarah Lengkap Konflik dan Pemberontakan PKI Madiun
 Pengertian, Sejarah, Latarbelakang & Tujuan Gerakan Non Blok

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena
kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Setelah itu tahta pindah ke putra keempat
Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro memiliki
penyakit syaraf sehingga tahta nya beralih dengan cepat ke putra sulung Mas Jolang yang
bernama Mas Rangsang pada masa pemerintahan Mas Rangsang, Kerajaan Mataram
mengalami masa kejayaan.

Terpecahnya Mataram
Pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered, tidak jauh dari Karta.
Pada saat itu, ia tidak lagi memakai gelar sultan, melainkan 'sunan' (berasal dari kata
'Susuhunan' atau 'Yang Dipertuan'). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
yang tidak puas dan pemberontakan. Pernah terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh
Trunajaya dan memaksa Amangkurat untuk berkomplot dengan VOC. Pada tahun 1677
Amangkurat I meninggal di Tegalarum ketika mengungsi sehingga ia dijuluki Sunan
Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat tunduk pada VOC
sehingga kalangan istana banyak yang tidak suka dan pemberontakan terus terjadi. Pada
tahun 1680 kraton dipindahkan lagi ke Kartasura. karena kraton yang lama dianggap telah
tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (tahun 1703-1708),


Pakubuwana I (tahun 1704-1719), Amangkurat IV (tahun 1719-1726), Pakubuwana II (tahun
1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena ia tidak patuh(tunduk) kepada
VOC sehingga VOC menobatkan Pakubuwana I sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki
dua orang raja dan hal tersebut menyebabkan perpecahan internal di Kerajaan. Amangkurat
III kemudian memberontak dan menjadi ia sebagai "king in exile" hingga akhirnya tertangkap
di Batavia dan dibuang ke Ceylon.

Baca Juga: Kerajaan Sriwijaya

Kekacauan politik ini baru terselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta
(Pada 13 Februari 1755). Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti.
Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian
sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kasunanan Surakarta dan Kesultanan
Yogyakarta merupakan 'ahli waris' dari Mataram.

Peristiwa Penting
 Tahun 1558: Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang
Adiwijaya atas jasanya yang telah mengalahkan Arya Penangsang.
 Tahun 1577: Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau
Kotagede.
 Tahun 1584: Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat
Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru (raja) di Mataram,
yang sebelumnya sebagai putra angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring
Pasar". Ia mendapat gelar "Senapati in Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai
Senapati Utama Pajang).
 Tahun 1587: Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-
poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. namun Sutawijaya dan pasukannya
selamat.
 Tahun 1588: Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar
'Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama' yang artinya Panglima Perang dan Ulama
Pengatur Kehidupan Beragama.
 Tahun 1601: Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang
bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan
Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu di hutan Krapyak.
 Tahun 1613: Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo
Martoputro. Karena Pangeran Aryo sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya
Raden Mas Rangsang.
 Tahun 1645: Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
 Tahun 1645 - 1677: Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram,
yang dimanfaatkan oleh VOC.
 Tahun 1677: Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I
meninggal. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di
pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai
memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
 Tahun 1680: Susuhunan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan (ibu kota)
ke Kartasura.
 Tahun 1681: Pangeran Puger diturunkan dari tahta Plered.
 Tahun 1703: Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi
Susuhunan Amangkurat III.
 Tahun 1704: Atas pertolongan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan
Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III
kemudian membentuk pemerintahan pengasingan.
 Tahun 1708: Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai
wafatnya pada 1734.
 Tahun 1719: Susuhunan Paku Buwono I meninggal kemudian digantikan putra
mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal
Perang Tahta Jawa Kedua (1719-1723).
 Tahun 1726: Susuhunan Amangkurat IV meninggal kemudian digantikan Putra
Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
 Tahun 1742: Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II
berada dalam pengasingan.
 Tahun 1743: Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan
pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian yang sangat berat
(menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama Mataran belum melunasi
hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai
imbalan atas pertolongan yang diberikan VOC.
 Tahun 1745: Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di
tepian Bengawan Beton.
 Tahun 1746: Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang
dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,
meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari
10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar
dan satu kerajaan kecil.
 Tahun 1749: 11 Desember Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru ditundukkan
sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan
sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. pada 15 Desember van
Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
 Tahun 1752: Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di daerah Pesisiran
(daerah pantura) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-Raden
Mas Said.
 Tahun 1754: Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Pada
tanggal 23 September, Nota Kesepahaman Hartingh-Mangkubumi. 4 November, Paku
Buwana III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya
pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
 Tahun 1755: 13 Februari menjadi Puncak perpecahan, hal ini ditandai dengan
Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan
Surakarta dan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan
Yogyakarta dengan gelar 'Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono
Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah' atau
dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
 Tahun 1757: Perpecahan kembali melanda Kerajaan Mataram. sehingga muncul
Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan
Mataram yang sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga
antara Sultan Hamengku Buwono I, Sunan Paku Buwono III, Raden Mas Said dan
VOC. Raden Mas Said kemudian diangkat sebagai penguasa atas
sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta.
 Tahun 1788: wafat nya Susuhunan Paku Buwono III.
 Tahun 1792: wafat nya Sultan Hamengku Buwono I wafat.
 Tahun 1795: wafat nya KGPAA Mangku Nagara I wafat.
 Tahun 1799: dibubarkan nya VOC oleh benlanda
 Tahun 1813: Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat
sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas
dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku
Alam".
 Tahun 1830: Akhir perang Diponegoro. Semua daerah kekuasaan Surakarta
dan Yogyakarta dirampas Belanda. Pada 27 September, Perjanjian Klaten
menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara
permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem
Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara resmi dikuasai
Belanda.

Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi empat kerajaan pada tahun 1830, setelah
Perang Diponegoro.

Peninggalan kerajaan mataram Islam:


Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros
selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-
14) menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang
sudah ada sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam
kalender Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.

Baca Juga: Kerajaan Majapahit

Masjid Agung Negara


Masjid ini dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
Masjid Agung Negara

Kompleks Makam Pendiri Kerajaan di Imogiri


Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita dapat menemukan kompleks
makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh.
Gapura ke kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu
kayu yang tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat Jawa
menjaga kompleks ini 24 jam sehari.

Permakaman Imogiri pada tahun 1890

Sekian Artikel tentang Sejarah Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram), semoga
artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat MARKIJAR, seandainya sobat ingin membaca
lebih banyak Artikel bertama sejarah, silakan klik Label Sejarah yang ada di widget sebelah
kanan atas.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa
Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga
merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau.
Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan
sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.

Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu
kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan
Sunda.

Daftar Isi:
 Sejarah Kerajaan Cirebon
 Pendirian dan Silsilah Raja Kerajaan Cirebon
SEJARAH KERAJAAN CIREBON

Keraton Kasepuhan, via: cirebonarts.com

Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada
naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang
awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah
perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).

Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam
suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda.
Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.

Baca juga:
 Sejarah Kerajaan Demak Lengkap
Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di
sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis
dan garam.

Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari
Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal
sekarang ini.

Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon
akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir
utara Jawa.

Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh
Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah
satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Sejarah Kerajaan Makassar


Lihat Daftar Inti Pelajaran :
Kerajaan Makassar Berdiri Pada Abad Ke-16 Masehi Yang Awalnya Terdiri Atas Dua
Kerajaan Yaitu Kerajaan Gowa Dan Tallo, Kemudian Keduanya Bersatu Dibawah
Pimpinan Raja Gowa Yaitu Daeng Manrabba. Setelah Menganut Agama Islam Ia Bergelar
Sultan Alauddin. Sedangkan Raja Tallo Sendiri Yaitu Karaeng Mattoaya Yang Bergelar
Sultan Abdullah, Bersatunya Kedua Kerajaan Ini Bersamaan Dengan Tersebarnya Agama
Islam Di Sulawesi Selatan.

Awalnya Upaya Penyebaran Agama Islam Dari Jawa Ke Makassar Tidak Banyak Membawa
Hasil. Demikian Pula Usaha Sultan Baabullah Dari Ternate Yang Mendorong Penguasa
Gowa-Tallo Agar Memeluk Agama Islam. Islam Baru Dapat Berpijak Kuat Di Makassar
Berkat Upaya Datok Ribandang Dari Minangkabau.

Pada Tahun 1650, Penguasa Gowa Dan Tallo Memeluk Agama Islam. Dalam Perjalanannya
Kerajaan Masing-Masing, Dua Kerajaan Bersaudara Ini Dilanda Peperangan Bertahun-
Tahun. Hingga Kemudian Pada Masa Gowa Dipimpin Raja Gowa X, Kerajaan Tallo
Mengalami Kekalahan. Kedua Kerajaan Kembar Itu Pun Menjadi Satu Kerajaan Dengan
Kesepakatan “Rua Karaeng Se’re Ata” (Dua Raja, Seorang Hamba). Kerajaan Gowa Dan
Kerajaan Tallo Ini Akhirnya Meleburkan Pusat Pemerintahan Dari Kerajaan Makassar
Terletak Di Sombaopu.

Letak Kerajaan Makassar Sangat Strategis Karena Berada Di Jalur Lalu Lintas Pelayaran
Antara Malak Dan Maluku. Letaknya Yang Sangat Strategis Itu Menarik Minat Para
Pedagang Untuk Singgah Di Pelabuhan Sombaopu. Dalam Waktu Singkat, Makassar
Berkembang Menjadi Salah Satu Bandar Penting Di Wilayah Timur Indonesia

Kerajaan Ternate Dan Tidore : Sejarah, Raja, Bukti Peninggalan Serta

Kerajaan Ternate Dan Tidore : Sejarah, Raja, Dan Peninggalan Beserta Kehidupan
Politiknya Secara Lengkap – Tahukah Anda Tentang Kerajaan Ternate & Tidore??? Jika
Anda Belum Mengetahuinya Anda Tepat Sekali Mengunjungi Gurupendidikan.Com. Pada
Abad Ke-15, Para Pedagang Dan Ulama Dari Malaka Dan Jawa Menyebarkan Islam Ke
Sana.

Dari Sini Muncul Empat Kerajaan Islam Di Maluku Yang Disebut Maluku Kie Raha
(Maluku Empat Raja) Yaitu Kesultanan Ternate Yang Dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-
1500), Kesultanan Tidore Yang Dipimpin Oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo Yang
Dipimpin Oleh Sultan Sarajati, Dan Kesultanan Bacan Yang Dipimpin Oleh Sultan Kaicil
Buko.

Pada Masa Kesultanan Itu Berkuasa, Masyarakat Muslim Di Maluku Sudah Menyebar
Sampai Ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, Dan Halmahera. Kerajaan Ternate Dan Tidore
Yang Terletak Di Sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) Adalah Dua Kerajaan Yang
Memiliki Peran Yang Menonjol Dalam Menghadapi Kekuatan-Kekuatan Asing Yang
Mencoba Menguasai Maluku.

Sejarah Kerajaan Ternate Dan Tidore


Lihat Daftar Inti Pelajaran :
Pada Abad Ke-15, Para Pedagang Dan Ulama Dari Malaka Dan Jawa Menyebarkan Islam Ke
Sana. Dari Sini Muncul Empat Kerajaan Islam Di Maluku Yang Disebut Maluku Kie Raha
(Maluku Empat Raja) Yaitu Kesultanan Ternate Yang Dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-
1500), Kesultanan Tidore Yang Dipimpin Oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo Yang
Dipimpin Oleh Sultan Sarajati, Dan Kesultanan Bacan Yang Dipimpin Oleh Sultan Kaicil
Buko. Pada Masa Kesultanan Itu Berkuasa, Masyarakat Muslim Di Maluku Sudah Menyebar
Sampai Ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, Dan Halmahera.
Kerajaan Ternate Dan Tidore Yang Terletak Di Sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara)
Adalah Dua Kerajaan Yang Memiliki Peran Yang Menonjol Dalam Menghadapi Kekuatan-
Kekuatan Asing Yang Mencoba Menguasai Maluku. Dalam Perkembangan Selanjutnya,
Kedua Kerajaan Ini Bersaing Memperebutkan Hegemoni Politik Di Kawasan Maluku.
Kerajaan Ternate Dan Tidore Merupakan Daerah Penghasil Rempah-Rempah, Seperti Pala
Dan Cengkeh, Sehingga Daerah Ini Menjadi Pusat Perdagangan Rempah-Rempah. Wilayah
Maluku Bagian Timur Dan Pantai-Pantai Irian (Papua), Dikuasai Oleh Kesultanan Tidore,
Sedangkan Sebagian Besar Wilayah Maluku, Gorontalo, Dan Banggai Di Sulawesi, Dan
Sampai Ke Flores Dan Mindanao, Dikuasai Oleh Kesultanan Ternate.

Kerajaan Ternate Mencapai Puncak Kejayaannya Pada Masa Sultan Baabullah, Sedangkan
Kerajaan Tidore Mencapai Puncak Kejayaannya Pada Masa Sultan Nuku. Persaingan Di
Antara Kerajaan Ternate Dan Tidore Adalah Dalam Perdagangan. Dari Persaingan Ini
Menimbulkan Dua Persekutuan Dagang, Masing-Masing Menjadi Pemimpin Dalam
Persekutuan Tersebut, Yaitu:

 Uli-Lima (Persekutuan Lima Bersaudara) Dipimpin Oleh Ternate Meliputi Bacan,


Seram, Obi, Dan Ambon. Pada Masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate Mencapai
Aman Keemasan Dan Disebutkan Daerah Kekuasaannya Meluas Ke Filipina.
 Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan Bersaudara) Dipimpin Oleh Tidore Meliputi
Halmahera, Jailalo Sampai Ke Papua. Kerajaan Tidore Mencapai Aman Keemasan Di
Bawah Pemerintahan Sultan Nuku. Kerajaan-Kerajaan Islam Lainnya Yang
Berkembang Adalah Kesultanan Palembang Yang Didirikan Oleh Ki Gedeng Suro,
Kerajaan Bima Di Daerah Bagian Timur Sumbawa, Dengan Rajanya La Ka’i, Siak Sri
Indrapura Yang Didirikan Oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, Dan Masih Banyak
Lagi Kerajaan Islam Kecil Lainnya Di Indonesia.

Letak Kerajaan Ternate Tidore


Secara Geografis Kerajaan Ternate Dan Tidore Memiliki Letak Yang Sangat Penting
Dalam Dunia Perdagangan Pada Masa Itu. Kedua Kerajaan Ini Terletak Di Daerah
Kepulauan Maluku. Pada Masa Itu, Kepulauan Maluku Merupakan Penghasil Rempah-
Rempah Terbesar, Sehingga Dijuluki Sebagai “The Spice Island”.

Rempah-Rempah Menjadi Komoditi Utama Dalam Dunia Pelayaran Perdagangan Saat Itu,
Sehingga Setiap Pedagang Maupun Bangsa-Bangsa Yang Datang Ke Daerah Timur
Bertujuan Untuk Menemukan Sumber Rempah-Rempah. Oleh Karena Itu/ Muncullah
Hasrat Untuk Menguasai Rempah-Rempah Tersebut.Keadaan Seperti Ini, Telah
Mempengaruhi Aspek-Aspek Kehidupan Masyarakatnya, Baik Dalam Bidang Politik,
Ekonomi, Sosial, Dan Budaya

Raja-Raja Kerajaan Ternate Dan Tidore


Kerajaan Tidore Terletak Di Sebelah Selatan Ternate. Menurut Silsilah Raja- Raja Ternate
Dan Tidore, Raja Ternate Pertama Adalah Syahadati Alias Muhammad Naqal Yang Naik
Takhta Pada Tahun 1081. Baru Saat Raja Ternate Yang Kesembilan, Cirililiyah Bersedia
Memeluk Agama Islam Berkat Dakwah Syekh Mansur Dari Arab. Setelah Masuk Islam
Bersama Para Pembesar Kerajaan, Cirililiyah Mendapat Gelar Sultan Jamalluddin. Putra
Sulungnya Mansur Juga Masuk Islam. Agama Islam Masuk Pertama Kali Di Tidore Pada
Tahun 1471 (Menurut Catatan Portugis).

Anda mungkin juga menyukai