Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sekelompok virus yang
dikenal sebagai retrovirus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai suatu
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus.

Infeksi HIV dan AIDS telah menjadi masalah paling serius dalam kesehatan
masyarakat. HIV/AIDS bertanggung jawab sebagai 1 %penyebab kematian di
seluruh dunia . Ini diketahui bahwa 42 juta orang telah terinfeksi HIV dan 27 juta
orang telah mati dikarenakan oleh AIDS selama 20 tahun terakhir. Ini
diperkirakan bahw angka kematian karena AIDS akan mencapai 100 juta orang
dalam jangka 25 tahun kedepan jika penaggulangan tidak menggunakan metode
yang effective.

Perkembangan epidemic HIV dan AIDS di dunia telah menyebab HIV dan
AIDS menjadi masalah global dan semakin nyata menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Kini Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan
HIV/AIDS tercepat di Asia Tengara di saat negara lain sudah mengalami
penurunan. Seperti Thailand yang pada awalanya adalah salah satu Negara dengan
angka HIV tertinggi di ASIAN tapi dengan program yang effective selama 20
tahun teakhir mereka berhasil menekan laju pertumbuhan infeksi HIV. Kasus
HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu
seorang wisatawan Belanda. Saat ini penderita HIV/AIDS telah menyebar secara
global termasuk di Indonesia. Jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat dari
tahun ke tahun. Indonesia telah memasuki epidemic terkonsentrasi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS?


2. Bagaimana cara penularan HIV?
3. Bagaimana fase perkembangan virus HIV?
4. Bagaimana gejala yang timbul setelah terinfeksi virus HIV?
5. Bagaimana cara pencegahan terhadap virus HIV?
6. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap ODHA?
7. Bagaimana dampak Psikologis bagi ODHA?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui cara penularan HIV.
3. Untuk mengetahui bagaimana fase perkembangan virus HIV.
4. Untuk mengetahui gejala yang timbul setelah terinfeksi HIV.
5. Untuk mengetahui cara pencegahan virus HIV.
6. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap ODHA.
7. Untuk mengetahui dampak psikologis yang di derita pada penderita
HIV/AIDS.
BAB II

Pembahasan

2.1 HIV/AIDS

HIV atau ’Human Immunodeficiency Virus’ ,HIV adalah virus yang menyerang
dan merusak kekebalan tubuh pada manusia, sehingga tubuh tidak bisamelawan
infeksi-infeksi yang masuk ke tubuh.3

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan


dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu:

H = Human (manusia)

I =Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan)

V = Virus.

Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel
kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah
terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll.

Kumpulan gejala penyakit yang menyerangtubuh kita itulah yang disebut


AIDS, yaitu:

A = Acquired (didapat)

I = Immune (kekebalan tubuh)

D = Deficiency(kekurangan)

S = Syndrome (gejala).

Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIVsebelum akhirnya


mengidap AIDS. Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita
AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama
pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu
kaposi’ssarcoma(KS).

Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan


sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir dan disebabkan oleh HIV
atau Human Immuno deficiency Virus.AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab
itu dapat menulari siapa saja.

Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang


memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyakit ini
kadang disebut “infeksi oportunistik”, karena penyakit ini menyerang dengan cara
memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun sehingga kanker dan
infeksi oportunistik inilah yang dapat menyebabkan kematian. Biasanya penyakit
ini baru muncul dua sampai tiga tahun setelah penderita di diagnosis mengidap
AIDS. Orang yang mengidap KS mempunyai kesempatan hidup lebih lama
dibandingkan orang yang terkena infeksi oportunistik. Akan tetapi belum ada
seorang pun yang diketahui benar-benar sembuh dari AIDS. Seseorang yang telah
terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang
yang tidak terinfeksi HIV.

Apakah seseorang sudah tertular HIV atau tidak hanya bisa diketahui
melalui tes darah. Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari
bahwa mereka telah tertular virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi
penyakitini termasuk lama dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat
tertular dari satuorang ke orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari
saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai timbulnya
penyakit.
2.2 Cara Penularan HIV

1. Lewat cairan darah:

Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV Lewat


pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa
disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna Narkotika
Suntikan

Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain,


misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus
kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah.

2. Lewat cairan sperma dan cairan vagina :

Melalui hubungan seks penetratif (penis masuk kedalam Vagina/Anus), tanpa


menggunakan kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma
dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina) ; atau tercampurnya
cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat
anus.

3. Lewat Air Susu Ibu :

Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan
melahirkan lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI.

Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission) ini


berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif
kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.

Secara langsung (transfusi darah, produk darah atau transplantasi organ


tubuh yang tercemar HIV) l Lewat alat-alat (jarum suntik, peralatan dokter, jarum
tato, tindik, dll) yang telah tercemar HIV karena baru dipakai oleh orang yang
terinfeksi HIV dan tidak disterilisasi terlebih dahulu.
Karena HIV – dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi orang lain-
ditemukan dalam darah, air mani dan cairan vagina Odha. Melalui cairan-cairan
tubuh yang lain, tidak pernah dilaporkan kasus penularan HIV (misalnya melalui:
air mata, keringat, air liur/ludah, air kencing).

Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi HIV tanpa


memakai kondom l Melalui transfusi darah l Melalui alat-alat tajam yang telah
tercemar HIV (jarum suntik, pisau cukur, tatto, dll) l Melalui ibu hamil yang
terinfeksi HIV kepada janin yang dikandungnya atau bayi yang disusuinya.

Dalam satu kali hubungan seks secara tidak aman dengan orang yang
terinfeksi HIV dapat terjadi penularan. Walaupun secara statistik kemungkinan ini
antara 0,1% hingga 1% (jauh dibawah risiko penularan HIV melalui transfusi
darah) tetapi lebih dari 90% kasus penularan HIV/AIDS terjadi melalui hubungan
seks yang tidak aman.karena kegiatan sehari-hari Odha tidak memungkinkan
terjadinya pertukaran cairan tubuh yang menularkan HIV. Kita tidak tertular HIV
selama kita mencegah kontak darah dengan Odha dan jika berhubungan seks, kita
melakukannya secara aman dengan memakai kondom.

Seorang Odha kelihatan biasa, seperti halnya orang lain karena tidak
menunjukkan gejala klinis. Kondisi ini disebut “asimptomatik” yaitu tanpa gejala.
Pada orang dewasa sesudah 5-10 tahun mulai tampak gejala-gejala AIDS.

Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan


HIV, karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka
dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke aliran
darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar risikonya
daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping itu karena
cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk
ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan vagina atau darah tersebut,
juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing pasangannya.
AIDS tidak ditularkan melalui :

1. Makan dan minum bersama, atau pemakaian alat makan minum bersama.
2. Pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum,
dan kolam renang.
3. Ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya.
4. Lewat keringat, atau gigitan nyamuk.

2.3 Fase Perkembangan Virus HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS tidak langsung


menampakkan gejala infeksinya pada manusia. Manusia, sebagai korban infeksi,
juga tidak langsung merasakan dampak virus berbahaya tersebut bagi tubuhnya.

Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat


waktu yang dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh
penderita. Selama kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV
kemudian berkembang menjadi AIDS.

1. Tahap pertama (periode jendela)

a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.

b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.

d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2. Tahap kedua

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.

b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang mulai
terbentuk.
c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan. Rata-
rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara berkembang, durasi
tersebut lebih pendek.

3. Tahap ketiga

a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem kekebalan tubuh
yang semakin menurun.

b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan kelenjar


limfa atau diare terus-menerus.

c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan
tubuh penderita.

4. AIDS

a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita


semakin parah.

Pada tahap ini, penderita harus secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani
terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV
dalam tubuh sehingga dampak virus bisa ditekan.

Setelah kita terinfeksi virus HIV, dimana virus berhasil masuk ke dalam
aliran darah maka hiv akan segera mencari sel CD4 yang ada di dalam darah.
Setelah virus hiv menemukan sel yang membantu sistem imun kita maka hiv akan
segera membajak dan melipat gandakan dirinya.
Secara umum bagaimana hiv bisa melakukan replikasi dapat dilihat dari
gambar dibawah:

1. Virus hiv bebas berkeliaran di dalam aliran darah, virus ini mencari sel CD4
untuk dijadikan inang. Begitu dia menemukan sel CD4 maka virus akan
menempelkan reseptornya pada koreseptor sel CD4 yakni protein CCR5 atau
CXCR4.

2. Begitu virus berhasil tertempel pada sel CD4 maka terjadi fusi antara dinding
virus dengan dinding sel cd4 yang menyebabkan terjadinya lubang dimana virus
bisa menyuntikan bahan-bahan genetiknya seperti RNA dan beberapa enzime ke
dalam sitoplasma sel CD4.

3. Begitu material genetik virus masuk ke dalam sel CD4 maka, enzim reverse
transcriptase akan membuat ‘bayangan’ RNA virus sehingga terbentuknya dua
untaian RNA. Dengan bantuan enzim khusus maka dua RNA ini diubah menjadi
DNA virus.

4. Selanjutnya enzim integrase membawa DNA virus untuk masuk ke dalam inti
sel CD4. Di dalam inti sel maka DNA virus akan digabungkan dengan DNA sel
CD4.
5. Bila sel aktif maka DNA virus juga akan terbaca sehingga rantai panjang
protein virus hiv juga akan terbentuk. Protein ini akan keluar dari inti sel menuju
sitoplasama.

6. Dalam sitoplasma sel maka protein ini membentuk virus yang belum matang
dan akan keluar dari sel CD4.

7. Virus yang belum matang keluar dari sel, dan tahap terakhir enzim protease
virus akan memotong protein dan terbentuklah virus yang matang yang akan
mencari sel CD4 yang masih sehat.

2.4 Gejala yang Timbul Setelah Terinfeksi HIV

Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khususyang bisa menandai apakah


seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan
waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang
disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang
menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila
seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri
dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat
dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena tubuh kita
membutuhkan waktu sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya
akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode
jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus
HIV di dalam tubuhnya (walaupun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia
sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat
infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDS HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh.
Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma
Kaposi,kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti


demam,berkeringat(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar,
kedinginan, merasa lemah,serta penurunan berat badan.

Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung


pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.

2.5 Pencegahan penularan virus HIV

Sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau
mengobati HIV/AIDS. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk melakukan
pencegahan HIV terhadap diri sendiri dan oranglain. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap proses penularan merupakan kunci dari pencegahannya.

Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain

Memahami HIV AIDS dan bagaimanavirus ini ditularkan merupakan


dasar untuk melakukan tindakan pencegahan.

 Ketahui status HIV AIDS patner seks anda

Berhubungan seks dengan sembarang orangmenjadikan pelaku seks bebas


ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahuistatus HIV AIDS
patner seks sangatlah penting.
 Gunakan jarum suntik yang baru dan steril

Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalahmelalui penggunaan jarum


suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki statusHIV positif, penularan
melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection drug user).

 Gunakan Kondom Berkualitas

Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan kondom saat


berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui seks.

 Lakukan sirkumsisi / khitan

Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutesof Health


(NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53
%lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.

 Lakukan tes HIV secara berkala

Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,sebaiknya melakukan tes


HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali.
2.6 Pandangan Masyarakat Terhadap ODHA(Orang Dengan
HIV/AIDS)

Setidaknya ada dua pandangan berbeda dalam memperlakukan orang


dengan HIV dan AIDS (ODHA). Pandangan pertama, menempatkan orang
terinfeksi HIV dan AIDS serba negatif. Ini karena paradigma umum, bahwa
ODHA adalah mereka yang berpergaulan bebas atau memiliki latar belakang
nagatif yang berisiko tinggi terjangkitnya HIV dan AIDS. Seperti seks bebas atau
para pengguna narkoba terutama media jarum suntik.

Dari pandangan ini muncul asumsi tak manusiawi, ODHA tak layak
dikasihani karena penyakit itu merupakan kutukan atas perbuatan ”tercelanya”.
Dengan pandangan negatif itu pula, tak jarang orang-orang terdekat dengan
ODHA, termasuk keluarga sekalipun merasa punya aib kalau di keluarganya
terdapat ODHA. ODHA pun tak lagi mendapat perlakuan semestinya sehingga
secara psikologis akan semakin menderita.

Kedua pandangan simpatik. Pandangan ini menempatkan ODHA sebagai


manusia yang harus dikasihani dan mendapat simpati dari semua kalangan.
Apalagi melihat realitas, banyak orang yang tertular HIV dan AIDS berlatar
belakang perilaku tidak berisiko. Mereka tiba-tiba sakit keras dan setelah
didiagnosa positif HIV dan AIDS. Misalnya, seorang ibu-ibu tertular dari
suaminya atau seorang anak tertular dari ibunya saat dilahirkan. Secara perilaku,
dalam kasus tertular seperti itu, mereka tidak melakukan perbuatan negatif yang
berisiko terkena HIV dan AIDS. Ia hanya kebetulan hidup pada orang yang
terkena HIV dan AIDS yang itu bukanlah kemauan dirinya.

Kini cukup membahagiakan, banyak kelompok, organisasi yang peduli


terhadap penderita HIV dan AIDS, baik yayasan atau LSM dalam dan luar negeri.
Sebagian ODHA pun hidup dalam pandangan positif serta beraktifitas normal.
Dua pandangan berbeda di atas, secara tidak langsung menujukkan tingkat
pemahaman masyarakat terhadap HIV dan AIDS sangat kurang. Banyak orang
berpandangan, virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia itu menular
dengan mudah melalui media apapun, termasuk bekas minum ODHA bahkan
hanya berjabat tangan. Informasi seperti itu sungguh mengerikan. Eksesnya,
ODHA ditakuti layaknya hantu. Jangankan diberi simpati, didekati ODHA pun
tidak mau. Diharapkan, dengan mudahnya akses informasi yang sedemikian masif
hingga pelosok pedesaan saat ini, informasi yang menyesatkan tentang HIV dan
AIDS akan terkurangi.

Diakui, penyebaran HIV dan AIDS kini sudah masuk pada tahap
membahayakan keberlangsungan hidup umat manusia. Setiap hari orang
terinveksi dan satu persatu terbunuh. Namun sayang, kesadaran memeriksakan
kesehatan masih kurang disadari masyarakat kita. Memeriksakan diri baru
dilakukan bila penyakit dirasakan parah dan cepat-cepat mencari mendiagosa.
Memang biasanya, orang mau memeriksakan kondisi kesehatannya ketika
penyakit sudah kadung parah. Maka tak heran jika data-data penderitaHIV dan
AIDS yang mucul ke permukaan, hanyalah fenomena gunung es. Sedangkan
akarnya, yang jumlahnya lebih banyak tidak terlihat sama sekali. Mengurangi
penularan HIV tidak semata-mata tanggungjawab orang yang sehat atau ODHA.
Perlu kesadaran semua pihak. Namun ironiosnya, meski upaya pengurangan terus
dilakukan, setiap tahun jumlah penderita HIV dan AIDS terus meningkat secara
pantastis termasuk yang meninggal.
2.7 Dampak penyakit HIV/AIDS terhadap Psikologis Penderita

Pasien yang menderita AIDS memperlihatkan adanya gangguan psikologis


berupa stres dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa,
pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk
dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan merasa
tidak berdaya.

Studi yang dilakukan oleh Meredith (dalam Varney: 2006) yang menanyai
wanita HIV positif mengenai apa yang mereka butuhkan dari perawatan mereka,
menjawab:

1. Perawatan personal dan dihargai

2. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-masalahnya

3. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya

4. Tindak lanjut medis

5. Mengurangi penghalang untuk pengobatan

6. Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka

Selain itu beberapa studi lainnya menjelaskan bahwa seorang penderita


HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya.
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:

1. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan


diperhatikan

2. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat

3. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam


mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Pasien yang didiagnosis dengan HIV akan mengalami masalah fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual. Masalah psikologis yang timbul adalah:

1. Stres, yang ditandai dengan menolak, marah, depresi, dan keinginan untuk
mati.

Individu yang terinfeksi AIDS (atas pemberitahuan dokter), biasanya mengalami


shock. Bisa putus asa (karena shock berat). Penderita mengalami “depressi berat”,
sehingga menyebabakan penyakit makin lama makin berat, timbul berbagai
infeksi opotunistik, penderita makin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar,
macam penyakit tambah banyak, obat yang di beri harus tambah banyak dan
tambah keras, dengan berbagai efek samping, yang memperparah keadaan
penderita.

2. Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan


penderita mengalami hypochondria.

Dimana penderita seringkali memikirkan mengenai kehilangan, kesepian dan


perasaan berdosa di atas segala apa yang telah dilakukan sehingga menyebabkan
mereka kurang menitik beratkan langkah-langkah penjagaan kesehatan dan
kerohanian mereka. Seorang pasien yang telah didiagnosis HIV positif dan
mengetahuinya, kondisi mental penderita akan mengalami fase yang sering
disingkat SABDA (Shock, Anger, Bargain, Depressed, Acceptance).

3. Kecemasan akan HIV/AIDS berkorelasi negatif dengan Psychological Well


Being (kesejahteraan psikologis)

Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan pada penderita


HIV/AIDS, maka Psychological Well Being (kesejahteraan psikologis) pada
penderita HIV/AIDS akan semakin rendah.

Dalam pandangan masyarakat, ODHA sering dianggap memiliki perilaku yang


tercela (orang jahat) dan mereka kemudian dilihat sebagai orang yang berhak
mendapatkan takdir atas perilaku tercela tadi. Pada saat yang sama masyarakat
menyalahkan ODHA sebagai sumber penularan penyakit AIDS. Pandangan dan
pendapat masyarakat tentang HIV/AIDS yang akhirnya menimbulkan stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA. Menurut The Centre for the Study of AIDS
University of Pretoria, terdapat 2 macam stigma, yaitu:

a. Eksternal stigma

Eksternal stigma merujuk pada pengalaman ODHA yang diperlakukan secara


tidak wajar/tidak adil dan berbeda dengan orang lain. Eksternal stigma meliputi:

1) Menjauhi (avoidance), yakni orang-orang menjauhi ODHA atau tidak


menginginkan untuk menggunakan peralatan yang sama.

2) Penolakan (rejection), yakni orang-orang menolak ODHA. Hal ini dapat


dilakukan oleh anggota keluarga atau teman yang tidak mau lagi berhubungan
dengan ODHA atau dapat juga suatu masyarakat atau kelompok tertentu yang
tidak mau menerima ODHA.

3) Peradilan moral (moral judgement), yakni orang menyalahkan ODHA karena


status HIV mereka atau melihat ODHA sebagai orang yang tidak bermoral.

4) Stigma karena hubungan (stigma by association), yakni orang yang terkait


dengan ODHA (seperti keluarga atau teman dekatnya) akan terstigma juga karena
keterkaitan tersebut.

5) Keenggganan untuk melibatkan ODHA (unwillingness to invest in PLHA),


yakni orang mungkin akan dipinggirkan dalam suatu organisasi/kelompok karena
status HIV mereka.

6) Diskriminasi (discrimination), yakni penghilangan kesempatan untuk ODHA,


seperti ditolak untuk bekerja, ditolak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai atau petugas menolak untuk melayani ODHA.

7) Pelecehan (abuse), yakni ODHA yang secara fisik ataupun lisan dilecehkan.

8) Pengorbanan (victimization), sebagai contoh anak-anak yang terinfeksi HIV


atau anak yatim piatu yang orangtuanya meninggal karena AIDS.

9) Pelanggaran hak asasi manusia (abuse of human right), sebagai contoh


pelanggaran asas kerahasiaan seperti membuka status HIV seseorang pada orang
lain tanpa persetujuan yang bersangkutan atau dilakukan tes HIV tanpa
melakukan informed consent.

b. Internal stigma

Internal stigma adalah perasaan tertentu seseorang tentang diri mereka sendiri
seperti rasa malu atau rasa takut ditolak. Internal stigma meliputi:

1) Mengasingkan diri dari pelayanan atau kesempatan (self-exclusion from


services or opportunities), yakni ODHA tidak menginginkan untuk mendapatkan
pelayanan atau tidak bekerja karena mereka takut diketahui sebagai ODHA.

2) Persepsi terhadap diri sendiri (perception of self), ODHA memiliki rasa rendah
diri karena status HIV mereka yang positif.

3) Penarikan diri secara sosial (social withdrawal), ODHA akan menarik diri dari
hubungan pribadi dan sosial.

4) Mengganti secara berlebihan (overcompensation), ODHA percaya bahwa


mereka seharusnya memberi lebih dibanding orang lain atau adanya perasaan
berhutang jika orang lain bersikap baik pada mereka.

5) Ketakutan untuk pengungkapan (fear of disclosure), ODHA tidak akan


mengungkapkan status HIV mereka karena mereka takut akan konsekuensinya.
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah nama untuk virus yang


menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia virus ini
terus bertambah banyak hingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh tidak
sanggup lagi melawan virus yang masuk.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan


berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi virus HIV tersebut. Infeksi virus HIV secara perlahan menyebabkan tubuh
kehilangan kekebalannya oleh karenanya berbagai penyakit akan mudah masuk ke
dalam tubuh. Akibatnya penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan
menjadi bahaya bagi tubuh.

Virus AIDS ditemukan dalam cairan sperma, cairan vagina dan pada darah,
serta penularannya terjadi melalui hubungan seksual, alat suntik narkotika,
transfusi darah dan ASI. AIDS dapat menyerang siapa saja yang melakukan
perilaku yang menyebabkan AIDS (hubungan seksual berganti-ganti, pemakai
narkotika suntik, transfusi darah yang tercemar).

3.2 Saran

Banyak yang percaya kalau penyakit AIDS lebih disebabkan oleh perilaku
manusia itu sendiri, maka masalah yang pertama kali harus dibenahi adalah soal
keyakinan hidup. Hindari perbuatan-perbuatan dan resiko yang dapat
menyebabkan HIV/AIDS, namun jangan jauhi penderita HIV/AIDS mereka butuh
kita.

Anda mungkin juga menyukai