Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PEMBAHASAN

Terapi pada demam tifoid meliputi terapi suportif, terapi simptomatik dan

terapi kuratif. Terapi suportif yang diberikan pada pasien demam tifoid yaitu tirah

baring, menjaga kecukupan asupan cairan, diet harus mengandung kalori dan

protein yang cukup dan rendah serat. Tirah baring sangat diperlukan pada

penderita penyakit sistemik seperti demam tifoid. Pasien harus diedukasi untuk

tinggal di rumah dan tidak melakukan aktivitas sampai masa pemulihan. Pada

kasus ini pasien dirawat inap di rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat

istirahat cukup, sehingga mempercepat kesembuhannya, hal ini sudah sesuai

dengan pedoman tatalaksana demam tifoid. Selain itu, diet pada pasien demam

tifoid yang diberikan harus mengandung tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)

rendah serat karena dapat membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun

tidak memperburuk kondisi ususnya. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat)

untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid,

basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa. Pada

kasus ini, pasien An.Y mendapat diet TKTP (tinggi kalori, tinggi protein) hal ini

telah sesuai dengan teori. Pasien demam tifoid harus mendapat cairan yang cukup,

baik oral maupun parenteral (PPK, 2014). Cairan yang diberikan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. pada kasus ini An.Y mendapatkan

terapi cairan berupa KAEN 3A 1300cc/ 24 jam. Hal ini telah sesuai dengan

perhitungan cairan rumatan pada anak sesuai dengan rumus holiday segar dengan

BB 16 kg kebutuhan cairannya yang diberikan adalah 1300cc/24 jam

(Greenbaum, 2014).
Terapi simptomatik yang dapat diberikan pada demam tifoid yaitu

antipiretik maupun antiemetik. Pada kasus ini An.Y mendapatkan terapi

antipiretik berupa paracetamol 175 mg. hal ini telah sesuai dengan teori bahwa

dosis pemberian paracetamol yaitu 10-15 mg/KgBB. Dengan dosis paracetamol

175 mg pada anak ini masih termasuk dalam dosis rentang paracetamol yang

dianjurkan. Tujuan diberikan antipiretik yaitu untuk menurunkan suhu tubuh

pasien, karena saat datang pasien mengalami hiperpireksia yaitu suhu 40 C

(Martino,2015).

Terapi kuratif yang diberikan pada pasien demam tifoid yaitu dengan

pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam

tifoid, karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan

dengan keadaan bakterimia.Pemberian terapi antibiotik demam tifoid pada anak

akan mengurangi komplikasi dan angka kematian, memperpendek perjalan

penyakit serta memperbaiki gambaran klinis salah satunya terjadi penurunan

demam. Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada terapi demam

tifoid, hal ini dapat dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi

terhadap obat tersebut.Tetapi penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini sudah

menemukan strain Salmonella Typhi yang sensitivitasnya berkurang terhadap

kloramfenikol, untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson, ampisilin,

kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan terapi demam

tifoid. Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 3-4 dosis dan diberikan selama 14 hari. Pada kasus ini An. Y mendapatkan

terapi kloramfenikol dengan dosis 3x400 mg selama 14 hari. Hal ini telah sesuai
dengan teori bahwa dosis yang diberikan masih termasuk dalam dosis rentang

kloramfenikol yang dianjurkan (Rajesh, 2015).

Anda mungkin juga menyukai