Laporan Pendahuluan Katarak
Laporan Pendahuluan Katarak
B. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM
dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katark
komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat
pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 ta
hun
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini
merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berb
entuk bercak-
bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini seringkali tidak meras
akan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan ber
tambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampai
kan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan
menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melal
ui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.
C. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabe
tes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangg
uan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-
obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi k
eduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengala
mi perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katar
ak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga me
ngabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menye
butkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini memat
ahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bah
wa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim ak
an menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderia
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabe
tes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling serin
g berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-
obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
yang lama.
E. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta ganggun
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak de
ngan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bu
kannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
F. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan korne
a, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan
ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, p
erdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-
buahan yang banyak mengandung vit. C ,vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk menguran
gi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan kacamata hita
m dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikro
skop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi penga
mbilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lu
nak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula le
ntis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemuls
ifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan me
nggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi
partikel yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan i
rigasi kontinus.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Gangguan persepsi sensori-
perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status orga
n indera
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tida
k mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tu
buh.
2. Gangguan persepsi sensori-
perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status orga
n indera.
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pe
ndidikan Keperawatan Pajajaran
Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.Jakarta, Media Aesculapius.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakart
a: EGC
PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Al
ih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC