Anda di halaman 1dari 12

PERILAKU DAN HUBUNGAN

MANUSIA DALAM ORGANISASI


“PERTANIAN DAN PANGAN”
URGENSI REGENERASI SDM PERTANIAN DALAM
UPAYA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN

Dosen Pengampu :
Dra Sri Henny Indarti, MSi

Disusun Oleh :
Analia Sofiana (1836020009)
ADMINISTRASI PUBLIK PAGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


Universitas 17 Agustus 1945.
Jl. Sunter Permai Raya, RT.11/RW.6, Sunter Agung, Tj. Priok,
Jakarta Utara,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14350
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian adalah salah satu sektor vital dalam kehidupan bangsa


Indonesia. Pertanian juga memiliki peran strategis bagi kehidupan bangsa.
Kondisi yang vital dan dan strategis ini secara keseluruhan tidak dapat
digantikan oleh sector lainnya. Pertanian adalah penyedia pangan bagi
penduduk Indonesia. Pertanian adalah pabrik alami yang menghasilkan
produk-produk pangan yang amat dibutuhkan oleh seluruh bangsa
Indonesia. Sebagai penyedia pangan, maka pertanian memiliki peran yang
tak tergantikan oleh sector lainnya.

Pertanian juga merupakan penyedia mayoritas dari bahan baku industri


kecil dan menengah. Sekitar 87% bahan baku dari industry kecil dan
menengah adalah berbasis dari proses pertanian. Pertanian dengan demikian
memberikan potensi bagi dinamika perekonomian bangsa. Relevan dengan
kondisi tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Kementerian Pertanian
(2014) bahwa pertanian memberikan sumbangan sekitar 14,72% terhadap
PDB. Proses dan dinamika pertanian juga mampu menghasilkan US $ 43,37
M devisa Negara. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sector pertanian
memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional.

Apabila dilihat dari perspektif kepentingannya pada jumlah tenaga


kerja, maka pertanian menyerap sekiar 33,32% total tenaga kerja. Kondisi
lainnya adalah bahwa pada rumah tangga pedesaan bergantung sekitar 70%
dari sector pertanian sebagai sumber utama pendapatan. Dalam konteks
ketenagakerjaan, maka pertanian memiliki peran vital dalam menutup
lubang pengangguran terbuka yang semakin besar. Kondisi tersebut
memberikan klarifikasi bahwa pertanian menjadi factor penutup bagi
potensi pengangguran yang besar. Terdapat fakta bahwa pertanian adalah
suatu keniscayaan bagi keberlanjutan kehidupan manusia, dalam konteks
penyediaan pangan (Luckey, et al: 2013)

Sisi lain dari pertanian adalah sektor ini memiliki peran yang tidak
ringan dari upaya mencegah atau menyelesaikan masalah lingkungan.
Sebagai “organisasi” yang bersandar dari proses alamiah, maka pertanian
memiliki peran dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 8 juta
ton (Kementerian pertanian, 2014). Peran terhadap upaya menjaga
kelestarian amat vital di tengah semakin meningkatnya persoalan-persoalan

2
lingkungan dewasa ini. Peran strategis pertanian memberikan sinyal bahwa
peran-peran penti ng tersebut tidak dapat diganunakan oleh sector lainnya.
Ketetapan peran-peran strategis tersebut, tentu dapat diupayakan apabila
kondisi atau factor-faktor penyokong tersebut antara lain adalah SDM
pertanian sebagai kelompok pengelola dari “organisasi” pertanian.

Peran strategis juga secara linear akan berdampak terhadap


kemampuan menerjemahkan tantangan tantangan dari luar. Tantangan dari
luar dalam hal ini adalah lingkungan global yang memberikan potensi untuk
memperbesar peran pertanian dalam mensejahterakan bangsa ataukah
sebaliknya. Adanya peran pertanian yang lemah tentu akan memberikan
dampak yang kurang menguntungkan pada kondisi ketersediaan pangan
bangsa dan juga implikasi ketergantungan terhadap Negara lainnya.

Isu-isu terkait pangan pada masa depan akan menjadi isu penting
dan masuk dalam ranah atau kawasan yang berpotensi menjadi sumber
konflik. Kondisi ini didasarkan pada fakta bahwa ketersediaan pangan dan
jumlah kebutuhan terhadap pangan tidaklah sebanding. Dalam konteks
ketersediaan pangan aspek aspek terhadap kemampuan produksi dianggap
lemah, sedangkan kebutuhan pasokan atau permintaan dari waktu ke waktu
terus meningkat.

Beberapa kondisi yang kurang menguntungkan memberikan


kontribusi signifikan dalam konteks kemampuan produksi pertanian.
Semakin mengecilnya lahan pertanian, konversi lahan pertanian yang terus
berlanjut, kerusakan lingkungan, dan mutu kelembagaan petani yang dinilai
rendah adalah kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan tersebut. Bila
terus berlanjut kondisi ini tentu berdampak negative terhadap kemampuan
produksi dalam negeri sekaligus menurunnya daya saing.

Daya saing yang lemah tentu akan merugikan Indonesia mengingat


pasar terpadu ASEAN sudah di depan mata. Sebagaimana kita ketehui
bahwa implementasi The ASEAN Economic Community (AEC) berlaku
pada tahun 2015. Integrasi pasar dan pintu masuk pasar global yang tidak
diantisipasi, tentu akan sangat merugikan bangsa Indonesia.

Salah satu faktor penting bagi upaya melakukan proses produksi


yang tepat, adalah dengan menyiapkan SDM yang memenuhi standar
kebutuhan sector pertanian. SDM yang tepat yang dibutuhkan adalah sesuai
dengan kebutuhan dalam rangka memenuhi upaya-upaya yang dapat
dilakukan dalam memenuhi ekspektasi daya saing yang tepat. Dalam
konteks ini para pelaku atau SDM yang tepat sangat diharapkan dapat
melaksanakan kegiatan pertanian yang sesuai.

3
SDM pertanian yang tangguh, akan memberikan peran yang sesuai
dengan kondisi persaiangan saat ini. SDM yang memliki kompetensi tentu
memberikan kontribusi pada kemajuan usaha tani. Kesiapan, kualifikasi dan
kompetensi yang memadai sebagai SDM usaha tani akan berontribusi dalam
produkt vitas, daya adaptasi dan keberlanjutan usaha tani. Apabila kondisi
atau situasi peran SDM pertanian dapat diselenggarakan, maka berdampak
pada signifi kan dalam memfasilitasi upaya mewujudkan kedaulatan
pangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka menilai kembali


bagaimana SDM pertanian dan peran yang dapat dimainkan adalah upaya
vital yang sangat secara potensial dan actual akan memberikan jawaban
terhadap persoalan-persolan pertanian, produksi, maupun daya saing serta
kedaulatan pangan. Kedaulantan pangan telah menjadi suatu tahapan sangat
vital dalam keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berfokus
pada pemikiran tersebut maka tujuan dari penulisan makalahl ini adalah:
(a) menguraikan kondisi tantangan global terhadap ketersediaan pangan dan
dinamikanya
(b) menguraikan karakteristik SDM pertanian saat ini
(c) menganalisis implikasi karakteristik SDM terhadap Kedaulatan pangan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Tantangan Produksi Pertanian

Kedaulatan pangan berhubungan erat dengan produktivitas


pertanian. Produktifitas pertanian memberi gambaran tentang kinerja
pertanian dalam penyelenggaraan usahatani. Kinerja usahatani adalah hasil
yang dicapai dalam bentuk ouput proses produksi. Produktivitas pertanian
berhubungan erat secara langsung dengan dengan faktor-faktor sumberdaya.
Faktor-faktor sumberdaya adalah sumberdaya alam termasuk lahan, air,
iklim, sumberdaya sarana produksi dan sumberdaya manusia sebagai pelaku
usahatani. Faktor-faktor sumberdaya tersebut saling berinteraksi dalam
menentukan dinamika produktivitas pertanian (Muksin, 2014).

Salah satu ukuran produktivitas pertanian dapat dikaitkan dengan


kondisi ketersediaan pangan nasional dan dinamika untuk memenuhi
kebutuhan pangan tersebut. Kebutuhan dari pangan nasional cukup besar
dapat diamati dari nilai rupiah yang dibelanjakan dari APBN untuk
kebutuhan pangan tersebut. Sebagaimana hasil kajian beberapa penelitian
bahwa pada tahun 2009 sekitar 5 persen dari APBN atau sekitar 50 triliun
digelontorkan untuk menyediakan atau membeli enam komoditas pangan,
yaitu kedelai, gandum, daging, sapi, susu dan gula, termasuk garam. Kondisi
ini menunjukkan betapa besarnya ketergantungan pangan kita kepada negara
lain.

Bersamaan dengan hal tersebut di banyak belahan dunia yang lain


kondisi kekurangan ketersediaan pangan juga terjadi. Selain persoalan iklim
yang tidak menentu sebagai akibat kehidupan modern yang “tidak
terkendali” dan tidak ramah terhadap lingkungan, maka pesoalan
pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menjadi penyebab
utama akan ketersediaan pangan yang terus menuruan. Data beberapa
penelitian menyebutkan bahwa secara ideal angka pasokan pangan atas
kebutuhan jumlah penduduk, saat ini dinilai berada pada angka ketersediaan
30-40persen dari jumlah keseluruhan. Kondisi tersebut secara factual tentu
memprihatkan dan banyak memunculkan banyak kekhawatiran.

Semakin meningkatnya permintaan pangan, sementara pasokan


terhadap pangan tidak sebanding mengakibatkan terjadinya kecenderungan
peningkatan harga terhadap pangan. Kecenderungan harga pangan tersebut
misalnya terjadi pada gandum, padi, dan jagung serta beberapa komoditi
lainnya khususnya komoditi yang dapat digunakan sebagai bahan pangan

5
dan bahan baku energi. Kelangkaan pangan selain factor-faktor tersebut,
juga dipicu oleh “alih fungsi” beberapa komoditi pertanian yang pada
awalnya dimanfaatkan untuk bahan baku pangan, pada saat ini juga
diupayakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan energy.

Beberapa materi dan tanaman, seperti kelapa sawit, jagung, ubi


kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri sunan dan kotoran ternak dapat diolah
menjadi sumber energi. Permintaan energi fi nal masa mendatang akan naik
hampir tiga kali lipat tahun 2030, dan BBM masih mendominasi dengan
porsi sebesar 31,1 persen. “Perebutan” peruntukan bahan baku tersebut
berimbas terhadap ketersediaan pangan (Kementan, 2014).

Indonesia sampai saat ini adalah Negara pengimpor bahan pangan


seperti gandum, beras, dan kedelai dan beberapa komoditas lainnya. Jumlah
impor tersebut memiliki konsekuensi ketergantungan Indonesia terhadap
beberapa Negara untuk memenuhi kebutuhan pangan. Semakin besar jumlah
kebutuhan pangan, semakin besar ketergantungan Indonesia terhadap
Negara-negara penyedia pangan. Bila kondisi tersebut berlanjut maka krisis
pangan akan benar-benar terjadi. Kecenderungan semakin meningkatnya
impor beberapa komoditas oleh Indonesia, dinilai sebagai kondisi yang
membahayakan. Indonesia dinilai sudah masuk dalam jebakan pangan (food
trap) (Wibowo, 2014).

Produksi pangan berasal dari proses produksi pertanian. Sementara


produksi dan perdagangan yang terkait langsung dengan sarana produksi
hanya dikuasai atau dikontrol oleh hanya lima Multi nasional Corporation
(MNC), sehingga petani hanya memiliki peran kecil dalam kontribusi
terhadap perdagangan. Dengan demikian krisis pangan dan ancaman
terhadap ketersediaan pangan disejajarkan dengan konsepsi ancaman
tradisional dan non tradisional pada keamanan nasional. Krisis terhadap
keberlanjutan pertanian adalah konsekuensi logis dari kondisi saat ini.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa produktivitas pertanian terus
mengalami penurunan. Produktivitas yang menurun memberikan ancaman
serius terhadap kedaulatan pangan. Bahkan ancaman terhadap krisis pangan
dimasukkan sebagai ancaman serius terhadap ketahanan dan kemanan
Negara (Bappenas, 2009).

Karakteristik Petani

Sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa hampir 67


persen angkatan kerja menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa peran pertanian cukup tingggi.

6
Sektor pertanian dengan demikian masih menjadi salah satu media dalam
menutupi potensi pengangguran terbuka. Apabila dilihat dari penguasaan
lahan pertanian, petani memiliki lahan pertanian yang semakin menurun dari
tahun ke tahun. Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil sensus pertanian
tahun 1993 menunjukkan penguasaan lahan oleh keluarga petani adalah
sekitar 0,48 ha. Selanjutnya pada hasil sensus pertanian tahun 2003
penguasaan lahan pertanian oleh petani sekitar 0,3 ha per keluarga,
sementara hasil sensus pertahian tahun 2013 menunjukkan penguasaan
lahan yang dikelola keluarga petani sekitar 0,2 ha. Kondisi tersebut
menunjukkan terjadi penurunan ditandai dengan menyempitnya lahan
pertanian. Kepemilikan lahan oleh petani semakin rendah secara signifi kan.

Beberapa masalah lain yang terkait dengan sumberdaya alam dan


lingkungan adalah masalah lain iklim yang ti dak menentu, rusak atau
tiadanya jaringan irigasi sebagai akibat langsung dari adanya konversi lahan,
kecenderungan rusaknya lahan pertanian sebagai akibat laju peningkatan
pelaksanaan intensifi kasi pertanian, indikasi meningkatnya serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) sebagai akibat ketidakseimbangan
ekologis (muksin, 2002), meningkatnya persaingan produk pertanian
khususnya tanaman pangan dan hortikultura yang berasal dari luar negeri,
dan produkti vitas Sumberdaya Manusia (Wibowo, 2014). Faktor
sumberdaya manusia bahkan dianggap yang paling menonjol apabila dilihat
dari karakteristik petani dan potensi persaingan yang akan dihadapi oleh
bangsa Indonesia.

Secara statistik karakteristik petani Indonesia kurang


menggembirakan. Masih berdasarkan hasil sensus tahun 2003 jumlah petani
gurem (keluarga petani yang menguasai lahan kurang dari 0,5 ha) sekitar
31,17 juta. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan hasil sensus tahun
2013 sebesar 26,13 juta. Kondisi tersebut menunukkan terjadi penyusutan
sebasar 5,04 juta petani guem yang umumnya adalah petani tanaman pangan
atau hampir berjumlah 75 persen.

Kehilangan atau tiadanya jumlah petani sebanyak 5 juta orang


adalah jumlah yang signifikan apabila dikornversi sebagai sumberdaya yang
menghasilkan output pangan. Semakin menurunnya jumlah petani tentu
berkorelasi langsung dengan jumlah output pangan yang dihasilkan, dengan
sumsi bahwa petani yang hilang tersebut adalah sebagian besar adalah
petani tanaman pangan. hilangnya 5,04 juta petani tersebut diindikasikan
sebagai meningkatnya jumlah petani yang kehilangan lahan. Artinya petani
gurem melepaskan kepemilikan lahan kepada orang lain. Petani gurem
tersebut dimungkinkan berpindah profesi sebagai tenaga kasar dan buruh
tani sebagai pekerja informal. Selain itu regenerasi petani berjalan sangat

7
lambat. Artinya petani baru yang masuk menjadi petani jumlahnya sangat
tidak signifi kan dibanding dengan yang keluar dari profesi sebagai petani.

Selain jumlah secara kuantitas, faktor umur petani juga kurang


menggembirakan. Apabila dilihat dari umur produktif, saat ini mayoritas
petani adalah kelompok menjeleng usia senja yang masih bekerja.
Berdasarkan SP 2013 sebagian besar petani berumur diatas 45 tahun atau
50-an tahun. Kategori umur tersebut mengindikasikan fase memasuki masa
pensiun dalam pelaksanaan pekerjannya. Apabila dianggap umur produktif
sampai 55 tahun, maka kelompok petani yang ada saat ini adalah kelompok
yang hanya menyisakan beberapa tahun saja untuk pensiuan. Artinya pada
tahap ini, petani kurang memiliki kemampuan secara fi sik untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan usahatani

Pada aspek tingkat pendidikan, mayoritas petani juga


memperihatinkan. Para generasi tua petani berpendidikan Sekolah dasar
(SD). Petani yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat
jumlahnya cukup kecil yaitu sekitar 5 persen. Tingkat pendidikan formal
memiliki pengaruh langsung dalam kemampuan berpikir dan ketanggapan
merespon dinamikan lingkungan usahatani dan penguasaan teknologi.
Penguasaan teknologi petani digolongkan hanya mengaplikasikan teknologi
tradisional. Selain itu kemampuan petani dalam menerjemahkan tantangan
dinamika lingkungan saat ini juga belum memenuhi harapan yang
diinginkan (Muksin, 2007).

Selain faktor tersebut, factor motivasi para petani umumnya rendah.


Indikasi dari hal tersebut adalah adanya alasan bertani. Sebagian besar
alasan menjalankan usaha karena tidak memiliki kemampuan lain. Para
petani menganggap sebenarnya usahatani dinilai tidak menguntungkan
secara signifi kan (Muksin, 2007). Apabila dijumpai petani yang saat ini
mengusahakan lahannya, umumnya karena tidak ada yang melanjutkan
pekerjaan sebagai petani. Selain itu persepsi yang negativ terhadap pertanian
dikaitkan dengan belum optimalnya peran penyuluhan dan kebijakan
pemerintah dalam memfasilitasi peran pemuda dalam pertanian (Muksin,
2007). Sementara penyuluhan semakin kehilangan perannya karena
lemahnya anggapan tingkat kepenti ngannya, lemahnya dukungan politik
terhadap penyelenggaran penyuluhan, dan kesulitan menghitung secara
kuantitatif kontribusi atau keuntungan secara ekonomis atas
penyelenggaraan (Milburn et al., 2010).

Petani adalah manajer dari usahataninya. Petani adalah SDM yang


dengan segala keterbatasan atau kelebihannya akan melaksanakan usaha
tani. Petani sebagai pengelola adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang

8
menyelenggarakan proses usaha. SDM dalam usahatani akan menentukan
bagaimana produktvitas usahatani melalui kemampuan menjalankan usaha
dan proses pengambilan keputusan. Kemampuan yang dimaksud adalah
bagaimana petani melaksanakan teknis budidaya, pemanenan, pengelolaan
pasca panen, dan pemasaran, serta kemampuan merespon dinamika
lingkungan yang terkait dengan usahatani. Kemampuan merespon adalah
kemampuan petani dalam menerjemahkan kebutuhan dalam menjalankan
usahataninya, menyikapi dan menerjemahkan tantangantantangan termasuk
ancaman-ancaman terhadap usaha taninya. Kemampuan petani akan
mengarahkan petani dalam menjalankan usahataninya secara efi sien dan
efektif dalam mencapai tujuan.

Secara faktual tingkat kemampuan kemampuan petani yang


menopang produktivitas usahatani masih dinilai rendah. Indikator lemahnya
kemampuan petani antara lain jumlah petani yang semakin berkurang.
Indikator lainnya adalah melemahnya kemampuan fisik dan nonfisik yang
terkait langsung dengan umur petani, dan melemahnya motivasi petani
dalam menjalankan usahatani (Muksin, 2014).

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Implikasi

Kemampuan menghasilkan produk pertanian dipengaruhi oleh luas


lahan, mutu lahan, dinamika lingkungan dan iklim, input teknologi dan
jumlah maupun mutu dari SDM petani. Apabila lahan dan dinamika iklim
adalah sesuatu yang memerlukan kebijakan eksternal dan kolaboratif
seluruh pelaku pertanian di dunia, maka SDM petani dalam konteks ini akan
lebih banyak bertumpu pada kemampuan petani dan kebijakan internal dari
Negara masing-masing. Ketidakmampuan SDM petani atau rendahnya SDM
petani dari suatu Negara, tidak akan lantas merugikan Negara bersangkutan,
akan tetapi lebih banyak kepada Negara tersebut. Berdasarkan uraian
sebelumnya bahwa produktivitas SDM petani yang menurun berkaitan
dengan jumlahnya, umur, kemampuan, dan motivasi melaksanakan usaha.
Kondisi produktivitas petani yang menurun, mengindikasikan adanya
kebutuhan regenerasi dari pelaku usahatani. Apabila kondisi rendahnya
SDM tak terganti kan, maka krisis pangan dan kedaulatan bangsa ini tentu
dipertaruhkan.

Regenerasi akan diharapkan memebrikan “energi’ baru baik yang


bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik terkait dengan kebutuhan umur
produktif yang secara jasmaniah mampu menopang kerja-kerja fisik dalam
usahatani. Bersifat non fisik terkait dengan kemampuan belajar untuk
selanjutnya melakukan adopsi inovasi dalam menjalankan usaha tani.
Kemampuan belajar terus menerus dan penguasaan terhadap teknologi
khususnya dalam pemanfaatan teknologi informasi akan berdampak positif
bagi peningkatan daya saing petani.

Regenerasi adalah pergantian SDM baik dalam makna sebagai


pelaku pertanian maupun sebagai pergantian paradigma berpikir tentang
pertanian. Regenerasi adalah perganti an pelaku usahatani yang memiliki
kemampuan memadai dalam menjalankan usahatani untuk merespon
dinamika lingkungan. Pergantian dan keberlanjutan generasi dalam
melanjutkan usahatani, bermakna melanjutkan kontinyuitas proses produksi
pertanian dan menjaga kesinambungan ketersediaan pangan, serta
keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang. Dengan potensi yang besar
pada SDM pemuda, maka adanya permasalahan usaha tani di Indonesia
amat mungkin diatasi.

10
Pergantian paradigma berpikir adalah konsekuensi logis yang
diharapkan terbentuk bagi pengganti pelaku dalam usaha tani dalam
memandang usaha tani. Pergantian paradigma dalam hal ini termasuk cara
memandang usahatani, pemanfaatan teknologi, pemasaran hasil pertanian,
maupun pengorganisasian usahatani. Perubahan paradigma diharapkan
dapat memberikan kekuatan baru bagi bangsa ini untuk menciptakan dan
menguatkan daya saing pertanian di kancah internasional.

Regenerasi menjadi kebutuhan untuk memfasilitasi produktivitas


SDM pelaku usahatani. SDM usahatani yang tidak memiliki daya saing
atau kompetensi dalam mengupayakan usahatani dan agribisnis pada
hakekatnya adalah ancaman sejati terhadap kedaulatan pangan. Perlu upaya
serius dalam menata dan membuat roadmaph regenerasi SDM petani dan
kemampuan memproduksi pangan. Kedaulatan pangan menjadi terminology
final untuk memberdayakan Indonesia sebagai bangsa. Kondisi tersebut
memberikan alasan logis keperluan regenerasi pertanian. Regenerasi pelaku
usaha tani adalah keberlanjutan usahatani untuk menyediakan pangan bagi
bangsa. Bangsa yang tidak dapat menyediakan pangan, adalah bangsa yang
lemah. Regenerasi menjadi kewajiban bersama untuk merespon kondisi
kebutuhan pangan dalam negeri, dan merespon persaingan di lingkungan
global.

Mewujudkan upaya regenerasi yang tepat, menjadi keharusan semua


pihak. Pihak-pihak dimaksud adalah pemerintah, swasta, maupun
masyarakat. Keti ga komponen bangsa ini seharusnya melakukan upaya
sistematis untuk memfasilitasi terintegrasinya rencana, implementasi, dan
evaluasi dalam memberdayakan SDM pertanian khususnya pola regenerasi
yang dikembangkan. Kebutuhan mendesak terhadap regenerasi, kebutuhan
terhadap peningkatan kompetensi petani berikutnya seharusnya sudah
menjadi salahsatu blueprint yang diketahui oleh semua pihak atau
komponen bangsa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bappenas, 2009. Grand Strategi Keamanan Nasional. Bppenas, Jakarta.


Statistik Pemuda Indonesia 2003. BPS, Jakarta ____.
Sensus Pertanian 2003 Angka Nasional hasil Pendaftaran Rumah Tangga
(Angka Sementara). BPS, Jakarta.
Sensus Pertanian Hasil Pendaftaran Rumah Tangga Propinsi Jawa Timur.
BPS, Jakarta. Luckey, AN., TP. Murphrey, RL. Cummins. 2013. Assessing
Youth Percepti ons and Knowledge of Agriculture: The Impact of
Participating in a AgVenture Program. Journal of Extenti on (JoE). Volume
51, Number 3: 2. dari www.joe.org

12

Anda mungkin juga menyukai