Anda di halaman 1dari 5

A.

PENDAHULUAN
Modalitas pengobatan pada kanker secara umum terbagi dua, yaitu
terapi lokal, berupa pembedahan dan radiasi, dan terapi sistemik. Jenis
terapi sistemik pada kanker adalah kemoterapi dengan obat sitotoksik,
terapi hormonal, dan terapi biologi, atau target molekular. Obat sitotoksik
mempunyai efek primer pada sintesis atau fungsi makromolekul, yaitu
mempengaruhi DNA, RNA , atau protein yang berperan dalam
pertumbuhan sel kanker, sehingga sel kanker menjadi mati (Muthalib,
2009).
Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat
membelah. Namun, terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel
tubuh normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut,
mukosa (selaput lendir), sumsum tulang, kulit, dan sperma. Obat ini juga
dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti jantung, tuli, ginjal, dan
sistem saraf (Muthalib, 2009).
Ovarium sebagai tempat cadangan folikel yang tidak dapat diganti
sangat sensitif terhadap kebanyakan obat sitotoksik. Hasil akhir kerusakan
akibat kemoterapi dapat bervariasi yaitu kerusakan dari sel penghasil
steroid dan atau oosit yang dapat menyebabkan amenorrhe, kematian
folikel primordial sehingga terjadi kegagalan fungsi ovarium yang awal
(premature ovary failure/POF) (Pradjatmo, 2015).
Sel-sel granulosa folikel menghaslkan estrogen dan progesteron
yang dirangsang pertumbuhannya oleh folicle stimulating hormone (FSH)
dan luteotropic hormone (LH).
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid seks yang
diproduksi terutama oleh gonad dan diatur oleh dua jenis hormon
gonadotrofik yang dihasilkan oleh adenohipofise. Hormon steroid
disintesis dari kolesterol yang berasal dari sintesis asetat, dari kolesterol
ester pada janingan steroidogenik, dan sumber makanan. Sekitar 80%
kolesterol digunakan untuk sintesis hormon seks steroid (Anwar, 2010).
Progesteron bersama-sama dengan estrogen memegang peranan
penting di dalam regulasi seks hormon wanita. Kadar estrogen meningkat
pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi
testis, tumor ovarium., dan tumor adrenal. Kadarnya akan menurun pada
keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas, sindroma turner,
amenorea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stres, dan
sindroma testikular ferninisasi pada wanita (Anwar, 2010).
Kadar hormon progesteron meningkat pada kehamilan, ovulasi,
kista ovarium, tumor adrenal, tumor ovarium, mola hidatidosa. Dan
menurun pada keadaan amonorea, aborsi mengancarn, dan kematian janin.
Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hormon progesteron adalah
penggunaan steroid, progesteron, dan kontrasepsi oral (Anwar, 2010).

B. ESTROGEN DAN PROGESTERON


Definisi
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid seks yang
diproduksi terutama oleh gonad dan diatur oleh dua jenis hormon
gonadotrofik yang dihasilkan oleh adenohipofise. Hormon steroid
disintesis dari kolesterol yang berasal dari sintesis asetat, dari kolesterol
ester pada janingan steroidogenik, dan sumber makanan. Sekitar 80%
kolesterol digunakan untuk sintesis hormon seks steroid (Pradjatmo,
2015).

Gambar 1. Biosintesis hormon-hormon reproduksi

Pada wanita, ovum yang matang akan mensintesis dan mensekresi


hormon steroid aktif. Ovarium yang normal merupakan sumber utama dari
pembentukan estrogen. Selain itu ovariurn juga memproduksi progesteron
selama fase luteal pada siklus menstruasi, testoteron dan androgen dalam
jumlah sedikit. Korteks adrenal juga memproduksi hormon testoteron dan
androgen dalam jumlah yang sedikit yang digunakan bukan hanya untuk
prekursor estrogen tetapi langsung dikeluarkan ke jaringan perifer (Anwar,
2010).

Fisiologi
Estrogen terdiri dari tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu estron,
estradiol, dan estriol. Pada wanita normal, estrogen banyak diproduksi
oleh folikel selama proses ovulasi dan korpus luteum selama keharmilan
(Anwar, 2010).
Pada saat keluar dari sirkulasi, hormon steroid berikatan dengan
protein plasma. Estradiol berikatan dengan transpor globulin yang dikenal
dengan sex hormone binding globulin (SHBG) dan berikatan lemah
dengan albumin. Sirkulasi estradiol secara cepat diubah menjadi estron di
hepar dengan bantuan 17α-hidroksisteroid dehidrogenase (Anwar, 2010).
Kadar estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan,
pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium., dan tumor
adrenal. Kadarnya akan menurun pada keadaan menopause, disfungsi
ovarium, infertilitas, sindroma turner, amenorea akibat hipopituitari,
anoreksia nervosa, keadaan stres, dan sindroma testikular ferninisasi pada
wanita (Anwar, 2010).
Pada awal siklus ovulasi - produksi estradiol akan menurun sampai
titik terendah, tetapi karena pengaruh hormon FSH estradiol akan mulai
meningkat. Kadar estradiol akan terus meningkat sejalan dengan
pematangan ovum. Estradiol akan mencapai puncaknya sebesar 250-500
pg/mL pada hari ke 13-15 siklus ovulasi. Pada fase luteal, kadar estrogen
akan menurun. Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum bersarna-
sarna dengan estrogen akan memberikan umpan balik negatif pada
hipotalamus dan hipofise antenior. Kadar dibawah 30 pg/mL menunjukan
keadaan oligomenore atau amenore sebagai indikasi kegagalan gonad.
Hormon estradiol dipengaruhi oleh ritme sirkadian yaitu adanya variasi
diurnal pada wanita pasca menopause yang diperkirakan. karena adanya
variasi pada kelenjar adrenal (Anwar, 2010).
Progesteron bersama-sama dengan estrogen memegang peranan
penting di dalam regulasi seks hormon wanita. Pada wanita, pregnenolon
diubah menjadi progesteron atau 17α- hidroksipregnenolone yang
tergantung dari fase ovulasi dimana progesteron disekresi oleh korpus
luteum dalam jumlah yang besar. Progesteron juga merupakan prekursor
untuk testoteron dan estrogen, pada saat terjadi metabolisme 17α-
hidroksiprogesteron menjadi dehidroepiandrosteron yang dikonversi
menjadi 4 androstenedion dengan bantuan enzim 17α hidroksilase
pregnenolon (Anwar, 2010).
Pada awal menstruasi dan fase folikular kadar progesteron sekitar 1
ng/mL. Pada saat sekresi LH, konsentrasi progesteron dapat bertahan
selama 4-5 hari di dalam plasma dan mencapai puncaknya yaitu sebesar
10-20 ng/mL selama fase luteal. Progesteron berperan di dalam organ
reproduksi termasuk kelenjar mammae dan endometrium serta
peningkatkan suhu tubuh manusia. Organ target progesteron yang lain
adalah uterus, dimana progesteron membantu implantasi ovum. Selama
kehamilan progesteron mempertahankan plasenta, menghambat
kontraktilitas uterus dan mempersiapkan mammae untuk proses laktasi
(Anwar, 2010).
Anwar, R. (2010). Sintesis, Fungsi, dan Interpretasi Pemeriksaan Hormon
Reproduksi. Bandung: Fakultas Kedokteran UNPAD.

Muthalib, A. (2009). Prinsip Dasar Terapi Sistemik Pada Kanker. In S. Setiati, I.


Alwi, A. W. Sudoyo, M. S. K, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV (pp. 2882-2889). Jakarta Pusat:
Interna Publishing.

Pradjatmo, H. (2015). Preservasi Fertilitas Pada Penderita Kanker. Jurnal


Kesehatan Reproduksi, 182-189.

Anda mungkin juga menyukai