Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“APPENDICITIS”

OLEH

KAIP SETIARINI

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh Bekasi

Program Studi S1 Keperawatan Alih Jenjang

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Alllah swt yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul’ Hubungan Komunikasi Therapeutik Perawat Terhadap Tinggakat
Kecemasan Pasien Preoperasi Dirawat Inap Bedah RSUD dr.Chasbullah Abdul
Majied Kota Bekasi’. Dalam pembuatan laporan ini,peneliti banyak dibantu oleh
berbagai pihak,maka dalam kesempatan ini penelitian mengucapkan terimakasih ;

1. Ibu Shinta selaku Direktur Stikes Bani Saleh


2. Bpk Ahmad Fauzi selaku Dosen Pembimbing
3. Ibu Nurmanah selaku kepala Ruang Bougenvil yang telah bnayak membantu
dalam penyususnan penelitian ini
4. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa
5. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini yang
tidak dapat dituliskan satu persatu

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan


laporan ini,oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Demikianlah
sepatah kata dari saya.Saya persembahkan hasil jerih payah saya semoga
bermanfaatnbagi masyarakatumumnya dan bagi rekan sejawat khususnya.

Hormat Saya

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................I

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. . ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................................................................... .1


B. TUJUAN PENULISAN .................................................................................................................2
C. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................................................2
D. MANFAAT PENULISAN ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. DEFENISI APENDICITIS .......................................................................................................... 3


B. PATOFISIOLOGI ........................................................................................................................3
C. ETIOLOGI ....................................................................................................................................3
D. TANDA DAN GEJALA ..................................................................................................................3
E. KOMPLIKASI ..............................................................................................................................4
F. PENATALAKSANAAN MEDIS ......................................................................................................4
G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN ........................................................................................5

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................................................................6.
B. SARAN .............................................................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Apendiksitis adalah peradangan dari apendik periformis dan merupakan


penyebab abdomen akutyang paling sering (Dermawan &
Rahayuningsih,2010).

Istilah usus buntuyang dikenal dimasyarakat awam adalah kurang tepet


karene usus yang buntu sebenarnya adalah sekum.Apendiksdiperkirakan ikut
serta dalam sistem imun sektorik disaluran pencernaan.Namun pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan efek fungsi sistem imunyang jelas
(Syamsyuhidayat,2005).

Insiden apendisitis dinegara maju lebih tinggi dari pada negara berkembang.
Namun dalam tiga - empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat pada diit harian (Santacroce,2009)

Dari hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia apendiksitis


akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa
indikasi untuk dilakukan operasi kegawat daruratan abdomen . Insidens
apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi diantara kasus
kegawatan abdomen lainnya (Depkes,2008). Denkes Jateng menyebutkan
pada tahun 2009 jumlah kasus apendiksitis di Jawa Tengah sebanyak 5980
penderitadan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode
1 Januari sampai 31Desember 2011 angka kejadian apendiksitis di RSUD
Salatiga dari seluruh jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102
penderita apendiksitis dengan rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria.
Inimenduduki peringkat ke 2 dari keseluruhan jumlah kasus di instalasi
RSUD Salatiga. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan
kasus apendiksitis di RSUD Salat

Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologi juga


memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya
kompikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan
keperawatan.Berlanjutnya kondisi apendiksitis akan meningkatkan risiko
terjadinyaperforasi dan pembentukan massa

4
Periapendikuler. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk
kerongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan
peritoneum yang dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Apabila perforasi
apendiks disertai dengan abses, maka akan dapat menimbulkan nyeri lokal
akibat akumulasi abses dan dapat menyebabkan respons
peritonitis.Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat
yang tiba tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis,2005).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran secara


teoritis dalam merawat pasien dengan apendiksitis

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menguasaiin penyakit apendiksitis
b. Mampu mengidentifikasi data data yang perlu dikaji pada klien dengan
apendiksitis
c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan apendiksitis
d. Mampu menyusun rencana tindakan klien dengan apendiksitis
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien deang
apendiksitis
f. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan pada
klien apendiksitis
g. Dan mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan
apendiksitis.

C. RUMUSAN MASALAH
a.Apa pengertian dari penyakit apendiksitis ?
b.Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan apendiksitis?

D. MANFAAT PENULISAN
a.Bagi mahasiswa
Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendiksitis
b.Bagi masyarakat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit
apendiksitis.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI APENDIKSITIS

Apendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan,tetapi banyak kasus memerlukan
laparatomi dengan penyingkira umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat,anggka kematian cukup tinggi, dikarenakan melanjut jadi peritonitis dan
bahkan dapat menyebabkan shock ketika umbai cacing terinfeksi hancur.

B. PATOFISIOLOGI
Apendeksitis biasanya disebabkan oleh adanya penyumbatan pada lumen
apendiks oleh hyperplasia,folikel linfoid,fekalit,benda asing,striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau adanya neoplasma (Arief
Mansyjoes,2000:307).
Pada anak anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang,sehingga dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga mudah terjadi
perforasi,sedangkan pada orang tua atau oprang dewasa perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

C. ETIOLOGI

Penyebab apendiksitis secara pasti belum diketahui. Tetapi,terjadinya


apendiksitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu,terdapat banyak faktor
pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen
apendiks,hiperplasia jaringan limfa,fekalit,tumor apendiksdan cacing askaris
yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yangn dapat menyebabkan
apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karane parasit seperti
E.histolytica,serta kebiasaan masyarakat yang makan makanan rendah serat
yang dapatn menyebabkan konstipasi. Dengan terjadinya konstipasi sehingga
dapat menaikkan tekanan intrasekal yang dapat menimbulakan sumbatan
fungsional apendiks sehingga meningkatkan pertumbuhan kuman dikolon yang
dapat menyebabkan mudahnya terjadi apendiksitis akut.(Syamsuhidayat,2004)

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Arief Mansjoer(2002),keluhan apendiksitis biasanya bermula dari nyeri
didaerah umbilikal atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.

6
Dalam 1 – 12 jam nyeri akan berhalih ke kuadran kanan bawah yang akan
menetap dan diperberat bila berjalanatau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia,malaisie dan demam yang tak terlalu tinggi. Terkadang terjadi
konstipasi ataunsebaliknya terjadi diare,mual dan muntah.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),apendiksitis akut sering
tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat.

E. KOMPLIKASI
Penyakit apendiksitis bila tidak diobatin beresiko untuk pecah dan dapat
berakibat fatal.Bila kita merasakan nyeri perut mendadak dan makin parah serta
terasa menyebar keseluruh likasiperut,ini mengindikasikan kemungkinan
apendiksitis pecah yang dapat menyebabkan kompliksi seperti :
1.Peritonitis yang merupakan peradangnan pada peritonieum dimana
gejalanyasakit perut hebat,muntah,detak jantung cepat,nafas pendek,demam
tinggi,perut membengkak.
2.Abses terjadinya kantong kumpulan nanah yang disebabkan oleh pecahnya
apendiksitis tersebut.
Penanganannya biasanya dilakukan pembedahan atau dengan pemberian
antibiotik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pembedahan dilakukan bila diagnosa apendiksitis telah ditegakan. Antibiotik dan
cairan IV berikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik samapai
pembedahan dilakukan.Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakan.Apendik dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,secara
terbuka atau laparaskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif(Smeltzer C.Suzanne,2002
Menurut Arief Mansjoer(2002),penatalaksanan apendiksitis adalah dengan cara
:
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama apendiksitis sering tidak terdiagnosa,dalan hal ini
sangat penting dilakukan observasiyang cermat.

b. Intubasi
Dimasukannya pipa nasogastrik preoperatif jika terjadi peritinitis atau
toksitas yang menandakan eliuspasca operatif yang sangat
mengganggu.Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambungjika
diperlukan.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperasi dianjurkan pada reaksi sistemik dengan
toksitas yang berat dan demam tinggi.

7
G. PENETALAKSANAAN KEPERAWATAN
Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu
dipersiapakan secara fiak maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberi
pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberi
latihan-latihan fisiks seperti latihan pernafasan dalam,mobilisasi dini dengan
cara mengerakan kaki dan duduk yang dilaksanakan pada periode post operatif.
Hal ini sangat penting disebabkan banyak klien merasa cemas atau khawatir bila
akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan,tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
10 sampai 30 tahun (Mansjoer,2000)
Menurut Sjamsuhidayat(2004),apendiksitis terdiridari lima bagian :
a. Apendiksitis akut
b. Apendiksitis infiltrat (masa periapendikuler)
c. Apendiksitis perforata
d. Apendeksitis rekuren
e. Apendiksitis kronik
Penyebab penyakit apendiksitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendiksitis ini umumnya karena bakteri. Selainitu, terdapat banyak faktor
pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen
apendiks,hiperplasia jaringan limfa,fekalit,tumor apendiksitis dan cacing askaris
yang dapat menyebabkan sumbatan.Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena penyakit parasit
seperti E Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan yang rendah serat yang dapat menyebabkan konstipasi
sehingga terjadilah apendiksitis.

B. SARAN

Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari serta makan
makanan tinggi serat dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu
kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku
Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.
Jakarta: EGC.

10
LAMPIRAN

UNTUK COPY PASTE DAPAT KUNJUNGI DI LINK :


http://karyacombirayang.blogspot.co.id/2016/03/makalah-apendisitis.html

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat
karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut
serta dalm system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas
(syamsyuhidayat, 2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun, dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat pada diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia,
apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa
indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens
apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan
abdomen lainya (Depkes 2008). Dinkes jateng menyebutkan pada tahun 2009
jumlah kasus apendisitis di jawa tengah sebanyak 5.980 penderita, dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari sampai 31
Desember 2011 angka kejadian appendisitis di RSUD salatiga, dari seluruh
jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102 penderita appendisitis dengan
rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria. Ini menduduki peringkat ke 2 dari
keseluruhan jumlah kasus di instalsi RSUD Salatiga. Hal ini membuktikan
tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan

11
memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya
kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi
apendiks disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri local akibat
akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas
dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah
(Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-negara
barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung
meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat (www.ilmubedah.info.com,
2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari apendisitis ?
2. Apa etiologi dari apendisitis ?
3. Bagaimana patofisiologi apendisitis ?
4. Apa manifestasi klinis apendisitis ?
5. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
6. Apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis ?
7. Jelaskan Komplikasi apendisitis !
8. BagaimanaPencegahan apendisitis ?
9. Jelaskan Prognosis apendisitis !

12
BAB II
KOSEP MEDIS

A. Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana
terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering
terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental setempat
sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di tutupi
pendinginan oleh omentum.
3. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan diagnosa
merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks.
4. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
5. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

B. Etilogi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya
penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.

13
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya
penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

D. Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan

14
seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),apendisitis akut sering tampil
dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan
pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka
superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum,
nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui
hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri
menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada
apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis
apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan
seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian
bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan, spasme otot,
dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang
menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi abdomen
akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

E. Pemeriksaan Penunjang

15
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis
akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan
darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan
neutrofil diatas 75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai
meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis
akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan
dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan
ini dilakukan terutama pada anak-anak.

F. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan
untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan
cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka,
insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas
sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi
diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:

16
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak
terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita
dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka
dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara
periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam
waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini
dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi
dengan pipa tetap terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang
berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya
diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai
praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya
disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam,
syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15
ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.

17
G. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau
nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

H. Pencegahan
1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam
saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan
membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

I. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1. Apendisitis akut
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
3. Apendisitis perforata
4. Apendisitis rekuren
5. Apendisitis kronis
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya
penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya
penyakit ini.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.

B. Saran
Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang
air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai