Tropis Modul 1
Tropis Modul 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
SKENARIO 1
KALIMAT KUNCI
PERTANYAAN PENTING
Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditandai oleh kenaikan titik
ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus
mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal
perifer dingin dan panas. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non-
infeksi berintraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Demam pada
kebanyakan anak disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan
demam menghilang sesudah masa yang pendek. Batasan nilai atau derajat demam
dengan pengukuran di berbagai bagian tubuh sebagai berikut: suhu aksila/ketiak
diatas 37,2°C, suhu oral/mulut diatas 37,8°C, suhu rektal/anus diatas 38,0°C, suhu
dahi diatas 38,0°C, suhu di membran telinga diatas 38,0°C. Sedangkan dikatakan
demam tinggi apabila suhu tubuh diatas 39,5°C dan hiperpireksia bila suhu diatas
41,1°C.
Klasifikasi Demam
- Demam Non-infeksi
- Demam Infeksi
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masukan patogen,
misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam
tubuh. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.
Imunisasi juga merupakan penyebab demam infeksi karena saat melalukan
imunisasi berarti seseorang telah dengan sengaja memasukan bakteri, kuman atau
virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat balita
menjadi kebal terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi dan akhirnya menyebabkan demam pada anak antara lain
yaitu tetanus, mumps atau parotitis epidemik, morbili atau measles atau rubella,
demam berdarah, TBC, tifus dan radang paru-paru.
1) Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam berdarah)
dan infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
2) Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu sendiri).
3) Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara
terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah demam
akibat infeksi virus maupun bakteri.
Mekanisme Demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit.
Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain
1. Pneumonia
Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi
untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.
Kasus pneumonia di Kota Palu pada tahun 2016 sebesar 2.508. Kasus terbesar
terdapat di Puskesmas Kamonji sebanyak 536 (9,94%). Masalah Gizi kurang
dan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Kamonji mengalami peningkatan
dari tahun 2015 ketahun 2016. Untuk cakupan pemberian ASI eksklusif
mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015. Studi pendahuluan
yang dilakukan kepada 10 anak balita memperoleh hasil bahwa umumnya
anak yang menderita pneumonia mengalami kekurangan vitamin A.
2. Tifoid
3. Tuberculosis
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki
3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di
negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar
pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan
minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki
yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang
merokok.
4. Bronkitis
5. Osteomyelitis
6. Appendicitis
7. Bakteremia
8. Sepsis
9. Bakterial gastroenteritis
10. Meningitis
11. Ensefalitis
12. Selulitis
13. Otitis media
14. Infeksi saluran kemih
2. Viral pneumonia
3. Influenza
4. Demam chikungunya
5. Virus-virus umum seperti H1N1
Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
1. Coccidioides imitis
2. Criptococcosis
1. Malaria
2. Toksoplasmosis,
3. Helmintiasis
4. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS
Anamnesis :
- Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama
demam
- Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi
pada sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
- Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:
anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar
membuka mulut.
- manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis, melena
- menggigil
- kejang
- gangguan sistem respirasi : batuk, sesak
- gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare
dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi, gangguan sistem urogenitalia:
warna urin, oliguria, disuria
- ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran.
- Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
- Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
- Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik
penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain.
- Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada
infeksi tertentu misalnya antrakosis, flu burung.
- Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala demam.
- Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan
avian.
- Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.
Pemeriksaan fisik :
- Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau
sakit berat.
- Tentukanlah status gizi : ukur tinggi dan berat badan (sesuai panduan
penentuan status gizi).
- Ukur dan menilailah tanda vital pasien: tekanan darah, denyut nadi dan
pernapasan.
- Ukurlah suhu tubuh aksiler pasien dengan termometer.
- Nilailah kesadaran: GCS (lihat latihan keterampilan sistem neuropsikiatri).
- Perhatikanlah adanya tanda renjatan, tanda dehidrasi.
- Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus.
- Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema (lihat skills lab
dasar diagnostik dan terapi).
- Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering,
bibir kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat.
- Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena).
- Lakukan uji turniket
- Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi
effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
- Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot,
membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings,
perdarahan gusi, trismus.
- Periksalah adanya gag refleks: bukalah mulut pasien dengan
menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gag refleks dinyatakan
positif.
- Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali,
splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen.
- Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah
lengan anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk,
opistotonus (+).
- Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis.
- Inspeksi: nilailah adanya bullneck.
- Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari untuk menilai
adanya pembesaran parotis.
- Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota
gerak, hiperrefleksia dan nyeri tekan otot.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Malaria
Malaria blood smear : hapusan darah tipis (thin blood film), tetes
tebal (thick blood film)
Fluorescent microscopy
Antigen detection menggunakan metode imunokromatografi (ICT)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Intraleucocytic malaria pigment (flowcytometry)
2. DBD
Hematologi : Trombosit dan hematokrit
Serologis : Uji Hemaglutinasi inhibisi (HI test), Uji komplemen
fiksasi (CF test) ,Uji netralisasi (Ntest), Ig M ELISA, Ig G ELISA
Panbio Dengue Early Rapid (Pemeriksaan NS1)
3. Tifoid
Hematologi
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan Tinja
Uji Serologi
4. Leptospirosis
Isolasi bakteri
Deteksi Bakteri : RIA, ELISA
5. DIAGNOSIS BANDING
Pengertian
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever,Japanese encephalitis dan West Nile virus.
Epidemiologi
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).
Patogenesis
a). respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE);
b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c). monosit dan makrofag berperar dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag:
d). selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a. Halstead pada tahun 1973 mengajukan
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin
dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus- antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.
2). destruksi darn pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis Kadar trombopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen
C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat.
Diagnosis
1. Laboratorium
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG.-lebih banyak
leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif ( > 45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB)> 15 % dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat
trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan
hematokrit > 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam
hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuarn darah.
protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat
ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi sepert ginjal
elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1:antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NSI berkisar 63 % -934 % dengan
spesifisitas 100 % sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia
Artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendun positif),
Leukopenia (leuko < 5000)
Trombosit <150.000
Hematokrit naik 5-10 %
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut - Uji bendung
positif. - Petekie, ekimosis, atau purpura. - Perdarahan mukosa (tersering
epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. -
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut: -Peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar
sesuai dengan umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.
Diagnosis Banding
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemern cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
Protokol
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20 %
Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Protokol 5 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus
berikut :
1500 + (20 x (BB dalam kg -20)
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 120 X (55-20))-2200 ml. Setelah
pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/ kgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah caira infus dinaikan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue dewasa.
Bila syok telah teratasi maka pemberian seperti terapi pemberian cairan awal.
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
penderita DBD tampa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg frekuensi
nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
kemudian keadaan ft jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan
perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi).
Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati
cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan harus
segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan
NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi
hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula
darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),
koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian
oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila
syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi
dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.
c. Udema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai
kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan
udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat
terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan
berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan
hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Pencegahan
B. MALARIA
Defenisi
Epidemiologi
Malaria masih menjadi persoalan kesehatan yang besar di daerah tropis dan
substropis seperti di Brasil, Asia Tenggara, dan seluruh Sub-Sahara Afrika. Di
Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah.
Jenis Malaria :
1. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul intermiten
dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang
menyebabkan kematian.
2. Malaria Vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat
ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.
4. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria
falsiparum.
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.Plasmodium falciparum merupakan
penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies
Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu P. vivax menimbulkan malaria
vivax disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab
malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria
ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria
tropika.
Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran/majemuk (mixed infection).Pada umumnya dua jenis
Plasmodium yang paling sering dijumpai yaitu campuran antara Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae.Kadang dijumpai
tiga jenis plasmodium sekaligus tapi hal ini jarang sekali terjadi.Infeksi campuran
biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi.Akhir- akhir ini di
beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah resisten klorokuin, bahkan
juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.
Nyamuk Anopheles menyukai air yang bersih dan tidak terpolusi, ritme
gigitan – menggigit pada malam hari dan beristirahat di dalam dan luar ruangan
(tergantung pada spesies). Selain itu, lebih menyukai warna yang lebih
gelap.Nyamuk betina dengan satu makanan darah dapat membuahkan 50 – 150
butir telur. Anopheles spp. memiliki morfologi sebagai berikut:
Dewasa – Bercak pucat dan gelap pada
sayapnya dan beristirahat di kemiringan
45 derajat suatu permukaan.
Patogenesis
Demam
Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi yang akan
melepaskan merozoit. Meroit ini kemudian mencari eritrosit yang belum
terinfeksi. Sehingga menurunnya jumlah eritrosit akibat pecah, berarti
menurunnya heme yang mengikat zat besi, dan akhirnya pada gambaran klinik
pasien tampak pucat.
Splenomegali
Gejala Klinik
Anak-anak dibawah usia 5 tahun sebagian besar mengalami efek berat dari
malaria karena mereka belum memiliki imunitas terhadap parasit. Infeksi berat
dapat menyebabkan kematian pada anak dalam waktu beberapa jam.Malaria
dalam kehamilan dapat berupa infeksi asimptomatik sampai infeksi berat yan
membutuhkan terapi.Di area yang transmisi malarianya stabil sebagian besar
wanita telah memiliki imunitas alami yang biasanya infeksi tidak menimbulkan
gejala selama kehamilan.Di beberapa area utama malaria, infeksi malaria
berhubungan dengan anemia pada ibu dan adanya parasit dalam plasenta yang
mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR), yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kematian bayi.Di area malaria yang transmisinya tidak stabil,
wanita memiliki sedikit imunitas dan berisiko mengalami malaria berat dan
kematian.
Malaria berat
Tanda dan gejala klinis malaria berat dapat berbeda menurut umur dan
letak geografis serta berbeda dalam hal frekuensi penularan penyakit malaria.
Malaria serebral merupakan bentuk malaria berat yang sering ditemukan di
Gambia, sedangkan malaria falciparum dengan anemia berat sering ditemukan
pada anak-anak di Papua New Guinea. Demikian juga pada penelitian di
Gambella didapatkan bahwa malaria falciparum dengan anemia yang berat paling
sering ditemukan dengan jumlah sekitar 33%. Pendapat ini didukung oleh
penelitian Ejov et al di Myanmar pada tahun 1995 yang mendapatkan penderita
malaria berat yang disertai dengan anemia sebesar 75% dari seluruh penderita.
Pada penelitian ini kami menemukan bahwa malaria falciparum dengan
hiperparasitemia yang terbanyak sekitar 49% dan diikuti oleh malaria falciparum
dengan anemia berat.Hal itu mungkin disebabkan adanya faktor dari imunitas atau
kekebalan yang terdapat pada anak-anak yang berada di daerah endemis.
Malaria Serebral
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang disertai kejang dan koma,
tanpa penyebab lain lain dari koma. Gejala paling dini dari malaria serebral anak-
anak umumnya adalah demam (37,50 -410 C), selanjutnya tidak bisa makan atau
minum, sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang
mendahului koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari.Anak-anak yang sering
kehilangan kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria
serebral, terutama jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang.
Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow (GCS) atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respons rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan
(knuckle) iga pada dada anak dan jika tidak ada respons lakukan tekanan kuat
pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi
kemungkinan hipoglikemia.Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk
menilai ada kemajuan atau kemunduran.Kejang biasanya terjadi pada sebelum
atau sesudah timul koma.Hal ini secara bermakna berhubungan dengan morbiditas
dan gejala sisa.Sekelompok anak yang dapat ertahan hidup setelah menderita
malaria serebral kurang lebih 10% mengalami gejala sisa neurologic yang
menetap.Selama periode penyemuhan, gejala sisa dapat berbentuk hemiparesis,
ataksia serebelar, kebutaan kortikal, hipotonia berat, retardasi mental, kekakuan
yang menyeluruh atau afasia.
Anemia
Derajat anemia tergantung dari derajat dan lama parasitemia terjadi. Pada
beberapa pasien, serangan malaria berulang yang tidak diobati secara adekuat
akan menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perubahan eritropoetik di
dalam sumsum tulang. Walaupun parasitemia tidak berat, didalam darah perifer
sudah tampak sel leukosit monosit berpigmen.Seorang anak yang mendadak
menderita anemia berat seringkali berhubungan dengan hiperparasitemia.Anemia
dapat pula terjadi akibat penghancuran eritrosit yang mengandung parasit.Anak
dengan anemia berat dapat menderita takikardia dan dispneu. Anemia turut
berperan dalam (1) gejala serebral yaitu bingung, gelisah, koma dan pendarahan
retina, (2) gejala kardiopulmonal yaitu irama derap, gagal jantung, hepatomegali
dan edema paru. Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998)
ditemukan anemia (Hb<10gr%) sebanyak 38,35%.
Dehidrasi, Gangguan Asam-Basa (asidosis metaolik) dan Gangguan Elektrolit
Hipoglikemia Berat
Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak kecil di
bawah 3 tahun dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran atau
dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan
lembab serta naoas tidak teratur.
Gagal Ginjal
Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia
berat.Frekuensi napas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang
menyebar.Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian
obat antimalaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia,
gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis.Apabila kita menemukan peninkatan
frekuensi napas, harus dibedakan antara edema paru yang diakibatkan oleh
pemberian cairan yang berlebihan atau bronkopeneumonia.Sebagai akibat edema
paru dapat terjadi hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran
serta kematian.
Hipotensi lebih banyak dilaporkan pada malaria berat dewasa dan jarang
dijumpai pada anak.Malaria Algid adalah malaria falsiparum yang disertai syok
oleh karena adanya septicemia kuman gram negative. Penderita malaria berat pada
anak dapat jatuh keadaan kolaps dengan tekanan darah sistoli kurang dari 50
mmHg pada posisi berbaring, kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstriksi
vena perifer, denyut jantung lemah dan cepat. Di beberapa Negara berkembang
gambaran klinis ini sering berhubungan dengan septicemia gram negative yang
berkomplikasi.Kolaps sirkulasi juga terlihat pada penderita dengan edema paru
atau asidosis metabolic dan diikuti dengan pendarahan gastrointestinal yang
hebat.Dehidrasi dengan hipovolemik juga menyebabkan hipotensi.Tempat yang
mungkin berkaitan dengan infeksi harus diperiksa misalnya paru – paru, saluran
kemih, meningitis, tempat suntikan intravena, jalur intravena.
Hiperpireksia /Hipertermia
Ikterus
Hiperparasitemia
Pada penderita yang nonimun, densitas parasit parasit > 5% dan adanya
skizontaemia yang berhubungan dengan malaria berat. Penderita dengan
parasitemia berat akan meningkatkan terjadinya resiko komplikasi berat.
Diagnosis
Penatalaksanaan
Bila gagal pengobatan lini pertama dapat digunakan pengobatan lini kedua
berdasarkan kriteria :
Pencegahan
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vector dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain lain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6
bulan.
C. DEMAM TIFOID
Defifnisi
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
enterik serotype typhi atau paratyphi. Nama lain penyakit ini adalh enterc fever.,
tifus, dan paratifus abdominalis. Tiroid karier adalah sesorang yang kotorannya
mengandung S. Typhi setelah satu tahun pascademam tifoid gejala klinis.
Epidemiologi
Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella thypi (S. Thypi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral
mukosa (igA) usus krang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembngbiak didalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bacteremia pertama asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya msuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.
Gambaran Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umunya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
pernapasan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, mteroismus, gangguan mental berupa
smnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Rutin
Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada
uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi denagn
antibodi yang disebut aglutinin. Maksud uji Widal adalah untuk menetukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
Uji Tubex
Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
mebran luar Salmonella typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan
dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.
Typhi seberat 50 KD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Uji IgM Dipstick
Uji ini khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. Typhi pada
spesimen serum atau whole blood.
Kultur Darah
Penatalaksanaan
2. Diet dan terapi penunjang. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubr kasar dan akhirnya diberikan
nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan seluran cerna atau perforasi usus.
Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin
yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah
ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.
Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,
sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin
yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in
activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12
tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis
dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala,
lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin
diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan
anak umur 2 tahun. Universitas Sumatera Utara Indikasi vaksinasi
adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi
kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih
dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai
sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan
cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan,
sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan
perbaikan sanitasi lingkungan.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis
yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama
dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam
tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam
beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam
tifoid.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik
dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya
positip dalam minggu Universitas Sumatera Utara pertama. Hasil ini
menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil
positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap
memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-
minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin
meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-
3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3
bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap
mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka
waktu yang lama.
6. PENATALAKSANAAN AWAL
Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang
ada fasilitas perawatan. Tujuan perawatan adalah:
Tirah Baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan
kesadaran maka posisi tidur pasien harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
mencegah komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Bila membaik, maka
dilakukan mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya penderita. Buang air
besar dan kecil sebaiknya dibantu oleh perawat. Hindari pemasangan kateter urin
tetao, bila tidak ada indikasi.
Nutrisi
a. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran, serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral
adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi,
dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal.
b. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet
cair yang selanjutnya diubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat
kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara
enteral melalui pipa lambung. Diet parenteral dipertimbangkan bila ada tanda-
randa komplikasi perdarahan dan atau perforasi.
c. Terapi Simptomatik
1. Roboransia/vitamin
2. Antipiretik, untuk kenyamanan penderita terutama anak-anak
3. Antiemetik, diperlukan bila penderita muntah hebat
1. Suhu tubuh (status demam) serta petanda vital (suhu, nadi, nafas, tekanan
darah) harus diukur secara serial. Kurva suhu harus dibuat secara
sempurna pada lembaran rekam medik
2. Cairan yang masuk (infus) dan cairan tubuh yang keluar (urin, feses)
harus seimbang
3. Deteksi dini timbulnya komplikasi
4. Adanya koinfeksi dan atau komorbid dengan penyakit lain
5. Efek samping dan atau efek toksik obat
6. Resistensi anti mikroba
7. Kemajuan pengobatan secara umum
8. PERSPEKTIF ISLAM
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa-apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan......(QS
Al Baqarah (29 . 168)
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, takterkecuali masalah
makan. Oleh karena itu bagi kaum muslimin, makanan di samping berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan fisik, juga berkaitan dengan ruhani, iman dan
ibadah juga dengan identitas diri, bahkan dengan perilaku, demikian ujar K.H
Didin Hafiduddin, MS dalam Seminar Pameran Produk Halal Indonesia, Al
Ghifari'96, di Bogor.
Dari ayat di atas, dapat disimak bahwa Allah menyuruh manusia memakan
apa saja di dunia ini yang diciptakanNya, sepanjang batas-batas yang halal dan
baik (thayibah). Selain ayat-ayat di atas banyak lagi ayat dalam Al Qur´an yang
berisi suruhan atau perintah agar manusia berhati-hati dalam memilih makanan,
dapat memisahkan mana yang halal (dibolehkan) dan mana yang haram (tidak
diijinkan), cara memperoleh makanan itu dan makanan itu baik dari segi
kesehatan jasmani maupun rohani, a,l seperti pada ayat-ayat : Q.S Al Baqarah (2)
: 172, QS An Nahl (16) : 114, QS Al Mu´minun (23) : 51, QS Al Araaf (7) :31,
QS Al Anàm (6) :145, QS Al Maidah (5) : 3, QS Al Anàm (6) :121 QS Al
Baqarah (2) :173, QS An Nahl(16):115.
Cukup banyak ayat-ayat Allah SWT yang memperingatkan kita akan halnya
makanan, apakah manusia tidak cukup memperhatikannya ? Padahal otot,
tulang otak, paru-paru, hati, alat-alat buangan semua di bangun dari apa yang
kita makan. Bila kita menghindari makanan-makanan yang tidak baik (junk
food), maka akan dihasilkan tulang yang kokoh, otot yang kuat, pipa/saluran-
saluran yang bersih, otak yang cemerlang, paru-paru dan hati yang bersih, jantung
yang dapat memompa darah dengan baik. Dan diperintah manusia untuk selalu
memperhatikan makanannya, seperti firman Allah SWT, “Maka manusia harus
memperhatikan makanannya” (QS Abasa (80) : 24). Mengapa ? Karena manusia
yang ingin sehat jasmani rohaninya, salah satu faktor yang menunjang adalah dari
makanan dan pola makanan yang diterapkan.
Jadi bagi seorang muslim makan dan makanan bukan sekedar penghilang
lapar saja atau sekedar terasa enak dilidah, tapi lebih jauh dari itu mampu
menjadikan tubuhnya sehat jasmani dan rohani sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai "khalifah fil Ardhi". Rasulullah SAW pernah berkata dalam
suatu hadistnya: "Seorang hamba Allah tidak akan berpindah dua kakipun pada
hari kiamat, sampai ia mampu menjawab empat hal: umurnya bagaimana
dihabiskan, pengetahuan bagaimana diamalkan, hartanya bagaimana
dinafkahkan serta tubuhnya bagaimana digunakan atau diboroskan"
(HR.Tirmidzi).
Tubuh manusia bisa diumpamakan seperti mesin yang sangat rumit dan
tidak ada tandingannya . Seperti halnya mesin yang memiliki berbagai komponen,
maka agar mesin itu dapat selalu berjalan dengan mulus perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain perlu dipelihara dan dijaga kebersihannya, diberi waktu
beristirahat, dan digunakan dengan hati-hati sesuai dengan fungsinya. Demikian
pula tubuh manusia, yang memiliki mekanisme yang sangat rumit itu dan salah
satu segi pemeliharaan tubuh itu dengan makanan. Dan tentu saja jika fungsi
tersebut ada yang salah pada dirinya, tentu manusia harus mengoreksi dirinya.
Karena Allah tak akan menghadirkan bencana disebabkan ulah manusia itu
sendiri, seperti dalam firmanNya "Apa saja ni'mat yang kamu peroleh adalah
dari Allah dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari ( kesalahan) dirimu
sendiri" (QS.An Nissa (4) : 79)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada
Mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah
untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan
kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau
merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata,
Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi
katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allah berbuat apa saja yang Dia
kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.”
(HR. Muslim).