Nama :
Putaran stase :
Dibacakan tanggal :
Pembimbing :
__________________________________________________________________________
APPENDICITIS
Pendahuluan
Appendicitis merupakan kondisi bedah akut pada abdomen yang paling sering terjadi pada
pasien anak. Lebih dari 70.000 kasus appendicitis terjadi pada anak di AS setiap tahunnya,
atau 1 per 1000 anak per tahun. Diperkirakan 254.000 hari perawatan dan 680 juta dollar
dikeluarkan untuk penyakit ini di AS pada tahun 1997. Appendicitis masih merupakan suatu
enigma, penyakit sederhana, yang masih sering salah didiagnosis. Walaupun diagnosis dan
terapi appendicitis telah berkembang, appendicitis masih menyebabkan morbiditas dan
walaupun jarang, dapat menyebabkan kematian.1
Sejarah
Referensi medis pertama pada mengenai penyakit ini disebutkan pada 500 tahun yang lalu.
Perityphilitis digunakan untuk menggambarkan proses patologisnya. Caecum dipercaya
merupakan sumber penyakit ini sampai Melier menyebutkan inflamasi appendiks merupakan
penyebab penyakit pada tahun 1827. Pada tahun 1886, Fitz menunjukkan perityphilitis
bermula dari inflamasi appendiks dan diberi nama appendicitis. 1
Appendektomi pertama berhasil dilakukan oleh Amand, yang mendrainase abses
skrotum dan mengangkat appendiks perforasi lewat insisi skrotum pada tahun 1735. Morton
melakukan appendektomi untuk appendicitis perforasi di AS pada tahun 1887. Pada tahun
1889, McBurney melaporkan terapi appendicitis dengan appendektomi sebelum perforasi,
dan menjelaskan “tempat nyeri paling berat adalah di antara satu inchi dan di tengah atau 2
inchi dari SIAS pada garis lurus dari SIAS ke umbilicus. 1
Embriologi dan anatomi
Selama embryogenesis, appendiks pertama kali terlihat pada usia kehamilan ke delapan
sebagai kelanjutan dari ujung inferior caecum. Appendiks berotasi ke posisi finalnya pada
aspek posteromedial caecum, sekitar 2 cm di bawah valvula ileocacal, pada masa kanak-
kanak. Variabilitas pada rotasi menyebabkan posisi appendiks yang berbeda. Appendiks
berada pada intraperitoneal pada 95% kasus, tetapi lokasi pastinya bervariasi. Pada 30%
kasus, ujung appendiks berada di pelvis, 65% di belakang caeum, dan 5% di ekstraperitoneal
di retrokolika atau retrocaecal. Pada kasus malrotasi atau situs inversus, malposisi appendiks
menyebabkan tanda inflamasi pada lokasi yang tidak biasa. 1
Panjang appendiks rata-rata adalah 8 cm, tetapi dapat bervariasi dari 0,3 sampai 33
1
cm. Diameter appendiks berkisar antara 5 sampai 10 mm. Struktur divertikulum dengan
ujung buntu ini memiliki lumen sempit dan iregular karena adanya struktur limfoid di
submukosa. 2 Suplai darah berasal dari cabang appendiks dari arteri ileokolika, yang berjalan
di belakang ileum. Terminal. Basis appendiks berada pada pertemuan 3 taenia coli, yang
merupakan tanda yang berguna untuk melokalisir appendiks. Epitel colon pada appendiks dan
lapisan otot sirkular dan longitudinal berkelanjutan dengan caecum. Beberapa folikel limfoid
terdapat saat lahir. Folikel ini meningkat jumlahnya sebanyak 200 buah pada usia 12 tahun
dan menurun setelah usia 30, dan hanya sedikit pada usia 60. 1
Spektrum penyakit
Risiko terjadinya appendicitis adalah 8,7% pada anak laki-laki dan 6,7% pada anak
perempuan. Insidensi spesifik usia berprogresi dari sangat rendah pada periode neonatal dan
mencapai puncak antara usia 12 dan 18 tahun3, atau ada pula yang menyebutkan 11 dan 12
tahun. 1 Terdapat data yang menyebutkan bahwa terdapat risiko keluarga yang lebih tinggi
pada anak yang menderita appendicitis sebelum usia 6 tahun3. Appendicitis terjadi lebih
sering pada kulit putih dan saat musim panasdi AS. Walaupun kelainan ini jarang terjadi pada
bayi, kelompok usia ini dapat menunjukkan komplikasi yang tinggi karena diagnosis yang
1
terlambat. Appendicitis pada neonatus jarang terjadi, dan memerlukan evaluasi untuk
fibrosis kistik dan penyakit Hirschsprung. Appendicitis neonatal juga tidak dapat dibedakan
dengan entrokolitis nekrotikans fokal pada appendiks. 3
Banyak istilah telah digunakan untuk menjelaskan tahapan appendicitis, mencakup
appendicitis akut, appendicitis supuratif, appendicitis gangrenosa, dan appendicitis
perforasi. Terminologi ini membedakan appendiks secara tidak jelas, dan yang paling
jelassecara klinis adalah appendicitis sederhana dan komplikata. Karena appendicitis
gangrenosa menunjukkan usus yang mati yang mengalami perforasi, maka appendicitis
komplikata digunakan untuk menjelaskan appendicitis gangrenosa dan perforasi. 1
Pemeriksaan fisik
Anak dengan appendicitis biasanya berbaring di tempat tidur dengan pergerakan minimal.
Anak yang rewel dan berteriak jarang menderita appendicitis, kecuali appendicitis retrocaecal
dengan iritasi ureter yang menunjukkan gejala serupa dengan kolik renal. Anak yang lebih
besar dapat menekuk tubuhnya, bayi menekuk tungkai kanan di atas abdomen. Nyeri lokal
yang dipresipitasi goyangan di jalan saat ke rumah sakit membantu diagnosis.
1
Memperhatikan cara anak bergerak dapat informatif, biasanya anak akan bergerak pelan,
hati-hati, menghindari pergerakan tiba-tiba. Ini merupakan salah satu tanda peritonitis. 2
Setelah menganamnesis, minta anak untuk menunjuk dengan satu jari lokasi nyeri
perut. Dengan lutut ditekuk untuk merelaksasi otot abdomen, palpasi lembut dilakukan
dimulai dari bagian yang jauh dari tempat nyeri. Palpasi abdomen pada area yang jauh dari
tempat nyeri dapat menimbulkan nyeri di kuadran kanan bawah (tanda Rovsing),
mengindikasikan iritasi peritoneal. anak lebih kecil dapat lebih kooperatif bila tangannya atau
stetoskop digunakan untuk palpasi. Pemeriksaan auskultasi abdomen tidak terlalu
bermanfaat. auskultasi dada berguna untuk memeriksa infeksi pernapasan bawah karena
pneumonia lobus kanan bawah dapat menyerupai appendicitis. Hiperestesia kutaneus, sensasi
yang dihantarkan cabang saraf T10 sampai L1 terjadi dini. mnyentuh pasien dengan stetoskop
menimbulkan sensasi tidak nyaman. 1
Dapat ditemukan nyeri pada penekanan di abdomen kanan bawah dekan dengan titik
McBurney. Titik inidijelaskan sebagai “satu setengah samapi dua inchi dari SIAS sepanjang
garis khayal dari SIAS ke umbilikus”. Bila pasien berada di bawah pengaruh analgetik
narkotik pada saat pemeriksaan, nyeri di abomen kanan bawah lebih terpercaya untuk
appendicitis. Analgetik narkotik meningkatkan tingkat kenyamanan tetapi tidak mengubah
proses inflamasi, yang masih nyeri pada saat palpasi. Pemeriksaan negatif tidak
mengenyampingkan appendicitis. 3 Appendicitis retrocaecal dapat dideteksi dengan nyeri di
tengah antara iga ke-12 dan spina iliaka posterior. Appendicitis pelvis menyebabkan nyeri
rectum. 1
Nyeri tekan, dengan palpasi dalam dan pelepasan tekanan secara mendadak tidak
nyaman untuk pasien dan merupakan indikator peritonitis yang buruk dan harus dihindari.
Tekanan lembut pada sisi kiri abdomen atau menempatkan tangan padabagian tengah
abdomen dengan sedikit menggoyangabdomen dapat menimbulkan yeri pada keadaan
peritonitis. Bila manuver ini mempresipitasi nyeri tajam pada abdomen kanan bawah,
appendicitis akut kemungkinan besar sedang berlangsung. Massa yang terpalpasi pada
abdomen kanan bawah sulit untuk diidentifikasi karena terdapatnya guarding dan rigidity.
Massa ini sering jelas pada meja operasi setelah induksi anestesi. Penting untuk diingat
bahwa gejala lokal tergantung pada iritasi peritoneal yang terdeteksi saat pemeriksaan.
Obesitas, appendiks retrocaecal, atau appendiks medial yang terwalling-off oleh omentum,
mesenteriom, usus halus tidak akan terlokalisasi. 3
Tanda klasik psoas dilakukan dengan menempatkan anak pada sisi kiri dan
mengekstensi paha dan tungkai ke posterior. Adanya psoas sign dapat dilakukan dengan
menekan lutut dari anterior melawan resistensi dari tangan pemeriksa. Tanda obturator positif
juga dapat mengindikasikan appendicitis pelvis. hal ini dilakukan denga menempatkan anak
berbaring dan mengabduksi dan mengaduksi tungkai kanan yang difleksikan untuk merotasi
otot obturator internus. 2
Perforasi dapat menyebabkan hilangnya gejala sementara karena nyeri akibat
appendiks yang terdistensi menghilang. Awalnya peritonitis ditandai oleh rigiditas otot local,
yangdapat berprogresi menjadi menyeluruh. tanda lain adalah rigiditas otot psoas (ekstensi
paha kana atau mengangkat tungkai melawan tahanan), keduanya mengindikasikan iritasi
otot karena appendicitis retrocaecal. Tes lain untuk inflamasi peritoneal seperti nyeri lepas,
jarang dibutuhkan, dan menyebabkan ketidaknyamanan. 1
Pemeriksaan rectum traumatik dan hasilnya tidak spesifik. Pemeriksaan ini mungkin
membantu untuk diagnosis appendiks atau abses pelvis atau saat kondisi uterus atau adneksa
dipertimbangkan. 1
Bila appendicitis berprogresi, peritonitis difus dan syok dapat terjadi, atau infeksi
menjadi terisolir dan abses terbentuk. Peritonitis difus lebih sering pada bayi, mungkin karena
tidak terdapatnya lemak omentum. anak lebih besar dan remaja lebih sering mengalami abses,
yang berupa massa yang nyeri. 1
Demam jarang terjadi dan biasanya rendah pada appendicitis akut. Demam tinggi
sering terjadi setelah perforasi appendiks. Pasien dengan demam tinggi tanpa tanda peritoneal
jarang mengalami appendicitis, dan harus dipikirkan infeks virus atau penyakit saluran
kemih. 3
Pemeriksaan leher dan auskultasi dada penting karena faringitis dengan limfadenopati
atau pneumonia dan menyerupai appendicitis, khususnya pada lobus kanan tengah atau
bawah. 2
Surana dkk melaporkan tidak terdapat peningkatan morbiditas pada appendektomi
setelah observasi di rumah sakit dibandingkan dengan appendektomi segera. Saat diagnosis
tidak jelas, pemeriksaan fisik abdomen serial memungkinkan dokter untuk menurunkan
angka laparotomi yang tidak perlu tanpa menambah risiko pasien. 1
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum tidak terlalu sensitif dan spesifik untuk appendicitis. Peningkatan
leukosit ringan (11.000 sampai 16.000/mm)2 sering ditemukan. 3
Peningkatan leukosit
memiliki sensitivitas 52% sampai 96%. Hitung jenis leukosit menunjukkan neutrofolia dan
limfopenia, dan memiliki sensitivitas 39% sampai 96%. Jumlah leukosit yang normal
terdapat pada 5% pasien dengan appendicitis. spesifisitas dan sensitivitas yang lebih tinggi
dilaporkan dengan menggunakan ratio neutrofil-limfosit lebih dari 3,5. 1
Urin biasanya bebas dari bakteri, sedikit eritrosit dan leukosit biasanya terdapat pada
inflamasi ureter dan buli. Karena pasien biasanya mengalami dehidrasi, urin yang pekat dan
keton dapat ditemukan, elektrolit, enzim hepar, dan fungsi hepar biasanya normal. Nilai
positif pada C-reactive protein dan laju endapdarah berguna. Belum terdapat penelitian CRP
superior terhadap hitung leukosit. CRP yang normal tidak dapat menyingkirkan appendicitis,
walaupun dikombinasikan dengan leukosit yang normal. Dueholm menjelaskan bahwa
jumlah leukosit, persentasi netrofil, dan CRP yang normal menyingkirkan diagnosis
appendicitis dengan akurasi 100%.3
Pemeriksaan radiologis
Diagnosis banding
Terapi appedicitis dimulai dengan cairan intravena dan antibiotik. Regimen antibiotik harus
meliputi spektrum luas organisme enterik. Pada appendicitis akut simpel, antibiotik dosis
tunggal adekuat untuk preoperatif. Setelah appedektomi, pasien biasanya dapat pulang dalam
waktu 24 jam. Bukti terbaru menunjukkan dosis antibiotik tambahan setelah appendektomi
tidak diperlukan. 3
Penggunaan antibiotic untuk terapi appendicitis sangat bermanfaat. Kultur
intraoperatif tidak mempengaruhi luaran terapi. Regimen dan durasi pemberian antibiotic
masih kontroversi. pada survey terbaru, pemberian ampicillin, gentamicin, dan clindamycin
atau metronidazole selama 10 hari secara intravena merupakan standard emas untuk terapi
appendicitis komplikata. Kombinasi ini dipilih karena bakteri yang terlibat adalah Eschericia
coli, Enterococcus, Klebsiella, dan Bacteroides. Antibiotik generasi baru seperti cefotaxime
dan clindamycin, cefoxitin saja, clindamycin dan amikacin, clindamycin dan aztreonam,
cefepime dan metronidazole, ticarcillin dan clavulanate, dan piperacillin dan tazobactam. 1
Terdapat trend menurunkan durasi terapi antibiotic. Pada appendicitis dini, hanya
dibutuhkan antibiotic perioperatif. Durasi yang direkomendasikan adalah dari dosis tunggal
sampai 48 jam. penelitian prospektif menunjukkan cefotixin dosis tunggal (waktu paruh 0,8
jam) tidak seefektif cefoxitin dosis tunggal (waktu paruh 3,5 jam) atau 24 jam perlindungan
dengan cefoxitin. Durasi terapi tergantung pada pemilihan obat. Untuk appendicitis
komplikata, penelitian terbaru perlindungan 48 jam adekuat. Penelitian lain menyarankan
terapi dilanjutkan selama 5 hari dengan penambahan waktu diperlukan dengan indicator
jumlah leukosit dan demam. Terdapat pula trend penggunaan antibiotic oral saat fungsi
gastrointestinal kembali. Penelitian prospektif menunjukkan ekuivalensi antara antibiotic
intravena 10 hari dan antibiotic intravena 10 hari diikuti antibiotic oral untuk appendicitis
1
komplikata. Penelitian terbaru oleh Fraser, dkk (2010) menunjukkan bahwa pemberian
antibiotic oral saat pasien telah mentoleransi diet regular menurunkan hospitalisasi tanpa
komplikasi adanya formasi abses pot operasi.7 Terapi antibiotic standard adalah terapi
preoperative dengan cefoxitin untuk appendicitis akut dan ampicillin, gentamicin, dan
clindamycin untuk appendicitis komplikata. perlindungan dilanjutkan bila diindikasikan
1
secara klinik dengan adanya demam atau peningkatan leukosit. Apabila antibiotik telah
diberikan, operasi tidak lagi bersifat emergency. Appedektomi di tengah malam tidak
diperlukan. 3
Terapi appendicitis akut yang diterima secara luas adalah pembedahan. Terdapat bukti
bahwa beberapa kasus appendicitis dapat beresolusi spontan, tetapi tidak terdapat penelitian
menggambarkan risiko appendicitis komplikata bila tidak dilakukan operasi inisial. Tidak
terdapat pemeriksaan radiologis, laboratories, atau tanda klinis yang dapat membantu
mengetahui proses inflamasi yang mana yang dapat beresolusi atau menjadi komplikasi.
Terdapat trend menghindari operasi segera, termasuk operasi pada tengah malam. Menurut
survey APSA, hanya setengah dari ahli bedah yang melakukan appendektomi pada tengah
malam. Tidak terdapat peningkatan kejadian perforasi atau insidensi komplikasi antara kedua
grup yang dilakukan appendektomi dalam 6 jam atau antara 6 jam sampai 18 jam setelah
masuk rumah sakit. 1
Pada teknik terbuka, dilakukan incisi tranversal atau oblique pada perut kanan bawah
melewati titik Mc Burney. Otot dinding perut biasanya displit. Setelah abdomen dimasukki,
caecum dan appendiks dimobilisasi dan appendiks dibawa keluar melewati incise.
Mesoappendiks kemudian dibagi, dan basis appendiks diligasi. Basis yang pendek
ditinggalkan untuk menghindari inflamasi pada stump. Stump ditutup dengan ligasi
sederhana, ligasi dengan inversi menggunakan jahitan pursestring atau Z-stitch. Ligasi
sederhana dapat dilakukan dengan dengan cepat dan menurunkan adhesi. Inversi secara
teoritis baik untuk control perdarahan, penutupan ganda yang aman, dan kesempatan
kontaminasi yang kecil; tetapi dapat membuat artifak pada pemeriksaan kontras selanjutnya
dan menyebabkan intususepsi. sebuah review yang membandingkan ligasi sederhana dengan
ligasi dan inversi menyimpulkan bahwa ligasi simpel sama efektifnya dengan ligasi dengan
inversi dan berhubungan dengan kurangnya formasi adhesi. Untuk appendicitis sederhana,
irigasi luka tidak diperlukan. Luka ditutup lapis demi lapis dan tidak diperlukan drain. Diet
normal dapat diberikan segera sesudah opersai, dan pasien dapat dipulangkan 1 sampai 2 hari
setelah operasi. Bila ditemukan appendiks yang normal, rongga peritoneum harus diinspeksi
untuk inflammatory bowel disease, adenitis mesenteric, diverticulitis Meckel, atau kondisi
patologis pada ovarium. 1
Appendektomi laparoskopik memeakai umbilikus sebagai tempat kamera, dengan dua
tempat tambahan. Laparoskopi memberikan beberapa keuntungan. Infeksi luka oprasi lebih
rendah pada laparoskopi dibandingkan dengan metode terbuka, karena insisi yang kecil dan
proteksi jaringan dengan kanula. Bila infeksi luka operasi terjadidengan laparoskopi,
morbiditas minimal karena ukuran incisi yang kecil. Lama perawatan juga lebih rendah pada
yang dilakukan laparoskopi. Dengan laparoskopi membantu kembali ke aktivitas penuh
sehari-hari, termasuk bekerja dan olah raga. 3
Sebuah penelitian menunjukkantingginya kualitas hidup pada appendektomi
laparoskopi setelah 2 minggu, rendahnya komplikasi gastrointestinal, dan obstruksi karena
adhesi post operatif. Beberapa penulis mengemukakan bahwa laparoskopi memberikan
visualisasi seluruh rongga abdomen dengan baik. 3
Yang menjadi perhatian pada pendekatan laparoskopik adalah waktu yang lama.
Beberapa penelitian gagal untuk menunjukkan bahwa laparoskopi membutuhkan waktu lama.
Metaanalisis terbaru menujukkan tidak terdapat perbedaan mengenai waktu operasi3. Selain
itu diperlukan biaya yang lebih tinggi dan pengalaman ahli bedah beserta tim. 1
Pasien diposisikan supine di atas meja operasi, dan abdomen dipreparasi luas. Kanula
12 mm dimasukkan melalui incisi umbilikus, dan pneumoperitoneum dilakuka. Laparoskopi
diagnostik dilakukan. Dua buah port 5 mm dibuat, di kiri tengan abdomen dan di suprapubis
kiri. Teleskop 5 mm 45 derajat dimasukkan melalui port umbilikus, dan ort 5 mm merupakan
port bekerja. Apabila appendiks telah teridentifikasi, sebuah jendela dibuat pada
mesoappendiks terlebih dahulu, diikuti oleh ligasi dan pemotongan mesoappendiks. Bila
appendiks dapat dilahirkan lewat kanula, kantung endoskopik tidak digunakan. Tetapi bila
ukuran appendiks besar, maka digunakan kantung. Teleskop dipindahkan ke port kiri tengah
dan stapler endoskopik dimasukkan melalui kanula umbilikus 12 mm. Biasanya appendiks di
ligasi dan dipotong. Untuk appendicitis perforasi, posisi port sama. Materi purulen dievakuasi
dari perlvis dan subhepatik. Abses interloop dilisiskan dan dibuka. Drain tidak rutin
digunakan. 3
Angka konversi kurang dari 1%. Abses post operasi kurang dari 1%, dan sebanyak
20% abses terjadi bila perforasi telah berlangsung. 3
Gambar 4. Appendektomi terbuka 1
Gambar 5. A. Posisi port untuk appendektomi laparoskopi. Digunakan 3 kanula, dengan
stapler endoskopik melalui port umbilicus 12 mm. Appendiks diangkat dari tempat ini. B.
Post operasi3
Gambar 7. CT scan Pasien dengan appendicitis perforasi dengan abses yang berbatas tegas. Ia
menjalani manajemen nonoperatif (drainase abses, antibiotic) diikuti dengan appendektomi
interval laparoskopik 10 minggu selanjutnya. CT scan menunjukkan abses pelvis besar (A)
diikuti dengan penempatan jarum (B), dan drainase perkutan (C). Drainase menyebabkan
resolusi abses3
Luaran
Angka kematian akibat appendicitis komplikata telah menurun sampai hampir nol. Antibiotik
menurunkan insidensi komplikasi infeksius. Walaupun lama rawat inap dan morbiditas
pasien dengan appendicitis kompilkata lebih besar dibandingkan appendicitis simpel, namun
morbiditas anak dengan appendicitis komplikata kurang dari 10%.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Dunn JCY. Appendicitis. Dalam: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran AG, Fonkalsrud EW,
Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006
2. O’Neiil, James A, et al. Principles of Pediatric Surgery. Disorders of Iguinal Canal.
Mosby, St.Louis Missoury. 2003
3. St Peter SD. Appendicitis. Dalam: Ashcraft KW, Holcomb GW, Murphy JP, Pediatric
Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010
4. Zinner MJ, Asleey SW. Appendicitis. Dalam: Maingot’s Abdominal Operation, 11th
edition. 2009, Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010
5. Oldham KT, Colombani PM, Foglia RP, Skinner MA. Appendix and meckel’s
diverticulum. Dalam: Principles adn Practices of Pediatric Surgery, 4th ed. Lippincott
Williams & Wilkins; 2005
6. Samuel M. Pediatric appendicitis score. J Pediatr Surg 37:877-881. Copyright 2002,
Elsevier Science (USA).
7. Fraser et al. A complete course of intravenous antibiotics vs a combination of intravenous
and oral antibiotics for perforated appendicitis in children: a prospective, randomized
trial. Journal of Pediatric Surgery (2010) 45, 1198–1202
8. Puri P, Holwart M. Appendicitis. Dalam: Pediatric Surgery Springer. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg 2009, Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010