Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebutsebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalahmenghasilkan dan melepaskan hormon-hormon
secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan
untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
Sistem endokrin mempengaruhi bagaimana jantung Anda berdetak, bagaimana tulang
dan jaringan tumbuh, bahkan kemampuan Anda untuk membuat bayi. Hal ini memainkan
peran penting dalam apakah atau tidak seseorang dapat terkena diabetes, penyakit tiroid,
gangguan pertumbuhan, disfungsi seksual, dan sejumlah lainnya yang berhubungan dengan
hormon gangguan.Gangguan kelenjar endokrin bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai
dari malnutrisi, gondok, diabetes, gangguan jantung, hipertensi, hingga tumor ganas pada
sistem pencernaan. Gangguan kelenjar endokrin umumnya disebabkan perubahan gaya
hidup yang cenderung meninggalkan pola hidup sehat.
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes
Melitus (DM) baik tipe I maupun tipe II. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius
yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk Ketoasidosis Diabetikum, status
hiperglikemik atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas.
Ketoasidosis Diabetikum mengandung triad yang terdiri dari
hiperglikemia, ketosis dan asidemia (Augusta.2013). Walaupun Ketoasidosis Diabetikum
paling sering ditemukan pada DM tipe I (NIDDM) namun DM tipe II(NIDDM) pada
keadaan tertentu juga berisiko untuk mendapatkan Ketoasidosis Diabetikum.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
dengan hiperglikemi berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai
penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000). Angka kematian HHNK 40-50% lebih tinggi
daripada Diabetik Ketoasidosis.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Gawat Darurat Sistem
Endokrin.
2. Tujuan Khusus

1
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep Askep gawat darurat mengenai
koma hipoglikemia dan koma hiperglikemia.
b. Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep Askep gawat darurat mengenai
Ketoasidosis Diabetikum.
c. Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep Askep gawat darurat mengenai
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis.
d. Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep Askep gawat darurat mengenai
Tyroid Storm.
e. Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep Askep gawat darurat mengenai
Krisis Adrenal.

2
BAB II
TINJAUAN KONSEP

I. ASKEP GAWAT DARURAT KOMA HIPOGLIKEMIA DAN KOMA


HIPERGLIKEMIA
A. Konsep Medis Koma Hipoglikemia
1. Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai
akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia
adalah :
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, Misalnya
dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam sesudah makan.
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa
darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L). keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemi dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat dijumpai sebelum makan,
khususnya jika waktu makan tertunda atau jika pasien lupa makan camilan.
2. Etiologi
a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pancreas
b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
d. Kelaiana pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
e. Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan
obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia
terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang
tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
1) Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa

3
2) Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap
makan, biasanya karbohidrat.
f. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea)
yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula
darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa
terlalu banyak menurunkan kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun
sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karenasel-sel pulau
pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya
tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan
mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.
g. Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibatAIDS juga bisa
menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan
psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk
dirinya.
h. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Olah
raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan
hipoglikemia.
i. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain
(terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi
sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan
sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
j. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia.
k. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir
gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
l. Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia
diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia
reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga
merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi
menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari
kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini
disebuthipoglikemia alimentari idiopatik.

4
m. Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan
makanan yang mengandung gula fruktosadan galaktosa atau asam amino leusin.
Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati, leusin merangsang
pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar gula
darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-
zat tersebut.
n. Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang
dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang
berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel
penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang
menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
o. Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi
yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal
karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut.
Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes.
p. Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
q. Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa
menyebabkan hipoglikemia.
3. Tanda dan Gejala
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti :
a. Tremor
b. Takikardi
c. Palpitasi
d. Kegelisahan
e. Rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada system saraf pusat mencakup :
a. Ketidakmampuan konsentrasi
b. Sakit kepala
c. Vertigo
d. Konfusi

5
e. Penurunan daya ingat
f. Pati rasa di daerah bibir dan lidah
g. Gerakan tidak terkoordinasi
h. Perubahan emosional
i. Perilaku yang tidak rasional
j. Penglihatan ganda
k. Perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami gangguan sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia
yang dideritanya. Gejala dapat mencakup :
a. Perilaku yang mengalami disorientasi
b. Serangan kejang
c. Sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya. Kombinasi
semua gejala tersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Sampai
derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan tingkat penurunan kadar glukosa
darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan kadar tersebut. Sebagai
contoh, pasien yang biasanya memiliki glukosa darah dalam kisaran hiperglikemia
(misalnya, sekitar 200-an atau lebih ) dapat merasakan gejala hipoglikemi (adrenergik)
kalau kadar glukosa darahnya secara tiba-tiba turun hingga 120 mg/dl (6,6 mmol/L)
atau kurang. Sebaliknya, pasien yang biasanya memiliki kadar glukosa drah yang
rendah namun masih berada dalam rentang yang normal dapat tetap asimtomatik
meskipun kadar glukosa tersebut turun secara perlahan-lahan sampai dibawah 50 mg/dl
(2,7 mmol/L).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemi adalah
penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemi. Keadaan ini terjadi
pada sebagian pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun. Penurunan
respon adrenergic tersebut dapat berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis
diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa darah, limpahan
adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergic yang
lazim seperti perasaan lemah. Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru terdeteksi setelah
timbul gangguan system saraf pusat yang sedang atau berat.
4. Patofisiologi

6
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi
diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang,
kurangnya simpanan glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang dewasa, dan
ketidaktersediaan keton dalam fase makan atau kondisi pos absorptif.
Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan tiba-tiba,
otak mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh dibawah sekitar 45
mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan pasien
lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk
terjadi (spt, selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah
disebutkan.Yang lebih kontroversial adalah pertanyaan tentang apakah gejala-gejala
dapat berkembang dalam berespon terhadap turunnya kadar gula darah bahkan sebelum
turun di bawah batasan kadar normal. Karena suatu respon fisiologi tertentu, seperti
pelepasan hormon pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun tetap
normal, tampaknya gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus penurunan
kadar kemungkinan kurang kuat dan konsisten dibanding penurunan dibawah ambang
absolut.
Bagaimanapun, otak tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap penurunan kadar
gula darah, terutama jika penurunan terjadi lambat dan kronis. Bukanlah hal yang tidak
lazim bagi pasien dengan gula darah yang sangat rendah, seperti yang terjadi pada
tumor pensekresi insulin, untuk memperlihatkan fungsi serebral yang sangat normal
dalam menghadapi gula darah yang rendah terus menerus dibawah batasan normal.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa. (Mansjoer A
1999: 604).
a. Perpanjangan pengawasan puasa, tes primer untuk hypoglikemia, perpanjanganya
(48-72 jam) setelah pengawasan puasa.
b. Tes bercampur makanan, tes ini di gunakan jika anda mempunyai tanda puasa (2
jam PP)
c. Tes urine di simpan untuk mencari substansi keton.
6. Penatalaksanaan
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus
buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia
(terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena

7
efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita
diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang
mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).
Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk
memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk
mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami
episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah
hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan
sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia
dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15
menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh
tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami
hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam
porsi kecil.

7. Asuhan Keperawatan Koma Hipoglikemia


a. Pengkajian Primer
1) Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah
ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
a) Chin lift/ Jaw thrust
b) Suction
c) Guedel Airway
d) Instubasi Trakea
2) Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
a) Beri oksigen
b) Posisikan semi Flower
c) Circulation
3) Menilai sirkulasi / peredaran darah
a) Cek capillary refill
b) Auskultasi adanya suara nafas tambahan
c) Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.

8
d) Cek Frekuensi Pernafasan
e) Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
f) Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
4) Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.
Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan
ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi
dokter.
b. Pengkajian Sekunder
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1) Keluhan utama :
Sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi
merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti
asfiksia, kejang, sepsis.
2) Riwayat :
a) ANC
b) Perinatal
c) Post natal
d) Imunisasi
e) Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
f) Pemakaian parenteral nutrition
g) Sepsis
h) Enteral feeding
i) Pemakaian Corticosteroid therapi
j) Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
k) Kanker
l) Data fokus
Data Subyektif:
a) Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
b) Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
c) Rasa lapar (bayi sering nangis)
d) Nyeri kepala

9
e) Sering menguap
f) Irritabel
Data obyektif:
a) Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
b) Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat
irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma,
Plasma glukosa < 50 gr/
c. Pengkajian head to toe
1) Data subyektif :
a) Riwayat penyakit dahulu
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,infeksi
atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungandengan faktor-
faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lainyang mempengaruhi
glikosa darah, penghentian insulin atau obat antihiperglikemik oral.
2) Data Obyektif
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus ototmenurun,
gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan
istrahat atau aktifitasLetargi/disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas
dankesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yanglama,
takikardia.Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yangmenurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
c) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasanyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeritekan abdomen,
diare.Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembangmenjadi

10
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemahdan menurun,
hiperaktif (diare)
e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badanlebih dari
beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)Tanda : Kulit
kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensiabdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhanmetabolik dengan peningkatan
gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatanTanda : Disorientasi, mengantuk, alergi,
stupor/koma (tahap lanjut),gangguan memori (baru, masa lalu), kacau
mental, refleks tendondalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)Tanda : Wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa
sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat
i) Keamana
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulitTanda : Demam, diaphoresis, kulit
rusak, lesi/ulserasi, menurunnyakekuatan umum/rentang gerak,
parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam)
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke,
hipertensi.Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid,

11
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diit, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadapglukosa
darah.
d. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental,
gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
2) Perubahan sensori perseptual b/d ketidakseimbangan glukosa
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral
4) Kelelahan b/d penurunan energi metabolik
e. Intervens Keperawatan
1) Resiko komplikasi b/d kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental,
gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi.
a) Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
b) Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
c) Monitor vital sign
d) Monitor kesadaran
e) Monitor tanda gugup, irritabilitas
f) Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
g) Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
h) Cek BB setiap hari
i) Cek tanda-tanda infeksi
j) Hindari terjadinya hipotermi
k) Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
l) Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit
2) Defisit volume cairan b/d kehilangan gastrik berlebihan.
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara
individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
a) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan ortostatik.

12
Hipoglikemia dapat dimanifestasikan oleh takikardia
b) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
RR/ Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat.
c) Ukur berat badan setiap hari.
RR/Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
d) Catat hal-hal yang sering di laporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan
distensi lambung.
RR/Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang
seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan dan elektrolit.
e) Kolaborasi
Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi, normal salin atau setengah normal
salin dengan atau tanpa dekstrosa.
RR/Mengembalikan cairan yang adekuat.
3) Perubahan sensori perseptual b/d ketidakseimbangan glukosa.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan tingkat mental biasanya
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi Rasional
Mandiri
a) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
RR/Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi mental.
b) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya,
misalnya terhadap tempat, orang, dan waktu.
RR/Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realitas.
c) Lindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran pasien
terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan
nafas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan mengalami kejang.
RR/Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya
cedera, terutama amalam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.

13
d) Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari
terpajan terhadap air panas atau dingin atau penggunaan bantalan atau pemanas.
RR/Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit
karena panas.
e) Kolaborasi
Pantau nilai laboratorium, glukosa darah.
RR/Keseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental.
4) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral
Kriteria Hasil :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
Menunjukkan tingkat energi biasanya.
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya/yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
a) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
RR/Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilitisnya).
b) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
RR/Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
c) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian
cairan melalui oral.
RR/Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika paien sdar dan fungsi
gastrointestinalnya baik.
d) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi.
RR/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
e) Kolaborasi
f) Konsultasi dengan ahli diet.
RR/Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5) Kelelahan b/d penurunan energi metabolic

14
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan peningkatkan energy
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi Rasional
Mandiri
a) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
RR/Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktifitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas.
RR/Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
c) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
RRMeningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

B. Konsep Medis Koma Hiperglikemia


1. Pengertian
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar
puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100
ml darah ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
Hiperglikemia, hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana
jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah. Ini umumnya merupakan
tingkat glukosa darah 10 + mmol / l (180 mg / dl), tetapi gejala mungkin tidak memulai
untuk menjadi terlihat sampai nomor kemudian seperti 15-20 + mmol / l (270-360 mg /
dl) atau 15,2 -32,6 mmol / l. Namun, tingkat kronis melebihi 125 mg / dl dapat
menghasilkan kerusakan organ.
Kadar glukosa bervariasi sebelum dan sesudah makan, dan pada berbagai waktu hari,
definisi "normal" bervariasi di kalangan profesional medis. Secara umum, batas normal
bagi kebanyakan orang (dewasa puasa) adalah sekitar 80 sampai 110 mg / dl atau 4
sampai 6 mmol / l. Sebuah subjek dengan rentang yang konsisten di atas 126 mg / dl
atau 7 mmol / l umumnya diadakan untuk memiliki hiperglikemia, sedangkan kisaran
yang konsisten di bawah 70 mg / dl atau 4 mmol / l dianggap hipoglikemik. Dalam puasa

15
orang dewasa, darah glukosa plasma tidak boleh melebihi 126 mg / dl atau 7 mmol / l.
Berkelanjutan tingkat yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan gula darah ke
pembuluh darah dan ke organ-organ mereka suplai, yang mengarah ke komplikasi
diabetes.
2. Etiologi :
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin
adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.
Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau
langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.
3. Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan
hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke
dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon
menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.
Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum
akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan
volume cairan intraselluler.
Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka
semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus

16
yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih
meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi
koma.Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
Pathway hiperglikemia

4. Menifestasi klinik :
Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah)
a. Poliplagi, merasa lapar, ingin makan terus
b. Polidipsi, merasa haus terus
c. Poliuri, kencing yang sering dan banyak
d. Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
e. Rasa kesemutan, kram otot
f. Visus menurun
g. Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh

17
5. Faktor risiko:
a. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
c. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
d. Riwayat keluarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
f. Riwayat DM pada kehamilan
g. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
h. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
6. Komplikasi Hiperglikemia
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
a. Komplikasi akut
1) Komplikasi metabolic
2) Ketoasidosis diabetic
3) Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
4) Hipoglikemia
5) Asidosis lactate
6) Infeksi berat
b. Komplikasi kronik
1) Komplikasi vaskuler
a) Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
b) Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
2) Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik,
buli – buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.
3) Campuran vascular neuropati
Ulkus kaki
4) Komplikasi pada kulit
7. Pemeriksaan penunjang :
Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma vena).
Bila GDS 100-200 mg% → perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral. Kriteria baru
penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl. Pemeriksaan
lain yang perlu diperhatikan pada pasien Diabetes Mellitus:

18
a. Hb
b. Gas darah arteri
c. Insulin darah
d. Elektrolit darah
e. Urinalisis
f. Ultrasonografi
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :
a. Diet
1) Komposisi makanan
2) Jumlah kalori perhari
3) Penilaian status gizi
b. Latihan jasmani
c. Penyuluhan
d. Obat berkaitan Hipoglikemia : Obat hipoglikemi oral dan Insulin
9. Asuhan Keperawatan Koma Hiperglikemia
a. Pengkajian
1) Data subyektif :
a) Riwayat Kesehatan Keluarga: Adakah keluarga yang menderita penyakit
seperti klien
b) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya:
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
2) Data obyektif
a) Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b) Sirkulasi:
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.

19
c) Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d) Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e) NeurosensorI
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f) Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g) Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h) Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i) Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
j) Integritas ego
Stess, ansietas
b. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
1) Defisit volume cairan b.d diuresis osmotic akibat hiperglikemia
Batasan karakteristik:
a) Peningkatan urin output
b) Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
c) Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit buruk.
d) Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill.
Kriteria Hasil:
a) Tanda vital stabil (nadi 80-88 x/menit, tekanan datrah 100-140/80-90 MmHg,
suhu tubuh 36,5-37,40C, respiratory rate 20-22 x/menit)
b) Nadi perifer teraba pada arteri radialis, arteri brakialis, arteri dorsalis pedis.
c) Turgor kulit dan capillary refill baik dibuktikan dengan capillary refill kurang
dari 2 detik
d) Keluaran urine dalam kategori aman (lebih dari 100cc/hari sampai batas
normal 1500cc-1700cc/hari)

20
e) Kadar elektrolit urin dalam batas normal dengan nilai natrium 130-
220meq/24 jam, kalium 25-100 meq/24 jam, klorida 120-250 meq/liter,
magnesium 1,2-2,5 mg/dl

INTERVENSI RASIONAL
1) Pertahankan untuk memberikan Mempertahankan komposisi cairan
cairan 1500-2500 ml atau dalam batas dalam tubuh, volume sirkulasi dan
yang dapat ditoleransi jantung jika menghindari over load jantung
pemasukan cairan melalui oral sudah
dapat diberikan
2) Pantau masukan dan pengeluaran, Memberikan perkiraan kebutuhan akan
catat berat jenis urin cairan pengganti dan membaiknya
fungsi ginjal
3) Pantau tanda-tanda vital, catat Penurunan volume cairan darah
adanya perubahan tekanan darah (hipovolemi) akibat dieresis osmosis
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi,
takikardi, nadi teraba lemah
4) Pantau suhu, warna, turgor kulit, Dehidrasi yang disertai demam akan
dan kelembabannya teraba panas, kemerahan, dan kering di
kulit. Sedangkan penurunan turgor kulit
sebagai indikasi penurunan volume
cairan pada sel
5) Pantau nadi perifer, pengisian kapiler, Nadi yang lemah, pengisian kapiler
turgor kulit dan membrane mukosa yang lambat sebagai indikasi penurunan
cairan dalam tubuh. Semakin lemah dan
lambat dalam pengisian, semakin tinggi
derajat kekurangan cairan

2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak cukupan insulin
Batasan Karakteristik :
a) Berat badan tidak normal (lebih rendah 10% dari berat badan ideal)
b) Lingkar lengan < 10 cm
c) Kelemahan, mudah lelah, tonus otot buruk
d) Kadar gula darah > 150 mg/dl
Kriteria hasil:
a) Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan
b) Peningkatan berat badan atau berat badan ideal/normal
c) Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm
d) Nilai laboratorium hemoglobin untuk pria 13 -16 gr/dl, untuk wanita 12-14
gr/dl
e) GDS 60-110 mg/.dl, kolesterol total 150-250 mg/dl, protein total 6-7 gr/dl

21
INTERVENSI RASIONAL
1) Berikan pengobatan insulin secara Insulin regular memiliki awitan cepat dan
teratur dengan teknik intravena karenanya dengan cepat pula dapat
secara intermitten atau secara membantu memindahkan ke dalam sel,
kontinyu pemberian melalui intravena merupakan
rute pilihan utama karena absorbs dari
jaringan sub kutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat
2) Berikan diet 60% karbohidrat, Intake kompleks karbohidrat(jagung,
20% protein, dan 20% lemak dan wortel, brokoli, buncis, gandum)
penataan makan dan pemberian berdampak pada penekanan kadar glukosa
makanan tambahan darah, kebutuhan insulin, menurunkan
kadar kolesterol, dan meningkatkan rasa
kenyang
3) Timbang berat badan atau ukur Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan
lingkar lengan setiap hari sesuai nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang
indikasi harus dikonsumsi
4) Libatkan keluarga pasien dalam Meningkatkan partisipasi keluarga dan
memantau waktu makan, jumlah mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan
nutrisi kemampuan untuk menarik glukosa dalam
sel
5) Pantau tanda-tanda hipoglikemi Karena metabolism karbohidrat mulai
(perubahan tingkat kesadaran, kulit terjadi, gula darah akan berkurang dan
lembab/dingin, denyut nadi cepat, sementara pasien tetap diberikan insulin
lapar, peka rangsang, cemas, sakit maka hipoglikemi dapat terjadi
kepala, pusing)
6) Pantau pemeriksaan laboratorium Gula darah akan menurun perlahan dengan
seperti glukosa darah, aseton, pH, penggunaan terapi insulin terkontrol.
dan HCO3 Dengan pemberian insulin dosis optimal
glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori.
Peningkatan aseton, pH, dan HCO3 sebagai
indikasi kelebihan bahan keton.
3) Resiko infeksi b.d kadar glukosa darah tinggi
Batasan karakteristik :
a) Angka leukosit > 11.000 ul
b) Suhu tubuh kadang mengalami periode naik dari 370C
c) Akral teraba hangat/panas
d) GDS > 150 gr/dl
e) Glukosa urin positif
Kriteria hasil
a) Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubor, calor, dolor,
tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000ul
b) Suhu tubuh tidak tinggi (36,50C – 370C)

22
c) Kadar GDS 60-100 mg/dl
d) Glukosa urin negative
INTERVENSI RASIONAL
1) Berikan pengobatan insulin secara Insulin regular memiliki awitan cepat dan
teratur dengan teknik intravena karenanya dengan cepat pula dapat
secara intermitten atau secara membantu memindahkan ke dalam sel,
kontinyu pemberian melalui intravena merupakan
rute pilihan utama karena absorbs dari
jaringan sub kutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat
2) Pantau pemeriksaan laboratorium Gula darah akan menurun perlahan dengan
seperti glukosa darah, aseton, pH, dan penggunaan terapi insulin terkontrol.
HCO3 Dengan pemberian insulin dosis optimal
glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori.
Peningkatan aseton, pH, dan
HCO3 sebagai indikasi kelebihan bahan
keton.
3) Libatkan keluarga pasien dalam Meningkatkan partisipasi keluarga dan
memantau waktu makan, jumlah mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan
nutrisi kemampuan untuk menarik glukosa dalam
sel

4) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual (penglihatan, pendengaran) b.d


perubahan kimia endogen (ketidakseimbangan glukosa-insulin dan elektrolit)
Batasan karakteristik :
a) Pasien mengeluh penglihatannya kabur atau diplopia
b) Visus dengan snellen card kurang dari 6 meter
c) Pasien mengeluh kepalanya pusing
d) Pasien mengeluh telinganya berdenging atau tidak jelas mendengar
e) Pasien mengeluh letih, pelupa
f) Nilai laboratorium natrium darah < 135 meq/dl
g) Kalsium darah < 3,5 meq/l
h) Klorida darah < 100 meq/l
Kriteria evaluasi
a) Pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur/diplopia lagi

INTERVENSI RASIONAL
1) Pastikan akses penggunaan alat bantu Meningkatkan pendengaran dan
sensori , seperti alat bantu dengar, dan penglihatan yang masih tersisa
kacamata

23
2) Bantu pasien dalam ambulasi atau Meningkatkan keamanan pasien untuk
perubahan posisi dan secara bertahap beraktivitas. Aktivitas dapat
dinaikkan derajatnya meningkatkan sirkulasi dan fungsi
jantung
3) Buat jadwal intervensi keperawatan Meningkatkan tidur dapat menurunkan
bersama pasien agar tidak mengganggu rasa letih dan dapat memperbaiki daya
waktu istirahat pasien fikir
4) Pantau tanda-tanda vital dan status Sebagai dasar untuk membandingkan
mental temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi
mental
5) Pantau pemasukan elektrolit melalui Meningkatkan eksitasi persarafan dan
makanan maupun minuman mencegah kelebihan elektrolit
6) Pantau nilai laboratorium seperti Ketidakseimbangan nilai laboratorium
glukosa darah, elektrolit, ureum kreatinin ini dapat menurunkan fungsi mental
b) Visus 6/6
c) Nilai laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam batas : natrium 135-147
meq/l, kalsium darah 9-11 mg/dl, kalium darah 3,5-5,5 meq/l, klorida darah 100-
106 meq/l

5) Kelelahan b.d penurunan produksi energi metabolic


Batasan karakteristik :
a) Pasien mengeluh badannya terasa lemah
b) Skor kekuatan otot ekstremitas baik kanan dan kiri, atas maupun bawah
kurang dari 4
c) Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan harian seperti mandi, gosok
gigi, berjalan
d) Pasien terlihat terhuyung atau mau jatuh saat berdiri
Kriteria hasil :
a) Pasien mengatakan badannya tidak lemah lagi
b) Skor kekuatan otot ekstremitas kanan, kiri, atas, serta bawah 5
c) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
seperti mampu berdiri dan berjalan
INTERVENSI RASIONAL
1) Buat jadwal perencanaan dengan pasien Aktivitas akan lebih terarah dan
dan indikasi aktivitas yang menimbulkan menghindari kelelahan yang
kelelahan berlebihan

24
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode Memberi kesempatan untuk
istirahat yang cukup/tanpa diganggu mencukupkan produksi energi untuk
aktivitas
3) Tekankan pentingnya mempertahankan Membantu menciptakan gambaran
periksaan gula darah setiap hari nyata dari produksi energy
metabolic dari unsur glukosa
4) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan Mengindikasikan tingkat
tekanan darah sebelum/sesudah melakukan pemenuhan energi dengan tingkat
aktivitas aktivitas
5) Pantau aktivitas pasien dan jumlah bahan Aktivitas yang tidak sesuai dengan
energy yang masuk jumlah energi yang mempu
diproduksi pasien dapat
meningkatkan kelelahan

6) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang


tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Batasan karakteristik :
a) Mengakui perasaan putus asa
b) Ketidak mampuan mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi
perasaan.
c) Ketidak mampuan membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan
secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Kriteria hasil
a) Mengakui perasaan putus asa
b) Mampu mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
c) Mampu membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri
INTERVENSI RASIONAL
1) Anjurkan pasien/keluarga untuk Mengidentifikasi area perhatiannya
mengekspresikan perasaannya tentang dan memudahkan cara pemecahan
perawatan di rumah sakit dan penyakitnya masalah
secara keseluruhan.
2) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau Harapan yang tidak realistis atau
keluarga adanya tekanan dari orang lain atau
diri sendiri dapat mengakibatkan
perasaan frustasi.kehilangan kontrol
diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping
3) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut Meningkatkan perasaan kontrol
berperan serta dalam perawatan diri sendiri terhadap situasi
dan berikan umpan balik positif sesuai
dengan usaha yang dilakukannya.

25
4) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut Meningkatkan perasaan kontrol
berperan serta dalam perawatan diri sendiri terhadap situasi.

7) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi
Batasan karakteristik :
a) Ketidakmampuan mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
b) Ketidakmampuan mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses
penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c) Tidak dapat melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional
tindakan
Kriteria hasil:
a) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
b) Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c) Mampu melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
1) Ciptakan lingkungan saling percaya Menanggapai dan memperhatikan
perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam
proses belajar
2) Diskusikan dengan klien Memberikan pengetahuan dasar
tentang penyakitnya dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya
hidup
3) Diskusikan tentang rencana Kesadaran tentang pentingnya
diet, penggunaan makanan tinggi serat. kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan
makan/mentaati program
4) Diskusikan pentingnya Membantu untuk mengontrol
untuk melakukan evaluasi secara teratur proses penyakit dengan lebih ketat.
dan jawab pertanyaan pasien/orang
terdekat

c. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan

26
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan
pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1) Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2) Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
3) Infeksi tidak terjadi
4) Tidak terjadi perubahan sensori perseptual
5) Rasa lelah berkurang
6) Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
7) Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

II. ASKEP GAWAT DARURAT KETOASIDOSIS DIABETIK

A. PENGERTIAN
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes
mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan Kriteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH
= < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia.(Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya
insulin ( Stillwell, 1992).
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
B. ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non
insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin
disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

27
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Penglihatan kabur
4. Lemah
5. Sakit kepala
6. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat
berdiri)
7. Anoreksia, Mual, Muntah
8. Nyeri abdomen
9. Hiperventilasi
10. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
11. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
12. Terdapat keton di urin
13. Nafas berbau aseton
14. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
15. Kulit kering
16. Keringat
17. Kusmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic
D. PATOFISIOLOGI
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama – sama air dan
elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi

28
berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita
ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500
mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam –
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa Darah
a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
j. Elektrolit
1) Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang
(dehidrasi).
2) Fosfor lebih sering menurun
k. Urinalisa
1) Leukosit dalam urin
2) Glukosa dalam urin
2. EKG gelombang T naik
3. MRI atau CT-scan
4. Foto toraks
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU

29
1. Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,
lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48
jam).
5) Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
7) Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
3) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L ³250mg%,
Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
c. Infus K (tidak boleh bolus)
1) Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
2) Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
3) Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
4) Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
5) Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan
d. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
2. Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
1) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
2) Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.

30
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
G. KOMPLIKASI
1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)
Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang
berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
2. DIC (disseminated intravascular coagulation)
3. Edema otak
Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus akan
beresiko terjadinya edema otak.
4. Ginjal akut
Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
5. Hipoglikemia dan hyperkalemia
Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebihan dan tanpa pengontrolan.
H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis :
1) Riwayat DM
2) Poliuria, Polidipsi
3) Berhenti menyuntik insulin
4) Demam dan infeksi
5) Nyeri perut, mual, mutah
6) Penglihatan kabur
7) Lemah dan sakit kepala
b. Pemeriksan Fisik :
1) Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
2) Hipotensi, Syok
3) Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
4) Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
5) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
6) Dehidrasi
c. Pengkajian gawat darurat :
1) Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas

31
2) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot
bantu pernafasan
3) Circulation : kaji nadi, capillary refill
d. Pengkajian head to toe
1) Data subyektif :
a) Riwayat penyakit dahulu
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Status metabolic
d) Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-
penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor
psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi
glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
2) Data Obyektif :
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi /disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen,
diare.

32
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
k) Penyuluhan/pembelajaran

33
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan
diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia
c. Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman (pH
menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolysis
3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
Kriteria Hasil :
1) Pola nafas pasien kembali teratur.
2) Respirasi rate pasien kembali normal.
3) Pasien mudah untuk bernafas.
Intervensi:
1) Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.
2) Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural.
3) Penghisapan untuk pembuangan lendir.
4) Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian therapi medis
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Pulse perifer dapat teraba
3) Turgor kulit dan capillary refill baik
4) Keseimbangan urin output
5) Kadar elektrolit normal
6) GDS normal

34
Intervensi :
1) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam
2) Observasi kepatenan atau kelancaran infus
3) Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk
setiap jam
4) Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler
5) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium :
a) Hematokrit
b) BUN/Kreatinin
c) Osmolaritas darah
d) Natrium
e) Kalium
6) Monitor pemeriksaan EKG
7) Monitor CVP (bila digunakan)
8) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :
a) Pemberian cairan parenteral
b) Pemberian therapi insulin
c) Pemasangan kateter urine
d) Pemasangan CVP jika memungkinkan
c. Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH
menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolysis
Kriteria Hasil :
1) RR dalam rentang normal
2) AGD dalam batas normal :
pH : 7,35 – 7,45 HCO3 : 22 – 26
PO2 : 80 – 100 mmHg BE : -2 sampai +2
PCO2 : 30 – 40 mmHg
Intervensi :
1) Berikan posisi fowler atau semifowler ( sesuai dengan keadaan klien)
2) Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan
3) Auskultasi bunyi paru
4) Monitor hasil pemeriksaan AGD
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :
a) Pemeriksaan AGD

35
b) Pemberian oksigen
c) Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik)

III. ASKEP GAWAT DARURAT HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOSIS

A. Defenisi
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula
darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum,
biasa terjadi pada DM tipe II.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan
kesadaran (Mansjoer, 2000).
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes
yang ditandai dengan :
1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi.
B. Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.

36
8. Luka bakar.

Faktor risiko:
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
(http://endokrinologi.freeservers.com)
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalahhaus, kulit terasa hangat dan
kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
banyak kencing, mudah lelah (www.tabloid-nakita.com).
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan

37
D. Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan
hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma.
Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat
menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan
menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya
potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal
menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
E. Komplikasi

38
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan NACL bisa diberikan cairan
isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular
dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam
12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan
kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
1. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non
ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin
dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan
pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
2. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
3. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
G. Konsep dasar keperawatan
1. Pengkajian
a. Primery Survey
1) Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
2) Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
3) Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga
akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya
trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.

39
b. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian
dengan menggunakan pendekatan head to toe.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma,
tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan neurologist,
hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari
pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
1) Pemeriksaan fisik
a) Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun
atau tidak ada.
b) Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada
nafas kusmaul.
c) Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit
kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d) Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia,
inkontinensia
e) Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak
elastis, Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f) Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)
c. Tersier Survey
1) Riwayat Keperawatan
a) Persepsi-managemen kesehatan
i. Riwayat DM tipe II
ii. Riwayat keluarga DM
iii. Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b) Nutrisi – metabolic
i. Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
ii. Anorexia
iii. Berat badan turun.
c) Eliminasi
i. Poliuria, nocturia.
ii. Diarhe atau konstipasi.
d) Aktivitas – exercise
i. lelah, lemah.

40
e) Kognitif
i. Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
ii. Penglihatan kabur.
iii. Gangguan sensorik.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b. Gas darah arteri: biasanya normal.
c. Elektrolit  biasanya rendah karena diuresis.
d. BUN dan creatinin serum  meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan
renal.
e. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f. pH > 7,3.
g. Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h. Sel darah putih  meningkat pada keadaan infeksi.
i. Hemoglobin dan hematokrit  meningkat karena dehidrasi.
j. EKG  mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul
a. Volume cairan kurang dari kebutuhan
b. Gangguan perfusi jaringan
c. Jalan napas tidak efektif
d. Intoleransi aktivitas
4. Rencana Keperawatan
a. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
1) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau
intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
2) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
3) Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, dan adanya apnea dan munculnya sianosis.
4) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
5) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.

41
6) Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa.
7) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai
indikasi.
8) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
sesuai indikasi.
2) Pantau frekuensi atau irama jantung.
3) Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
4) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standart
(misalnya skala koma Glascow).
5) Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk
dan Babinski.
6) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau
indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
7) Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan
berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
8) Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
c. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
2) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
3) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
4) Palpasi fremitus.
5) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
6) Awasi tanda vital dan irama jantung.
7) Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan
humidifikasi tinggi seuai indikasi.
8) Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

42
Intervensi:
1) Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang
dapat dilakukan pasien.
2) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
3) Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa
diganggu.
4) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
5) Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, Tingkatkan partisipasi
pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.

IV. ASKEP GAWAT DARURAT TYROID STRORM


A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar
tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih
berat, yaitu tirotoksikosis.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak
terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan , infeksi, atau trauma.
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang disebabkan
oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal dan
mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini dilaksanakan dan pengobatan
diberikan secepatnya (Hannafi,2011).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis dengan
sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan kadang-
kadang vomitus yang terus menerus.
B. Etiologi

43
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga mekanisme
fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
1. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi
hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3 & T4
mungkin tidak nyata dalam fenomena ini.
2. Hiperaktivitas adrenegik.
Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi
satu sama lain. Walaupun masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid
atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi
organ efektor. Namun interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan
kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan
produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.
Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan
energi panas yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi.
Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler, dan juga tidak
dapat digunakan oleh sel.
4. Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir
memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid, tiroidectomi,
reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak, hipertiroid yang
tidak terdiagnosa.
5. Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik. Etiologi
yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves.Meskipun tidak
biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi
ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien
hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi.
Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves
dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid
berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
C. Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar hormon
tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa komplikasi,
yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid

44
di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca
bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan
produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah
pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah pemberian
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon tiroid. Meningkatnya
hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid. Di pihak lain,
kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga berkembang
menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat
pemberian penghambat adrenergik memberikan respons yang dramatik pada krisis tiroid.
Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan (tiroid
atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian
obat antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis diabetik, gagal jantung
kongestif, hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru,
cerebral vascular accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang
berlebihan.
D. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh
lebih berat.
1. Demam > 370 C
2. Takikardi > 130 x/menit
3. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
4. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma
E. Penatalakasanaan
1. Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
2. Koreksi Hipertiroidisme
Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4
jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100 mg
3. Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes setiap 6
jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
4. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau
Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid.

45
5. Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal
plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak
berhasil.
6. Terapi Definitif.
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
7. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis
8. Terapi Suportif
a. Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena
b. Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c. Multivitamin, terutama vitamin B
d. Obat aritmia, gagal jantung kongestif
9. Terapi Untuk Faktor Pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus infeksi,
misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto dada.Walaupun telah
dilakukan pengenalan dan pengobatan dini hipertiroidisme, krisis tiroid masih
merupakan kegawatan medik yang dapat mengancam jiwa. Pengenalan segera dan
pengobatan agresif dengan pendekatan menyeluruh akan membantu memperbaiki
dekompensasi hemeostasis yang merupakan masalah besar pada krisis tiroid.
Diperlukan penelitian lanjutan untuk memahami kerja hormon tiroid pada tingkat sel,
yang mungkin menambah modalitas pengobatan yang lebih efektif di masa mendatang.
G. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi
RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang
terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan
kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid
yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami
henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah
sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan
kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang
atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu
dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini

46
memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip
standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
H. Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat
krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
I. Asuhan Keperawatan
1. Airways
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas ataukah ada
secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstrksi, lakukan :
a. Chin lift / jaw thrust
b. Suction
c. Guedel airways
d. Intubasi trakhea
2. Breathing
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen
sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan
tachipnea. Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
a. Beri oksigen
b. Posisikan semi fowler
3. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah :
a. Cek capillary refill
b. Auskultasi adanya suara nafas tambahan
c. Segera berrikan bronkodilator, mukolitik
d. Cek frekuensi pernafasan
e. Cek adanya tanda- tanda sianosis, kegelisahan
f. Cek tekanan darah

Penilaian ulang ABC perlu dilakukan bila kondisi pasien tidak stabil

4. Disability

47
Menilai keadaan pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.
Posisikan pasien semi fowler, ekstensikan kepala untuk memaksimalkan
ventilasi. Segera berikan oksigen sesuai kebutuhan atau instruksi dokter.
5. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No
RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat klien dirawat.
2) Riwayat penyakit sekarang
a) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari
pertolongan.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
erhadap panas, lemah, berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri dada.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang
sama atau penyakit lainnya seperti DM, HT
e) Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda klinik
yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi,
tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia.
1) B1 (Breathing)
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang
ditandai dengan takipnea
2) B2 (Blood)

48
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan
cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan
nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah
sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan
tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan
atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
3) B3 (Brain)
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi
iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat
mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa
menyebabkan koma.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
5) B5 (Bowel)
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan
kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan
peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri
perut, mual, dan muntah.
6) B6 (Bone)
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan,
kelemahan, dan kehilangan berat badan

J. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipermetabolisme.
3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus
4. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme
K. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan : pola napas kembali efektif dalam waktu 2x 24 jam
Kriteria hasil :

49
a. RR normal 16-20x/ menit
b. Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
c. Napas pendek tidak ada
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Memaksimalkan pernapasan

Posisikan pasien untuk semi

Fowler
Kolaborasi Membantu pernapasan klien untuk
memenuhi kebutuhan oksigen
Penggunaan alat bantu pernapasan seperti
nasal kanul
HE Meminimalkan kebutuhan oksigen

Anjurkan klien untuk bed rest


Evaluasi Mengetahui keefektifan tindakan yang telah
diberikan
Pantau pola napas pasien

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipermetabolisme.


Tujuan : menunjukan curah jantung yang optimal
Kriteria Hasil :
a. HR normal 60-100x/mennit
b. Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan dikitunjukkan dengan
c. CRT < 3 detik.
d. Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg

INTERVESI RASIONAL
Kolaborasi 1. Untuk memperbaiki volume sirkulasi
2. Pemberian propanolol menghambat
1. Berikan cairan melalui IV sesuai konfersi T4 menjadi T3 di perifer.
indikasi 3. Mendukung peningkatan kebutuhan
2. Berikan obat sesuai indikasi metabolisme
(digoksin, propanol) 4. Dapat menunjukan
3. Berikan oksigen sesuai indikasi ketidakseimbangan elektrolit atau
iskemi
4. Lakukan pemantauan terhadap EKG
secara teratur

Mandiri 1. Mengetahui kerja jantung


2. S1 dan murmur yang menonjol
1. Pantau tekanan darah secara teratur berhubungan dengan curah jantung
meningkat pada keadaan

50
2. Auskultasi bunyi jantung, perhatikan hipermetabolik. Adanya S3 sebagai
adanya bunyi jantung tambahan, tanda kemungkinan adanya gagal
adanya irama gallop dan murmur jantung
sistolik
3. Dehidrasi yang cepat dapat terjadi
3. Observasi tanda dan gejala haus yang yang akan menurunkan volume
hebat, mukosa membran kering, nadi sirkulasi dan akan menurunkan curah
lemah, pengisian kapiler lambat, jantung
penururnan produksi urine

HE 1. Aktivitas akan meningkatkan


kebutuhan metabolik/ sirkulasi yang
Sarankan klien untuk tirah baring dan batasi berpotensi menimbulkan gagal
aktivitas yang tidak perlu jantung

3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus

Tujuan : diare dapat dikendalikan / dihilangkan dalam waktu 3x 24 jam

Kriteria hasil :

a. Frekuensi defekasi normal 1-2 x sehari


b. Konsentrasi defekasi normal (tidak terlalu keras dan tidak cair)
c. Mempertahankan cairan dan elektrolit (tidak ada tanda mukosa kering,
turgor kulit baik)

INTERVENSI RASIONAL
Kolaborasi 1. Menurunkan motilitas/ peristaltik
Gidan menurunkan sekresi digestif
1. Berikan obat sesuai indikasi : untuk menghilangkan kram dan diare
Antikolinergik.

Mandiri 1. Istirahat akan menurunkan motilitas


usus
1. Tingkatkan tirah baring 2. Mengistirahatkan kolon dan
menghindari atau menurunkan
2. Berikan pemasukan cairan intravena rangsangan makanan.
sesuai derajat dehidrasi. 3. Menghilangkan bau tak sedap untuk
mengurangi rasa malu pasien
3. Buang feses secara cepat. Berikan 4. Sebagai indikasi timbulnya dehidrasi
pengharum ruangan 5. Mengetahui keefektifan intervensi
4. Pantau tanda tanda dehidrasi. yang telah diberikan

51
5. Pantau frekuensi dan konsentrasi
feses setelah diberikan intervensi

4. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme


Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil :
a. suhu normal 36,50 – 37,5 0C
b. Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= 60-100x/menit, RR= 16-
20x/menit)
c. Perubahan warna kulit tidak ada
d. Keletihan tidak tampak

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Dapat membantu mengurangi
demam. Penggunaan alkohol akan
1. Berikan kompres air biasa pada menyebabkan kedinginan,
aksila, kening, leher dan lipatan peningkatan suhu secara aktual.
paha. Selain itu, alkohol dapat
mengeringkan kulit.
2. Lepaskan pakaian yang berlebihan 2. Mempermudah pengeluaran panas
dan tutupi pasien dengan pakaian
yang tipis 3. Untuk menyeimbangkan antara
pemasukan cairan dengan
3. Berikan asupan cairan intravena. pengeluarannya

Kolaborasi 1. Digunakan untuk mengurangi


demam dengan aksi sentralnya pada
1. Berikan obat anti piretik sesuai hipotalamus.
kebutuhan 2. Digunakan untuk mengurangi
demam yang umumnya lebih besar
2. Berikan selimut dingin dari 39,50-400C

Evaluasi 1. Mengetahui kemungkinan adanya


kenaikan suhu secara mendadak
1. Pantau suhu minimal setiap 2 jam 2. Kenaikan suhu yang tinggi dapat
sekali, sesuai kebutuhan menimbulkan kejang
2. Pantau adanya aktivitas kejang 3. Hipertermi akan meningkatkan
kebutuhan cairan dalam tubuh
3. Pantau hidrasi secara teratur (turgor
kulit dan kelembapan membran
mukosa)

52
V. ASKEP GAWAT DARURAT INSUFISIENSI ADRENAL

A. DEFINISI
Adalah sekresi yang inadekwat dari adrenokortikosteroid, dapat terjadi sebagai hasil dari
sekresi ACTH yang tidak cukup atau karena kerusakan dari kelenjar adrenal dapat sebagian
atau seluruhnya. Manifestasi yang terjadi dapat bermacam-macam, dapat terjadi tiba-tiba
dan mengancam jiwa atau dapat juga berkembang secara bertahap dan perlahan lahan.
B. KLASIFIKASI
Insufisiensi adrenal dibagi menjadi 3 tipe, tergantung dari dimana terjadinya masalah pada
kelenjar hipothalamik pituitary-adrenal dan seberapa cepat turunnya hormon hormon
tersebut.
1. Chronic primary adrenal insuficiency (Addison disease)
a. Pengetian
Penyakit ini berhubungan dengan kerusakan secara lambat dari kelenjar adrenal,
dengan defisiensi kortisol, aldosterone, dan adrenal androgen dan kelebihan dari
ACTH dan CRH yang berhubungan dengan hilangnya feedback negatif.
b. Patofisiologi : Insufisiensi adrenal kronis terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk
mengeluarkan hormon dalam jumlah yang adekwat, untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, walaupun ACTH keluar dari kelenjar pituitari.
c. Etiologi
1) Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus)
2) Infeksi ( TBC, Histoplasmosis, HIV, Syphilis)
3) Keganasan ( metastase dari paru paru, mamae, carcinoma colon, melanoma,
lymphoma).

53
d. Tanda dan Gejala
1) Gejala yang berhubungan dengan kekurangan kortisol : Lemah badan, cepat
lelah, anoreksia, mual mual, muntah, diare, hipoglikemi, hipertensi ortostatik
ringan, hiponatremi, eosinophilia.
2) Gejala yang berhubungan dengan kekurangan aldosteron : Hipertensi ortostatik,
hiperkalemia, hiponatremia.
3) Gejala yang berhubungan dengan kekurangan androgen : Kehilangan bulu bulu
axilla dan pubis.
4) Gejala yang berhubungan dengan kelebihan ACTH : Hiperpigmentasi kulit dan
permukaan mukosa.
e. Pemeriksaan Diagnosis
Periksa kadar kortisol baseline pada pagi hari dan ACTH, lalu dilakukan cosyntropin
(ACTH) stimulation test. Kadar kortisol biasanya rendah dan kadar ACTH tinggi
dan eksogen ACTH tidak meningkatkan kortisol karena kelenjar adrenal tidak
berfungsi. Pemeriksaan lebih lanjut tergantung dari kemungkinan penyebab
penyakit yaitu autoimun, infeksi dan keganasan.
f. Penatalaksanaan
1) Pemberian kortisol po 15 mg pagi hari dan hidrokortison po 10 mg sore hari
(dosis dikurangi secara bertahap, lalu gunakan dosis terendah yang masih dapat
ditoleransi).
2) Gantikan aldosteron dengan fludrikortison 50-200mcg/hari, dosis titrasi sesuai
dengan tekanan darah dan kadar Kalium.
3) Yang paling penting adalah memakai tanda ditangan yang menerangkan
penyakit penderita dan instruksi untuk meningkatkan duakali lipat atau tiga kali
lipat dosis hidrokortison selama stres fisiologik.
2. Chronic secondary adrenal insufficiency
a. Pengertian
Adalah penurunan kadar kortisol yang berlebihan, berhubungan dengan kehilangan
fungsi secara lambat dari hypothalamus dan pituitari. Kadar kortisol dan ACTH
keduanya menurun, tetapi kadar aldosteron dan adrenal androgen biasanya normal
karena keduanya diregulasi diluar jalur hipotalamus hipofise
b. Patofisiologi : Insufisiensi adrenal kronis sekunder terjadi ketika steroid eksogen
menekan hypothalamus-pituitary-adrenal axis (HPA). Bila terjadi penurunan dari

54
steroid eksogen ini akan mencetuskan suatu krisis adrenal.atau stess yang akan
meningkatkan kebutuhan kortisol.
c. Etiologi
1) Terapi glukokortikoid jangka lama ( mensupresi CRH )
2) Tumor pituitari atau hipotalamus
3) Radiasi pituitari
4) Penyakit infeksi dan infiltrasi dari kelenjar pituitari ( sarkoid, hystiosistosis,TB,
histoplasmosis).
d. Tanda dan Gejala : Yang berhubungan dengan kekurangan hormon kortisol adalah:
lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual-mual, muntah, diare, hipoglikemi,
eosinophilia, hipotensi ortostatik yang ringan.
e. Pemeriksaan Diagnosis : Periksa kadar kortisol baseline pada pagi hari dan kadar
ACTH, lalu dilakukan test stimulasi cosyntropin (ACTH). Kadar kortisol dan
ACTH biasanya rendah eksogen ACTH meningkatkan kortisol pada kasus yang
ringan atau onset baru dari insufisiensi adrenal sekunder. Jika kelainan yang terjadi
sudah sangat lama maka cosyntropin test akan negatif karena berhubungan dengan
kejadian adrenal atropi. Pikirkan alternatif pemeriksaan endokrin yang lain seperti
test insulin , metyrapone atau CRH stimulation test. Periksa lebih lanjut penyakit
yang mendasarinya contoh pituitary makro adenoma.
f. Penatalaksanaan :
1) Berikan kortisol 15 mg pada pagi hari dengan hidrocortison 10 mg pada sore
hari ( dosis dapat di turunkan, gunakan dosis terendah yang masih dapat
ditoleransi.atau gunakan glukokortikoid dan kemudian lakukan tappering off.
2) Yang paling penting adalah memakai tanda ditangan yang menerangkan
penyakit penderita dan instruksi untuk meningkatkan duakali lipat atau tiga kali
lipat dosis hydrokortison selama stres fisiologis.
3. Acute adrenal insuficiency ( Adrenal Crisis/ Krisis Addison )
a. Definisi
Suatu keadaan gawat darurat yang berhubungan dengan menurunnya atau
kekurangan hormon yang relatif dan terjadinya kolaps sistem kardiovaskuler dan
biasanya gejala gejalanya non spesifik, seperti muntah dan nyeri abdomen.
b. Patofisiologi
Kortek adrenal memproduksi 3 hormon steroid yaitu hormon glukokortikoid
(kortisol), mineralokortikoid (aldosteron, 11-deoxycoticosterone) dan androgen

55
(dehydroepiandrosterone). Hormon utama yang penting dalam kejadian suatu krisis
adrenal adalah produksi dari kortisol dan adrenal aldolteron yang sangat sedikit.
Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menyediakan zat - zat melalui
proteolisis, penghambat sintesis protein, mobilisasi asam lemak,dan meningkatkan
pengambilan asam amino di hati. Kortisol secara tidak langsung meningkatkan
sekresi insulin untuk mengimbangi hperglikemi tetapi juga menurunkan sensitivitas
dari insulin. Kortisol juga mempunyai efek anti inflamasi untuk mestabilkan
lisosom, menurunkan respon leukositik dan menghambat produksi sitokin.
Aktivitas fagositik dipertahankan tetapi sel mediated imunity hilang pada keadaan
kekurangan kortisol dan mensupresi sintesis adrenokortikotropik hormon ( ACTH).
Aldosteron di keluarkan sebagai respon terhadap stimulasi dari angiotensin II
melalui system renin angiotensin, hiperkalemi, hiponatremi dan antagonis dopamin.
Efek nya pada target organ primer. Ginjal meningkatkan reabsorpsi dari natrium
dan sekresi dari kalium dan hidrogen. Mekanismenya masih belum jelas,
peningkatan dari natrium dan kalium mengaktivasi enzim adenosine triphosphatase
(Na/K ATPase) yang bertangung jawab untuk trasportasi natrium dan juga
meningkatkan aktivitas dari carbonic anhidrase, efek nya adalah meningkatkan
volume intravaskuler. System renin angiotensin-aldosteron tidak dipengaruhi oleh
glukokortikoid eksogen dan kekurangan ACTH mempuyai efek yang sangat kecil
untuk kadar aldosteron kekurangan hormon adrenokortikal menyebabkan efek yang
berlawanan dengan hormon ini dan menyebabkan gejala klinis yang dapat
ditemukan pada krisis adrenal.

56
c. Insidensi : Insidensi dari krisis adrenal sangat jarang yaitu : sekitar 4 dari 100.000
orang.
d. Etiologi
1) Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis atau
nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila
kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi
adrenal.
2) Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom),
Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan
gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan
adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi.
e. Faktor Resiko :
1) Penggunaan steroid, kurang lebih 20 mg sehari dari prednison atau
persamaannya sekurang kurangnya 5 hari pada 1 tahun terahir, penderita
menerima dosis yang mendekati kadar fisiologis yang dibutuhkan selama 1
bulan untuk memulihkan fungsi dari kelenjar adrenal.
2) Stres fisiologik yang berat seperti sepsis, trauma, luka bakar, tindakan
pembedahan. Berikut ini adalah keadaan yang terjadi pada hipotalamik-

57
pituitaryadrenal axis pada keadaan normal, keadaan stress fisiologis yang berat
dan dalam keadaan critical illness.
3) Organisme yang berhubungan dengan krisis adrenal yaitu haemophilus
Influenza, staphilokokus aureus, streptokokus pneumonia, jamur.
4) Selain itu penggunaan obat inhalasi fluticasone, setelah injeksi steroid intra
artikular, dan pada pengguna obat-obatan ketokonazole, phenitoin, rifampisin.
f. Gejala Klinis
Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah sebagai berikut
:
1) Syok yang sulit dijelaskan etiologinya biasanya tidak ada pengaruh dengan
pemberian resusitasi cairan atau vasopresor.
2) Hiponatremia atau hiperkalemia.
3) Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah badan,
anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi, hiponatremi.
4) Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu hiperkalemia
dan hipotensi berat yang menetap.
5) Lain-lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas badan, nyeri
abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan kelenjar adrenal.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium memperlihatkan kadar glukosa darah yang rendah. Biasanya
kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang dibawah 120 meq/L dan kadar
kalium dalah meningkat, tetapi jarang diatas 7 meq.L. Penderita biasanya
mengalami asidosis dengan kadar bikarbonat plasma antara 15-20 meq /L.
Kadar ureum juga meningkat. Kemungkinan diagnosa juga dapat di lihat dari
adanya eosinofilia dan limpositosis pada SADT, dan adanya gangguan kadar
serum tiroid.
2) Diagnosa paling spesifik yaitu dengan memeriksa kadar ACTH dan kortisol,
jika terdapat banyak waktu. Serum kotisol biasanya kadarnya kurang dari 20
mcg/dl tetapi kita dapat menunggu untuk melakukan pemeriksaan ini bila pasien
sudah dapat distabilkan. Jika akan dilakukan test untuk menstimulasi ACTH
setelah memulai stess dose steroid, pastikanlah steroid sudah diganti ke
dexametason karena tidak akan mempengaruhi test.
Cara melakukan ACTH test adalah pertama tetapkan kadar kortisol plasma
baseline, kemudian berikan ACTH 250 mcg intavena yang diberi tekanan

58
kemudian pantau serum kortisol 30-60 menit setelah diberikan ACTH.
Kenaikan kurang dari 9 mcg dapat dipikirkan sebagai insuficiensi adrenal.
3) Pada foto thorax harus dicari tanda tanda tuberculosis, histoplasmosis,
keganasan, sarkoid dan lymphoma.
4) Pada pemeriksaan CT scan abdomen menggambarkan kelenjar adrenal
mengalami perdarahan, atropi, gangguan infiltrasi, penyakit metabolik.
Perdarahan adrenal terlihat sebagai bayangan hiperdens, dan terdapat
pembesaran kelenjar adrenal yang bilateral.
5) Pada pemeriksaan EKG mempelihatkan adanya pemanjangan dari interval QT
yang dapat mengakibatkan ventikular aritmia, gelombang t inverted yang dalam
dapat terjadi pada akut adrenal krisis.
6) Pemeriksaan histologis tergantung dari penyebab kegagalan adrenal. Pada
kegagalan adrenokotikal yang primer, terlihat gambaran infeksi dan penyakit
infiltratif. Pada kegagalan adrenokotikal yang sekunder dapat menyebabkan
atrofi kelenjar adrenal. Gambaran dari perdarahan adrenal bilateral mungkin
hanya ditemukan gambaran darah saja.
h. Penatalaksanaan
1) Cairan isotonik seperti NaCl 9% diberikan untuk menambah volume dan garam.
2) Jika penderita hipoglikemi dapat di berikan cairan dextrose 50%.
3) Steroid IV secepatnya : dexametason 4 mg atau hydrokortisone 100 mg. Setelah
penderita stabil lanjutkan dengan dexametasone 4 mg IV tiap 12 jam atau
hydrokortison 100 mg IV tiap 6-8 jam.
4) Obati penyakit dasarnya seperti infeksi dan perdarahan, untuk infeksi dapat
diberikan antibiotik.
5) Untuk meningkatkan tekanan darah dapat diberikan dopamin atau norepineprin.
6) Terapi pengganti mineralokortikoid dengan fludricortisone : 0,05 – 0,1 mg/hr
diberikan per oral.
7) Penderita harus dikonsultasikan dengan endokrinologist, spesialis penyakit
Infeksi, ahli critical care, kardiologis, ahli bedah.
i. Prognosa
Pada keadaan tidak didapatkan perdarahan adrenal bilateral, kemungkinan hidup
dari penderita dengan krisis adrenal akut yang didiagnosa secara cepat dan ditangani
secara baik, mendekati penderita tanpa krisis adrenal dengan tingkat keparahan
yang sama. Penderita yang penyakitnya berkembang menjadi perdarahan sebelum

59
dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau test hormonal jarang yang dapat
bertahan hidup. Karena insiden dari krisis adrenal dan perdarahan adrenal sulit
diketahui secara pasti maka mortalitas dan morbiditasnya tidak diketahui dengan
jelas.
C. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Dehidrasi
3. Hiperkalemiae
4. Sepsis
5. Hiponatremia
D. Primary Survey
1. Airways
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas ataukah ada
secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstrksi, lakukan :
e. Chin lift / jaw thrust
f. Suction
g. Guedel airways
h. Intubasi trakhea
2. Breathing
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen
sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan
tachipnea. Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
c. Beri oksigen
d. Posisikan semi fowler
3. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah :
g. Cek capillary refill
h. Auskultasi adanya suara nafas tambahan
i. Segera berrikan bronkodilator, mukolitik
j. Cek frekuensi pernafasan
k. Cek adanya tanda- tanda sianosis, kegelisahan
l. Cek tekanan darah

Penilaian ulang ABC perlu dilakukan bila kondisi pasien tidak stabil

60
4. Disability
Menilai keadaan pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien. Posisikan
pasien semi fowler, ekstensikan kepala untuk memaksimalkan ventilasi. Segera
berikan oksigen sesuai kebutuhan atau instruksi dokter.

E. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan yang mengalami
krisis adrenal.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca
paru, payudara dan limpoma.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi,
rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50
mm/Hg).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang
sama/penyakit autoimun yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)
a. Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b. Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak

61
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c. Sistem Pencernaan
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen :
I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d. Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
e. Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH
meningkat
Integumen : Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin,
cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku-buku
pad ajari, siku dan mebran mukosa
f. Sistem Eliminasi Urin
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
Eliminasi Alvi : Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
g. Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu,
tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
h. Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas
i. Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang
diikuti hipotermi (keadaan krisis)
j. Aktivitas / Istirahat

62
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu
beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang
minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
k. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda-tanda seks sekunder
(berkurang rambut-rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido
l. Integritas Ego
Adanya riwayat-riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan
cairan elektrolit dan glukosa
d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
e. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
f. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot
g. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus
4. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
Kriteria hasil :
1) Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
2) TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
3) Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
4) Turgor kulit elastis
5) Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
6) Membran mukosa lembab
7) Warna kulit tidak pucat
8) Rasa haus tidak ada
9) BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H
10) Hasil lab

63
Ht : W = 37 – 47 %, L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan
dari nadi perifer
R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan
hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan
kolesterol
2) Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan
keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya
retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler
memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan
temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume
pengganti
4) Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan
terutama jaringan otak
5) Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah
dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6) Berikan perawatan mulut secara teratur
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7) Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan klien
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna
tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

64
8) Kolaborasi
Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan
Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan
natrium yang sudah terjadi
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
c) Berikan obat sesuai dosis
i. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam
untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan
meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan
kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
ii. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang
telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan
gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
iii. Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin
maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi
muntah
d) Pantau hasil laboratorium
i. Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya
hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh
ii. Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi
terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal
jantung
iii. Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang
berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal

65
iv. Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan
air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan
hiperkalemia.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
1) Tidak ada mual mutah
2) BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
3) Hasil lab :
Hb : W : 12 – 14 gr/dl, L : 13 – 16 gr/dl
Ht : W : 37 – 47 %, L : 42 – 52 %
Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl
Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl
4) Bising Usus : 5 – 12 x/menit
5) Nyeri kepala
6) Kesadaran kompos mentis
7) TTV dalam batas normal

Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri
kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu
pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol
terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya
mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

66
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak
sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7) Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti
glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid
akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan
membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8) Pantau hasil lab seperti Hb, Ht
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat
reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme,
ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :
1) Menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan
tindakan : TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh
klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi
terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya
ketidakseimbangan natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah
jantung berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan
melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada
berdiri selama melakukan aktivitas

67
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi
pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang
2) Klien tidak menyeringai kesakitan
3) TTV dalam batas normal
Intervensi
1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih
kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,
intensitas (skala 0-10) dan lamanya
R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektifitas terapi
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal
musik yang lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien
untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4) Kolaborasi : Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai
dengan kebutuhannya.
R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.
e. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
Kriteria hasil :
1) Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada
tubuhnya
2) Dapat beradaptasi dengan orang lain
3) Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya
Intervensi
1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal :
perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh
pasien

68
2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :
a) Teknik relaksasi
b) Visualisasi
c) Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan
diri sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan
pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan
harga diri pasien
5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol
dan gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah
dilakukan
6) Kolaborasi : Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung
sesuai pendukubg
R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien
untuk memelihara tingkah laku pasien.
f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan
Kriteria hasil :
1) Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya
percaya diri
2) Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan
ke dokter
3) Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan
terjadinya masalah
Intervensi
1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode
stres, diskusi teknik relaksasi
R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf
simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi
2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat

69
R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan
mengevaluasi keefektifan
3) Kaji skala anxietas
R/ Mengetahui derajad kecemasan klien
4) Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan,
tidur dan latihan
R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk
emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan
kebutuhan hormon
5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk
sepanjang kehidupan Px.
R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk
memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup
6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam
g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi
Kriteria hasil :
Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar
Intervensi
1) Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam
R/ menambah retensi Na+
2) Anjurkan pada klien untuk minum banyak
R/ melancarkan aliran kencing lancar
3) Pemasangan kateter
R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar
4) Obs. Input dan output
R/ Mengetahui keseimbangan cairan
5) Kolaborasi pemberian diuretik
R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

70
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan hemoestatis,
membatu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem persyarafan,
pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol perkembangan seksual dan
reproduksi.

71
B. Saran
Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik karena
bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan mengkonsumsi makanan.
Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat beraktivitas dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asman. 1996. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI.
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi delapan.Jakarta :
EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II. Jakarta: EGC.
Isselbacher, K,dkk, editor Asdie,H.(2000).Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:EGC
Kidd, Pamela S, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz.(2010).Pedoman Keperawatan Emergensi.
Jakarta:EGC

72
Lippincot williams and Wilkins.(2011).Nursing the series for clinical excellence, Memahami
berbagai macam penyakit. Jakarta: PT Indeks
Mansjoer,Arif dkk.(2007).Kapita Selecta Kedokteran jilid 1.jakarta: Media Aesculapius FKUI
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4..
Jakarta: EGC.
Scanlon,Valerie C. Sanders,Tina. 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisi ketiga.
Jakarta:EGC
Setiadi.(2007).Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yokyakarta:Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare(2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih. Jakarta : EGC.
Soegondo,Sidartawan dkk.(2011).Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpada.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.
Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.
Yeung SJ, Habra M, Chiu C. Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/234233-print.
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN08_Krisis-Adrenal.pdf
https://www.academia.edu/11193052/Makalah_adrenal_fix
Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P. Thyroid ,
thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/213213-print.
Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database.
php?key=thyroid_crisis.
Emedicine Journal, Emergency medicine. http://doctorsjournals.wordpress.com/

73

Anda mungkin juga menyukai