Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN INFARK MIOKARD

AKUT DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokard akut (IMA) adalah salah satu penyakit jantung koroner

yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia pada dekade akhir-akhir ini.

Menurut WHO, pada tahun 2008, 12,6% kematian di dunia disebabkan oleh

IMA. Penyakit ini menduduki urutan ketiga penyebab kematian di negara

berkembang (WHO, 2010). Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah

30%, dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai

rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua

dekade terakhir, sekitar 1 di antara 2 pasien yang tetap hidup pada perawatan

awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Idrus, 2010).

IMA merupakan oleh nekrosis iskemik pada miokard akibat sumbatan

akut pada arteri koroner (Davey, 2005). Predisposisi penyakit ini antara lain,

usia tua, jenis kelamin di mana pria lebih cenderung terkena penyakit ini,

hiperkolestrolemia, diabetes, hipertensi, dan obesitas (WHO, 2004).

1
Diagnosis IMA mempengaruhi baik aspek fisik dan psikososial dari

kehidupan pasien, studi sebelumnya menemukan bahwa pasien setelah IMA

melaporkan penurunan nilai dalam kehidupan sehari-hari, seperti, pekerjaan

rumah tangga, aktivitas fisik, seperti memanjat tangga, kegiatan seksual dan

hobi, tidak dapat melakukan tingkat yang sama pekerjaan yang mereka bisa

lakukan sebelum diagnosis penyakit, dan mood rendah (Panthee &

Kritpracha, 2011). Beberapa pasien tidak bisa diharapkan kembali bekerja

seperti dulu tepat waktu dikarenakan kondisinya. Dengan demikian gangguan

fisik dan emosi dari infark miokard akut dapat menjadi permanen dan dalam

banyak kasus mempengaruhi serta merusak gaya hidup sehingga mengurangi

kualitas hidup untuk jangka panjang (Brown, et al,1999 dalam Chan et al,

2004).

Kualitas hidup pasien infark miokard penting diteliti untuk mengetahui

kualitas hidup seseorang, maka dapat membantu petugas kesehatan dalam hal

ini perawat yaitu untuk mengetahui keadaan kesehatan pasien sehingga dapat

menjadi arah atau patokan dalam menentukan intervensi yang harus diberikan

sesuai dengan keadaan klien. Untuk itu perawat harus senantiasa

meningkatkan mutu, kualitas dan pengetahuannya, karena tugas pokok dari

perawat adalah memberikan asuhan keperawatan demi mempercepat

penyembuhan serta meningkatkan kualitas hidup pasien (Wexler, et all,

2006).

Kualitas menjadi hal yang sangat penting bagi pasien, karena kualitas

hidup bisa menentukan angka harapan hidup pasien. penilaian kualitas hidup

2
ini menjadi pendekatan yang baru dalam menilai keberhasilan dari pengobatan

dan gambaran perubahan psikososial seperti menarik diri dari lingkungan dan

perubahan spiritual seperti menyalahkan Tuhan dan tidak menerima kondisi

yang menimpanya akibat dari diagnosis suatu penyakit. Penilaian kualitas

hidup bisa memberikan informasi yang jelas tentang beberapa manifestasi

klinis yang pasien alami, efek dari pengobatan yang berpengaruh pada

perubahan fisik dan juga psikologis, dukungan sosial pasien, serta dukungan

lingkungan seperti fasilitas transportasi termasuk pelayanan kesehatan

(Fitriana, 2012).

Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality of Life

(WHOQOL), didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi

individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana

individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang

ditetapkan dan perhatian seseorang (Rapley, 2003 dikutip dalam Fitriana,

2012). Seperti penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penurunan

kualitas hidup disebabkan oleh diagnosis, manifestasi klinis, terapi dan efek

sampingnya, interaksi sosial, dan juga faktor ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Chan et all (2004) yang meneliti tentang

kualitas hidup pasien keturunan China di Hongkong yang didiagnosa dengan

Syndrom Koroner Akut menemukan bahwa lebih dari setengah pasien

(56,5%) kualitas hidupnya kurang dan sebanyak 14,3% pasien kualitas

hidupnya buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Panthe dan Kritpracha (2011)

menemukan bahwa ansietas mempengaruhi secara negatif kualitas hidup

3
pasien dengan infark miokard. Sebagai contoh individu dengan berbagai

penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi dan lain-lain

sering mengalami kebosanan menghadapi penyakit yang diderita sehingga

menjadi sering tidak patuh dengan terapi yang harus dilakukan sehingga

menyebabkan kualitas hidupnya menurun.

Kualitas hidup yang baik pada pasien dengan infark miokard sangat

diperlukan untuk mempertahankan agar pasien mampu mendapatkan status

kesehatan terbaiknya dan mempertahankan fungsi atau kemampuan fisiknya

seoptimal mungkin dan selama mungkin. Pasien dengan infark miokard

seringkali mengalami masalah terutama yang terkait dengan perubahan dalam

kekuatan dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehingga

menyebabkan kualitas hidup pasien menjadi buruk.

Di Makassar sendiri pasien infark miokard akut yang menjalani

perawatan di RSUD Labuang Baji Makassar pada tahun 2012 sekitar 50

orang dan meningkat pada tahun 2013 sebanyak 80 orang dan tahun 2014

sampai Mei sebanyak 50 orang (Rekam Medik RSUD Labuang Baji

Makassar).

Begitu banyaknya pasien infark miokard akut di RSUD Labuang Baji

Makassar dari tahun ke tahunnya khususnya pasien di ruang perawatan yang

dapat menimbulkan dampak stres bagi dirinya yang akhirnya mempengaruhi

kualitas hidup pasien, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Gambaran kualitas hidup pasien infark miokard akut di RSUD

Labuang Baji Makassar”.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkanuraian pada latar belakang, rumusan masalah penelitian

ini adalah: Bagaimanakah gambaran kualitas hidup pasien infark miokard akut

di RSUD Labuang Baji Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kualitas hidup pasien infark miokard akut di

RSUD Labuang Baji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien infark miokard akut di RSUD

Labuang Baji Makassar dari aspek kesehatan fisik.

b. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien infark miokard akut di RSUD

Labuang Baji Makassar dari aspek psikologis.

c. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien infark miokard akut di RSUD

Labuang Baji Makassar dari aspek hubungan sosial.

d. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien infark miokard akut di RSUD

Labuang Baji Makassar dari aspek kondisi lingkungan.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

menjadi sumbangsih dalam perkembangan ilmu keperawatan khususnya

5
tentang kualitas hidup pasien infark miokard akut dan merupakan salah

satu bahan bacaan maupun bahan kajian bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran atau informasi bagi

instansi rumah sakit tentang kualitas hidup pasien infark miokard akut dan

faktor yang berhubungan.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat gambaran bagi masyarakat dan

juga bagi penderita infark miokard tentang kualitas hidup pasien yang

cenderung mengalami penurunan sehingga dapat dilakukan langkah untuk

mempertahankanc kualitas hidup pasien tetap optimal.

6
IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Infark Miokard Akut

1. Definisi

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan sindroma klinik yang

timbul akibat kerusakan jaringan miokard karena ketidakseimbangan

antara penyaluran dan kebutuhan oksigen (Malinrungi, 2013).

2. Patofisiologi

IMA dapat disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis dan

pembentukan plak aterosklerosis. Secara singkat patogenesis

aterosklerosis meliputi disfungsi endotel, oksidasi LDL, respon imun dan

proliferasi otot polos (Kumar, 2013).

a. Pembentukan Plak Ateroma

Secara normal, sel endotel tidak dilekati oleh leukosit.

Namun, ketika terdapat stimulus proinflamatori, seperti

hiperkolestrolemia, obesitas, hiperglikemia, hipertensi, dan merokok,

akan terjadi lesi endotelial. Sel endotel akan mengekspresikan

molekul adhesi, seperti P-selectin dan vascular cell adhesion

molecule-1 (VCAM-1). Akibatnya, monosit masuk ke tunika intima

pembuluh darah. Ketika berada di tunika intima, monosit berubah

menjadi makrofag dan memakan lipoprotein (Packard dan Libby,

2008).

Sementara itu, pada lesi endotelial terdapat sitokin-

sitokin Th1 sehingga sel T yang teraktivasi akan berubah menjadi sel

7
efektor Th-1 (selular). Hal ini akan mempengaruhi perkembangan

plak. Makrofag dan sel T yang masuk ke tunika intima akan terus

berubah menjadi foam cell sehingga ateroma semakin besar.

Akumulasi foam cell akan membentuk fatty streaks. Sel otot polos

kemudian bermigrasi ke tunika intima dan memproduksi Extracellular

Matrix (ECM) sebagai respon terhadap growth factor yang

dikeluarkan oleh makrofag dan sel endotel. Hal ini menyebabkan plak

mengadakan proses kalsifikasi sehingga terjadi stenosis (Packhard dan

Libby, 2008).

b. Ruptur Plak

Perkembangan plak ateroma terjadi dalam periode tahun

sampai puluhan tahun. Dua ciri penting plak ateroma adalah adanya

fibrous cap yang menutupi bagian inti yang kaya lipid. Erosi pada

plak aterosklerotik terjadi karena aktivitas enzim Matrix

Metaioproteinase 9 (MMP-9), yang menyebabkan menipisnya

fibrous cap yang menutupinya. Protease tersebut dapat menyebabkan

rusaknya endotel dan terbentuknya fisura atau rupturnya fibrous cap.

Derajat erosi endotel dapat berkisar dari minimal sampai ekstensif yang

menghasilkan ulserasi plak aterosklerotik. Bagian plak yang sering

mengalami kerusakan adalah struktur pada daerah fibromuskuler

yang berbatasan dengan dinding pembuluh, atau suatu daerah

yang disebut shoulder region. Kerusakan permukaan endotel

yang cukup dapat menyebabkan terbentuknya trombus, melalui

8
aktivitas platelet pada kaskade koagulasi darah (Muliartha dan

Ali, 2004).

c. Pembentukan Trombus dan Oklusi Pembuluh Darah

Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,

epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya

akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2

(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit

memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai

afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi

yang larut (integrin) sepeti faktor von Willebrand (vWF) dan

fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang

dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,

menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Idrus, 2010).

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor

pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi,

mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner

yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang

terdiri agregat trombosit dan fibrin (Alwi, 2006). Bila oklusi

tersebut terjadi cukup lama (20—40 menit), akan menyebabkan

kerusakan dan kematian sel-sel miokardial (Muliartha dan Ali,

2004).

9
3. Tanda dan gejala

a. Gejala klinis

IMA menimbulkan gejala yang unik pada tiap-tiap pasien

individual. Derajat simtomnya berkisar dari tidak ada sama sekali

sampai kematian mendadak. IMA asimtomatik biasanya diabetik.

Berikut ini beberapa simtom karakteristik IMA yang biasa terjadi.

1) Chest pain (nyeri dada), digambarkan sebagai sensasi tekanan

pada seluruh atau pada bagian tengah thorax.

2) Radiasi nyeri dada dapat mencapai rahang atau gigi, pundak,

lengan, dan/atau punggung.

3) Dispnea atau nafas pendek.

4) Gangguan epigastrik dengan atau tanpa mual dan muntah.

5) Diaporesis atau berkeringat.

6) Sinkop atau hampir sinkop (pingsan atau hampir pingsan

tanpa adanya penyebab lain).

IMA dapat terjadi kapan saja sepanjang hari, tetapi kebanyakan

pada beberapa jam setelah bangun pagi dan/atau setelah melakukan

aktivitas fisik. Hampir 50% pasien menderita angina pektoris

sebelum mengalami infark (Muliartha dan Ali, 2004).

b. Laboratorium

Pemeriksaan Enzim jantung :

10
1) CPK-MB/CPK

Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-

6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48

jam.

2) LDH/HBDH

Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk

kembali normal

3) AST/SGOT

Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,

memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

c. EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang

T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen

ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang

Q/QS.yang menandakan adanya nekrosis.

4. Klasifikasi IMA

Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan

morfologi, patogenisis, dan penampakan klinis yang cukup berbeda:

a. Infark Transmural

Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya

disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang

mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.

11
b. Infark Subendokardial

Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding

ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan

perfusi.

5. Diagnosis IMA

Menurut kriteria WHO tahun 1981, yaitu jika minimal ditemukan 2

dari 3 kriteria: nyeri dada khas lebih dari 20 menit, perubahan

elektrokardiogram (EKG) yang khas, peningkatan enzim yang

menggambarkan kerusakan miokard. Keluhan yang khas yaitu nyeri dada

retrosternal dengan kualitas seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,

panas, atau ditindih barang berat. Nyeri dada biasanya dijalarkan ke lengan

terutama lengan kiri, leher, bahu, rahang, bahkan punggung dan epigastrium.

Lama nyeri biasanya lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan

pemberian nitrat-gliserin ataupun istirahat. Nyeri dapat disertai perasaan

mual, muntah, berkeringat dingin, berdebardebar, dan sesak (Malinrungi,

2013).

Perubahan EKG pada penderita IMA cukup spesifik tetapi tidak

peka untuk diagnosis pada fase dini. Gambaran perubahan khas muncul 8-12

jam setelah serangan. Gambaran EKG biasanya mengikuti pola evolutif.

Infark miokardium terjadi bila terjadi insufisiensi aliran darah koroner

menyebabkan kematian jaringan miokardium. Jaringan yang mengalami

infark dikelilingi oleh daerah iskemia. Refleksinya pada EKG digambarkan

dalam 3 proses, yaitu perubahan gelombang T (iskemik), segmen ST

12
(jaringan memar), dan kompleks QRS (jaringan nekrosis). Penemuan

EKG pertama pada infark miokardium transmural adalah elevasi segmen

ST pada sadapan di atas daerah infark. Segmen ST secara memiliki

lengkungan cembung yang arahnya ke atas. Sadapan yang diletakkan kira-

kira 180° dari daerah infark menunjukkan depresi segmen ST timbal balik

(reciprocal). Gelombang T tegak raksasa ditemukan beberapa jam setelah

infark. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, mungkin kebocoran kalium

intrasel dari sel otot yang rusak ke ruang ekstrasel. Setelah beberapa jam atau

hari (sampai 2 minggu), segmen ST kembali ke garis isoelektrik, dan terjadi

perubahan gelombang T. Perubahan gelombang T dapat timbul walaupun

segmen ST tetap mengalami deviasi. Gelombang T mulai terbalik pada

sadapan yangmenunjukkan elevasi segmen ST. Khas gelombang T pada

infark adalah simetris dan terbalik. Gelombang T terbalik mungkin

mempunyai segmen ST isoelektrik tetapi menunjukkan bentuk cembung

ke atas (gelombang T koroner) atau mungkin mempunyai elevasi segmen

ST dan konveksitas ke atas (gelombang T coveplane). Gelombang T

patologis dapat timbul beberapa jam atau hari setelah infark walaupun

terdapat perubahan segmen ST atau timbul setelah menjadi isoelektrik.

Gelombang Q biasanya timbul sebelum terjadi perubahan gelombang T

nyata. Jika gelombang Q patologis tidak dijumpai, diagnosis EKG IMA

tergantung pada serangkaian rekaman dan korelatif klinik (Malinrungi,

2013).

13
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CKMB)

dan cardiac specific troponin (cTn) T atau I yang dilakukan secara

serial. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal

menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).

6. Penatalaksanaan

Sasaran pengobatan IMA yang pertama adalah menghilangkan rasa

sakit dan cemas. Kedua, mencegah dan mengobati sedini mungkin

komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-

embolism, perikarditis, ruptur musculus papillaris, aneurisma ventrikel, infark

ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit

diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif

dibandingkan morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat

ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus

bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan

perlahan-lahan (Arso, 2012).

Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus

tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg, β-Blocker dapat

dipakai. Dosis kecil βBlocker mulai dengan ½-5 mg IV. Dikatakan bahwa

pemberian β-Blocker dalam 5 jam pertama (bila tidak ada kontra indikasi)

dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik sublingual maupun

transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama.

Nifedipin, C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah

spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.

14
Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus diimobilisasi

agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar

60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan

sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang

dimodifikasikan. Kalau normal, dilakukan rehabilitasi biasa. Tetapi kalau

abnormal, diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan

pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal

(Djohan, 2004).

Dalam pemberian medika mentosa awal diberikan pengobatan yang

biasa disingkat MONACO yaitu (Arso, 2012):

a. Morfin : 2,5-5 mg sc.iv tiap 5-15 menit (atau phetidin 25-50 mg i.v tiap

15-30 menit

b. Oksigen : 4 l/menit jika saturasi O2 < 90 %

c. Nitrat : S.L., Spray, I.V (bila ada oedem paru/nyeri dada persisten.

d. Aspirin : mula-mula 160-325 mg dikunyah dilanjutkan oral

e. Clopidogrel : 150-300 mg

B. Tinjauan Tentang Kualitas Hidup

1. Pengertian

Kualitas hidup merupakan indikator kepuasan hidup yang penting

untuk diketahui karena berorientasi pada persepsi seseorang dalam melihat

kemampuannya untuk dapat melakukan fungsi dan perannya dalam

kehidupan sehari-hari (Leplege & Hunt dalam Wahyuningsih, 2011).

15
Kualitas hidup merupakan pengalaman internal yang dipengaruhi

oleh apa yang terjadi diluar dirinya, tetapi hal tersebut diwarnai oleh

pengalaman subjektif yang pernah dialami sebelumnya, kondisi mental

kepribadian dan harapan-harapannya (Wulandari,2004).

Kualitas hidup menjadi suatu yang penting untuk diketahui karena

berorientasi pada kemampuan seseorang untuk dapat melakukan aktivitas

sehari-hari, melihat persepsi individu terhadap dampak penyakit yang

dialaminya, dan kemampuan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan

peran sosial (Leplege & Hunt dikutip dalam Wahyuningsih, 2011).

Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisi mereka

dalam kehidupan pada konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

tinggal/hidup dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standar

dan fokus hidup mereka. Pengkajian dimensi hidup termasuk dimensi

kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

Sesuai dengan komitmen WHO dalam meningkatkan upaya

kesehatan, yang bukan hanya menghilangkan penyakit tetapi juga

meningkatkan kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan kesehatan tidak

hanya mengubah frekuensi dan keparahan penyakit, tetapi juga

meningkatkan kesejahteraan. Hal tersebut dapat nilai dengan peningkatan

kualitas hidup yang berhubungan dengan pemeliharaaan kesehatan

(Drewnoski & Evans dikutip dalam Wahyuningsih, 2011).

Menurut Browling dalam bukunya “Research methods in health:

inventigating health and health” dalam Wulandari (2004) kualitas hidup

16
berdasarkan sudut pandang kesehatan adalah kualitas hidup berdasarkan

penilaian kesehatan fisik, kondisi psikologis, hubungan sosial dan kondisi

lingkungan kesehatan, selain keempat domain tersebut diatas terdapat dua

hal yang dinilai tersendiri yaitu kualitas hidup secara umum dan kualitas

kesehatan secara umum. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

kualitas hidup tersebut adalah Healt related quality of life (HRQOL).

WHOQOL-BREF terdiri dari 4 domain (dimensi) dan 24 facet

(subdomain/kategori)

Tabel 1
Domain dan Subdomain WHOQOL-BREF
Domain Facet/Subdomain
I. Kesehatan Fisik 1. Acitivity Daily Living (ADL)
2. Ketergantungan pada obat dan
alat bantu medis
3. Energi untuk kehidupan sehari-
hari
4. Mobilitas
5. Nyeri dan ketidaknyamanan
6. Kelelahan, istirahat dan tidur
7. Kapasitas kerja
II. Psikologis 1. Citra tubuh dan penampilan
2. Merasa diri berarti
3. Perasaan negatif
4. Perasaan positif
5. Kepuasan diri/Penghargaan
diri
6. Spiritual/agama/keyakinan
7. Berfikir, belajar, kemampuan
memori dan konsentrasi
III. Hubungan Sosial 1. Hubungan sosial dengan orang
lain
2. Dukungan sosial
3. Kehidupan sosial
4. Aktifitas social
IV. Kondisi Lingkungan 1. Sumber daya keuangan
2. Kebebasan, keselamatan fisik dan
keamanan
3. Kesehatan dan pelayanan sosial:

17
kualitas dan aksesibilitas
4. Lingkungan sekitar rumah
5. Kesempatan untuk memperoleh
informasi dan keterampilan baru
6. Partisipasi dan kesempatan dalam
rekreasi dan aktifitas
menyenangkan
7. Lingkungan fisik (polusi/suara/lalu
lintas/iklim)
8. Transportasi
Sumber: adaptasi dari WHOQOL-BREF introduction, administration,
scoring, and generic version of the assessment. (WHO, 2004).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

a. Umur

Secara umum ada empat bidang (domains) yang dipakai untuk

mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang

dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), bidang

tersebut adalah kesehatan psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan (WHO, 2004).

b. Activity of Daily Living (ADL)

ADL (Activity of Daily Living) yaitu kemampuan seseorang untuk

mengurus diri dan kebutuhan sendiri secara rutin dimulai dari

bangun tidur, mandi, berpakaian, dan seterusnya sampai tidur

kembali. Kemampuan melakukan ADL menunjukan tingkat

kemandirian, mengembangkan keterampilan-keterampilan pokok

untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi

dan melengkapi tugas-tugas pokok secara efisien dalam kontak

sosial sehingga dapat diterima di lingkungan. Seseorang dengan

tingkat kemampuan ADL yang rendah mengalami kesulitan dalam

18
menjalankan fungsinya sebagai individu atau bagian dari

masyarakat. Fungsi ekonomi, interaksi, sosial, mobilisasi, rekreasi

pun tidak dapat terpenuhi akibat ketergantungan pada orang lain

atau pada obat dan alat bantu medis.

c. Nutrisi

Nutrisi berfungsi membentuk dan memelihara jaringan tubuh,

memperoleh tenaga mengatur aktifitas tubuh, dan melindungi

tubuh dari serangan penyakit, asupan nutrisi sesuai dengan angka

kecukupan gizi merupakan salah satu pendukung tercapainya

keadaan fisik yang sehat pada seseorang (WHO, 2004). Kualitas

hidup merupakan suatu bentuk persepsi seorang terhadap keadaan

fisik, psikologi sosial, dan lingkungan yang terpenuhi oleh asupan

dan keadaan nutrisi. Keadaan nutrisi yang baik dapat meningkatkan

kualitas hidup dengan pencapaian hidup yang sehat secara

paripurna dan mencegah timbulnya penyakit yang berhubungan

malnutrisi dan meminimalkandampak kekurangan nutrisi. Keadaan

sebaliknya terjadi ketika pemenuhan nutrisi tidak sesuai dengan

keadaan tubuh. Kekurangan nutrisi mempengaruhi aspek fisik,

mental dan sosial (Drewnowski & Evans, 2001).

d. Ekonomi

Keaadaan ekonomi dan pendapatan menggambarkan

kemampuan finansial dalam upaya mememnuhi kebutuhan hidup.

Keadaan ekonomi seseorang diantaranya dapat dilihat dari jumlah

19
penghasilannya. Penghasilan rendah akan berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Salah satu

penyebab kekurangan pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah

faktor ekonomi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan

membiayai pengobatan atau membayar transportasi (Natoadmodjo,

2008).

e. Pendidikan

Masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi yang dapat

memungkinkan dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya, mempunyai rasa percaya diri yang

tinggi, berpengalaman, dan mempunyai pikiran yang tepat

bagaimana mengatasi kejadian serta akan dapat mengurangi

kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam

membantu kebutuhan.

f. Penyakit

Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukan adanya

hubungan antara berbagai penyakit dengan tingkat kualitas hidup

yang dilakukan oleh Meyer et al (2002) dipaparkan bahwa

ketidakmampuan ekonomi, kurangnya garah hidup, gangguan

nutrisi, kurangnya aktifitas fisik menjadi penyebab utama

penurunan kualitas hidup yang signifikan pada pasien.

20
V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Kualitas menjadi hal yang sangat penting bagi pasien, karena

kualitas hidup bisa menentukan angka harapan hidup pasien. penilaian kualitas

hidup ini menjadi pendekatan yang baru dalam menilai keberhasilan dari

pengobatan dan gambaran perubahan psikososial dan spiritual akibat dari

diagnosis suatu penyakit.

Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality of Life

(WHOQOL), didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu

dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup

dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan

perhatian seseorang (Rapley, 2003 dikutip dalam Fitriana, 2012).

B. Kerangka Konsep

Secara rinci dasar pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada

bagan berikut ini:

Kesehatan Fisik

Psikologis
Kualitas Hidup
Pasien Infark
Miokard Hubungan Sosial

Lingkungan

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

21
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kualitas hidup

a. Definisi Operasional

Persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal/hidup yang

berhubungan dengan tujuan hidup dan harapan mereka yang terdiri

domain kesehatan fisik terdiri atas (3,4,10,15,16,17,18), domain

psikologis (5,6,7,11,19,26), domain hubungan sosial (20,21,22), dan

domain kondisi lingkungan (8,9,12,13,14,23,24,25) yang diukur

dengan kuesioner kualitas hidup secara umum dan menggunakan

skala pengukuran WHOQOL Brief untuk megukur kualitas hidup

pada pasien diabetes dan terdiri atas 26 item pertanyaan adalah

kepuasan, dampak, kekhawatiran terhadap diabetes, sosial dan

pekerjaan. Instrument ini memiliki rentang jawaban dengan

menggunakan skala Likert.

b. Kriteria Objektif:

1) Sangat buruk : nilai mean 1 – 1,5

2) Buruk : nilai mean 1,6 – 2,5

3) Kurang : nilai mean 2,6 – 3,5

4) Baik : nilai mean 3,6 – 4,5

5) Sangat baik : nilai mean 4,6 – 5,0

22
2. Domain Kesehatan Fisik

a. Defini Operasional

Kesehatan fisik adalah hal – hal yang mencakup keadaan fisik

sesorang, baik berupa aktivitas, pekerjaan, status kesehatan dan

kegiatan harian lainnya yang mempengaruhi kualitas hidup

seseorang. Aspek ini menguji pandangan individu terhadap

kemampuannya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain,

bergerak di sekitar rumah, kemampuan individu untuk melakukan

aktivitas sehari-hari. Hal ini termasuk perawatan diri dan perhatian

yang tepat pada kepemilikan, menguji penggunaan energi individu

untuk bekerja. Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana

individu disibukkan.

b. Kriteria Objektif :

1) Sangat buruk : nilai mean 1 – 1,5

2) Buruk : nilai mean 1,6 – 2,5

3) Kurang baik : nilai mean 2,6 – 3,5

4) Baik : nilai mean 3,6 – 4,5

5) Sangat baik : nilai mean 4,6 – 5,0

3. Domain Psikologis

a. Defenisi operasional

Psikologis adalah suatu aspek yang menguji seberapa banyak

pengalaman perasaan positif individu dari kesukaan, keseimbangan,

kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan dari

23
hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada

masa depan.

b. Kriteria Objektif :

1) Sangat buruk : nilai mean 1 – 1,5

2) Buruk : nilai mean 1,6 – 2,5

3) Kurang baik : nilai mean 2,6 – 3,5

4) Baik : nilai mean 3,6 – 4,5

5) Sangat baik : nilai mean 4,6 – 5,0

4. Domain Hubungan Sosial

a. Definisi operasional

Hubungan Sosial adalah suatu aspek yang menguji tingkatan

perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari

hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk pada

kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih

dekat dengan orang lain secara emosi dan fisik.

b. Kriteria Objektif :

1) Sangat buruk : nilai mean 1 – 1,5

2) Buruk : nilai mean 1,6 – 2,5

3) Kurang baik : nilai mean 2,6 – 3,5

4) Baik : nilai mean 3,6 – 4,5

5) Sangat baik : nilai mean 4,6 – 5,0

24
5. Domain Kondisi Lingkungan

a. Definisi operasional

Kondisi Lingkungan adalah suatu aspek yang menguji perasaan

individu pada keamanan dari kejahatan fisik. Ancaman pada

keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang

lain atau politik, menguji tempat yang terpenting dimana individu

tinggal, mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan,

pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di

kedekatan sekitar.

b. Kriteria Objektif :

1) Sangat buruk : nilai mean 1 – 1,5

2) Buruk : nilai mean 1,6 – 2,5

3) Kurang baik : nilai mean 2,6 – 3,5

4) Baik : nilai mean 3,6 – 4,5

5) Sangat baik : nilai mean 4,6 – 5,0

6. Pasien infark miokard

a. Definisi Operasional

Pasien infark miokard dalam penelitian ini adalah seseorang yang

mengalami kerusakan jaringan miokard yang didasarkan pada

diagnosa dokter dan tercatat di catatan rekam medis pasien.

25
VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif untuk

mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Infark Miokard di Ruang CVCU

RSUD Labuang Baji Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang CVCU RSUD Labuang Baji

Makassar.

2. Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian

ini adalah pasien infark miokard di Ruang CVCU RSUD Labuang Baji

Makassar tahun 2014.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah bagian (subset) dari populasi yang

dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya

(Sostroasmoro, 2010). Teknik sampling yang digunakan yaitu accidental

sampling dimana menggambil penderita yang mengalami infark miokard

26
akut yang dirawat di Ruang CVCU RSUD Labuang Baji Makassar saat

dilakukan penelitian kurang lebih sebanyak 50 orang.

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien infark miokard akut yang menjalani perawatan di RSUD

Labuang Baji Makassar.

2) Usia > 18 tahun

3) Bisa membaca dan menulis.

4) Bersedia menjadi responden, yang dibuktikan dengan

menandatangani tanda bukti yang disediakan oleh peneliti

b. Kriteria ekslusi

1) Pasien infark miokard akut yang mengalami gangguan

kesadaran/penurunan tingkat kesadaran

2) Pasien infark miokard akut yang mengalami komplikasi penyakit

lain.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen dalam menilai kepatuhan ini menggunakan skala

pengukuran WHOQOL Bref (WHO Quality of Life) untuk megukur kualitas

hidup pada pasien yang dikembangkan oleh Minoz dan Thiagarajan (1998).

WHOQOL Bref terdiri atas 46 item pertanyaan adalah kepuasan, dampak,

kekhawatiran terhadap penyakit, sosial dan pekerjaan. Instrument ini memiliki

rentang jawaban dengan menggunakan skala Likert dengan jumlah pertanyaan

sebanyak 26 dan dianalisa dengan cara dicari nilai rata-rata dari setiap item

pertanyaan maka jawaban responden diberi skor 1- 5 dengan rentang sangat

27
tidak memuaskan sampai dengan sangat memuaskan. Domain kesehatan fisik

terdiri atas (3,4,10,15,16,17,18) domain psikologis terdiri atas

(5,6,7,11,19,26), domain hubungan sosial terdiri atas (20,21,22), dan domain

kondisi lingkungan terdiri atas (8,9,12,13,14,23,24,25).

E. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah, sedangkan penyajian datanya

dilakukan dalam bentuk table distribusi frekuensi dengan presentasi dan

pengolahan tabel. Sebelum data diolah secara sistematik terlebih dahulu

dinyatakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Seleksi

Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasi data yang telah masuk

menurut kategori.

2. Editing

Merupakan langkah pemeriksaan ulang atau pengecekan jumlah dan

kelengkapan pengisian lembar observasi, apakah setiap pertanyaan sudah

dijawab dengan tepat.Artinya setelah lembar observasi diisi kemudian

dikumpulkan dalam bentuk data, dilakukan pengecekan dengan memeriksa

kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data.

3. Koding

Setelah data masuk, setiap jawaban dikonversi atau disederhanakan

ke dalam angka-angka atau symbol-simbol tertentu sehingga memudahkan

dalam pengolahan data selanjutnya.

4. Tabulasi

28
Pengelompokan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang

dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

F. Analisa Data

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk data numerik digunakan nilai

mean, median, dan standar deviasi. Pada umumnya, dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel dalam

bentuk tabel (Notoatmodjo, 2010).

G. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dari

masing-masing sub variabel kualitas hidup pasien infark miokard akut.

H. Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya

rekomendasi dari institusinya atas pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada institusi / lembaga tempat penelitian dan dalam pelaksanaan

penelitian tetap memperhatikan masalah etik meliputi :

1. Informed Consent

Lembar persetujuan yang diberikan pada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

29
3. Confidentiality

Kerahasiasan informasi dari responden dijamin, peneliti hanya

melaporkan data tertentu sebagai hasil penelitian.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arso, M.A. (2012) Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Bagian
Penyakit Dalam FK UGM: Jogjakarta

Brunnert & Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, volume 2.
EGC: Jakarta.

Chan D.S. K, Chau J.P.C, & Chang A.M. (2004) Quality of Life of Hongkong
Chinese Diagnosed With Acute Coronary Syndroms, Blacwell
Publishing Ltd, Journal of Clinical Nursing, 14, 1262-1263

Davey, P. (2005) At a Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.

Djohan, T. Bahri Anwar. 2004. Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit


Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara:
Medan.

Fitriana N.A. & Ambarini T. K. (2012). Kualitas hidup pada penderita kanker
serviks yang menjalani pengobatan radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis
dan Kesehatan Mental. Vol. 1(2). Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga: Surabaya.

Idrus, 2010. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Ilmu penyakit
dalam: Edisi ke 6. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Kumar Vinay, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Richard Mitchell. 2013. Robbins
Basics Pathology. Elsevier: Philadelphia.

Malinrungi, Trio Tangkas Wahyu. 2013. Hubungan Antara Luas Infark Miokard
Akut (Berdasarkan Skor Selvester) dengan Ketahanan Hidup Selama 6
Bulan. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi: Semarang.

Meyer, KB. Kurtin,RS., Deoreo,PB, et al. (2002). ‘Health-related quality of life


and clinical variables in hemodalysis patient. The Journal of the
American medical Association, vol 3, p.379-386,.

Mier,N., Alonso, A.B., Zhan, D., Zuniga, M.A., & Acosta, R.I. (2008). Health-
related quality of life in a binational population with diabetes at the
Texas-Mexico border. Rev Panam Salud Publica, 23 (3), 154-163

31
Muliartha I Gede Ketut dan Muljohadi Ali. 2004. Pembuatan Probe Diagnostik
Penderita Infark Miokard Akut yang Terkait Infeksi Mikroorganisme.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya: Malang.

Notoatmodjo, S. (2010). Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku


kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. PT Rineka: Jakarta.

Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian
keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta.

Packard, Rene´ R. S. dan Peter Libby. 2008. Inflammation in Atherosclerosis:


From Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction.
Clinical Chemistry 54 (1): 24—38.

Panthe B & Kritpracha C. (2011) Review: Anxiety and Quality of Life Patients
With Myocardial Infarction, Nurse Media Journal of Nursing, 1(1) 105-
115

Potter & Perry.(2005). Fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktek,


Edisi 4.EGC: Jakarta.

Reid, M.K.T., & Walker, S.P. (2009). Quality of life in Caribbean youth with
diabetes. West Indian Med Journal, 58 (3) 1-8

Rubin, R.R. (2000). Research to Practice Diabetes and quality of life. Diabetes
Spectrum, 13, 1-21

Sastroasmoro, (2008). Dasar-Dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto:


Jakarta.

Sustrani , L., Alam, S., & Hadibroto, I. (2010). Diabetes: Informasi lengkap untuk
penderita dan keluarganya. Gramedia Pustaka: Jakarta.

Wahyuningsih, I. (2011). Hubungan Status Gizi Berdasarkan Pengukuran


Antropometsi Dengan Kualitas Hidup di Wilayah Kerja Puskesmas
Batua Makassar. Skripsi, UNHAS : Makassar

Wexler, D.J., Grant, R.W., Wittenberg, E., Bosch, J.L., Cagliero, E., Delahanty,
L., Blais, M.A., & Meigs, J.B. (2006) Quality of life person with type 2
diabetes, Diabetologia, 49, 1489-1497

WHO. (2004). Quality of Life-Bref (WHO Qol-Bref). Available online.


http://www.who.int/sustance

32
abuse/researc’tools/whoqolbref/en/index.hhtml. diakses tanggal 25 Mei
2014.

33

Anda mungkin juga menyukai