net/publication/278026268
CITATIONS READS
0 2,159
1 author:
Vidya Irawan
Universitas Gadjah Mada
11 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Vidya Irawan on 11 June 2015.
1
Post Graduate Student of Veterinary Science, Faculty of Veterinary Medicine,
.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
D E
Gambar 3. Gambaran respon imun saat kejadian akut maupun kronis (Chauvun et
al., 2009).
Sitokin yang dihasilkan seperti TNF, IL-1, IL-6, dan IFN-γ untuk melawan
infeksi babesia yang bersifat sistemik menimbulkan efek sebagai pirogen yang
akan memicu peningkatan suhu tubuh (demam) dengan tujuan untuk menciptakan
kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan mikroorganisme
sehingga dapat membantu efektifitas kerja respon imun seluler dalam
mengeleminasi babesia.
Gambar 4. Peranan sitokin dalam menimbulkan demam (Janeway, 2005).
Sitokin yang dihasilkan akibat infeksi yang sitemik selain berperan dalam
manisfestasi demam, pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
mitokondria. Kerusakan pada mitolondria akan menyebabkan jaringan mengalami
anoreksia. Selain itu semakin banyak infeksi babesia pada eritrosit dapat
menyebabkan peningkatan ekpresi molekul adhesi yang memicu penempelan
eritrosit di pembuluh darah dan dapat menyebabkan obstruksi yang menimbulkan
gejala klinis seperti anemia, peningkatan tekanan darah, kerusakan organ vital,
hewan menjadi depresi, dan menyebabkan kematian (Krause et al., 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Cahuvin, A., Moreau, E., Bonnet, S., Plantard, O., dan Malandrin, L.,
2009.Babesia and its hosts: adaptation to long-lasting interactions as a way
to achieve efficient. Vet. Res. 40:37.
Krause, P.J., Daily, J., Telford, S.R., Vannier, E., Lantos, P., dan Spielman,
A.,2007. Shared features in the pathobiology of babesiosis and malaria.
Trends in Parasitology 23(12): 605-610.
Shaw, S.E., Day, M.J., Birtles, R.J., dan Breitshwerdt, E.B., 2001. Tick-borne
infectious diseases of dogs. Trends in Parasitilogy. 17(2): 74-80.