Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap


kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi yang masih
cukup tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada
balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Masalah
kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah
(BBLR) dan kekurangan gizi pada balita, termasuk stunting (Kementerian Kesehatan RI,
2018).
Pendek diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak dengan standar
tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis kelamin yang sama.
Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya berada dibawah -2 SD dari standar
WHO (Dewey & Begum, 2010; WHO, 2005; dalam Trihono, dkk, 2015).
Negara Indonesia menempati peringkat ke-5 dunia dengan jumlah anak pendek
terbanyak. Posisi Indonesia hanya lebih baik dari India, Tiongkok, Nigeria, dan Pakistan.
Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, prevalensi balita pendek di
Indonesia berada tepat diatas Vietnam. Hasil South East Asian Nutrition Survey
(SEANUTS) pada tahun 2010-2011 menempatkan Indonesia sebgai negara yang
memiliki jumlah anak balita pendek terbesar, jauh diatas Malaysia, Thailand serta
Vietnam (Trihono, dkk, 2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menemukan
30,8% mengalami stunting. Walaupun prevalensi stunting menurun dari angka 37,2%
pada tahun 2013, namun angka stunting tetap tinggi dan masih ada 2 (dua) provinsi
dengan prevalensi di atas 40% (Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional
atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2018).
Suatu wilayah dikatakan mengalami gizi akut yaitu apabila prevalensi balita pendek
di suatu wilayah kurang dari 20% dan prevalensi balita kurus 5% atau lebih (Kemenkes
RI, 2017). Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang didapatkan 29,16% balita pendek dan sangat pendek berdasarkan indikator
TB/U pada tahun 2016.

1
Berdasarkan data gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Peterongan tahun 2019
didapatkan total 188 balita stunting yang diantaranya terdiri dari 166 balita dengan
kategori pendek dan 22 balita dengan kategori sangat pendek, Desa Kepuh Kembeng
adalah salah satu Desa dengan 7 Dusun yang memiliki jumlah 25 balita dengan kategori
pendek dan sangat pendek 2 balita. Pada balita dengan katagori pendek didapatakan di 6
wilayah posyandu, diantaranya posyandu Kandangan 1 balita, Klagen 3 balita, Babatan 4
balita, Kembeng 12 balita, Jajar 4 balita, kepuh permai 1 balita. Sedangkan balita dengan
katagori sangat pendek didapatkan di 2 wilayah posyandu, diantaranya posyandu
Kandangan 1 balita dan posyandu Klagen 1 balita.
Keadaan tersebut merupakan suatu permasalahan yang tidak bisa diselesaikan
dengan sederhana dan melihat dari salah satu faktor penyebab saja. Penanggulangan
Stunting menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya Pemerintah tetapi juga setiap
keluarga Indonesia. Karena stunting dalam jangka panjang berdampak buruk tidak hanya
terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga terhadap perkembangan emosi yang
berakibat pada kerugian ekonomi. Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000
hari pertama kehidupan anak hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Stop generasi balita pendek di Indonesia. Sudah banyak inovasi maupun terobosan dari
berbagi pihak mulai dari pemerintahan pusat, daerah bersama masyarakat dalam
mencegah stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Untuk memastikan layanan tersedia di desa dan dimanfaatkan oleh masyarakat
diperlukan adanya tenaga yang berasal dari masyarakat sendiri terutama yang peduli
dengan pembangunan manusia di Desa, maka dibentuklah Kader Pembangunan Manusia
(KPM) (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2018).
Kader Pembangunan Manusia (KPM) adalah kader masyarakat terpilih yang
mempunyai kepedulian dan bersedia mendedikasikan diri untuk ikut berperan dalam
pembangunan manusia di Desa, terutama dalam monitoring dan fasilitasi konvergensi
penanganan stunting (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi, 2018).
Salah satu tugas kader di posyandu adalah mengukur panjang badan dan tinggi
badan balita. Tujuan dilakukannya pengukuran tersebut adalah untuk mengetahui status
gizi balita dan skrining awal stunting. Pengukuran yang dilakukan para kader tersebut
harus sesuai dengan ketentuan SOP (Standar Operasional Prosedur).

2
1.2 Pernyataan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan pernyataan
masalah dalam mini project ini yaitu bagaimana pengetahuan kader posyandu dalam
melakukan pengukuran panjang dan tinggi badan balita di Posyandu Dahlia II dan
Posyandu Dahlia IV Desa Kepuh Kembeng?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari mini project yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan kepatuhan kader dalam
pengukuran panjang badan dan tinggi badan balita sesuai daftar tilik pada operasi timbang
bulan Agustus 2019 di Desa Kepuh Kembeng.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader tentang definisi stunting.

b. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader dalam mengukur panjang


badan dan tinggi badan balita.

c. Untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan kader dalam mengukur panjang badan
dan tinggi badan balita sesuai daftar tilik pada operasi timbang.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari mini project yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Penulis sebagai sarana dalam meningkatkan pengetahuan dan pengalaman.


2. Bagi Puskesmas, diharapkan dengan dilakukannya mini project ini dapat membantu
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

3. Bagi kader, diharapkan kader dapat mengetahui tentang stunting dan cara pengukuran
panjang badan dan tinggi badan balita untuk deteksi dini stunting.

4. Bagi kader, untuk menurunkan angka kesalahan dalam deteksi dini stunting melalui
panjang badan dan tinggi badan balita.

Anda mungkin juga menyukai