Anda di halaman 1dari 2

Autisme atau yang sekarang disebut sebagai gangguan

spektrum autisme (GSA) adalah kumpulan gangguan


perkembangan dengan karakteristik lemahnya pada bidang
interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku berulang atau minat
terbatas. Angka kejadian autisme meningkat dari tahun ke
tahun, namun sampai sekarang penyebab autisme masih
belum diketahui secara pasti. Penyebab autism masih belum
jelas hingga kini, namun faktor genetik dan faktor lingkungan masih diduga menjadi penyebab
dari gangguan ini.

Anak dengan autisme biasanya mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial-
emosional timbal balik. Mereka sulit diajak bercakap-cakap, kurang sampai tidak memiliki emosi
atau ekspresi yang sesuai untuk suatu keadaan, atau tidak memberi respons sama sekali jika
dipanggil atau diajak bicara. Tidak adanya kontak mata, tidak ada ekspresi wajah, atau bahasa
tubuh lainnya dapat menunjukkan anak menderita autisme. Untuk anak yang lebih besar,
dimana pertemanan biasanya mulai terbentuk, anak dengan autisme sulit menjalin pertemanan
sampai tidak menaruh minat terhadap teman.

Perilaku, minat, dan aktivitas anak dengan autisme sangat terbatas (stereotipik) dan sifatnya
berulang (repetitif). Dalam berbicara atau interaksi dengan benda, anak biasanya menggerakan
anggota tubuh tertentu berulang-ulang, menderetkan mainan, menumpuk kaleng, mebalik-balik
benda atau lembaran buku, atau mengulangi perkataan orang (ekolalia). Anak cenderung
melakukan rutinitas seperti ritual dan kaku dan anak hanya menyukai benda atau mainan
tertentu.

Selain reaksi yang kurang terhadap rangsangan luar, anak dengan autisme dapat memberikan
reaksi berlebihan atau reaksi yang tidak wajar terhadap rangsangan nyeri, suhu, suara, atau
tekstur benda. Gejala-gejala ini sampai mengganggu interaksi sosial, aktivitas sekolah,
bermain, atau fungsi kehidupan anak sehari-hari.

Waspada red flags Autisme

Sangatlah penting bagi orang tua, pengasuh, guru, atau masyarakat awam untuk
mewaspadai red flags (tanda bahaya). Red flags adalah tanda atau gejala yang apabila masih
terlihat pada usia tertentu, harus segera dilakukan intervensi. Red flags tersebut antara lain:

1. Tidak ada babbling (ocehan), tidak menunjuk, atau tidak menunjukkan mimik wajah yang
wajar pada usia 12 bulan
2. Tidak ada kata-kata berarti pada usia 16 bulan
3. Tidak ada kalimat terdiri dari 2 kata yang bukan ekolalia pada usia 24 bulan
4. Hilangnya kemampuan berbahasa atau kemampuan sosial pada usia berapa pun
5. Anak tidak menoleh atau sulit menoleh apabila dipanggil namanya pada usia 6 bulan - 1
tahun.

Apabila menemukan salah satu red flags, anak harus segera dibawa ke dokter spesialis anak
untuk selanjutnya dilakukan skrining dan pemeriksaan lebih lanjut sehingga diagnosis dapat
ditegakkan sedini mungkin dan intervensi dapat dilakukan atau anak dirujuk ke dokter spesialis
saraf anak dan/atau disiplin ilmu lainnya.

Sebaiknya anak dibawa ke dokter spesialis anak untuk dilakukan skrining perkembangan rutin
mulai usia 9 bulan, 18 bulan, dan 30 bulan. Pada usia 18 bulan dan 24 bulan, atau pada usia
berapapun anak ditemukan red flags, anak dilakukan skrining khusus untuk autisme.
Tata laksana autisme

Setelah anak didiagnosis autisme, anak membutuhkan konsultasi kepada ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Tidak semua anak dengan dengan autisme memerlukan terapi obat, tetapi semua
anak dengan autisme harus mendapatkan intervensi non-obat, diikuti dengan sekolah dan
pembinaan kemampuan mandiri serta kemampuan bekerja. Penilaian kebutuhan intervensi
dilakukan oleh dokter saraf anak dan dokter rehabilitasi medis bersama terapis yang sudah
berpengalaman. Penentuan intervensi ini berdasarkan dari usia anak, beratnya gejala, dan
kemampuan intelektual anak.

Beberapa program dan teknik intervensi telah terbukti kuat secara ilmiah untuk menatalaksana
autisme. Beberapa intervensi tersebut antara lain: sensory integration, sensory-based
intervention, intervensi perilaku (program verbal behaviour), intervensi wicara, dan sekolah.
Intervensi dilakukan oleh terapis yang ahli dan berpengalaman di tempat-tempat pelayanan
autisme. Pelatihan terhadap orang tua sesuai dengan intervensi yang didapat anak juga perlu
dilakukan, sehingga orang tua tahu apa yang harus diperbuat dan secara tidak langsung
mengurangi stres.

Masa depan anak dengan autisme

Berkembangnya ilmu kedokteran menimbulkan harapan pada penyakit autisme. Sudah


semakin banyak instrumen skrining yang dapat dipakai untuk mendeteksi dini autisme dengan
lebih spesifik. Semakin dini diagnosis autisme ditegakkan, maka semakin cepat pula intervensi
yang dapat diberikan. Hal ini telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik. Sebuah penelitian
menunjukkan sebesar 20% anak dengan autisme dapat mandiri dalam kesehariannya atau
hanya membutuhkan sedikit bantuan, 30% independen terbatas dan memerlukan bantuan, dan
50% masih membutuhkan pengawasan terus menerus atau memerlukan perawatan di tempat
khusus atau rumah sakit.

Disarikan dari buku pidato pengukuhan guru besar Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro,
Sp.A(K) berjudul "Autisme: Cahaya dalam Kegelapan" - dr. Kartika Novieka Wirawan

Anda mungkin juga menyukai