Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Pemikiran KH.

Ahmad Dahlan dalam modernisme Islam di Indonesia

A. Latar Belakang
Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada tanggal
23 Februari 1921. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga yang
didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang
Imam dan khatib Masjid besar KratonYogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah,
putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta. 1 Ahmad
Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama
dan bahasa Arab. Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru di tanah kelahiranya,
pada tahun 1890 Ahmad Dahlan berangkat ke Makkah untuk melanjutkan studinya dan
bermukim disana selama setahun.2 Merasa tidak puas dengan hasil kunjungannya yang
pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Mekah dan menetap dua tahun, ketika
mukim yang kedua kali ini, ia banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah
ulama Indonesia yang bermukim di Mekah. Diantara ulama tersebut adalah: Syekh
Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan
Kiyai Faqih Rembang.3 Pada saat itu pula ia juga berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaru dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn
Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada
Ahmad Dahlan. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang
kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui
Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke Islaman)
di sebagian besar Islam Indonesia saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).4 itu disebabkan
pula karena masuknya imperialisme Barat ke dunia Islam yang melahirkan penjajahan Barat
dan perlawanan dari umat Islam serta pengaruh dari keunggulan Barat dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi maupun organisasi.5 Pribadi Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki
yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar

1
Ar-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat pers, 2005), hal. 100
2
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 101
3
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 101
4
Khozin, Menggugat Pendidikan Muhammadiyah, (Malang: UMM pers, 2005), hal. 10
5
Shalahuddin Hamid, Seratus Tokoh Islam Yang Paling Berpengaruh Di Indonesia, ( Jakarta: PT. Inti Media Cipta
Nusantara, 2003), hal. 22
belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran
Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu
"model" dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari suatu pergerakan
yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa
ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan
tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan
ekonomi, KH. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan.6

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi KH. Ahmad Dahlan.
2. Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan.
3. Bagaimana Pengaruh Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam modernisme Islam di
Indonesia.

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui biografi KH. Ahmad Dahlan.
2. Untuk Mengetahui pemikiran KH. Ahmad Dahlan.
3. Untuk Mengetahui Pengaruh Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam modernisme
Islam di Indonesia.

D. Kajian Pustaka
Untuk menghasilkan data yang komprehensif tentang KH. Ahmad dalam pemikiran KH.
Ahmad Dahlan dalam modernisme Islam di Indonesia, maka pengumpulan data dibagi ke
dalam dua kategori, yaitu dalam bentuk sumber primer dan sumber sekunder.

Sebagai bahan primer, buku acuan utama penulis menemukan buku karya Junus salam,
yang berjudul KH. Ahmad Dahlan; Amal dan Perjuangannya, yang diterbitkan oleh Alwasath
Publishing House, 2009. Kemudian juga, penulis mendapatkan buku karya Hery Sucipto dan

6
Moh. Ali, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, dalam http: //www. eprints.ums.ac.id/64/1/Moh.Ali.doc.diakses
24 April 2010
Nadjamudin Ramly, yang berjudul Tajdid Muhammadiyah; Dari Ahmad Dahlan hingga A.
Syafii Ma’arif, terbitan Grafindo Khazanah Ilmu, 2005.

E. Metode
Metode penelitian digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode sejarah. Metode
sejarah terdiri dari empat tahapan, yaitu :
1. Heuristik atau mengumpulkan data merupakan pengupulan data yang bisa dijadikan
sumber dari penelitian. Data yang diambil baik primer atau sekunder yang didapat dari
koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), koleksi pribadi, Perpustakaan
UIN. dan Perpustakaan Fakultas Adab & Humaniora.
Sumber lain dengan wawancara dengan tokoh-tokoh terkait atau pelaku sejarah. Sumber
sekunder juga akan digunakan untuk menunjang data dan mendapatkan verifikasi dari
informasi yang didapat. Sumber-sumber sekunder itu dapat diperoleh dari berbagai lokasi
seperti perpus UIN, perpus nasional.. Sumber akan ditambah atau di-compare dengan
data dari artikel majalah, buletin, atau selebaran.
2. Penulis melakukan kritik sumber baik secara internal dan eksternal untuk mendapatkan
rangkaian data dalam penulisan sejarah. Data primer tersebut diinterpretasikan untuk
membentuk fakta sejarah sebagai tahap akhir dari penulisan sejarah.
3. Penulis melakukan tahap interpretasi setelah melalui tahap kritik sumber primer.
Kemudian diberikan pemaknaan oleh penulis agar dapat memahami peristiwa yang
terkandung dalam sumber tersebut. Pemaknaan diberikan bedasarkan sumber yang
ditemukan.
4. Historiografi adalah tahap selanjutnya dalam dan menjadi tahap akhir dalam metode
sejarah yaitu tahap penulisan sebuah peristiwa menjadi karya sejarah.
Sistem penulisan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis. Yaitu pemecahan masalah-masalah yang ada dengan usaha
menganalisa dan menjelaskan dengan teliti kenyataan-kenyataan faktual dari subjek yang
diteliti sehingga diperoleh gambaran yang utuh berdasarkan fakta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi KH. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan Lahir di Kauman Yogyakarta (1285 H bertepatan 1868 M) – dan
wafat pada tanggal 23 Februari 1923 (55 th) dan dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta.
Oleh Pemerintah RI diangkat jadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia dengan SK. Nomor 657
tahun 1961.
Silsilah dari K.H.Ahmad Dahlan (Muhammad Darwisy): K.H.Ahmad Dahlan bin
K.H.Abubakar bin K.H. Muhammad Sulaiman bin Kyai Muthodho bin Kyai Teyas bin
Demang Jurang Kapindo ke-2 bin Demang Jurang Sapisan ke-1 bin Maulana (Kiageng Gresik
yang makamnya di Jati Anom, Klaten, Jawa Tengah) bin Maulana Fadhlullah (Sunan Prapen
bin Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Ishak dan seterusnya hingga Saidina
Husin, cucu Rasulullah SAW.
Namannya semasa kecil adalah Muhammad Darwisy. Ayahnya K.H.Abu Bakar bin
K.H.M.Sulaiman, menjabat sebagai khatib Masjid Agung Yogyakarta (Kesultanan) sedangkan
ibunya Nyai Abu bakar adalah puteri KH.Ibrahim bin K.H Hasan juga menjabat sebagai
Kepengulon Kesultanan Ngayogyakarto. Ibunya Ny. Abubakar putri K.H.Ibrahim bin
K.H.Hasan.
Muhammad Darwisy memperoleh pendidikan agama pertama kali dari ayahnya sendiri. Pada
saat berusia 8 tahun sudah lancar membaca Al-Qur’an dan khatam 30 juz. Darwisy dikenal
sebagai anak yang ulet pandai memanfaatkan sesuatu, wasis atau pandai- cerdik-cerdas.
Beliau rajin dan selalu fokus, sehingga ngajinya cepat mengalami kemajuan. Suka bertanya
hal-hal yang belum diketahuinya (dregil) karena selalu kreatif dan banyak akal untuk
mengatasi berbagai kendala. (PP Muh, 2014:2)
Tanda – tanda kepemimpinan sudah tampak sejak dini atau sejak masih kanak-kanak.
Teman-temannya selalu lulut, mengikuti Darwisy karena sifat kepemimpinanya. Darwisy
adalah anak yang rajin, jujur, serta suka menolong, oleh karena itu, banyak temannya.
Keterampilannya merupakan bakat dari kecil , pandai membuat barang – barang , mainan, dan
suka main layang-layang serta gangsing.
Menginjak masa remaja Darwisy mulai belajar fiqih dengan K.H .M. Saleh dan
belajar ilmu nahwu kepada Kyai Haji Muchsin, Kedua gurunya adalah kebetulan kakak
iparnya. Beliau belajar ilmu falak kepada K.Raden Haji Dahlan (putera Kyai Pesantren Termas
Pacitan), belajar ilmu Hadist kepada Kyai Mahfudz dan Syaikh Khayyat, belajar ilmu Qiraah
Al-Qur’an kepada Syaikh Amien dan Sayyid Bakri Syatha. Beliau juga belajar ilmu tentang bisa
racun binatang buas kepada Syaikh Hasan. Beberapa gurunya yang lain yakni R. Ngabehi
Sastrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan Syaikh Muhammad Jamil Jambek dari
Bukittinggi. Muhammaad Darwisy menikah dengan Siti Walidah binti Kyai Penghulu Haji
Fadhil pada tahun 1889.Siti Walidah ini masih terhitung saudara sepupu . Perkawinan ini kelak
dikaruniai enam orang anak antara lain Djohanah (1890), Siraj Dahlan (1897), Siti Busyro (1903),
Siti Aisyah (1905), Irfan Dahlan (1905), Siti Zuharoh (1908).Beberapa bulan setelah menikah,
beliau berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji sambil berniat mempermudah
ilmu agama Islam disana dan akhirnya tinggal disana selama 5 tahun dan selama itu beliau
banyak membaca tulisan-tulisan dari Jamaludin Al- Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid
Ridha. Kemudian setelah itu , beliaupun mendapat sertifikat untuk berganti nama , dari
Sayyid Bakri Syatha seorang syaikh/ guru di Mekkah, dia mendapat nama baru Haji.Ahmad
Dahlan. Lalu setelah itu, kembali ke Indonesia dengan membawa banyak sekali buku buku
tebal. Sekembalinya dari Haji dan belajar agama kepada para syekh di Mekkah, K.H. A.
Dahlan membantu ayahnya mengajar agama kepada murid-murid ayahnya di Masjid Besar
Kauman. Beliau mengajar pada waktu siang, bakda Dhuhur dan sesudah Maghrib sampai Isya’
Bakda Ashar, ikut mengaji kepada ayahnya yang memberi pelajaran kepada orang-orang tua.
Jika ayahnya sedang berhalangan hadir, yang menggantikan adalah K.H.Ahmad Dahlan,
sebagai sering di panggil dengan panggilan kyai oleh murid-murid, anak-anak, dan orang tua
, sejak saat itu, beliau di kenal sebagai Kyai Haji Ahmad Dahlan (Majelis Pustaka dan Informasi
PP Muhammadiyah, 2014:3)
Pada tahun 1896, Khatib Amien Kyai Haji Abu Bakar , ayah dari K.H.A Dahlan meninggal
dunia sehingga mau tidak mau beliau harus menggantikan tugas ayahnya sebagai Khatib Amin
yang antara lain tugasnya adalah: melaksanakan Khutbah Shalat Jumat secara bergantian
dengan delapan Khatib lainnya, melaksanakan piket di serambi Masjid dengan enam orang
penghulu lainnya sekali dalam seminggu.
Tahun1903 KH Ahmad Dahlan mengajak putranya Muhammad Siraj yang berumur 6
tahun pergi haji ke Mekkah untuk kedua kalinya tinggal selama satu setengah tahun, belajar
ilmu-ilmu agama kepada beberapa orang guru. Beliau belajar ilmu fiqh kepada Kyai Makhful
Termas dan Sa’id Babusyel, belajar ilmu Hadist kepada Mufti Syafi’i, belajar ilmu falak kepada
Kyai Asy’ari Baceyan, dan berguru kepada Syaikh Ali Mishri Makkah dalam ilmu qiraah. Kyai
Dahlan juga menjalin hubungan dan berkawan dengan orang-orang Indonesia di sana, yaitu
Syaikh Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah
dari Surabaya dan Kyai Fakih Maskumambang dari Gresik.
Sepulang dari Mekkah kedua kalinya itu, Kyai Haji Ahmad Dahlan mulai mendirikan
pondok (asrama) untuk murid – murid yang datang dari jauh, yaitu Pekalongan, Batang,
Magelang, Solo dan Semarang. Selain dari daerah – daerah itu, murid-muridnya juga datang
dari yang lebih dekat seperti Bantul, Srandakan, Brosot, dan Kulonprogo.
Sebagaimana umumnya kaum santri Indonesia masa itu, kitab- kitab yang di pelajari
Kyai Dahlan adalah kitab – kitab dari Ahlusunnah wal jamaah dalam ilmu Aqaid, kitab Madzab
Syafi’i dalam ilmu fikih dan dari Imam Gazali dalam ilmu tasawuf. Namun sekembalinya dari
Makkah, setelah persinggungannya dari Makkah, setelah persinggungannya dengan beberapa
tokoh pembaharuan dia mulai membaca kitab-kitab yang berjiwa penbaharuan itu. Kitab yang
sering di bacanya adalah :
Al-Tauhid, karangan Muhammad ‘Abduh, Tafsir Jus Amma karangan Muhammad Abduh,
Kanzul-Ulum; Dairah Al- Ma’arif, karangan Farid Wajdi , Fi’al – Bid’ah karangan ibn
Taimiyyah: Al- Tawassul w-a- wasilah, karangan ibn Taimiyah; Al –Islam wan Nashraniyyah,
karangan Muhammad Abduh, Izhar al-haqq, karangan Rahmah Allah Al-Hindi; Tafsil al-
Nasharatain Tafhsil al- Sa’adatain. ; Matan al-Hikam, karangan ‘Atha Allah dan Al-Qsha’ id al
‘Aththasiyyah, karangan Abd al-Aththas.[1]

B. Karya KH. Ahmad Dahlan


Karya terbesar KH. Ahmad Dahlan adalah dengan pendirian Organisasi Islam yaitu
Muhammadiyah.Awalnya dapat perlawanan dari keluarga atau masyarakat sekitar, berbagai
fitnah, tuduhan, hasutan, bertubi-tubi. Hasutannya antara lain :
1. Mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam
2. Kyai Palsu karena meniru orang Belanda yang Kristen
3. Harus di bunuh karena kafir
Gagasan – gagasan atau ide – ide yang disebarkan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota sambil berdagang batik.
Organisasi Muhammadiyah di dirikan dengan tujuan menyebarkan pengajaran Kanjeng
Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam
kepada anggota – anggotannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut selalu di adakan rapat-rapat dan tabligh yang dibicarakan
adalah masalah- masalah Islam. Organisasi perlu mendirikan Badan Wakaf dan masjid –
masjid serta menerbitkan buku - buku, brosur – brosur , surat - surat kabar dan majalah -
majalah.
Untuk pertama kali K.H.Ahmad Dahlan berfikir untuk mendirikan semacam
Kweekschool yang telah di modifikasi pelajaran agama dan pelajaran umum sekolahnya di
beri nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyyah Islamiyah. Waktu itu anak-anak Kauman masih
asing dengan cara belajar model sekolah. Sekolah sederhana seperti itu, menempati ruang
tamunya dengan ukuran enam kali dua setengah meter, berisi tujuh meja dan 3 dingklik
(kursi panjang) serta papan tulis. Muridnya ada sembilan anak. Dalam kurun waktu setengah
tahun (enam bulan), muridnya sudah meningkat mencapai dua puluh anak.
Pada bulan ketujuh, sekolah itu mendapat bantuan guru dari Organisasi Budi Utomo.
Setelah berbagai pengalaman dan berhubungan dengan berbagai kalangan di luar kaum
santri Kauman, akhirnya pada tanggal 18 Nopember 1912 M, bertepatan dengan 8
Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta, berdirilah Organisasi Muhammadiyah.[2]

BAB III
Pengaruh Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam modernisme Islam di Indonesia
A. Pengertian Modernisme Islam
Gerakan modernis Islam dapat dipahami sebagai gerakan yang muncul pada periode
sejarah Islam modern. Gerakan ini merupakan aliran dalam Islam yang pola pikir sesuai
dengan perkembangan modern. Modernisme Islam adalah gerakan untuk mengadaptasi ajaran
Islam kepada pemikiran dan kelembagaan modern. Modernis dalam bahasa Arab sering
diasosiasikan dengan istilah tajdid, yang diartikan pembaharuan. Tokohnya disebut mujaddid,
berarti pembaharu. Istilah tajdid dan mujaddid ini sudah luas digunakan. (hal 350 asia
tenggara).
Dalam pengertian inilah kata pembaruan dan modernisme digunakan. Dalam konteks
gerakan, maka kata pembaruan mengacu kepada gerakan pemurnian agama yang berkembang
sebelum abad ke-19 dan awal abad ke-20. Modernisme digunakan untuk menjelaskan gerakan
pembaruan yang muncul sejak akhir abad ke-19 yang bertujuan untuk menyesuaikan ajaran
Islam dengan pemikiran modern. Gerakan modernisme Islam dalam bidang pemikiran agama
lebih menekankan pada gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam.
Tema utama gerakan purifikasi adalah kembali kepada sumber ajaran Islam yang autentik
yaitu Al-Qur’an dan Hadits, serta praktek para sahabat terdahulu, ashab as-salafiyin. Dari
sinilah kemudian lahir gerakan salafiyah yang dikembangkan oleh Muhammad Abduh dan
Rasyid Rida. Dalam hal slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits”, pemahaman kaum
salaf lebih berpegang pada pemahaman literis, yang terpaku pada teks. Adapun kaum
modernis cenderung menggunakan kekuatan akal atau rasio untuk menginterprestasikan teks
agar sesuai dengan kondisi modern. (asian tenggara : 350).
B. Corak Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Setiap tokoh yang dikatakan sebagai seorang pembaharu Islam, pasti memiliki corak dalam
pemikirannaya, sebagaimana diketahui corak merupakan paham, macam atau bentuk.
Sebagaimana Prof. Syahrin Harahap mengatakan, bahwa seorang tokoh selalu memiliki corak
dalam pemikirannya. Ada tiga corak yang paling mendasar dalam pemikiran seorang tokoh
yaitu, natural, tradisional dan rasional.118 Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh
pembaharu Islam Indonesia, oleh sebab itu corak pemikiran Ahmad Dahlan bisa mengarah
kepada rasional ataupun tradisional.
Tidak banyak naskah tertulis dan dokumen yang dapat dijadikan bahan untuk mengkaji dan
merumuskan pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan. Naskah agak lengkap terdapat dalam
penerbitan Hoofbestuur Taman Pustaka pada tahun 1923 sesaat setelah Kyai wafat. Majlis
Taman Pustaka menyatakan bahwa naskah di atas sebagai buah pikiran Kyai Haji Ahmad
Dahlan. Kiai Dahlan tidak meninggalkan tulisan yang tersusun secara sistematis, maka tidak
mudah untuk melacak pemikirannya. Sehingga sebagian para pengamat berpendapat bahwa
pemikiran Kiai Dahlan tidak dapat dipisahkan dari ide-ide pembaharuan yang berkembang di
Timur Tengah pada akhir abad ke-XIX, seperti pemikiran Djamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridla. Akan tetapi, tidak dapat disimpulkan bahwa
pembaharuan yang dilakukannya itu sepenuhnya dipengaruhi oleh pembaharu Timur Tengah,
misalnya Muhammad Abduh, Kiai Dahlan dan pembaharu lainnya di Indonesia juga menggali
lebih dalam dari sumber-sumber lain, misalnya Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim. Mereka
juga menafsirkan sendiri Alquran dan Hadis sesuai konteks permasalahan yang dihadapi di
Indonesia.
Oleh karena itu, lebih tepat dikatakan bahwa Kiai Dahlan hanya menyerap semangat
pembaharuan para pembaharu Timur Tengah khususnya Muhammad Abduh, dengan
menggalakkan ijtihad, menghilangkan taqlid, dan kembali kepada Alquran dan sunnah.120
Dilihat dari materi pendidikan agama dan falsafah ajaran Kiai Dahlan yang diajarkan kepada
murid-muridnya, yang terekam dalam tulisan Hadjid, ajaran Kiai Dahlan dengan 17
kelompok ayat Alquran dan Falsafah ajaran Kiai Dahlan, tidak banyak memperdebatkan
masalah teologi/ kalam klasik, bahkan secara eksplisit dikemukakan ketidak senangannya
mengungkit perdebatan antara aliran teologi.[3]
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Corak pemikiran teologi Kiai Haji Ahmad Dahlan meliputi dua bagian yakni, corak yang
bersifat rasional dan tradisional. Misalnya ketika Ahmad Dahlan berbicara mengenai duniawi.
Beliau lebih berpaham rasional, seperti dalam bidang pendidikan. Ahmad Dahlan lebih
rasional, bisa dilihat melalui terobosan-terobosan yang dibuatnya, seperti mulai
menggabungkan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Selain bidang pendidikan, dalam
bidang sosial Ahmad Dahlan juga lebih kepada paham rasional, terlihat dari gerakan-gerakan
yang di bawanya seperti mendirikan rumah-rumah sakit, pembinaan kesejahteraan umat,
semua hal ini sudah terlebih dahulu dilakukan oleh para missionaris Kristen saat itu. Selain
berfikir rasional, Ahmad Dahlan dalam berbicara mengenai teologi, beliau selalu bersifat
tradisional,sebagaimana yang diketahui bahwa teologi dibagi kepada tiga bagian, pertama,
Iman, yang berbicara mengenai ketuhanan terlihat dari pemikirannya tidak terlalu suka
memperdebatkan masalah teologi,baginya cukup meyakin Allah sebagai yang Maha Kuasa.
Kedua, Islam, Ahmad Dahlan selalu merujuk kepada Alquran dan sunnah bagi Ahmad Dahlan
tidak ada sumber hukum yang paling otentik selain Alquran, disamping itu Ahmad Dahlan
tidak mengabaikan rasio. Ketiga, Ihsan, Ahmad Dahlan lebih kepada tasawuf amali, terlihat
dari amalan- amalan yang dilakukannya. Dapat disimpulkan bahwa corak pemikiran Ahmad
Dahlan dalam bidang teologi lebih kepada Asy‘ariyah.
Kontribusi Ahmad Dahlan dalam perkembangan Muhammadiyah, terlihat dari dua aspek
yaitu,kontribusi yang bersifat wujud, yakni kontribusi yang terlihat seperti dalam bidang
pendidikan, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah, didalam bidang keagamaan, Ahmad
Dahlan mendirikan masjid-masjid yang berfungsi untuk tempat beribadah serta berdiskusi.
Dalam bidang sosial, Ahmad Dahlan mendirikan puskesmas, panti asuhan dan lain
sebagainya. Kontribusi yang bersifat non wujud, atau yang tidak tampak seperti dalam bidang
agama, Ahmad Dahlan berhasil mengikis sifat tahayul,bid‟ah, khurofat, kedalam ajaran Islam
yang murni. Dalam bidang pendidikan Ahmad Dahlan berhasil menggabungkan dua bidang
ilmu yaitu ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Jika dilihat Ahmad Dahlan lebih
mempokuskan dirinya didalam bidang pendidikan dan sosial.
Daftar Pustaka
[1] K. H. A. Dahlan and M. Darwis, “K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis),” pp. 22–37,
1923.
[2] P. Teologi and K. H. A. Dahlan, “Oleh : Program Studi PEMIKIRAN ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI,” 2016.
[3] P. Pendidikan, A. Dahlan, D. Kepada, and P. Pascasarjana, MUHAMMADIYAH ( Studi
Kasus Pada Universitas Muhammadiyah Palembang ) PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) RADEN FATAH PALEMBANG. 2018.

Anda mungkin juga menyukai