Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“SINDROM NEFROTIK”

Oleh :
Ayu Asriyani
R014182043

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ Tuti Seniawati S.Kep., Ns.,M.Kes ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2


BAB I .................................................................................................................................. 3
KONSEP MEDIS................................................................................................................ 3
A. Definisi .................................................................................................................... 3
B. Etiologi .................................................................................................................... 4
C. Manifestasi klinis .................................................................................................... 6
D. Komplikasi .............................................................................................................. 8
E. Pemeriksaan penunjang........................................................................................... 9
F. Penatalaksanaan .................................................................................................... 11
BAB II............................................................................................................................... 14
KONSEP KEPERAWATAN............................................................................................ 14
A. Pengkajian Keperawatan ....................................................................................... 14
B. Diagnosis Keperawatan......................................................................................... 15
C. Intervensi Keperawatan......................................................................................... 15
WEB OF CAUTION......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

2
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan


peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang
mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif (Wong, 2013). Sindroma
nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom
Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau
rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman,
2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1)
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2)
penurunan albumin dalam darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang
tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda
tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus
(Brunner & Suddarth, 2001)
Whaley and Wong (2013) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan
sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit
vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura
anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis
dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan

3
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika
tidak dilakukan dialisis.

B. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu


kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah :
- Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin
- Denys-Drash syndrome (WT1)
- Frasier syndrome (WT1)
- Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
- Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
- Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4;
TRPC6)
- Nail-patella syndrome (LMX1B)
- Pierson syndrome (LAMB2)
- Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
- Galloway-Mowat syndrome
- Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer
atau idiopatik adalah sebagai berikut :
- Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
- Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
- Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
- Nefropati Membranosa (GNM)

4
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut :
- lupus erimatosus sistemik (LES)
- keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis
eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis
mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious)
- Glomerulonephritis

Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom


nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib
dan Kleinknecht (1971).

Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer


Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

5
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO.

C. Manifestasi klinis
Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria
masif dan hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang luas dari
prosesus kaki podosit (tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan
peran penting podosit. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan
gangguan kompleks pada sistem imun, terutama imun yang dimediasi
oleh sel T. Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), faktor
plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit yang teraktivasi, bertanggung
jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi
pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9 (gen podosit)
dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS).
Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi
NPHS2 (podocin) dan gen WT1, serta komponen lain dari aparatus filtrasi
glomerulus, seperti celah pori, dan termasuk nephrin, NEPH1, dan CD-2
yang terkait protein.
1. Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik.

Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m 2 luas permukaan badan


disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk
membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik.
2. Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan
proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada
pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila
kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL.
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari
(130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah

6
yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada
ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal
ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari
hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin.
Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat
meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom
nefrotik dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis
albumin di hepar hanya sedikit di atas keadaan normal meskipun
diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini mengindikasikan respon
sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya
edema pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori
klasik tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya
edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi
vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka
kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid
plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat
melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial
kemudian timbul edema.
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein
serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan
dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia
yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk

7
lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama
yang mengambil lemak dari plasma

D. Komplikasi

Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi


respon imun, tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner,
dan peningkatan terjadinya aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002:
1442). Adapun komplikasi secara umum dari sindrom nefrotik adalah :
1) Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
2) Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
3) Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan)
4) Kerusakan kulit
5) Infeksi sekunder karena imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
6) Peritonitis
Penyulit (komplikasi) Sindrom Nefrotik tergantung dari beberapa faktor :
1. Kelainan histopatologis : Histopatologi adalah cabang biologi yang
mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya
dengan penyakit. Histopatologi sangat penting dalam kaitan
dengandiagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam
penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap
jaringan yang diduga terganggu.
2. Lamanya sakit
3. Usia pasien
4. Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
5. Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan
humoral, penurunan gamma globulin serum.
6. Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa
faktor pembekuan yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
7. Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.

8
8. Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
9. Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid,
antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien
sindrom nefrotik.
10. Gagal ginjal

E. Pemeriksaan penunjang

Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya


penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang
terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin.
Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan
untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran
kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK).
Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes
awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+
pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan
asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar
300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk
dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies:
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang
dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin

9
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed
collection atausingle spot collection. Timed collection dilakukan
melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga
waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan
kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan.
Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada
kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
Kualitatif : ++ sampai ++++
Kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen
ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG Renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN
kongenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid
atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.
Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting
dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-
change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik
terhadap steroid.
8. Pemeriksaan Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal,
natrium meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat
sehubungan dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan

10
pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan
albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan
dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial.
Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau
sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai
Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml),
α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N:
0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:
80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

F. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi


ginjal. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari
mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi
edema. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang
hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di tubuh. Jika
edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan
untuk pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison)
digunakan untuk mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik
mencakup agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif
(Imuran, Leukeran, atau siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan
kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan
tubuh.

11
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan
trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)

2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif yaitu 35 kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB
ditambah jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin.
Utamakan penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat
ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila
ada peningkatan trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang
dikeluarkan melalui urin ditambah 500 ml pengganti
cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
(Almatsier, 2007)

3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari


Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, Roti, biskuit dan kue-
karbohidrat gandum, makaroni, kue yang dibuat
pasta, jagung, kentang, menggunakan garam
ubi, talas, singkong, dapur dan soda.
havermout
Sumber Telur, susu skim/susu Hati, ginjal, jantung,
protein rendah lemak, daging limpa, otak, ham, sosis,
hewani tanpa lemak, ayam tanpa babat, usus, paru,
kulit, ikan sarden, kaldu daging,
bebek, burung, angsa,

12
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan
sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan Kacang-kacangan yang
protein nabati aneka olahannya diasinkan aatu
diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran Sayuran yang diasinkan
segar atau diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah- Buah-buahan yang
buahan segar diasinkan atau
diawetkan
Minum Semua macam minuman Teh kental atau kopi.
yang tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya

13
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahap proses keperawatan.
Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien.
Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian yang perlu
dilakukan pada pasien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,
2004) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajianluasnya edema.
b. Dapatkan riwayatkesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini,
disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab khususnya di sekitar mata timbul pada
saat bangun pagi dan berkurang pada siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernapasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a) Diare
b) Anoreksia
c) Absorbsi usus buruk
8) Peka rangsangan
9) Mudah lelah
10) Letargi
11) Tekanan darah normal atau sedikit menurun

14
12) Kerentanan terhadap infeksi
13) Perubahan urin :
a) Penurunan volume
b) Gelap
c) Berbau buah
d) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian,
misalnya analisa urin akan adanya protein, silinder
dan sel darah merah; analisa darah untuk protein
serum (total, perbandingan albumin/globulin,
kolestrol), jumlah darah merah, natrium serum.

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020
(Herdman & Kamitsuru, 2017) adalah :

a. Kelebihan folume cairan


b. Ketidak efektifan pola hafas
c. Resiko infeksi
d. Kerusakan integritas kulit
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload,
kontraktilitas dan frekuensi jantung
f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
h. Hambatan mobilitas fisik

C. Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan
Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
N DIAGNOSA NOC NIC
o KEPERAWATAN
1 Kelebihan Volume 1. Terbebas dari 1. Timbang pokok
Cairan edema, efusi dan /pembalut jika di
Defenisi: anaskara perlikan

15
peningkatan retensi 2. Bunyi nafas bersih 2. Pertahankan
cairan isotonic tidak catatan intake dan
adadyispneu/ortopne output yang
u akurat
3. Terbebas dari 3. Pasang urin
dsitensi vena kateter jika di
jugularis, reflek perlukan
hepatojugular(+) 4. Monitor hasil HB
4. Memelihara tekanan yang sesuai
vena, sentral, dengan retensi
tekanan kapiler paru, cairan
output jantung dan 5. Monitor vital sign
vital sign dalam 6. Kaji lokasi dan
batas normal, luas edema
5. Menjelaskan 7. Monitor masukan
indicator kelebihan makanan/ cairan
cairan dan hitung intake
kalori
8. Monitor status
nutrisi
9. Kolaborasi
dengan dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
10. Monitor adanya
distensi leher,
edema perifer dan
penambahan berat
badan
11. Monitor tanda
dan gejala dari
edema
2 Ketidak Efektifan 1. Mendemonstrasikan 1. Posisikan pasien
Pola Nafas batuk efektif, dari untuk
Defenisi: inspirasi nafas yang bersih, memaksimalkan
dan atau ekspirasi tidak ada sianosis ventilasi
yang tidak memberi (mampu 2. Identifikasi
ventilasi mengeluarkan sputum pasien perlunya
dan mampu bernapas pemasangan alat
dengan mudah jalan nafas
2. Menunjukan jalan 3. Buka jalan nafas
nafas yang paten 4. Monitor TD, nadi,
(klien tidak merasa suhu dan
tercekik, irama nafas, pernapasan
frekuensi pernapasan 5. Monitor adanya

16
dalam rentang normal tanda
dan tidak ada suara hipoventilasi
yang abnormal) 6. Pehatikan posisi
3. TTV normal (TD, pasien
suhu dan 7. Monitor pola
pernapasan). pernapasan
abnormal
8. Monitor suara
paru
9. Monitor kualitas
dari nadi
10. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
11. Monitor respirasi
dan status O2
12. Atur peralatan
oksigenasi
13. Bantu
mengeluarkan
secret dengan
batuk
14. Dengarkan suara
nafas dan catat
suara abnormal.
3 Resiko Infeksi 1. Klien bebas dari 1. Gunakan sabun
Defenisi: mengalami tanda dan gejala anti mikroba untuk
peningkatan resiko infeksi cuci tangan
terserang organism 2. Mendeskripsikan 2. Cuci tangan
patogenik proses penularan setiap sebelum dan
penyakit, factor yang sesudah tindakan
mempengaruhi keperawatan
penularan serta 3. Tinkatkan intake
penatalaksanaannya nutrisi
3. Menunjukan 4. Berikan terapi
kemampuan untuk antibiotic bila perlu
mencegah timbulnya infection protection
infeksi 5. Monitor tanda
4. Jumlah leukosit dan gejala infeksi
dalam batas normal sistemik dan local
5. Menunjukan 6. Monitor
perilaku hidup sehat kerentanan terhadap
infeksi
7. Dorong masukan
cairan
8. Dorong istrahat

17
9. Ajarkan cara
menghindari infeksi
10. Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
11. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
12. Monitor hitung
granulosit, WBC
4 Kerusakan 1. Integrits kulit yang 1. Anjurkan pasien
Integritas Kulit bai bisa untuk menggunakan
Devenisi:Perubahan dipertahankan pakayan yang longgar
atau gangguan 2. Tidak ada luka atau 2. Jaga kebersihan
epidermis dan atau lesi pada kulit kulit agar tetap bersih
dermis 3. Perfusi jaringan baik dan kering
4. Menujukan 3. Mobilisasi pasien
pemahaman dalam setiap dua jam sekali
proses perbaikan 4. Monitor kulit
kulit dan mencegah akan adanya
terjadinya cederah kemerahan
berulang 5. Oleskan lotion
a) 5. Mampu atau minyak pada
melindungi kulit dan daerah yan tertekan
mempertahankan 6. Monitor status
kelembaban kulit nutrisi pasien
dan perawatan alami 7. Memandikan
pasien dengan sabun
dan air hangat
8. Membersihkan,
memantau dan
meningkatkan proses
penyambuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
9. Monitor tanda
dan gejala infeksi
10. Bersihkan daerah
sekitar jahitan atau
straples
denganmenggunakan
lidi kapas steril
5. Penurunan Curah 1. Tanda vital dalam 1. Evaluasi adanya
Jantung rentan normal (TD, nyeri pada bagian

18
Defenisi :ketidak nadi dan respirasi) dada
adekuatan darah 5. Dapat mentoleransi 2. Catat adanya
yang di pompa oleh aktifitas, tidak ada distimia jantung
jantung untuk kelelahan 3. Monitor status
memenuhi 6. Tidak ada edema kardiofaskuler
kebutuhan metabolic paru, perifer dan 4. Monitor status
tubuh tidak ada asites pernafasan yang
7. Tidak ada penurunan menandakan gagal
kesadaran jantung
8. Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
9. Monitor tanda-
tanda vital
10. Monitor TTV
setelah , selama
dan sebelum
melakukan
aktifitas
11. Monitor bunyi
jantung
12. Monitor suara
paru
13. Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
14. Monitor kualitas
dari nadi
1. 12. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
6 Ketidak efektifan 1. Mendemostrasikan 1. Dengar suara
bersihan jalan batuk efektif dan suara nafas sebelum
nafas. nafas yang bersih tidak dan sesudah
Defenisi:ketidak ada sianosis dan suctioning
mampuan untuk dyspneu(mampu 2. Minta klien untuk
membersihkan mengeluarkan sputum, nafas dalam
sekresi atau obstruksi mampu bernafas sebelum suction
dari saluran dengan mudah, tidak dilakukan
pernafasan untuk ada pursed lips) 3. Berikan O2
mempertahankan 2. Menunjukan jalan dengan
kebersihan jalan nafas yang paten(klien menggunakan
nafas tidak merasa tercekik, nasal untuk
irama nafas frekuensi memfasilitas
pernafasan dala suksion

19
rentang normal, tidak nasotrackheal
ada suara nafas 4. Gunakan alat
abnormal) yang steril setiap
3. Mampu menggunakan
mengidentifikasikan tindakan
dan mencegah factor 5. Buka jalan nafas
yang dapat 6. Posisikan pasien
menghambat jalan untuk
nafas memaksimalkan
ventilasi
7. Catat adanya
suara tambahan
pada pernapasan
8. Berikan
bronkodilator bila
perlu
9. Anjurkan pasien
untuk istrahat dan
napas
dalm setelah
kateter di
keluarkan dari
nasotrakeal
10. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
11. Monitor respirasi
dan status O2
12. Atur intake untuk
cairan
15. Mengoptimalkan
keseimbangan
7 Ketidak Efektifan 1. Tekanan systole dan
Perfusi Jaringan diastole dalam 1. Monitor adanya
Perifer rentang yang di daerah tertentu
Defenisi:penurunan harapkan yang hanya peka
sirkulasi darah ke 2. Tidak ada ortostatik terhadap
perifer yang dapat hiprtensi panas/dingin/
mengganggu 3. Tidak ada tanda- tajam/tumpul
kesehatan tanda peningkatan 2. Monitor adanya
tekanan intra cranial paretese
(tiidak ebih dari 15 3. Instruksikan
mmHg) keluaarga untuk
4. Berkomunikasi mengobserfasi
dengan jelas dan kulit jikaada isi
sesuai dengan atau laserasi

20
kemampuan 4. Guunakan sarun
5. Menunjukan tangan untuk
perhatian, kosentrasi proteksi
dan orientasi 5. Baasi gerakan
6. Memproses pada kepala, leher
informasi Membuat dan punggung
keutusan dengan 6. Monitor
benar kemampun BAB
7. Kolaborasi
pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahaan
sensasi
8 Hambatan 7. Aktifitas fisik klien
Mobilitas Fisik meningkat 1. Monitor vital sign
Defenisi:keterbatasa 8. Mengerti tujuan sebelum /sesudah
n pada pergerakan dari peningkatan latihan dan lihat
fisik tubuh satu atau mobilitas respon pasien saat
lebih ekstermitas 9. Memferbalisasikan latihan
secara mandiri dan perasaan dalam 2. Konsultasikan
terarah. meningkatkan dengan terapi
kekuatan dan fisik tentang
kemampuan rencana ambulasi
berpindah sesuai dengan
10. Memperagakan kebutuhan
pengunaan alat 3. Bantu klien untu
bantu untuk menggunakan
mobilisasi tongkat saat
berjalan dan
cegah terhadap
cedera
4. Ajarkan pasien
tentang tehnik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih
pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL

21
secara mandiri
sesuai
kemampuan
7. Berikan alat bantu
jika klin
memerlukan
8. Ajarkan pasien
agaimana
merunbah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

22
WEB OF CAUTION
(WOC)

23
DAFTAR PUSTAKA

Amin. Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA & NIC – NOC. Edisi
Revisi. Jilid 3. Jogjakarta : MediAction

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013).
Nursing Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia:
Elseviers
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal
Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Donna L, Wong. 2013. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.
LeMone, Priscilla., Burke, M Karen.,& Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Vol.4 Edisi 5. Jakarta : EGC

Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Nanda nic-noc (2013) panduan penyusunan asuhan keperawatan. Jilid 2

Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2 .
Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai