S1 2013 280927 Chapter1 - 2 PDF
S1 2013 280927 Chapter1 - 2 PDF
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
tiga periode SEA Games berturut-turut, yaitu tahun 2007, 2009, dan 2011, peringkat
Peningkatan ini terjadi setelah TIMNAS Indonesia bersaing ketat dengan atlet dari
Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Indonesia menjadi juara umum satu pada SEA
setiap cabang olahraga. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian prestasi pada setiap
cabang olahraga. Salah satunya adalah cabang olahraga pencak silat. Prestasi
cabang olahraga pencak silat tanding kurang memuaskan. TIMNAS Pencak Silat
Indonesia mewakilkan delapan dari lima belas kelas yang dipertandingkan. Namun,
TIMNAS Indonesia hanya mampu meraih tiga medali emas (Humas Satlak PRIMA
medali emas tim Vietnam dan Malaysia, yaitu enam dan tiga emas (Anonim, 2011).
Pencak silat adalah beladiri tradisional Indonesia yang berakar dari budaya
cabang olahraga pencak silat terus dilakukan. Upaya peningkatan prestasi tersebut
1
2
dapat dilakukan dengan “pembibitan” atlet yang baik dan bertahap dari tingkat
performa, perlu digunakan adanya penilaian status gizi atlet secara berkala. Dalam
langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung diukur dengan antropometri
dan tidak langsung dengan penilaian asupan makanan. Akurasi data yang dihasilkan
dari penilaian tersebut, dapat mencerminkan performa atlet. Hal tersebut terjadi
(Supariasa, 2002; Irianto, 2007; Robbert et al., 2011). Di sisi lain, performa atlet juga
erat hubungannya dengan perawakan tubuh. Setiap atlet pada cabang olahraga
tertentu memiliki lemak tubuh yang spesifik. Perawakan tubuh yang sesuai dengan
Pengaturan diet atlet harus tepat dari sebelum, saat, dan sesudah masa
kompetisi. Pemenuhan energi pada masa tersebut sangat penting untuk mengetahui
performa atlet. Lemak digunakan pada olahraga dengan intensitas rendah dan
durasi lama, seperti: lari maraton dan triatlon. Pembatasan asupan energi
Latihan berat tanpa disertai pemenuhan kebutuhan energi akan sia-sia (Jansen,
1993; Irianto, 2007; Kushartanti, 2009; Widiastuti, 2009; Genton, 2010). Akan tetapi,
3
pemenuhan energi yang tidak tepat dari jumlah dan jenisnya banyak ditemukan
(Widiastuti, 2009; Ghloum dan Hajji, 2011). Tingginya konsumsi lemak pada atlet
berkorelasi positif dengan lemak tubuh pada studi populasi (Abernethy et al., 2004).
Timbunan lemak tubuh akan meningkatkan berat badan atlet. Kondisi tersebut
didukung tanpa adanya aktivitas fisik yang dapat meningkatkan timbunan lemak
berkontribusi pada produksi energi. Hal tersebut akan berdampak sangat merugikan
bagi cabang olahraga dengan klasifikasi berat badan, seperti pencak silat. Atlet
pencak silat cenderung memaksimalkan massa otot dan meminimalkan lemak tubuh
2004). Gerakan fisik dalam olahraga dikaitkan dengan skill related fitness atau
merupakan salah satu komponen biomotor skill related fitness yang penting dalam
bobot kondisi fisik seorang pesilat (Dikpora, 2005). Tanpa memiliki kombinasi
tubuh, somatotype, dan kebugaran umumnya berdiri sendiri. Publikasi yang sudah
ada, meliputi: profil asupan energi, status gizi, kondisi fisik, dan komposisi tubuh
(Gholum, 2011; Dizon and Somers, 2012); pola makan dengan kebugaran aerobik
4
(Bolonchuk et al., 2000). Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui
kelincahan pada atlet pencak silat tanding pelatihan daerah (PELATDA) Daerah
kajian terhadap keberhasilan atau prestasi atlet ditingkat daerah dan dapat
B. RUMUSAN MASALAH
Yogyakarta?
Istimewa Yogyakarta?
5
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
somatotype dengan skill related fitness atlet pencak silat tanding pelatihan
2. Tujuan Khusus
Yogyakarta.
Istimewa Yogyakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Atlet
3. Bagi Pelatih
4. Bagi Masyarakat
5. Bagi Institusi
E. KEASLIAN PENELITIAN
adalah
7
a. Penelitian dari Widiastuti et al. (2009) dengan judul “Pola Makan dan
mengidentifikasi dukungan pola makan pada latihan fisik dari atlet pencak
silat pelatihan daerah PON (Pekan Olahraga Nasional) tahun 2008 Provinsi
tinggi lemak dan protein, (2) ada korelasi positif efek dari asupan vitamin c
dan Fe terhadap VO2 maks, (3) ada korelasi positif efek asupan karbohidrat
pengukuran asupan lemak, (2) persentase lemak tubuh, (3) kelincahan dan
(4) subjek atlet pencak silat. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
terdapat perbedaan pada populasi subjek, yaitu atlet pencak silat PON Bali.
observasional. Hasil yang diperoleh adalah: (1) empat atlet pria dan dua
lemak pria secara umum pada tingkat ideal sedangkan perempuan berada
pada tingkat kurang; serta (3) saat uji ketangkasan enam atlet berada pada
tingkat sedang dan dua pada tingkat lemah. Subjek yang berada pada
beladiri. Perbedaan penelitian ini adalah: (1) asupan lemak tidak diukur, (2)
level kompetisi atlet berbeda (mahasiswa dengan atlet daerah), serta (3)
kelincahan atlet, serta (3) level kompetisi pada penelitian ini adalah atlet
nasional.
struktur tubuh dengan respon fungsional tubuh pada puncak latihan, dan (2)
9
metabolisme yang berbeda pada peak power karena kekurangan fat free
konsentrasi laktat plasma darah tinggi dan peak oxygen uptake rendah.
gizi, sirkulasi lipid dan lipoprotein. Diet dan asupan mineral mempengaruhi
performa fisik. Biokimia darah menunjukkan bahwa mineral (Fe, Zn, Mg)
pengukuran TBK, BCM, FFW, dan komponen biokimia; serta (3) subjek
e. Penelitian dari Genton et al. (2010) dengan judul “Clinical Energy and
suplementasi energi dan latihan daya tahan meningkatkan fat free mass
pada atlet. Persamaannya adalah mengukur asupan zat gizi dan komponen