Al-Banna meletakkan ushul 20 sebagai asas bertolak bagi para pengikutnya. Di dalamnya
terdapat:
(Perkataan Al-Banna:) “Kalau saudara se-Islam telah mengetahui Dien-nya dari 20 asas ini,
maka dia telah mengenal makna seruan yang senantiasa dia dengarkan: “Al-Quran Undang-
Undang kami dan Rasulullah adalah panutan kami.”
Maka apakah yang menghalangi kaum muslimin dan para da’i-nya kemudian meletakkan asas
semisalnya yang lebih atau kurang darinya?
Apa yang menghalangi mereka mengajak manusia komitmen dan beramal tanpa pamrih selain
dengan asas ini?, memahami Islam dan berinteraksi dengan Al-Quran dan As-Sunnah melalui
metodenya?!”
Apakah melalui koridor ini para da’i Islam dapat berjalan menuju perealisasian kesatuan
mereka?
Ataukah mereka justru menjadi bala bantuan bagi musuh-musuh Islam untuk memerangi umat
Islam?!
Tidak ragu lagi bahwa ghirah Imam Al-Banna terhadap dakwah Islam dan luapan kepedihannya
melihat kenyataan kaum muslimin itulah yang telah membuatnya memiliki optimis besar pada
asas ini, demi harapan berkumpulnya kaum muslimin dalam satu jalan dan memusatkan
perjuangan mereka pada satu amalan.
Hanya saja, menerima begitu saja asas dan pemikirannya serta menganggapnya sebagai ide
tertinggi dan paling universal, maka ini pada hakekatnya adalah mendudukkan dia sebagai
seorang yang ma’shum.
Oleh sebab itu, engkau tidak mendapatkan seorang ulama Islam dahulu yang mengajak kepada
pendapatnya lalu meninggalkan pendapat orang lain, sebab setiap ‘alim akan mengetahui bahwa
ilmunya adalah ilmu ittiba ‘ (mengikut) dan terbatas sekedar menjelaskan apa yang tidak
diketahui oleh umat, mendakwahi mereka, menerangkan jalan lurus lagi benar yang telah dibawa
oleh Nabi Muhammad bin Abdullah, mereformasi apa yang telah rusak, serta mendidik orang-
orang dengan ajaran Muhammad.”
Saya katakan:
Sesungguhnya penekanan Al-Banna terhadap asas 20 dan komitmen para pengikutnya dengan
asas itu akan membuat amalan sunnah menjadi wajib dan kewajiban menjadi rukun. Perhatian
para pengikutnya terhadap asas ini melebihi perhatian mereka terhadap semua hukum yang tidak
termasuk asas Al-Banna.
Oleh karena itu mereka membaca dan menghafalkannya melebihi yang lain, serta demikian
semangat memberikan penjelasan baginya. Hal ini menumbuhkan suatu keistimewaan bagi asas
tersebut lebih dari yang lain dan menetapkan kandungan suatu hukum yang lebih kuat daripada
hukum yang ditetapkan oleh syariat, cukuplah hal ini menjadi bukti menetapkannya sebagai
hukum syari’at buatan sendiri.
Siapa yang ikut membuat hukum di samping Allah, berarti dia telah menandingi-Nya dalam
jabatan ketuhanan, Allah berfirman:
َ ِّين َما لَ ْم يَأْذَن ِب ِه
ُّللا ِ عوا لَ ُهم ِ ِّمنَ ال ِد ُ أ َ ْم لَ ُه ْم
ُ ش َر َكا ُء ش ََر
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka
agama yang tidak diizinkan Allah? [QS. Asy-Syura: 21.]
Lihat: Syaikh Ahmad an-Najmi, المورد العذب الزالل فيما انتقد على بعض المناهج الدعوية من
العقائد و األعمال
*Kitab ini mendapat pujian dari Syaikh Shalih al-Fauzan tertanggal 27-11-
1414 H.
Terjemah teks Ushul Isyrin Hasan al-Banna salah satunya sebagaimana tercantum di bawah ini:
“Wahai saudaraku yang tulus … !
Yang saya maksud dengan fahm (pemahaman) adalah bahwa engkau yakin
bahwa fikrah kita adalah ‘fikrah islamiyah yang bersih’. Hendaknya engkau
memahami Islam, sebagaimana kami memahaminya dalam batas-batas ushul
al-‘isyrin(dua puluh prinsip) yang sangat ringkas ini: