Anda di halaman 1dari 2

“Jika korupsi secara minimal dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang

diberikan rakyat demi kepentingan pribadi, maka agenda anti korupsi adalah pada dasarnya
agenda politik rakyat. Namun dalam formalisme hukum, kepentingan rakyat seakan direduksi
pada sebatas penonton saja dalam perjuangan anti korupsi, karena mau tidak mau rakyat harus
menunggu proses hukum yang sedang terjadi.”

PRO

 Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan kajian terkait putusan terhadap koruptor
pada 2018. Ditemukan bahwa 79 persen atau 918 terdakwa diputus dengan hukuman
ringan (1-4 tahun) pada 2018. Sebanyak 180 terdakwa (15,4 persen) lainnya dihukum
sedang (4-10 tahun); 9 terdakwa (0,77 persen) divonis hukuman berat (lebih dari 10
tahun).
 Hukuman mati hanya untuk tindak korupsi saat negara dalam keadaan genting,
menyiratkan ringannya prilaku korupsi saat negara tidak dalam keadaan genting
 Pasal tentang Hukuman mati terhadap Koruptor sudah dicantumkan pada pasal 2 ayat
(2) UU No. 31 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tipikor
 Pemerintah sendiri lewat Kementerian Hukum dan HAM beberapa kali memangkas vonis
narapidana kasus korupsi lewat remisi.
 Tingkat Keganasan korupsi yang sudah mencapai titik didih. Ini merupakan peringatan
yang sangat keras terhadap bangsa yang terlalu lama mabuk akan manisnya bualan
pembangunan. Wacana pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus direproduksi seolah
menutup mata dan telinga dari kasarnya perbuatan lancung korupsi. Maka, hukuman mati
dianggap sebagai upaya mengakhirinya.

KONTRA
 Hukuman mati sebaiknya dicabut. Alasannya, penghapusan hukuman mati sudah
menjadi gerakan internasional. Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik pada
1966 yang berlaku sejak 1976, antara lain menyebutkan larangan hukuman mati dan
memberikan hak untuk hidup.
 Hingga 9 Desember 2002, tercatat telah 149 negara melakukan ratifikasi terhadap
kovenan ini. Khusus terhadap penghapusan hukuman mati, 49 negara telah pula
melakukan ratifikasi/aksesi terhadap Second Optional Protocol of ICCPR (1990) Aiming
of The Abolition of Death Penalty.
 Selain itu, hukuman mati dinilai bertentangan dengan Pancasila sila kedua,
"Kemanusian yang adil dan beradab." Selain itu, hukuman mati juga tidak taat dengan
Pasal 28A dan 28 I UUD 1945 bahwa hak untuk hidup, tidak bisa dikurangi dengan alasan
apapun.
 “Tidak ada korelasi langsung antara hukuman mati dengan efek jera di masyarakat” 
Setiap tahun, 50 hingga 60 orang dihukum mati di China. Tapi buktinya, China tetap
masuk sebagai negara yang masuk sepuluh besar paling korupsi di dunia
 Komitmen pemerintah yang rendah dalam penegakan hukum aparat penegak hukum
juga masih setengah hati dalam menindak para koruptor menyebabkan susahnya
penerapan hukuman mati ini
 Pemberantasan korupsi akan jauh lebih efektif jika memaksimalkan langkah-langkah
pencegahan melalui perbaikan sistem pemerintahan dan penegakan hukum agar memiliki
tingkat transparansi dan akuntabilitas yang tinggi
 Perlu ada kesepahaman dulu soal jenis korupsi seperti apa yang pelakunya pantas dihukum
mati. Misalnya, korupsi yang didorong oleh keserakahan atau kerakusan serta korupsi yang
memanfaatkan penderitaan.
 Penerapan hukuman mati tak bisa berdiri sendiri. Hukuman mati harus diimbangi dengan
perbaikan sistem peradilan. Peradilan harus bersih dari praktek-praktek manipulasi

Anda mungkin juga menyukai