Dosen :
Disusun Oleh :
Segala puji bagi Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hasil Pengamatan P2M Susp Difteri Di puskesmas Jati Makmur”
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan di
Akper As-Syafi’iyah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak NS. Agus
Sumarno.Kep.M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan komunitas.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................II
1. Pengertian ............................................................................................................3
2. Upaya Pencegahan Penyakit ................................................................................3
3. Upaya Pemberantasan Penyakit ...........................................................................5
4. Kegiatan Pelaporan Dan Dokumentasi Program Pencegahan Penyakit Menular
2014......................................................................................................................9
5. Analisa Data .........................................................................................................13
6. Pembahasan..........................................................................................................14
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan .........................................................................................................31
2. Saran ...................................................................................................................33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk untuk mengetahui gambaran pemberantasan penyakit menular (P2M) dan
Surveilans di Puskesmas Jatimakmur khususnya P2M imunisasi (Susp Difteri)
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengetahui tentang P2M
2. Dapat mengetahui mengetahui tentang kegiatan program P2M di puskesmas Jati
Makmur
3. Dapat mengetahui mengetahui progra surveilans penyakit di puskesmas Jati Makmur
2
BAB II
ISI
3
1) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
2) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
3) Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
4
imunisasi (pelacakan kasus, kunjungan
4. Pelayanan konseling rumah, pelacakan kontak)
5. Membuat pencatatan dan 4. Melakukan pemantauan bila
pelaporan kegiatan terdapat KLB dan keracunan
6. Membuat pemetaan daerah makanan
rawan bencana dan alur 5. Pelayanan imunisasi di
evakuasi Posyandu, Poskesdes, dan
Pustu
6. Penyuluhan kepada
masyarakat melalui kegiatan
yang ada di desa/kelurahan
setempat
7. Melaksanakan surveilans
faktor risiko PTM melalui
Posbindu (Pos Pembinaan
Terpadu) atau UKBM yang
ada di masyarakat
8. Melakukan koordinasi lintas
sector dan tokoh masyarakat
dalam rangka pencegahan
dan pengendalian penyakit
menular dan tidak menular
9. Membuat Rapid Helth
Assesment
2. Tuberculosis (TB)
Tb merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru
walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain yang ditularkan
orang ke orang. Pada tahun 1992 WHO telah menetapkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002, pada tahun 2013
TB paru menyebabkan angka kematian tertinggi pada pria tercatat sebanyak
71.151 angka kematian pada pria, sedangkan pada wanita sebanyak 37.571,
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk
di dunia untuk jumlah penderita TB.
3. Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi satu atau kedua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Di tahun 2013, penyebab
kematian tertinggi pada anak-anak ialah pneumonia yang merenggut nyawa
28.186 anak-anak di bawah usia lima tahun.
6
4. Diare
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden
naik. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus
8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94 %). Tahun 2009 terjadi KLB di
24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5756 orang dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74 %), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 Kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan dasar daritahun ke tahun diketahui bahwa diare masih
menjadi penyebab utam kematian balita di Indonesia. Penyebab utam
kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan angka kematian yang
disebabkan oleh diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
7
hidup masyarakat modernisasi, urbanisasi penduduk antar kawasan atau
negar yang tidak mengenal batas, sehingga globalisasi hamper di semua
aspek kehidupan baik social budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
8
Pneumonia balita, Diare 4. Pemeriksaan jentik
TB, Kusta, dan IVD berkala (IVD) di rumah-
yang tidak bisa ditangani rumah atau tempat-
di Puskesmas tempat umum
3. Pengambilan obat dan 5. Penyuluhan kepada
pengawasan menelan masyarakat melalui
obat (TB dan Kusta) kegiatan yang ada di
4. Pelayanan konseling desa/kelurahan setempat
5. Membuat pencatatan dan 6. Melakukan koordinasi
pelaporan kegiatan lintas sektor dan tokoh
masyarakat dalam rangka
pencegahan pengndalian
penyakit menular dan
tidak menular
7. Melakukan fogging
9
2. Cakupan
pelayanan % 100% 562 563 1125 100% X
Diare
3. Angka
penggunaan % 100% 100 100% X
oralit
4. Angka
penggunaan % 1% 221 19,6% X
RL
5. Proporsi
penderita
diare balita Kasus 100% 356 273 629 100% X
yang diberi
tablet Zink
6. Case Fatality
Rate KLB % < 1% 0 0 0 0% X
Diare
10
c. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program penyakit Kusta Tahun 2014
11
d. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program penyakit TB paru Tahun 2014
12
2. Prosentase Orang 100% 6 1 7 100% X
Penderita
DBD
ditangani
3. Case Fatality
Rate Kasus
(CFR) % <1% 0 0% X
penyakit
DBD
4. Angka Bebas
Jentik ( ABJ % >95% 96,75 100% X
)
5. Jumlah
wilayah KLB Desa 0 0 0% X
DBD
6. Cakupan 100%
Penyelidikan penderita
Epidemiologi % DBD di PE 6 60% X
(PE)
5. Analisa Data
Pada program pencegahan penyakit menular (P2M) terdiri dari, Diare, ISPA,
Kusta, TB paru, DBD, Imunisasi, dan Survailans. Program P2M terdiri dari
program pencegahan penyakit menular dan emberantasan penyakit menular yang
dilakukan oleh petugas puskesmas dengan melibatkan kader posyandu, masyarakat,
dan bekerjasama dengan lintas sektor. Berdasarkan hasil dari analisa data diare pada
tabel diatas bahwa target yang telah dicapai selama tahun 2014 adalah 1125 atau
sebesar 82,36. Sedangkan untuk ISPA balita , berdasarkan tabel diatas bahwa target
yang telah dicapai selama tahun 2014 adalah 259 atau sebesar 55,69.
Hasil dari data penderita kusta yaitu penemuan penderita kusta baru (CDR) selama
tahun 2014 adalah 10 penderita. Sedangkan pada kasus anak dengan penderita kusta
tidak ada. Untuk penderita TB pau dengan penemuan suspect penderita TB adalah
13
149 atau sebesar 21,81%. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspect TB
sebanyak 34 penderita atau sebanyak 50%.
Analisa pada tabel penyakit DBD menyatakan bahwa insiden kasus DBD selama
tahun 2014 sebanyak 7 kasus atau sebesar 21,21%. Prosentase penderita DBD yang
ditangani Case fatality rate (CDR) menunjukkan bahwa pengobatanpada pasien
DBD sudah baik sebab angka CDR 0%. Dan angka bebas jentik (ABJ) 96,75 yang
berarti angka ABJ sudah memenuhi standar yaitu 95%.
6. Pembahasan
Pencapaian target untuk penderita diare sudah lebih dari 80% yaitu sebanyak
82,36% /1125 dan ISPA pada balita masih kurang dari target yaitu sebanyak 55,69%
/259, sedangkan untuk TB paru diwilayah PKM Mumbulsari masih kurang dari
target yaitu sebanyak 21,81% /149 untuk suspect TB paru, sedangkan untuk TB pru
BTA positif sebanyak 21,38% / 34. Dalam hal ini dikarenakan dari berbagai faktor
diantaranya, kurangnya pemahaman petugas tentang pneumonia, kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya tidak BAB di sungai, kurangnya
sosialisasi tentang pencegahan diare dan ISPA ke masyarakat, kesehatan lingkungan
masyarakat yang kurang sehat, PHBS masyarakat yang kurang, kesehatan
lingkungan rumah yang kurang dari standart dan penemuan masalah diare, ISPA,
dan TB paru yang lambat dari PKM.
Sedangkan untuk penderita kusta dari data yang ditemukan pada tahun 2014
sebanyak 10 penderita baru atau sebanyak 100%, dan untuk proporsi untuk kasus
kusta TK II mencapai 30%, namun untuk penderita kusta perlu adanya pengendalian
terhadap penyakit kusta tersebut, sehingga nantinya jumlah penderita kusta
berkurang. Dan untuk penderita DBD, dari data yang didapat belum memenuhi
target sebab dari hasil data yang didapatkan yaitu 33/21,21% kasus DBD.
14
Jenis Kegiatan Pencapaian Permasalahan Penyelesaian Masalah
Pemberantasan 82,36% 1. Tingkat kesadaran 1. Peningkatan PHBS
diare masyarakat tentang masyarakat melalui promosi
pentingnya tidak BAB kesehatan tentang tanda dan
di sungai gejala pada diare
2. PHBS masyarakat 2. Pembuatan sarana dan
yang rendah dan prasarana jamban umum
masih menggunakan untuk masyarakat
sungai sebagai tempat 3. Pemberian penyuluhan
MCK kepada setiap keluarga
3. Kurangnya tentang pentingnya PHBS
pengetahuan keluarga (Perilaku Hidup Bersih dan
tentang personal Sehat)
hygiene
1. Hindari balita dari paparan
asap rokok dan debu sebagai
1. Kebiasaan salah satu agen penyebab ISPA dengan
Pemberantasan 55,69% keluarga merokok menutupi hidung.
ISPA didalam rumah 2. Ciptakan suasana lingkungan
padahal ada anak rumah yang bersih
kecil 3. Meningkatkan pengetahuan
2. Banyaknya debu yang dan pemahaman petugas
beterbangan sebagai kesehatan tentang pneumonia
agen penyebab ISPA
3. Kurangnya 4. Memberikan penyuluhan
pemahaman petugas tentang pneumonia tentang
kesehatan tentang penyebab dan tanda maupun
pneumonia gejala.
5. Pentingnya pemberian
pendidikan kesehatan tentang
kasus ISPA (pneumonia)
4. Kasus pneumonia
hanya sedikit yang 1. Pentingnya pencegahan
15
tahu (apakah itu kasus sedini mungkin untuk
pneumonia atau penyakit kusta dengan cara
bukan) home care bagi penanggung
5. Ketidaktahuan jawab program
orangtua tentang 2. Pemeriksaan lebih awal bila
pneumonia telah muncul suatu tanda dan
gejala kusta
3. Pentingnya penanganan yang
1. Banyaknya penderita lebih awal oleh petugas
Pemberantasan 100% kusta yang sudah kesehatan untuk mencegah
kusta cacat TK II sekitar kecacatan pada penderita
30% kusta
2. Tidak tahu bila 4. Memberikan pendidikan
menderita penyakit kesehatan mengenai penyakit
kusta kusta untuk menambah
3. Penemuan penderita pemahaman masyarakat
kusta oleh petugas 5. Penyembuhan penyakit kusta
kesehatan yang membutuhkan control secara
terlambat dan saat rutin ke Puskesmas
ditemukan kondisi
penderita sudah cacat 1. Memberikan penjelasan pada
4. Kurangnya masyarakat bagi penanggung
pemahaman tentang jawab program tentang tanda
penyakit kusta dan gejala TB
5. Proses penyembuhan 2. Pentingnya pemeriksaan
kusta yang cukup lebih awal ke Puskesmas
lama sebelum melakukan
pemeriksaan ke berbagai
tempat (Rumah sakit).
3. Memberikan pendidikan
kesehatan mengenai
pentingnya pemberian
jendela dan ventilasi untuk
16
pencahayaan didalam rumah
Pemberantasan 21,81% 1. Banyak orang yang untuk mengurangi
TB 50% tidak bisa kelembaban di dalam rumah
Suspect TB membedakan antara
TB BTA batuk biasa dengan
positif batuk TB 4. Pentingnya pemberian
2. Sebelum melakukan pendidikan kesehatan tentang
pemeriksaan ke promosi kesehatan yaitu 3M
Puskesmas penderita (Menguras, Mengubur,
TB paru sudah Menutup)
memeriksakan diri ke 5. Perlu dilakukannya
berbagai tempat pemberantasan sarang
(Rumah sakit), nyamuk dengan melakukan
sehingga saat periksa PSN dan fogging
ke Puskesmas TB 6. Meningkatkan peran petugas
paru penderita kesehatan dalam melakukan
hasilnya negatif PSN
3. Kurangnya
pengetahuan tentang
kesehatan lingkungan
yang meliputi
ventilasi,
pencahayaan,
kelembaban
lingkungan
1. Kurangnya
DBD 21,21% pengetahuan
masyarakat tentang
pencegahan dan
penanganan DBD
2. Lingkungan rumah
yang tidak sehat dan
mudah untuk menjadi
17
tempat sarang
nyamuk
3. Penemuan kasus
penderita DBD yang
terlambat oleh
petugas kesehatan
18
BAB III
PROGRAM PUSKESMAS
19
Program Imunisasi dengan 4 Antigen (BCG, DPT-HB1, Polio 1 dan Campak/MR) di
UPTD Puskesmas Jati Makmur telah mencapai 100% dan dapat digambarkan pada
grafik dibawah ini.
Grafik
1600
1400
1200 1387
1000
1340 1428
800
1394 1428
600 1403
400 1671
1326
200
1371
0 1045 1404
Dalam perjalanannya di tahun 2018 Dinas kesehatan Kota Bekasi membuat kebijakan
baru bahwa suatu desa/kelurahan telah mencapai target UCI 100%, apabila>95% bayi
di desa/ kelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap dengan semua Antigen (HB-
0,BCG, DPT, HB 1-4, Polio 1-4, Campak/MR). berdasarkan kebijakan tersebut
pencapaian UCI di UPTD UPTD Puskesmas Jati Makmur sekitar 72%.
20
MR / Campak 1x
Immunisasi Td (Tetanus Toxoid) ibu hamil
Immunisasi Td (Calon Pengantin)
Immunisasi anak sekolah
DT (Difteri Tetanus)
Td (Tetanus Toxoid)
Campak/MR
2. Pemberantasan Penyakit Menular
Kegiatan Pemberantasan penyakit menular berupa pengendalian dan
pemutusan rantai penyakit menular berbahaya. Penyakit-penyakit yang menjadi
perhatian utama dalam program ini yaitu :
a) P2 Pemberantasan Penyakit TB Paru
Dengan masih banyaknya penderita TB Paru di wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Jati Makmur yang ditemukan dan diobati, berarti penyakit TB Paru
masih merupakan penyakit menular yang perlu mendapat perhatian khusus.
Sesuai standar WHO (World Health Organization), penegakan TB Paru pada
orang dewasa berdasarkan hasil pemeriksaan sputum yang dilakukan sebanyak 3
kali. Demikian pula untuk menyatakan kesembuhan harus berdasarkan
pemeriksaan sputum yang menyatakan hasil negative setelah mendapat
pengobatan dalam jangka waktu tertentu. Dalam setiap 100.000 penduduk
diperkirakan akan ditemukan 107 penderita TB Paru BTA (+) Pengobatan TB
Paru di UPTD Puskesmas Jati Makmur sesuai dengan acuan dari WHO yaitu
menggunakan paket pengobatan DOTS untuk dewasa dan anak. Kepatuhan
penderita dalam meminum obat sangat menentukan proses penyembuhan
penderita.
Pencapaian Program P2 TB Paru UPTD UPTD Puskesmas Jati Makmur
Tahun 2018 bisa dilihat pada lampiran Tabel 9.
b) P2 ISPA
Program P2 ISPA ditujukan untuk menemukan dan mengobati penemuan
kasus Pneumonia Pada balita, kasus Pneumonia masih merupakan penyebab
kematian utama sehingga harus mendapatkan perhatian terutama dalam penemuan
kasus dini.
Penemuan kasus Pneumoni pada balita saat ini dijaring dengan metoda
perhitungan frekuensi nafas dan adanya pernafasan cuping hidung. Dengan cara
21
ini, diharapkan kasus Pneumonia dapat terjaring oleh petugas sebelum jatuh pada
kondisi yang lebih berat. Penemuan kasus Pneumonia balita dapat dilihat pada
lampiran table 10.
c) P2 Diare
Penatalaksanaan diare ditujukan pada penanganan penderita diare melalui
pemberian cairan oralit dan Zink. Selain penanganan penderita, bila dijumpai
peningkatan kasus diare, petugas piskesmas akan melaksanakan surveilans untuk
mencegah meluasnya kasus yang terjadi. Di lingkungan sekitarnya. Adapun kasus
diare yang ditangani dapat dilihat pada lampiran.
d) P2 kusta
wilayah kelurahan Jati Makmur juga terdapat penderita kusta. Penderita kusta
mendapatkan paket pengobatan yang sudah distandarkan oleh Kementrian
Kesehatan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengobatan pendeita kusta
diantaranya kepatuhan penderita minum obat teratur, karena pengobatan
memerlukan waktu lama. Pengetahuan masyarakat tentang kusta masih rendah,
karena penyakit kusta tidak menimbulkan keluhan bagi penderitanya pada stadium
dini, dan pemukiman yang padat. Pencapaian program P2 Kusta UPTD
Puskesmas Jati Makmur tahun 2018.
e) P2 Filariasis
Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit infeksi parasit yan menyerang
pembuluh dara limfe dimana pemderita akan mengalami pembengkakan di bagian
tubuhnya seperti tungkai, lengan, atau skrotum.
Beberapa faktor resiko terjangkitnya filariasis disuatu wilayah adalah
banyaknya tempat perindukan vektor seperti semak, rawa dan kebon, mobilitas
dan kepadatan penduduk tinggi, upaya pemberantasan vektor masih rendah dan
belum memasyarakatannya PSN.
Pemerintah Kota Bekasi telah melaksanakan upaya eliminasi Penyakit Kaki
Gajah melalui pengobatan massal filariasis yang dimulai tahun 2007 yang
dilaksanakan selama 5 tahun berurut-urut dan di UPTD Puskesmas Jati Makmur
telah berahir pada tahun 2011, adapun kasus filariasis sampai dengan tahun 2018
tidak ditemukan.
22
f) P2 Demam Berdarah Dengue
angka kejadian Kasus Demam Dengue setiap tahun mempunyai
kecenderungan terus meningkat terutama seiring datangnya musim hujan. Hal ini
dikarenakan jentik nyamuk Aides Aeipti sangat senang hidup dan berkembang
biak pda genangan air hujan yang terkadang sering didapati dirumah-rumah
penduduk yang kurang terjaga lingkungannya. Sebab itu gerakan Pemberntasan
Sarang Nyamuk (PSN) dan memasyarakatkan budaya 3M, (Mengubur, Menutup,
Menguras) sangat efektif mencegah penyebaran oenykait Demam Berdarah Degue
dibandingkan dengan masyarakat hanya mengandalkan cara pengasapan
(Fogging) yang hanya membunuh nyamuk dewasa.
Kasus DBD di Kelurahan Jati Makmur untuk tahun 2018 mengalami
penurunan yaitu laki-laki 7 orang dan perempuan 5 orang, bila dibandingkan
dengan tahun 2017 sebanyak 26 kasus yaitu laki-laki 13 kasus dan perempuan 13
kasus dan ditahun 2016 berjumlah 8 kasus. Untuk presentasi rumah sehat.
Sedangkan tempat-tempat umum dikelurahan Jati Makmur yang memenuhi syarat
kesehatan.
g) P2 Difteria
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, ada kalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang
konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik
yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-
abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit,
sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar
limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan sedang ditandai
dengan pembengkakan dan edema dileher dengan pembentukan membran pada
trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Difteri hidung
biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak.
Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung
kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk
lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi
penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.Semua
kelompok usia dapat tertula penyakit difteri terutama anak-anak yang belum
mendapatkan imunisasi lengkap.
23
Imunisasi dalah upaya aktif untuk menimbulkan anti bodi atau kekebelan spesifik atau
khusus yang aktif mencegah penularan penyakit tertentu dengan cara memberikan
vaksin
1. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain :
A) Hepatitis
B) Polio
C) Difteri pertusis (batuk rejan)
D) Tetanus
E) Campak dan pneunomia (radang paru) serta meningitis (radang selaput otak)
yang disebabkan oleh haemophylus influenzae tipe b.
2. Imunisasi Lengkap
Imunisasi lanjutan
24
3. Manfaat imunisasi
a. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah infeksi hati serius, yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B diberikan dalam
waktu 12 jam setelah bayi lahir, dengan didahului suntik vitamin K,
minimal 30 menit sebelumnya. Lalu, vaksin kembali diberikan pada usia 2,
3, dan 4 bulan. Vaksin hepatitis B dapat menimbulkan efek samping,
seperti demam serta lemas. Pada kasus yang jarang terjadi, efek samping
bisa berupa gatal-gatal, kulit kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.
b. Polio
c. BCG
Vaksin BCG hanya diberikan satu kali, yaitu saat bayi baru dilahirkan,
hingga usia 2 bulan. Bila sampai usia 3 bulan atau lebih vaksin belum
diberikan, dokter akan melakukan uji tuberculin atau tes Mantoux terlebih
dahulu, untuk melihat apakah bayi telah terinfeksi TB atau belum.
25
Vaksin BCG akan menimbulkan bisul pada bekas suntikan dan muncul
pada 2- 6 minggu setelah suntik BCG. Bisul bernanah tersebut akan pecah,
dan meninggalkan jaringan parut. Sedangkan efek samping lain,
seperti anafilaksis, sangat jarang terjadi.
d. DPT
e. Hib
26
f. Campak
Campak adalah infeksi virus pada anak yang ditandai dengan beberapa
gejala, seperti demam, pilek, batuk kering, ruam, serta radang pada mata.
Imunisasi campak diberikan saat anak berusia 9 bulan. Sebagai penguatan,
vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan. Tetapi bila anak sudah
mendapatkan vaksin MMR, pemberian vaksin campak kedua tidak perlu
diberikan.
g. MMR
h. PCV
27
Efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi PCV, antara lain
adalah pembengkakan dan kemerahan pada bagian yang disuntik, yang
disertai demam ringan.
i. Rotavirus
j. Influenza
k. Tifus
l. Hepatitis A
28
Vaksin hepatitis A dapat menimbulkan efek samping seperti demam
dan lemas. Efek samping lain yang tergolong jarang meliputi gatal-gatal,
batuk, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
m. Varisela
n. HPV
29
30
BAB IV
PANUTUP
KESIMPULAN
1. Faktor sdm :
a. Jumlah sdm di 3 puskesmas sudah memenuhi standar minimal menurut peraturan
nomor 75 tahun 2014 tentang puskesmas, begitu pula dengan jumlah tenaga di bidang
surveilans yaitu 1 orang, tetapi untuk jumlah tenaga di bidang imunisasi masih kurang
menurut aturan tentang penyelenggaraan imunisasi di pmk nomor 12 tahun 2017 yang
seharusnya ada 2 orang.
b. Pendidikan minimal di tiap puskesmas pada umumnya sudah diii. Pendidikan pada
tenaga surveilans di 2 puskesmas belum memenuhi aturan. Sebagian tenaga sudah
memiliki riwayat pelatihan, kemudian masa kerja dari tenaga pada umumnya sudah
lebih dari 5 tahun. Untuk memegang bidang surveilans dan imunisasi terdapat tenaga
yang baru 1-2 tahun memegang program tersebut.
c. Pada umumnya tenaga di puskesmas memiliki tugas ganda/beban ganda.
31
2. Faktor vaksin :
a. Pendistribusian vaksin dilakukan dengan membuat perencanaan ke dinas kesehatan
kota untuk permintaan vaksin.
b. Vaksin di kelola dengan mengecek suhu 2 kali sehari dan dibuatkan grafik suhunya.
c. Sarana dan prasarana vaksin sudah lengkap di tiap puskesmas dan dinas kesehatan
kota padang, namun terdapat satu petugas puskesmas yang mengalami kehilangan
buku pedoman pengelolaan vaksin dan setiap puskesmas hanya memiliki termometer
di dinding luar kulkas yang seharusnya terdapat juga di dalam kulkas diantara vaksin.
d. Vaksin dapat turun kualitasnya karena vaksin yang sudah terbuka saat pelayanan
dalam gedung masih disimpan sekitar 3 minggu di dalam kulkas.
e. Vaksin langsung habis setiap bulan karena permintaan yang sesuai sasaran, walaupun
terdapat sisa vaksin tetapi tidak banyak. Sisa vaksin masih disimpan jika pelayanan
dalam gedung.
2. Faktor ibu
a. Pada umumnya ibu sudah memiliki pengetahuan umum tentang difteri dan imunisasi
dan mengetahuinya melalui tv atau dari orang sekitar, tetapi ibu tidak mengetahui
penyebab pasti dari penyakit difteri tersebut. Ibu hanya mengetahui penyebab sebelum
anak demam itu karena jajan sembarangan dan riwayat amandel.
b. Terdapat ibu dari anak kasus yang menilai prosedur petugas kesehatan tidak betul,
karena menurut ibu, petugas melanggar hak pasien yang menyebarkan foto anak
untuk penyuluhan kedepan teman-teman dan wali murid tanpa memburamkan wajah
difoto.
c. Awal dicurigai difteri terjadi ketika anak memiliki gejala demam tinggi dan terdapat
putih-putih di tenggorokannya dan dirujuk langsung k m djamil. Terdapat 2 responden
yang memiliki gejalan amandel yang memang sudah ada sebelumnya.
32
d. Terdapat 4 responden yang tidak mengetahui pencegahan difteri sebelumnya.
e. Tidak ada ibu kasus yang bertanya kepada petugas tentang pencegahan difteri
tersebut.
SARAN
1) Bagi dinas kesehatan
a. Disarankan agar menambah lagi pelatihan-pelatihan untuk petugas puskesmas.
b. Disarankan pelaksanaan monitoring dan evaluasi langsung kepada petugas
puskesmas dalam pelaksanaan surveilans difteri.
2) Bagi puskesmas
1. Disarankan kepada petugas untuk mengadakan penyuluhan mengenai difteri
terutama kepada ibu-ibu dari anak suspect difteri dan masyarakat disekitar
lingkungan tersebut.
2. Disarankan agar pemegang surveilans, dipegang oleh tenaga yang memiliki jabatan
fungsional epidemiolog.
3. Disarankan agar petugas imunisasi lebih menjaga dan mempertahankan kualitas
vaksin.
4. Disarankan agar petugas puskesmas lebih mamfasilitasi ibu kasus difteri dalam
mencari informasi mengenai difteri dan membuat ibu kasus nyaman dan terbuka
kepada petugas kesehatan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34