Anda di halaman 1dari 37

PROGRAM PUSKESMAS

“ Hasil Pengamatan P2m Susp Difteri Dipuskesmas Jati Makmur ”

Dosen :

Ns. Agus Sumarno S.kep.M.Pd.

Disusun Oleh :

Rini alviani 17201700


Aulia safitri 17201700
Yeni maryani 17201700
Putri indah sari 17201700
Siska 17201700
Cicih febriyani 17201700
Diah retno 17201700
Ayu gustina lestari 17201700

PRODI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hasil Pengamatan P2M Susp Difteri Di puskesmas Jati Makmur”

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan di
Akper As-Syafi’iyah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak NS. Agus
Sumarno.Kep.M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan komunitas.

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Desember 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................

1. Latar Belakang .....................................................................................................1


2. Rumusan Masalah ................................................................................................2
3. Tujuan ..................................................................................................................2

BAB II ISI ..............................................................................................................................

1. Pengertian ............................................................................................................3
2. Upaya Pencegahan Penyakit ................................................................................3
3. Upaya Pemberantasan Penyakit ...........................................................................5
4. Kegiatan Pelaporan Dan Dokumentasi Program Pencegahan Penyakit Menular
2014......................................................................................................................9
5. Analisa Data .........................................................................................................13
6. Pembahasan..........................................................................................................14

BAB III PROGRAM PUSKESMAS .....................................................................................

1. Pencegahan Penyakit Menular ...........................................................................19


2. Pemberantasan Penyakit Menular ......................................................................19
3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi .............................................21
4. Imunisasi Lengkap .............................................................................................24
5. Manfaat Imunisasi ..............................................................................................25

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan .........................................................................................................31
2. Saran ...................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Menurut Mac Mahon dalam Buchari Lapau (2009), epidemiologi didefinisikan
sebagai suatu ilmu yang mempelajari kejadian dan distribusi penyakit beserta
“determinant”nya atau faktor faktor yang berhubungan atau mempengaruhi distribusi itu.
Kejadian penyakit mencakup riwayat alamiah penyakit dan distribusi penyakit dilihat
berdasarkan faktor tempat , orang, dan waktu. Epidemiologi yang mempelajari kejadian
dan distribusi penyakit disebut epidemiologi deskriptif,sedangkan epidemiologi yang
mempelajari “determinant” itu disebut epidemiologi analitis (Buchari Lapau,2009).
Salah satu penyebab meluasnya jangkauan epidemiologi ialah masalah penyakit yang
kompleks di negara berkembang. Hal tersebut ialah peningkatan kasus penyakit tidak
menular dan belum teratasinya masalah penyakit menular. Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang mengahadapi 2 masalah kesehatan di atas. Oleh sebab itu masih
diperlukan epidemiolog untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan
kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu
Upaya kesehatan yang dilaksanakan puskesmas ialah promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Upaya-upaya tersebut berupa upaya kesehatan wajib dan kesehatan
pengembangan. Salah satu upaya yang wajib dilaksanakan puskesmas ialah program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), penelusuran KLB, dan
Surveilans penyakit. Kedua program ini sangat erat kaitannya dalam membangun
kesehatan masyarakat berbasis wilayah kerja yang merupakan tugas dan fungsi pokok
puskesmas.
Program ini sangat penting di Indonesia mengingat masih tingginya angka kejadian
penyakit menular yang seharusnya dapat dicegah. 3 Berdasarkan pemaparan di atas
penulis ingin mengetahui tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh progam P2M, dan
program Surveilans penyakit di Puskesmas Jati Makmur khususnya P2M imunisasi
(Suspek Difteri). Kegiatan pembelajaran ini dapat memberikan kesempatan pada penulis

1
untuk untuk mengetahui gambaran pemberantasan penyakit menular (P2M) dan
Surveilans di Puskesmas Jatimakmur khususnya P2M imunisasi (Susp Difteri)

1.2. Rumusan masalah


1. Apa itu P2M ?
2. Apa saja program P2M di puskesmas Jati Makmur?
3. Apa saja program surveilans penyakit di puskesmas Jati Makmur ?

1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengetahui tentang P2M
2. Dapat mengetahui mengetahui tentang kegiatan program P2M di puskesmas Jati
Makmur
3. Dapat mengetahui mengetahui progra surveilans penyakit di puskesmas Jati Makmur

2
BAB II
ISI

A. Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)


1. Pengertian
P2M yaitu salah satu program untuk mengurangi atau memberantas penyakit
menular harus diadakan pada tingkat nasional dan mengikutsertakan tidak saja
semua petugas puskesmas tetapi juga seluruh anggota masyarakat.
Tujuan :
1. Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin.
2. Mengurangi berbagai faktor risiko lingkungan masyarakat yang memudahkan
terjadinya penyebaran penyakit menular di suatu tempat.
3. Memberikan proteksi khusus kepada kelompok masyarakat tertentu agar
terhindar dari penularan penyakit.
Sasaran :
1. Ibu hamil, balita, dan anak-anak sekolah (untuk kegiatan imunisasi)
2. Lingkungan pemukiman masyarakat
3. Kelompok-kelompok tertentu masyarakat yang berisiko tinggi

2. Upaya Pencegahan Penyakit


a. Deskripsi
Surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit
atau masalah kesehatan pada suatu wilayah, yang kegiatannya meliputi:
pengumpulan, penyajian, analisis data kesakitan dan kematian penyakit menular
dan tidak menular. Oleh sebab itu, adanya penyebab terjadinya wabah dan
bencana yang menjadi masalah kesehatan saat ini terutama di Indonesia,
diperlukan kegiatan surveilans epidemiologi.
Wabah merupakan peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas
secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat
menimbulkan bencana. Sedangkan kejadian luar biasa (KLB) adalah salah satu
status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa
merebaknya suatu wabah penyakit, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika
terdapat:

3
1) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
2) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
3) Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.

b. Kegiatan Upaya Pencegahan Penyakit


Tabel 2.1
Kegiatan Upaya Pencegahan Penyakit Dalam Dan Diluar Gedung Puskesmas

Kriteria Kegiatan Didalam Gedung Kegiatan Diluar Gedung


Kompetensi Pelatihan pengelola rantai
tenaga vaksin
Upaya 1. Pengamatan perkembangan 1. Penyelidikan epidemiologi
pencegahan penyakit (data kesakitan dan bila terjadi KLB
penyakit menular kematian), baik menular 2. Melakukan pelacakan dan
dan tidak menular maupun penyakit tidak menentukan daerah focus
menular menurut penyakit potensi KLB
karakteristik epidemiologi (Kusta, Diare, DBD, TB
(waktu, tempat, dan orang) paru, Pneumonia, Campak,
dalam rangka kewaspadaan Polio, Difteri, Pertusis,
dini serta respon KLB. Rabies, Malaria, Meningitis,
2. Membuat pemetaan, daerah HIV/AIDS, Kolera, Penyakit
rawan bencana, rawan PD31 Antraks, Hepatitis, Demam
dengan indikator cakupan Kuning Cikungunya,
imunisasi (kurang dari target Leptospirosis, Pes, Filariasis,
yang ditentukan). Dengan Batuk rejan, Influenza,
disertai dengan faktor Tetanus) dengan membuat
penyebabnya. pemetaan
3. Melakukan screening TT 3. Melakukan pencarian kasus
WUS atau memberikan penderita secara aktif

4
imunisasi (pelacakan kasus, kunjungan
4. Pelayanan konseling rumah, pelacakan kontak)
5. Membuat pencatatan dan 4. Melakukan pemantauan bila
pelaporan kegiatan terdapat KLB dan keracunan
6. Membuat pemetaan daerah makanan
rawan bencana dan alur 5. Pelayanan imunisasi di
evakuasi Posyandu, Poskesdes, dan
Pustu
6. Penyuluhan kepada
masyarakat melalui kegiatan
yang ada di desa/kelurahan
setempat
7. Melaksanakan surveilans
faktor risiko PTM melalui
Posbindu (Pos Pembinaan
Terpadu) atau UKBM yang
ada di masyarakat
8. Melakukan koordinasi lintas
sector dan tokoh masyarakat
dalam rangka pencegahan
dan pengendalian penyakit
menular dan tidak menular
9. Membuat Rapid Helth
Assesment

3. Upaya Pemberantasan Penyakit


a. Deskripsi
Penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah adalah Kusta, Diare, DBD,
TB paru, Pneumonia, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria,
Meningitis, HIV/AIDS, Kolera, Penyakit Antraks, Hepatitis, Demam Kuning
Cikungunya, Leptospirosis, Pes, Filariasis, Batuk rejan, Influenza, Tetanus.
Dalam hal ini, salah satu masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia terutama
di daerah Jawa masih merupakan kejadian yang sering terjadi dan masih
diperlukannya upaya penemuan kasus lebih awal, agar nantinya lebih mudah
5
melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara cepat dan tepat untuk
menghindari terjadinya penularan penyakit.
Beberapa penyakit menular tersebbut diantaranya:
1. Penyakit Kusta
Menurut Depkes RI (2006) kusta merupakan penyakit menular menahun
yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, untuk tahun 2013 tercata 394 orang
yang terserang penyakit menular tersebut, dan pada tahun 2012 lalu tercatat
sebanyak 514 penderita. Dinkes juga telah memberikan pelayanan kesehatan
diantaranya dengan program obat selama setahun yang harus dijalani
penderita , namun terdapat kendala yaitu penderita kerap kali putus asa,
sehingga Drop Out.

2. Tuberculosis (TB)
Tb merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru
walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain yang ditularkan
orang ke orang. Pada tahun 1992 WHO telah menetapkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002, pada tahun 2013
TB paru menyebabkan angka kematian tertinggi pada pria tercatat sebanyak
71.151 angka kematian pada pria, sedangkan pada wanita sebanyak 37.571,
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk
di dunia untuk jumlah penderita TB.

3. Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi satu atau kedua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Di tahun 2013, penyebab
kematian tertinggi pada anak-anak ialah pneumonia yang merenggut nyawa
28.186 anak-anak di bawah usia lima tahun.

6
4. Diare
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas
yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden
naik. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus
8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94 %). Tahun 2009 terjadi KLB di
24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5756 orang dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74 %), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 Kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan dasar daritahun ke tahun diketahui bahwa diare masih
menjadi penyebab utam kematian balita di Indonesia. Penyebab utam
kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan angka kematian yang
disebabkan oleh diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.

5. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
endemic di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung
sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini
disebabkan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air
yang merupakan sarana perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes
aegypti pembawa virus dengue. Oleh karena itu, strategi utama untuk
mengantisipasi dan mencegah penyebaran penyakit ini sekaligus mengurangi
kejadian dan kematian akibat penyakit DBD adalah melakukan upaya
preventif dengan pemutusan mata rantai penularan melalui gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Plus tanpa mengabaikan peningkatan
kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB serta penatalaksanaan penderita.
Dalam hal ini, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Prevelensi penyakit tidak menular yang juga mengalami
peningkatan, yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit kanker,
penyakit diabetes mellitus penyakit degeneratif serta gangguan akibat
kecelakaan dan cedera. Kecenderungan ini dipacu oleh berubahnya gaya

7
hidup masyarakat modernisasi, urbanisasi penduduk antar kawasan atau
negar yang tidak mengenal batas, sehingga globalisasi hamper di semua
aspek kehidupan baik social budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.

b. Kegiatan Upaya Pemberantasan Penyakit


Tabel 3.1
Kegiatan Upaya Pemberantasan Penyakit Didalam Dan Diluar Gedung
Puskesmas
Kriteria Kegiatan Didalam Gedung Kegiatan Diluar Gedung
Kompetensi 1. Pelatihan pengelola
tenaga program TB
2. Pelatihan petugas
program Kusta
3. Pelatiahan tatalaksana
Malaria untuk dokter
4. Pelatihan entomologi
vector Malaria
5. Pelatihan fogging kuntuk
petugas Puskesmas
(IVD)
6. Pelatihan entomologi
vector IVD
Upaya 1. Melakukan pemeriksaan 1. Melakukan pencarian
pencegahan dan tatalaksana penderita kasus penderita secara
dan Pneumonia balita, Diare, aktif (pelacakan kasus,
pemberantasan TB, KUsta, dan IVD. kunjungan rumah,
penyakit Melakukan penjaringan pelacakan kontak, dsb)
menular dan suspek TB, IVD, dan 2. Melakukan bila ada KLB
tidak menular Kusta dan keracunan makanan
2. Melakukan rujukan 3. Melakukan pelacakan
diagnosis pada TB dan kasus mangkir (TB dan
rujukan kasus Kusta)

8
Pneumonia balita, Diare 4. Pemeriksaan jentik
TB, Kusta, dan IVD berkala (IVD) di rumah-
yang tidak bisa ditangani rumah atau tempat-
di Puskesmas tempat umum
3. Pengambilan obat dan 5. Penyuluhan kepada
pengawasan menelan masyarakat melalui
obat (TB dan Kusta) kegiatan yang ada di
4. Pelayanan konseling desa/kelurahan setempat
5. Membuat pencatatan dan 6. Melakukan koordinasi
pelaporan kegiatan lintas sektor dan tokoh
masyarakat dalam rangka
pencegahan pengndalian
penyakit menular dan
tidak menular
7. Melakukan fogging

4. Kegiatan Pelaporan Dan Dokumentasi Program Pencegahan Penyakit


Menular Tahun 2014
Tabel 4.1
Kegiatan Pelaporan Dan Dokumentasi Program P2M Tahun 2014
a. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program Diare Tahun 2014
NO JENIS SATUAN TARGET PENCAPAIAN (H) CAKUPAN
KEGIATAN SASARAN SUB VARIA
VARIA BEL
BEL
(T) L P JUML (SV) (V)
AH
1. Penemuan 10% x 214/
penderita x Jml Pddk
Diare yang Kasus Pkm = 1366 562 563 1125 82,36% X
diobati di orang/tahun
Puskesmas
dan Kader

9
2. Cakupan
pelayanan % 100% 562 563 1125 100% X
Diare
3. Angka
penggunaan % 100% 100 100% X
oralit
4. Angka
penggunaan % 1% 221 19,6% X
RL
5. Proporsi
penderita
diare balita Kasus 100% 356 273 629 100% X
yang diberi
tablet Zink
6. Case Fatality
Rate KLB % < 1% 0 0 0 0% X
Diare

b. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program Ispa Tahun 2014

NO JENIS SATUAN TARGET PENCAPAIAN (H) CAKUPAN


KEGIATAN SASARAN SUB VARIABEL
VARIABEL
(T) L P JUMLAH (SV) (V)
Cakupan Kasus 10% x Jml
penemuan Pddk balita
penderita x 90% = 134 125 259 55,69% X
Pnemonia 465
balita

10
c. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program penyakit Kusta Tahun 2014

NO JENIS SATUAN TARGET PENCAPAIAN CAKUPAN


KEGIATAN SASARAN (H) SUB VARIABEL
VARIABEL
(T) L P JUMLAH (SV) (V)
1. Penemuan
Penderita
Kusta Baru Orang > 5% 8 2 10 100% X
(Case
Detection
Rate)
2. Proporsi
kasus kusta % <5% 0 0 0 0% X
anak
3. Proporsi
kasus kusta % <5% 3 0 3 30% X
Tk II
4. Proporsi
kasus baru % <30% 8 2 10 100%
MB X
5. RFT Rate
penderita PB % 95% 0 0 0 0% X
6. RFT Rate
penderita % 90% 5 1 6 60% X
MB

11
d. Kegiatan pelaporan dan dokumentasi program penyakit TB paru Tahun 2014

NO JENIS SATUAN TARGET PENCAPAIAN CAKUPAN


KEGIATAN SASARAN (H) SUB VARIABEL
VARIABEL
(T) L P JUMLAH (SV) (V)
1. Penemuan 10,7/1000
suspect Orang x Jumlah
penderita TB Penduduk 64 85 149 21,81% X
= 683
orang
2. Proporsi
Pasien TB
Paru BTA % 34/683 x 4 30 34 50% X
Positif 10%
diantara
suspek TB
3. Angka
keberhasilan % 100% 4 18 22 64,71% X
pengobatan
pasien baru
BTA positif

e. Capaian pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD Tahun 2014

NO JENIS SATUAN TARGET PENCAPAIAN CAKUPAN


KEGIATAN SASARAN (H) SUB VARIABEL
VARIABEL
(T) L P JUMLAH (SV) (V)
1. Insidens 52/100.000
kasus DBD penduduk
Kasus PKM= 33 6 1 7 21,21% X
orang/th

12
2. Prosentase Orang 100% 6 1 7 100% X
Penderita
DBD
ditangani
3. Case Fatality
Rate Kasus
(CFR) % <1% 0 0% X
penyakit
DBD
4. Angka Bebas
Jentik ( ABJ % >95% 96,75 100% X
)
5. Jumlah
wilayah KLB Desa 0 0 0% X
DBD
6. Cakupan 100%
Penyelidikan penderita
Epidemiologi % DBD di PE 6 60% X
(PE)

5. Analisa Data
Pada program pencegahan penyakit menular (P2M) terdiri dari, Diare, ISPA,
Kusta, TB paru, DBD, Imunisasi, dan Survailans. Program P2M terdiri dari
program pencegahan penyakit menular dan emberantasan penyakit menular yang
dilakukan oleh petugas puskesmas dengan melibatkan kader posyandu, masyarakat,
dan bekerjasama dengan lintas sektor. Berdasarkan hasil dari analisa data diare pada
tabel diatas bahwa target yang telah dicapai selama tahun 2014 adalah 1125 atau
sebesar 82,36. Sedangkan untuk ISPA balita , berdasarkan tabel diatas bahwa target
yang telah dicapai selama tahun 2014 adalah 259 atau sebesar 55,69.
Hasil dari data penderita kusta yaitu penemuan penderita kusta baru (CDR) selama
tahun 2014 adalah 10 penderita. Sedangkan pada kasus anak dengan penderita kusta
tidak ada. Untuk penderita TB pau dengan penemuan suspect penderita TB adalah

13
149 atau sebesar 21,81%. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspect TB
sebanyak 34 penderita atau sebanyak 50%.
Analisa pada tabel penyakit DBD menyatakan bahwa insiden kasus DBD selama
tahun 2014 sebanyak 7 kasus atau sebesar 21,21%. Prosentase penderita DBD yang
ditangani Case fatality rate (CDR) menunjukkan bahwa pengobatanpada pasien
DBD sudah baik sebab angka CDR 0%. Dan angka bebas jentik (ABJ) 96,75 yang
berarti angka ABJ sudah memenuhi standar yaitu 95%.

6. Pembahasan
Pencapaian target untuk penderita diare sudah lebih dari 80% yaitu sebanyak
82,36% /1125 dan ISPA pada balita masih kurang dari target yaitu sebanyak 55,69%
/259, sedangkan untuk TB paru diwilayah PKM Mumbulsari masih kurang dari
target yaitu sebanyak 21,81% /149 untuk suspect TB paru, sedangkan untuk TB pru
BTA positif sebanyak 21,38% / 34. Dalam hal ini dikarenakan dari berbagai faktor
diantaranya, kurangnya pemahaman petugas tentang pneumonia, kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya tidak BAB di sungai, kurangnya
sosialisasi tentang pencegahan diare dan ISPA ke masyarakat, kesehatan lingkungan
masyarakat yang kurang sehat, PHBS masyarakat yang kurang, kesehatan
lingkungan rumah yang kurang dari standart dan penemuan masalah diare, ISPA,
dan TB paru yang lambat dari PKM.
Sedangkan untuk penderita kusta dari data yang ditemukan pada tahun 2014
sebanyak 10 penderita baru atau sebanyak 100%, dan untuk proporsi untuk kasus
kusta TK II mencapai 30%, namun untuk penderita kusta perlu adanya pengendalian
terhadap penyakit kusta tersebut, sehingga nantinya jumlah penderita kusta
berkurang. Dan untuk penderita DBD, dari data yang didapat belum memenuhi
target sebab dari hasil data yang didapatkan yaitu 33/21,21% kasus DBD.

14
Jenis Kegiatan Pencapaian Permasalahan Penyelesaian Masalah
Pemberantasan 82,36% 1. Tingkat kesadaran 1. Peningkatan PHBS
diare masyarakat tentang masyarakat melalui promosi
pentingnya tidak BAB kesehatan tentang tanda dan
di sungai gejala pada diare
2. PHBS masyarakat 2. Pembuatan sarana dan
yang rendah dan prasarana jamban umum
masih menggunakan untuk masyarakat
sungai sebagai tempat 3. Pemberian penyuluhan
MCK kepada setiap keluarga
3. Kurangnya tentang pentingnya PHBS
pengetahuan keluarga (Perilaku Hidup Bersih dan
tentang personal Sehat)
hygiene
1. Hindari balita dari paparan
asap rokok dan debu sebagai
1. Kebiasaan salah satu agen penyebab ISPA dengan
Pemberantasan 55,69% keluarga merokok menutupi hidung.
ISPA didalam rumah 2. Ciptakan suasana lingkungan
padahal ada anak rumah yang bersih
kecil 3. Meningkatkan pengetahuan
2. Banyaknya debu yang dan pemahaman petugas
beterbangan sebagai kesehatan tentang pneumonia
agen penyebab ISPA
3. Kurangnya 4. Memberikan penyuluhan
pemahaman petugas tentang pneumonia tentang
kesehatan tentang penyebab dan tanda maupun
pneumonia gejala.
5. Pentingnya pemberian
pendidikan kesehatan tentang
kasus ISPA (pneumonia)
4. Kasus pneumonia
hanya sedikit yang 1. Pentingnya pencegahan

15
tahu (apakah itu kasus sedini mungkin untuk
pneumonia atau penyakit kusta dengan cara
bukan) home care bagi penanggung
5. Ketidaktahuan jawab program
orangtua tentang 2. Pemeriksaan lebih awal bila
pneumonia telah muncul suatu tanda dan
gejala kusta
3. Pentingnya penanganan yang
1. Banyaknya penderita lebih awal oleh petugas
Pemberantasan 100% kusta yang sudah kesehatan untuk mencegah
kusta cacat TK II sekitar kecacatan pada penderita
30% kusta
2. Tidak tahu bila 4. Memberikan pendidikan
menderita penyakit kesehatan mengenai penyakit
kusta kusta untuk menambah
3. Penemuan penderita pemahaman masyarakat
kusta oleh petugas 5. Penyembuhan penyakit kusta
kesehatan yang membutuhkan control secara
terlambat dan saat rutin ke Puskesmas
ditemukan kondisi
penderita sudah cacat 1. Memberikan penjelasan pada
4. Kurangnya masyarakat bagi penanggung
pemahaman tentang jawab program tentang tanda
penyakit kusta dan gejala TB
5. Proses penyembuhan 2. Pentingnya pemeriksaan
kusta yang cukup lebih awal ke Puskesmas
lama sebelum melakukan
pemeriksaan ke berbagai
tempat (Rumah sakit).
3. Memberikan pendidikan
kesehatan mengenai
pentingnya pemberian
jendela dan ventilasi untuk

16
pencahayaan didalam rumah
Pemberantasan 21,81% 1. Banyak orang yang untuk mengurangi
TB 50% tidak bisa kelembaban di dalam rumah
Suspect TB membedakan antara
TB BTA batuk biasa dengan
positif batuk TB 4. Pentingnya pemberian
2. Sebelum melakukan pendidikan kesehatan tentang
pemeriksaan ke promosi kesehatan yaitu 3M
Puskesmas penderita (Menguras, Mengubur,
TB paru sudah Menutup)
memeriksakan diri ke 5. Perlu dilakukannya
berbagai tempat pemberantasan sarang
(Rumah sakit), nyamuk dengan melakukan
sehingga saat periksa PSN dan fogging
ke Puskesmas TB 6. Meningkatkan peran petugas
paru penderita kesehatan dalam melakukan
hasilnya negatif PSN
3. Kurangnya
pengetahuan tentang
kesehatan lingkungan
yang meliputi
ventilasi,
pencahayaan,
kelembaban
lingkungan
1. Kurangnya
DBD 21,21% pengetahuan
masyarakat tentang
pencegahan dan
penanganan DBD
2. Lingkungan rumah
yang tidak sehat dan
mudah untuk menjadi

17
tempat sarang
nyamuk
3. Penemuan kasus
penderita DBD yang
terlambat oleh
petugas kesehatan

18
BAB III

PROGRAM PUSKESMAS

A. UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR


Ditujukan untuk menurunkan insidensi dan memutuskan rantai penyakit-penyakit
yang dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, cairan tubuh, atau melalui vector perantara. Indonesia
sebagai Negara berkembang yang sebagian besar penduduk masih dalam tingkat
kehidupan sosio ekonomi dan pendidikan yang kurang, kasus penyakit infeksi masih
menjadi penyakit utama yang ada dimasyarakat.
a. Tujuan
 mengingkatkan cakupan UCI diseluruh RW.
 Menurunkan insidensi penyakit-penyakit menular.
 Memutuskan rantai penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor
perantara
 Mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) atau wabah penyakit
menular.
b. Kebijakan
 Meningkatkan kemampuan dan kinerja petugas.
 Meningkatkan kerjasama lintas sektoral.
 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kewaspadaan terhadap KLB
dan penyakit berbasis lingkungan.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan.

1. Pencegahan Penyakit Menular


Pencegahan penyakit menular dilaksanakan dalam bentuk pemberian
imunisasi. Menjadi salah satu kegiatan yang menjadi salah satu kegiatan yang menjadi
skala prioritas utama dari pemerintah. Indikator lain yang diukur untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan imunisasi salah satunya adalah Universal Child
Immunization atau disingkat UCI. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu
wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat
kekebalan masyarakat atau bayi(herd immunity) terhadap penularan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD31). Pada tahun 2018 capaian UCI untuk untuk

19
Program Imunisasi dengan 4 Antigen (BCG, DPT-HB1, Polio 1 dan Campak/MR) di
UPTD Puskesmas Jati Makmur telah mencapai 100% dan dapat digambarkan pada
grafik dibawah ini.

Grafik

Capaian Imunisasi di UPTD Puskesmas Jati Makmur Tahun 2018

1600
1400
1200 1387
1000
1340 1428
800
1394 1428
600 1403
400 1671
1326
200
1371
0 1045 1404

Dalam perjalanannya di tahun 2018 Dinas kesehatan Kota Bekasi membuat kebijakan
baru bahwa suatu desa/kelurahan telah mencapai target UCI 100%, apabila>95% bayi
di desa/ kelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap dengan semua Antigen (HB-
0,BCG, DPT, HB 1-4, Polio 1-4, Campak/MR). berdasarkan kebijakan tersebut
pencapaian UCI di UPTD UPTD Puskesmas Jati Makmur sekitar 72%.

Adapun Kegiatan Imunisasi yang dilaksanakan di UPTD Puskesmas Jati Makmur


Immunisasi dasar pada bayi :
 HB – 0 1x
 BCG 1x
 DPT-HIB 3x
 Polio 4x
 IVP 1x
 Campak/MR 1x
Booster / ulangan usia 18 bulan – 24 bulan
 DPT – HIB 1x

20
 MR / Campak 1x
Immunisasi Td (Tetanus Toxoid) ibu hamil
Immunisasi Td (Calon Pengantin)
Immunisasi anak sekolah
 DT (Difteri Tetanus)
 Td (Tetanus Toxoid)
 Campak/MR
2. Pemberantasan Penyakit Menular
Kegiatan Pemberantasan penyakit menular berupa pengendalian dan
pemutusan rantai penyakit menular berbahaya. Penyakit-penyakit yang menjadi
perhatian utama dalam program ini yaitu :
a) P2 Pemberantasan Penyakit TB Paru
Dengan masih banyaknya penderita TB Paru di wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Jati Makmur yang ditemukan dan diobati, berarti penyakit TB Paru
masih merupakan penyakit menular yang perlu mendapat perhatian khusus.
Sesuai standar WHO (World Health Organization), penegakan TB Paru pada
orang dewasa berdasarkan hasil pemeriksaan sputum yang dilakukan sebanyak 3
kali. Demikian pula untuk menyatakan kesembuhan harus berdasarkan
pemeriksaan sputum yang menyatakan hasil negative setelah mendapat
pengobatan dalam jangka waktu tertentu. Dalam setiap 100.000 penduduk
diperkirakan akan ditemukan 107 penderita TB Paru BTA (+) Pengobatan TB
Paru di UPTD Puskesmas Jati Makmur sesuai dengan acuan dari WHO yaitu
menggunakan paket pengobatan DOTS untuk dewasa dan anak. Kepatuhan
penderita dalam meminum obat sangat menentukan proses penyembuhan
penderita.
Pencapaian Program P2 TB Paru UPTD UPTD Puskesmas Jati Makmur
Tahun 2018 bisa dilihat pada lampiran Tabel 9.
b) P2 ISPA
Program P2 ISPA ditujukan untuk menemukan dan mengobati penemuan
kasus Pneumonia Pada balita, kasus Pneumonia masih merupakan penyebab
kematian utama sehingga harus mendapatkan perhatian terutama dalam penemuan
kasus dini.
Penemuan kasus Pneumoni pada balita saat ini dijaring dengan metoda
perhitungan frekuensi nafas dan adanya pernafasan cuping hidung. Dengan cara

21
ini, diharapkan kasus Pneumonia dapat terjaring oleh petugas sebelum jatuh pada
kondisi yang lebih berat. Penemuan kasus Pneumonia balita dapat dilihat pada
lampiran table 10.
c) P2 Diare
Penatalaksanaan diare ditujukan pada penanganan penderita diare melalui
pemberian cairan oralit dan Zink. Selain penanganan penderita, bila dijumpai
peningkatan kasus diare, petugas piskesmas akan melaksanakan surveilans untuk
mencegah meluasnya kasus yang terjadi. Di lingkungan sekitarnya. Adapun kasus
diare yang ditangani dapat dilihat pada lampiran.
d) P2 kusta
wilayah kelurahan Jati Makmur juga terdapat penderita kusta. Penderita kusta
mendapatkan paket pengobatan yang sudah distandarkan oleh Kementrian
Kesehatan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengobatan pendeita kusta
diantaranya kepatuhan penderita minum obat teratur, karena pengobatan
memerlukan waktu lama. Pengetahuan masyarakat tentang kusta masih rendah,
karena penyakit kusta tidak menimbulkan keluhan bagi penderitanya pada stadium
dini, dan pemukiman yang padat. Pencapaian program P2 Kusta UPTD
Puskesmas Jati Makmur tahun 2018.
e) P2 Filariasis
Filariasis atau kaki gajah adalah penyakit infeksi parasit yan menyerang
pembuluh dara limfe dimana pemderita akan mengalami pembengkakan di bagian
tubuhnya seperti tungkai, lengan, atau skrotum.
Beberapa faktor resiko terjangkitnya filariasis disuatu wilayah adalah
banyaknya tempat perindukan vektor seperti semak, rawa dan kebon, mobilitas
dan kepadatan penduduk tinggi, upaya pemberantasan vektor masih rendah dan
belum memasyarakatannya PSN.
Pemerintah Kota Bekasi telah melaksanakan upaya eliminasi Penyakit Kaki
Gajah melalui pengobatan massal filariasis yang dimulai tahun 2007 yang
dilaksanakan selama 5 tahun berurut-urut dan di UPTD Puskesmas Jati Makmur
telah berahir pada tahun 2011, adapun kasus filariasis sampai dengan tahun 2018
tidak ditemukan.

22
f) P2 Demam Berdarah Dengue
angka kejadian Kasus Demam Dengue setiap tahun mempunyai
kecenderungan terus meningkat terutama seiring datangnya musim hujan. Hal ini
dikarenakan jentik nyamuk Aides Aeipti sangat senang hidup dan berkembang
biak pda genangan air hujan yang terkadang sering didapati dirumah-rumah
penduduk yang kurang terjaga lingkungannya. Sebab itu gerakan Pemberntasan
Sarang Nyamuk (PSN) dan memasyarakatkan budaya 3M, (Mengubur, Menutup,
Menguras) sangat efektif mencegah penyebaran oenykait Demam Berdarah Degue
dibandingkan dengan masyarakat hanya mengandalkan cara pengasapan
(Fogging) yang hanya membunuh nyamuk dewasa.
Kasus DBD di Kelurahan Jati Makmur untuk tahun 2018 mengalami
penurunan yaitu laki-laki 7 orang dan perempuan 5 orang, bila dibandingkan
dengan tahun 2017 sebanyak 26 kasus yaitu laki-laki 13 kasus dan perempuan 13
kasus dan ditahun 2016 berjumlah 8 kasus. Untuk presentasi rumah sehat.
Sedangkan tempat-tempat umum dikelurahan Jati Makmur yang memenuhi syarat
kesehatan.
g) P2 Difteria
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, ada kalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang
konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik
yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-
abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit,
sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar
limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan sedang ditandai
dengan pembengkakan dan edema dileher dengan pembentukan membran pada
trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Difteri hidung
biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak.
Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung
kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk
lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi
penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.Semua
kelompok usia dapat tertula penyakit difteri terutama anak-anak yang belum
mendapatkan imunisasi lengkap.

23
Imunisasi dalah upaya aktif untuk menimbulkan anti bodi atau kekebelan spesifik atau
khusus yang aktif mencegah penularan penyakit tertentu dengan cara memberikan
vaksin
1. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain :
A) Hepatitis
B) Polio
C) Difteri pertusis (batuk rejan)
D) Tetanus
E) Campak dan pneunomia (radang paru) serta meningitis (radang selaput otak)
yang disebabkan oleh haemophylus influenzae tipe b.

2. Imunisasi Lengkap

 Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B


 Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan polio
 Usia 2 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 3 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 4 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR

Imunisasi lanjutan

 Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan campak/MR


 Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis campak dan DT
 Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1 dosis Td

24
3. Manfaat imunisasi
a. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah infeksi hati serius, yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B diberikan dalam
waktu 12 jam setelah bayi lahir, dengan didahului suntik vitamin K,
minimal 30 menit sebelumnya. Lalu, vaksin kembali diberikan pada usia 2,
3, dan 4 bulan. Vaksin hepatitis B dapat menimbulkan efek samping,
seperti demam serta lemas. Pada kasus yang jarang terjadi, efek samping
bisa berupa gatal-gatal, kulit kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.

b. Polio

Polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Pada


kasus yang parah, polio dapat menimbulkan keluhan sesak napas,
kelumpuhan, hingga kematian. Imunisasi polio pertama kali diberikan saat
anak baru dilahirkan hingga usia 1 bulan. Kemudian, vaksin kembali
diberikan tiap bulan, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Untuk
penguatan, vaksin bisa kembali diberikan saat anak mencapai usia 18
bulan. Vaksin polio juga bisa diberikan untuk orang dewasa dengan
kondisi tertentu. Vaksin polio bisa menimbulkan demam hingga lebih dari
39 derajat Celsius. Efek samping lain yang dapat terjadi meliputi reaksi
alergi seperti gatal-gatal, kulit kemerahan, sulit bernapas atau menelan,
serta bengkak pada wajah.

c. BCG

Vaksin BCG diberikan untuk mencegah perkembangan tuberkulosis


(TB), penyakit infeksi serius yang umumnya menyerang paru-paru. Perlu
diketahui bahwa vaksin BCG tidak dapat melindungi orang dari infeksi
TB. Akan tetapi, BCG bisa mencegah infeksi TB berkembang ke kondisi
penyakit TB yang serius seperti meningitis TB.

Vaksin BCG hanya diberikan satu kali, yaitu saat bayi baru dilahirkan,
hingga usia 2 bulan. Bila sampai usia 3 bulan atau lebih vaksin belum
diberikan, dokter akan melakukan uji tuberculin atau tes Mantoux terlebih
dahulu, untuk melihat apakah bayi telah terinfeksi TB atau belum.

25
Vaksin BCG akan menimbulkan bisul pada bekas suntikan dan muncul
pada 2- 6 minggu setelah suntik BCG. Bisul bernanah tersebut akan pecah,
dan meninggalkan jaringan parut. Sedangkan efek samping lain,
seperti anafilaksis, sangat jarang terjadi.

d. DPT

Vaksin DPT merupakan jenis vaksin gabungan untuk mencegah


penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri merupakan kondisi serius
yang dapat menyebabkan sesak napas, paru-paru basah, gangguan jantung,
bahkan kematian. Tidak jauh berbeda dengan difteri, pertusis atau batuk
rejan adalah penyakit batuk parah yang dapat memicu gangguan
pernapasan, paru-paru basah (pneumonia), bronkitis, kerusakan otak,
hingga kematian. Sedangkan tetanus adalah penyakit berbahaya yang
dapat menyebabkan kejang, kaku otot, hingga kematian. Pemberian vaksin
DPT harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.
Vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun sebagai
penguatan. Kemudian, pemberian vaksin lanjutan dapat diberikan pada
usia 10-12 tahun, dan 18 tahun.

Efek samping yang muncul setelah imunisasi DPT cukup beragam, di


antaranya adalah radang, nyeri, tubuh kaku, serta infeksi.

e. Hib

Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi bakteri Haemophilus


influenza tipe B. Infeksi bakteri tersebut dapat memicu kondisi berbahaya,
seperti meningitis (radang selaput otak), pneumonia (paru-paru
basah), septic arthritis (radang sendi), serta perikarditis (radang pada
lapisan pelindung jantung). Imunisasi Hib diberikan 4 kali, yaitu saat anak
berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan dalam rentang usia 15-18 bulan.

Sebagaimana vaksin lain, vaksin Hib juga dapat menimbulkan efek


samping, antara lain demam di atas 39 derajat Celsius, diare, dan nafsu
makan berkurang.

26
f. Campak

Campak adalah infeksi virus pada anak yang ditandai dengan beberapa
gejala, seperti demam, pilek, batuk kering, ruam, serta radang pada mata.
Imunisasi campak diberikan saat anak berusia 9 bulan. Sebagai penguatan,
vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan. Tetapi bila anak sudah
mendapatkan vaksin MMR, pemberian vaksin campak kedua tidak perlu
diberikan.

g. MMR

Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi untuk mencegah


campak, gondongan, dan rubella (campak Jerman). Tiga kondisi tersebut
merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya,
seperti meningitis, pembengkakan otak, hingga hilang pendengaran (tuli).

Vaksin MMR diberikan saat anak berusia 15 bulan, kemudian


diberikan lagi pada usia 5 tahun sebagai penguatan. Imunisasi MMR
dilakukan dalam jarak minimal 6 bulan dengan imunisasi campak. Namun
bila pada usia 12 bulan anak belum juga mendapatkan vaksin campak,
maka dapat diberikan vaksin MMR. Vaksin MMR dapat menyebabkan
demam lebih dari 39 derajat Celsius. Efek samping lain yang dapat muncul
adalah reaksi alergi seperti gatal, gangguan dalam bernapas atau menelan,
serta bengkak pada wajah. Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi,
salah satunya adalah isu vaksin MMR yang dapat menyebabkan autisme.
Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak ditemukan kaitan
yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.

h. PCV

Vaksin PCV (pneumokokus) diberikan untuk mencegah pneumonia,


meningitis, dan septikemia, yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae. Pemberian vaksin harus dilakukan secara berangkai, yaitu
saat anak berusia 2, 4, dan 6 bulan. Selanjutnya pemberian vaksin kembali
dilakukan saat anak berusia 12-15 bulan.

27
Efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi PCV, antara lain
adalah pembengkakan dan kemerahan pada bagian yang disuntik, yang
disertai demam ringan.

i. Rotavirus

Imunisasi ini diberikan untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus.


Vaksin rotavirus diberikan 3 kali, yaitu saat bayi berusia 2, 4, dan 6 bulan.
Sama seperti vaksin lain, vaksin rotavirus juga menimbulkan efek
samping. Pada umumnya, efek samping yang muncul tergolong ringan,
seperti diare ringan, dan anak menjadi rewel.

j. Influenza

Vaksin influenza diberikan untuk mencegah flu. Vaksinasi ini bisa


diberikan pada anak berusia 6 bulan dengan frekuensi pengulangan 1 kali
tiap tahun, hingga usia 18 tahun.

Efek samping imunisasi influenza, antara lain demam, batuk, sakit


tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Pada kasus yang jarang, efek
samping yang dapat muncul meliputi sesak napas, sakit pada telinga, dada
terasa sesak, atau mengi.

k. Tifus

Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit tifus, yang disebabkan


oleh bakteri Salmonella typhi. Pemberian vaksin tifus dapat dilakukan saat
anak berusia 2 tahun, dengan frekuensi pengulangan tiap 3 tahun, hingga
usia 18 tahun.

Meskipun jarang, vaksin tifus dapat menimbulkan sejumlah efek samping,


seperti diare, demam, mual dan muntah, serta kram perut.

l. Hepatitis A

Sesuai namanya, imunisasi ini bertujuan untuk mencegah hepatitis A,


yaitu penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus. Vaksin
hepatitis A harus diberikan 2 kali, pada rentang usia 2-18 tahun. Suntikan
pertama dan kedua harus berjarak 6 bulan atau 1 tahun.

28
Vaksin hepatitis A dapat menimbulkan efek samping seperti demam
dan lemas. Efek samping lain yang tergolong jarang meliputi gatal-gatal,
batuk, sakit kepala, dan hidung tersumbat.

m. Varisela

Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit cacar air, yang


disebabkan oleh virus Varicella zoster. Imunisasi varisela dilakukan pada
anak usia 1-18 tahun. Bila vaksin diberikan pada anak usia 13 tahun ke
atas, vaksin diberikan dalam 2 dosis, dengan jarak waktu minimal 4
minggu. 1 dari 5 anak yang diberikan vaksin varisela mengalami nyeri dan
kemerahan pada area yang disuntik. Vaksin varisela juga dapat
menimbulkan ruam kulit, tetapi efek samping ini hanya terjadi pada 1 dari
10 anak.

n. HPV

Vaksin HPV diberikan kepada remaja perempuan untuk


mencegah kanker serviks, yang umumnya disebabkan oleh virus Human
papillomavirus. Vaksin HPV diberikan 2 atau 3 kali, mulai usia 10 hingga
18 tahun.Umumnya, vaksin HPV menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala, serta nyeri dan kemerahan pada area bekas suntikan. Akan tetapi,
efek samping tersebut akan hilang dalam beberapa hari.

Pada kasus yang jarang, penerima vaksin HPV dapat mengalami


demam, mual, dan gatal atau memar di area bekas suntikan.

29
30
BAB IV
PANUTUP

KESIMPULAN
1. Faktor sdm :
a. Jumlah sdm di 3 puskesmas sudah memenuhi standar minimal menurut peraturan
nomor 75 tahun 2014 tentang puskesmas, begitu pula dengan jumlah tenaga di bidang
surveilans yaitu 1 orang, tetapi untuk jumlah tenaga di bidang imunisasi masih kurang
menurut aturan tentang penyelenggaraan imunisasi di pmk nomor 12 tahun 2017 yang
seharusnya ada 2 orang.
b. Pendidikan minimal di tiap puskesmas pada umumnya sudah diii. Pendidikan pada
tenaga surveilans di 2 puskesmas belum memenuhi aturan. Sebagian tenaga sudah
memiliki riwayat pelatihan, kemudian masa kerja dari tenaga pada umumnya sudah
lebih dari 5 tahun. Untuk memegang bidang surveilans dan imunisasi terdapat tenaga
yang baru 1-2 tahun memegang program tersebut.
c. Pada umumnya tenaga di puskesmas memiliki tugas ganda/beban ganda.

d. Penyuluhan sering dilakukan di dalam maupun di luar gedung tetapi untuk


penyuluhan difteri hanya saat ada kasus, kemudian sasaran penyuluhan tidak sampai
kepada ibu-ibu kasus suspect difteri.
e. Rapat yang diadakan untuk pencegahan dan penanggulangan difteri juga dilakukan
saat ada kasus.
f. Umumnya tenaga kesehatan sudah mengikuti pelatihan, tetapi untuk yang baru
memegang program belum pernah mengikuti pelatihan bidang surveilans/imunisasi.
g. Surveilans yang dilakukan puskesmas yaitu ketika ada kasus langsung turun
kelapangan, kemudian menurut ibu kasus suspect difteri menyatakan bahwa petugas
datang setelah anaknya dirawat di rumah sakit.

31
2. Faktor vaksin :
a. Pendistribusian vaksin dilakukan dengan membuat perencanaan ke dinas kesehatan
kota untuk permintaan vaksin.
b. Vaksin di kelola dengan mengecek suhu 2 kali sehari dan dibuatkan grafik suhunya.
c. Sarana dan prasarana vaksin sudah lengkap di tiap puskesmas dan dinas kesehatan
kota padang, namun terdapat satu petugas puskesmas yang mengalami kehilangan
buku pedoman pengelolaan vaksin dan setiap puskesmas hanya memiliki termometer
di dinding luar kulkas yang seharusnya terdapat juga di dalam kulkas diantara vaksin.
d. Vaksin dapat turun kualitasnya karena vaksin yang sudah terbuka saat pelayanan
dalam gedung masih disimpan sekitar 3 minggu di dalam kulkas.
e. Vaksin langsung habis setiap bulan karena permintaan yang sesuai sasaran, walaupun
terdapat sisa vaksin tetapi tidak banyak. Sisa vaksin masih disimpan jika pelayanan
dalam gedung.
2. Faktor ibu
a. Pada umumnya ibu sudah memiliki pengetahuan umum tentang difteri dan imunisasi
dan mengetahuinya melalui tv atau dari orang sekitar, tetapi ibu tidak mengetahui
penyebab pasti dari penyakit difteri tersebut. Ibu hanya mengetahui penyebab sebelum
anak demam itu karena jajan sembarangan dan riwayat amandel.
b. Terdapat ibu dari anak kasus yang menilai prosedur petugas kesehatan tidak betul,
karena menurut ibu, petugas melanggar hak pasien yang menyebarkan foto anak
untuk penyuluhan kedepan teman-teman dan wali murid tanpa memburamkan wajah
difoto.
c. Awal dicurigai difteri terjadi ketika anak memiliki gejala demam tinggi dan terdapat
putih-putih di tenggorokannya dan dirujuk langsung k m djamil. Terdapat 2 responden
yang memiliki gejalan amandel yang memang sudah ada sebelumnya.

32
d. Terdapat 4 responden yang tidak mengetahui pencegahan difteri sebelumnya.
e. Tidak ada ibu kasus yang bertanya kepada petugas tentang pencegahan difteri
tersebut.

SARAN
1) Bagi dinas kesehatan
a. Disarankan agar menambah lagi pelatihan-pelatihan untuk petugas puskesmas.
b. Disarankan pelaksanaan monitoring dan evaluasi langsung kepada petugas
puskesmas dalam pelaksanaan surveilans difteri.

2) Bagi puskesmas
1. Disarankan kepada petugas untuk mengadakan penyuluhan mengenai difteri
terutama kepada ibu-ibu dari anak suspect difteri dan masyarakat disekitar
lingkungan tersebut.
2. Disarankan agar pemegang surveilans, dipegang oleh tenaga yang memiliki jabatan
fungsional epidemiolog.
3. Disarankan agar petugas imunisasi lebih menjaga dan mempertahankan kualitas
vaksin.
4. Disarankan agar petugas puskesmas lebih mamfasilitasi ibu kasus difteri dalam
mencari informasi mengenai difteri dan membuat ibu kasus nyaman dan terbuka
kepada petugas kesehatan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.


Jakarta: Erlangga; 2011.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pustaka Kesehatan Populer Panca Indra. 2,
editor: PT Bhuana Ilmu Populer; April 2009.
Soerawidjaja, Azwar A. Penanggulangan Wabah oleh Puskesmas. Tanggerang: Binarupa
Aksara.
DirJen Pencegahan Penyakit & Pengendalian Lingkungan. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011-2015.
Profil Kesehatan Pukesmas Jati Makmur Tahun 2018
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Program Imunisasi. Direktorat
Surveilans, Imunisasi Karantina Dan Kesehatan Matra 2016

34

Anda mungkin juga menyukai