Anda di halaman 1dari 59

KEPERAWATAN MEDIKAL:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


TUBERKULOSIS PARU

MAKALAH

Oleh

Kelompok 8

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017

i
KEPERAWATAN MEDIKAL:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


TUBERKULOSIS PARU

MAKALAH

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


dengan dosen pengampu Ns. Siswoyo, M.Kep

Oleh
Kelompok 8:
Risa Syahbana Badar NIM 152310101100
Rohmatun Nazila NIM 152310101111
Rahmawati L.M NIM 152310101256
Kurnia Rahmawati NIM 152310101312

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
mengenai “Tuberkulosis Paru”.
Saat menyelesaikan tugas ini, kami banyak mendapatkan bimbingan,
bantuan dan saran dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin menyampaikan
terima kasih kepada :

1. Ns. Jon Hafan Sutawardana,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Penanggung Jawab


Mata Kuliah (PJMK) Keperawatan Medikal Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember;
2. Ns. Siswoyo, M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
3. Teman satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal
mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan dari
teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga
menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar
bisa meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya. Semoga dengan
terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jember, Oktober 2017

Penulis,

iii
LEMBAR PENGESAHAN

iv
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Halaman Judul ii
PRAKATA ............................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2

1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

2.1 Anatomi ......................................................................................................... 4

2.2 Fisiologi ......................................................................................................... 6

2.3 Pengertian TB Paru ....................................................................................... 7

2.4 Etiologi .......................................................................................................... 8

2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................... 9

2.6 Patofisiologi................................................................................................... 9

2.7 Pathway ....................................................................................................... 11

2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 12

2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................... 14

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberkulosis Paru ................... 17

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ................................................. 33

3.1 Kasus ........................................................................................................... 33

v
3.2 Pengkajian ................................................................................................... 33

3.3 Diagnosa ...................................................................................................... 37

3.4 Intervensi Keperawatan ............................................................................... 40

3.5 Implementasi Keperawatan ......................................................................... 44

3.5 Evaluasi ....................................................................................................... 48

BAB 4. PENUTUP............................................................................................... 50

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 50

4.2 Saran ............................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51

vi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk
batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan oleh karena
itu disebut pula sebagai basil Tahan Asam (BTA). (Depkes RI, 2008).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bankteri
Micobacterium Tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 paru diseluruh dunia.
Diperkirakan 95 % kasus Tuberkulosis Paru dan 98 % kematian akibat Tuberkulosis
paru di dunia ini, terjadi pada Negara berkembang. (Depkes RI, 2008).
Di Indonesia Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru di Indonesia merupakan ke-3
terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10 % dari
total jumlah penderita Tuberkulosis Paru di dunia. Di perkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus
Tuberkulosis Paru BTA positif sekitar 110 penduduk. (Depkes RI, 2008).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan denagan mengobati penderita
Tuberkulosis Paru secara rutin sesuai jadwal pengobatan, bila dirawat dirumah maka
penderita harus ditempatkan pada ruangan dengan segala peralatan tersendiri dan lantai
yang dibersihkan dengan desinfektan yang cukup kuat. Selain itu diperlukan upaya
untuk perbaikan status gizi pada penderita dan waktu istirahat yang cukup. Peningkatan
daya tahan tubuh penderita harus dijaga karena mereka rentan terhadap penyakit.
Sulitnya pemberantasan penyakit ini karena dalam pemberantasannya bukan hanya
masalah bakteri atau obat-obatan saja, melainkan melengkapi aspek social, ekonomi,
budaya, tingkat pendidikan, pengetahuan penderita dan keluarga, serta lingkungan
masyarakat sekitar (Eka Wahyudi, 2006).
Untuk mengatasi masalah tersebut, peran serta keluarga sangat dibutuhkan,
dimana keluarga sebagai unit pertama dalam masyarakat. Apabila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit Tuberkulosis Paru akan brpengaruh terhadap anggota
keluarga yang lain. Untuk memujudkan keluarga yang sehat terhindar dari resiko
penularan, maka harus ditunjang dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru.
Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi tindakan keluarga untuk bertindak dalam
hal pencegahan penularan dan proses kesembuhan penderita. Sebaliknya makin rendah
pengetahuan keluarga tentang bahaya penyakit Tuberkulosis Paru, makin besar pula
resiko terjadi penularan dan proses kesembuhan penderita kurang optimal ( Pira Mitha,
2012).

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana konsep penyakit dan tatalaksana asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa tuberkulosis paru?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Tuberkulosis Paru sehingga kelak menghasilkan kualitas asuhan
keperawatan yang optimal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit Tuberkulosis Paru
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan penyakit
Tuberkulosis Paru
3. Mahasiswa mampu mengelola asuhan keperawatan penyakit Tuberkulosis Paru

1.4 Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman
penelitian tentang penyakit TB Paru.
2. Bagi Masyarakat

2
Memberikan pengetahuan kepada penderita dan masyarakat tentang pentingnya
pengetahuan mengenai penyakit TB Paru, sehingga penderita mampu menjalani
pengobatan secara maksimal dan didukung oleh keluarga dan masyarakat lingkungan
sekitar.
3. Bagi Keperawatan
Bagi dunia pendidikan dapat dapat memberikan tambahan khasanah penilitian dan
sebagai bahan kajian dibidang administrasi dan kebijakan kesehatan masyarakat.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Wujud paru-paru seperti spons berwarna
merah muda dan berjumlah sepasang yang mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-
paru kiri lebih kecil dibandingkan paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri
memiliki lekukan untuk memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan
oleh bronkus dan trakea.
Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus medialis, dan
lobus inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua lobus (lobus superior dan
lobus inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki
dua fisura yaitu fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal
(interlobularis sekunder). Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura
obliges. Tiap-tiap lobus terdiri atas bagian yang lebih kecil yang disebut segmen.

Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum) dan dilindungi oleh


tulang selangka. Rongga dada dan rongga perut dibatasi oleh suatu sekat yang disebut
diafragma. Paru-paru terletak di atas jantung dan hati (liver). Paru-paru berada di dalam
pleura yang merupakan lapisan pelindung paru-paru.

4
Gambar 2.1 Anatomi Paru

Bagian – bagian paru yaitu :

1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan
suara.
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya
terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan
cincin tulang rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah
percabangan kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.

5
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon
dioksida dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen
dari paru-paru menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida
untuk bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.

2.2 Fisiologi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah
diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa
otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, S.A., dan Wilson, L.M,
1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding
dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan
atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara
dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, S.A., dan
Wilson, L.M, 1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase
gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149

6
mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini
akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini
terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan
sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida
berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir
(Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994)
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler
darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak
selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal
dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu
berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung
terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab, T, 1996)

2.3 Pengertian TB Paru


Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang
sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra B, 2012). Tuberkulosis paru (Tb
paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang
terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru.
Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang
dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

7
Gambar 2.2 Perbedaan Paru-Paru sehat dan TB Paru

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price, Sylvia Anderson, 2005).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi
dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity) (Wahid, A
& Suprapto, I, 2012)

2.4 Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran
sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak
(lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui
droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).

8
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut (Donna L. Wong…[et.al], 2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah :
a. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Biasanya terjadi demam persisten.
b. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
(berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Manifestasi gejala yang umum : pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan.

2.6 Patofisiologi
Menurut (Somantri,Irman, 2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup
basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang

9
dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan
tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah
massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut (Widagdo, 2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi
aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan
terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

10
2.7 Pathway

11
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).
a. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
b. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
c. S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi
hari.
2. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah
dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT)
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik untuk
Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini
dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbang an
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengo batan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh pende rita. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak me nyingkirkan
diagnosa TBC
4. Pemeriksaan Radiologi

12
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah
foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila :
a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
b. Hemoptisis berulang atau berat
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran


radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi Pleura, Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif
e. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
f. Kalsifikasi
g. Penebalan pleura

13
Gambar 2.3 Alur Diagnosis TB Paru

2.9 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat (Muttaqin, Arif, 2008)
2. Pengobatan

14
Tuberkulosis paru dapat diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan yang
digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol
( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-
aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer,
Suzzane C, 2001)
3. Penatalaksanaan pada pasien Tuberkulosis Multi drug resistance
Didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang
paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama
pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan
pengobatan, persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya
resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya
transmisi strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosis
paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif
setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif.
Directly observed therapy (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan
oleh World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan keberhasilan terapi TB
dan mencegah terjadinya resistensi. (Soepandi, 2010).
Menurut Subagyo (2013) Directly-observed treatment short-course
chemotherapy (DOTS) adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan
kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan tuberkulosis. Kunci
utama keberhasilan DOTS adalah keyakinan bahwa penderita TB meminum obatnya
sesuai dengan yang telah ditetapkan dan tidak lalai atau putus berobat. Hal tersebut baru
dapat dipastikan bila ada orang lain yang mengawasi saat penderita minum obat.
Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen:
1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang, dari tingkat negara
hingga daerah, terhadap program tuberkulosis nasional yang permanen dan
terintegrasi dalam pelayanan kesehatan primer, dengan pimpinan teknis dari suatu
unit pusat. Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah satu
prioritas utama dalam program kesehatan dan akan tersedia dana yang sangat

15
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS. Selain itu, kepemimpinan
teknis yang efektif membutuhkan tim multidisiplin dan keahlian dalam perancangan
dan penerapan peraturan dan perundangan yang diperlukan untuk pelaksanaannya.
2. Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosis penyakit TB melalui
pemeriksaan dahak penderita tersangka TB. Biakan dapat juga digunakan sebagai
alat bantu diagnostik tambahan. Perlu diingat bahwa mikroskop baru berguna bila
ada keahlian dalam menggunakannya (perlu orang yang berpengalaman).
3. Pengawas menelan obat (PMO) akan ikut mengawasi penderita minum seluruh
obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan penderita telah benar minum obat
dan bisa diharapkan akan sembuh pada saat akhir pengobatan. PMO merupakan
orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh penderita maupun petugas kesehatan.
Penderita TB yang dirawat di RS, yang bertindak sebagai PMO (pengawas minum
obat) adalah petugas rumah sakit. Pada penderita yang berobat jalan, bertindak
sebagai PMO bisa dokter, petugas kesehatan, suami/istri/ keluarga/orang serumah,
atau orang lain seperti kader kesehatan, kader PPTI, kader PKK dll yang memenuhi
persyaratan PMO yaitu bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai
sembuh selama 6 bulan. PMO ditetapkan sebelum pelaksanaan DOT dilakukan, dan
harus hadir di pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelatihan singkat
tentang DOTS.
4. Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem surveillance penyakit TB
untuk mendeteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Dengan rekam medik yang
dicatat dengan baik dan benar, akan bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita,
mulai sejak ditegakkan diagnosis TB, pengobatan, pemeriksaan dahak, pemantauan
dan penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatan.
5. Paduan obat jangka pendek yang benar termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan
yang tepat, sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan
persediaan obat jangka pendek harus selalu terjamin. OAT esensial adalah INH,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Pengadaan obat-obat tersebut
harus harus terintegrasi dalam program obat esensial. Perencanaan distribusi dengan
jumlah yang cukup pada waktu yang tepat. Yang paling pentiing adalah tersedianya
obat dengan harga terjangkau atau bebas biaya yang diusahakan Departemen

16
Kesehatan RI dalam bentuk Kombipak, atau sering dikenal oleh penderita sebagai
obat Program.
Penelitian menunjukkan bahwa angka keberhasilan DOTS mencapai 94,5% atau
dengan kata lain hanya 5,5% yang gagal, dibandingkan dengan 21% pada pemberian
OAT sendiri (self-administered treatment). Dari 21% tersebut 29% menjadi resistensi
obat ganda (multi-drug resistant) dibandingkan 16% pada 5,5% pasien program DOTS
yang tidak sembuh. Resistensi ganda ini merupakan masalah yang serius karena sangat
sulit diobati, dengan angka keberhasilan pengobatan hanya sekitar 50%, sedangkan
biaya pengobatan bisa meningkat sampai 100 kali lipat lebih mahal. Oleh karena itu
dukungan politik dan penyuluhan terhadap penderita dan PMO menjadi sangat penting
untuk meyakinkan penderita agar menjalani DOTS dengan baik.

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberkulosis Paru


Berikut ini adalah asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis paru
menurut Wijaya dan Putri (2013).

2.10.1Pengkajian
1. Identifikasi Diri Klien:
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur tempat/tanggal lahir
d. Alamat
e. Pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keadaan pernapasan < napas pendek >
2) Nyeri dada
3) Batuk dan
4) Sputum
b. Kesehatan dahulu:
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan

17
c. Kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB
3. Gejala yang Berkaitan dengan Maslah Utama, misalnya:
a. Demam
b. Menggigil
c. Lemah
d. Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan dengan TB
4. Status Perkembangan, misalnya:
a. Ibu yang melahirkan bayi prematur perlu ditanyakan apakah sewaktu hamil
mempunyai masalah-masalah risiko dan apakah usia kehamilan cukup
b. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola pernapasan, cepat
lelah sewaktu naik tangga, sulit bernapas sewaktu berbaring atau apakah bila
flu sembuhnya lama
5. Data Pola Pemeliharaan Kesehatan, misalnya:
a. Tentang pekerjaan
b. Obat yang tersedia di rumah
c. Pola tidur-istirahat dan stress
6. Pola Keterlambatan atau Pola Peranan-Kekerabatan, misalnya:
a. Adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan
keluarganya, serta
b. Apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai
istri/suami dari dalam melakukan hubungan seksual
7. Pola Aktifitas/Istirahat
a. Gejala:
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Napas pendek karena kerja
3) Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, meggigil dan atau
berkeringat, mimpi buruk
b. Tanda:
1) Takikardia, takipnea/dyspnea pada kerja
2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)

18
8. Pola Integritas Ego
a. Gejala:
1) Adanya/faktor stress lama
2) Masalah keuangan, rumah
3) Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan
4) Populasi budaya/etnik
b. Tanda:
1) Menyangkal (khususnya tahap dini)
2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
9. Makanan/Cairan
a. Gejala:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Tidak dapat mencerna
3) Penurunan BB
b. Tanda:
1) Turgor kulit buruk, kering/bersisik
2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan
10. Nyeri/Kenyamanan
a. Tanda:
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
b. Gejala:
Perilaku distraksi, gelisah
11. Pernapasan
a. Gejala:
1) Batuk produktif atau tidak produktif
2) Napas pendek
3) Riwayat TB/terpajan pada individu terinfeksi
b. Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleura)

19
2) Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi nafas menurun/tidak ada
secara bilateral/unilateral. Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pectoral di
atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat
setelah batuk pendek (krekels pusttussic)
3) Karakteristik sputum adalah hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak
darah
4) Deviasi trakea (penyebaran bronkogenik)
5) Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap
lanjut)
12. Keamanan
a. Gejala:
Adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker
b. Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut
13. Interaksi Sosial
a. Gejala:
1) Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
2) Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
14. Penyuluhan dan Pembelajaran
a. Gejala:
1) Riwayat keluarga TB
2) Ketidakmampuan umum \/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
4) Tidak berpartisipasi dalam terapi
15. Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari
16. Rencana Pemulangan
Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan bantuan
perawatan diri dan pemeliharaan/perawatan rumah
17. Pemeriksaan Penunjang

20
a. Rontgen dada
b. Usap basil tahan asam BTA
c. Kultur sputum
d. Tes kulit Tuberkulin

2.10.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret ditandai dengan
frekuensi pernafasan dan bunyi nafas tidak normal
2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar ditandai dengan
frekuensi pernafasan tidak normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap ditandai
dengan nyeri pada dada saat batuk
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk, anorexia,
mual dan muntah ditandai dengan penurunan berat badan
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan inadekuat oksigen untuk beraktifitas
ditandai dengan dispnea dan perubahan elektrokardiogram (EKG) setelah
beraktifitas
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai
dengan kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidur
7. Risiko penyebaran infeksi

2.10.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan Jalan nafas efektif, batuk dan 1. Kaji fungsi pernafasan (bunyi
bersihan jalan sesak nafas berkurang. nafas, kecepatan, kedalaman,
nafas Kriteria hasil: dan kesulitan bernafas)
1. Mempertahankan jalan 2. Catat pergerakan dada,
nafas pasien ketidaksimetrisan, penggunaan
2. Mengeluarkan sekret otot-otot bantu nafas
tanpa bantuan 3. Monitor suara nafas tambahan

21
3. Menunjukkan perilaku seperti ngorok atau mengi
untuk memperbaiki/ 4. Monitor pola nafas
mempertahankan bersihan 5. Buka jalan nafas dengan
jalan nafas teknik chin lift atau jaw thrust
4. Berpartisipasi dalam 6. Posisikan pasien untuk
program pengobatan memaksimalkan ventilasi
dalam tingkat 7. Ajarkan batuk efektif dan
kemampuan/situasi latihan nafas dalam
8. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa/batuk
efektif
9. Bersihkan sekret dari mulut
dan trakea (penghisapan sesuai
kebutuhan)
10. Pertahankan masukan cairan
setidaknya 2500 ml/hari
kecuali terindikasi
11. Anjurkan pasien minum air
putih hangat banyak
12. Observasi TTV
13. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
14. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
2. Gangguan Frekuensi pernafasan kembali 1. Monitor irama, kecepatan,
pertukaran gas normal kedalaman, dan kesulitan
Kriteria hasil: bernafas
a. Mendemonstrasikan 2. Catat pergerakan dada,
peningkatan ventilasi dan ketidaksimetrisan,
oksigenasi yang adekuat penggunaan otot-otot bantu
b. Memelihara kebersihan nafas

22
paru-paru dan bebas dari 3. Monitor pola nafas
tanda-tanda distress 4. Monitor keluhan sesak nafas
pernafasan 5. Posisikan pasien untuk
c. Tanda-tanda vital dalam memaksimalkan ventilasi
rentang normal 6. Auskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan
adanya suara nafas tambahan
7. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
8. Berikan oksigen tambahan
bila perlu
9. Monitor aliran oksigen dan
posisi alat pemberian oksigen
10. Monitor efektifitas terapi
oksigen
11. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi oksigen
12. Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan

3. Nyeri Akut Skala nyeri berkurang atau 1. Monitor tanda-tanda vital


tidak ada nyeri 2. Lakukan pengkajian nyeri
Kriteria hasil: komprehensif yang meliputi
a. Mampu mengontrol nyeri lokasi, karakteristik, durasi,
( tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas, intensitas
mampu menggunakan atau skala nyeri dan faktor
tenik nonfarmakologi pencetus
untuk mengurangi nyeri 3. Observasi adanya petunjuk
b. Melaporkan bahwa nyeri nonverbal mengenai
berkurang dengan ketidaknyamanan

23
menggunakan manajemen 4. Tentukan akibat dari
nyeri pengalaman nyeri terhadap
c. Mampu mengenali nyeri kualitas hidup klien
(skala, intensitas, 5. Gali bersama klien faktor-
frekuensi dan tanda nyeri) faktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
6. Kurangi faktor-faktor yang
dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
7. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
8. Kolaborasi dengan klien,
orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
farmakologi dan
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
9. Anjurkan teknik distraksi dan
relaksasi
4. Ketidakseimban Berat badan kembali 1. Monitor tanda-tanda vital
gan nutrisi normal/terkontrol. 2. Kolaborasi dengan tim
kurang dari Kriteria hasil: kesehatan lain untuk
kebutuhan tubuh 1. Menunjukkan BB mengembangkan rencana
meningkat mencapai perawatan dengan melibatkan
tujuan dengan nilai Lab klien dan orang-orang
normal dan bebas tanda terdekatnya dengan tepat
malnutrisi 3. Monitor perilaku klien yang
2. Tidak terjadi penurunan berhubungan dengan pola

24
berat badan yang berarti makan, penambahan dan
3. Malakukan perilaku/ kehilangan berat badan
perubahan pola hidup 4. Berikan dukungan terhadap
untuk meningkatkan dan peningkatan berat badan dan
atau mempertahankan perilaku yang meningkatkan
berat badan yang tepat berat badan
5. Berikan dukungan (misalnya,
terapi relaksasi dan
kesempatan untuk
membicarakan perasaan)
sembari klien
mengintegrasikan perilaku
makan yang baru
6. Bantu klien (dan orang-orang
terdekat klien dengan tepat)
untuk mengkaji masalah yang
berkontribusi terhadap
(terjadinya) gangguan makan
7. Monitor berat badan klien
secara rutin
5. Intoleran 1. Bantu klien untuk
aktivitas Kriteria Hasil: mengidentifikasi aktivitas
a. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk memilih
disertai peningkatan aktivitas konsisten yang sesuai
tekanan darah, nadi dan dengan kemampuan fisik,
RR psikologi dan sosial
b. Mampu melakukan 3. Bantu klien untuk membuat
aktivitas sehari-hari jadwal latihan di waktu luang
(ADLs) secara mandiri 4. Bantu pasien untuk
c. Tanda-tanda vital normal mengembangkan motivasi diri

25
d. Status sirkulasi baik dan penguatan
5. Sediakan penguatan positif
6. Peningkatan keterlibatan
keluarga
7. Berikan dukungan spiritual
6. Gangguan pola Pola tidur kembali normal 1. Monitor tanda-tanda vital
tidur Kriteria hasil: 2. Monitor/catat pola tidur pasien
a. Jumlah jam tidur dalam dan jumlah jam tidur serta
batas normal 6-8 jam/hari catat kondisi fisik
b. Pola tidur, kualitas dalam 3. Lakukan langkah-langkah
batas normal kenyamanan seperti pijat,
c. Mampu mengidentifiasi pemberian posisi, dan sentuh
hal-hal yang efektif
meningkatkan tidur 4. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
atau skala nyeri dan faktor
pencetus
5. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
6. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup klien
7. Gali bersama klien faktor-
faktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
8. Kurangi faktor-faktor yang
dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri

26
9. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
10. Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian obat untuk
mendukung tidur
7. Resiko Tidak menunjukkan 1. Bersihkan lingkungan dengan
penyebaran penyebaran infeksi baik setelah digunakan untuk
infeksi Kriteria hasil: setiap pasien
a. Mendeskripsikan proses 2. Ganti peralatan perawatan per
penularan peyakit, faktor pasien sesuai protokol institusi
yang mempengaruhi 3. Pertahankan teknik-teknik
penularan serta isolasi pasien
penatalaksanaannya 4. Tempatkan isolasi sesuai
b. Menunjukkan tindakan pencegahan yang
kemampuan untuk sesuai
mencegah timbulnya 5. Batasi jumlah pengunjung
penyebaran infeksi 6. Skrining semua pengunjung
c. Menunjukkan perilaku 7. Ajarkan pasien dan anggota
hidup sehat keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
8. Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
9. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
10. Berikan ruang pribadi yang
diperlukan

27
2.10.4 Implementasi Keperawatan

No. Diagnosa Implementasi


1. Ketidakefektifan bersihan 1. Mengkaji fungsi pernafasan (bunyi nafas,
jalan nafas kecepatan, kedalaman, dan kesulitan bernafas)
2. Mencatat pergerakan dada, ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu nafas
3. Memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok
atau mengi
4. Memonitor pola nafas
5. Membuka jalan nafas dengan teknik chin lift atau
jaw thrust
6. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
7. Mengajarkan batuk efektif dan latihan nafas
dalam
8. Mencatat kemampuan untuk mengeluarkan
mukosa/batuk efektif
9. Membersihkan sekret dari mulut dan trakea
(penghisapan sesuai kebutuhan)
10. Mempertahankan masukan cairan setidaknya
2500 ml/hari kecuali terindikasi
11. Menganjurkan pasien minum air putih hangat
banyak
12. Mengobservasi TTV
13. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
14. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi
2. Gangguan pertukaran gas 1. Memonitor irama, kecepatan, kedalaman, dan
kesulitan bernafas

28
2. Mencatat pergerakan dada, ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu nafas
3. Memonitor pola nafas
4. Memonitor keluhan sesak nafas
5. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
6. Auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
suara nafas tambahan
7. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
8. Memberikan oksigen tambahan bila perlu
9. Memonitor aliran oksigen dan posisi alat
pemberian oksigen
10. Memonitor efektifitas terapi oksigen
11. Mengamati tanda-tanda hipoventilasi induksi
oksigen
12. Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
3. Nyeri akut 1. Monitor tanda-tanda vital
2. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau skala nyeri dan faktor
pencetus
3. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan
4. Menentukan akibat dari pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup klien
5. Menggali bersama klien faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat nyeri
6. Mengurangi faktor-faktor yang dapat
mencetuskan atau meningkatkan nyeri
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri

29
8. Mengkolaborasi dengan klien, orang terdekat dan
tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
farmakologi dan nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
9. Menganjurkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Memonitor tanda-tanda vital
kurang dari kebutuhan 2. Mengkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
tubuh mengembangkan rencana perawatan dengan
melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya
dengan tepat
3. Memonitor perilaku klien yang berhubungan
dengan pola makan, penambahan dan kehilangan
berat badan
4. Memberikan dukungan terhadap peningkatan
berat badan dan perilaku yang meningkatkan berat
badan
5. Memberikan dukungan (misalnya, terapi relaksasi
dan kesempatan untuk membicarakan perasaan)
sembari klien mengintegrasikan perilaku makan
yang baru
6. Membantu klien (dan orang-orang terdekat klien
dengan tepat) untuk mengkaji masalah yang
berkontribusi terhadap (terjadinya) gangguan
makan
7. Memonitor berat badan klien secara rutin
5. Intoleran aktivitas 1. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
2. Membantu klien untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,

30
psikologi dan sosial
3. Membantu klien untuk membuat jadwal latihan di
waktu luang
4. Membantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
5. Menyediakan penguatan positif
6. Meningkatkan keterlibatan keluarga
7. Memberikan dukungan spiritual
6. Gangguan pola tidur 1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Memonitor/catat pola tidur pasien dan jumlah jam
tidur serta catat kondisi fisik
3. Melakukan langkah-langkah kenyamanan seperti
pijat, pemberian posisi, dan sentuh efektif
4. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau skala nyeri dan faktor
pencetus
5. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan
6. Menentukan akibat dari pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup klien
7. Menggali bersama klien faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat nyeri
8. Mengurangi faktor-faktor yang dapat
mencetuskan atau meningkatkan nyeri
9. Mengajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
10. Mengkolaborasi dengan dokter tentang pemberian
obat untuk mendukung tidur

7. Resiko penyebaran infeksi 1. Membersihkan lingkungan dengan baik setelah


digunakan untuk setiap pasien

31
2. Mengganti peralatan perawatan per pasien sesuai
protokol institusi
3. Mempertahankan teknik-teknik isolasi pasien
4. Menempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan
yang sesuai
5. Membatasi jumlah pengunjung
6. Skrining semua pengunjung
7. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga
mengenai bagaimana menghindari infeksi
8. Meningkatkan asupan nutrisi yang cukup
9. Menganjurkan asupan cairan dengan tepat
10. Memberikan ruang pribadi yang diperlukan

2.10.5 Evaluasi Keperawatan


Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil dan
tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil dan tujuan klien yang telah
ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pencapaian hasil dan tujuan klien
mengindikasikan diperukannya modifikasi dalam pendekatan yang digunakan dengan
mengkaji kembali klien, merevisi diagnosa keperawatan dan menyesuaikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan
tuberkulosis mencakup:
1. Mencapai jalan nafas yang paten, mampu menangani sekresi dengan
memperbanyak masukan cairan, teknik batuk yang efektif;
2. Menunjukkan tingkat pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan cara
penularannya, tentang medikasi (nama, dosis dan jadwal serta efek sampingnya);
3. Mematuhi program pengobatan;
4. Berperan serta aktif dalam tindakan pencegahan;
5. Bebas dari komplikasi.

32
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Kasus
Seorang klien bernama Tn. T datang ke RS Cepat Sembuh dengan dihantar oleh
keluarganya dengan keluhan batuk berdahak dan sesak nafas sejak ± 1 bulan yang lalu.
Tn. T berusia 60 tahun dan bekerja sebagai pekerja swasta mengeluh batuk terus
menerus setiap hari dan menyebabkan mual. Saat diukur, berat badan klien 50 kg dan
IMT 17. Klien mengatakan sering kontak dengan orang lain dan tidak menutup mulut
ketika saat batuk, membuang sekret diplastik dan dibuang ketempat sampah. Klien
sering terbangun saat tengah malam karena sering batuk dan sesak nafas (terlihat
pernafasan cuping hidung), hal ini menyebabkan klien kurang puas saat tidur. Terlihat
kantong mata hitam dan konjungtiva anesmis. Saat klien diperiksa didapatkan data TD
90/70mmHg, Nadi:100 x/menit, RR: 28x/menit, S: 36,70C. Klien diberi terapi oksigen 5
liter/menit, dan diberi injeksi ketorolac 1x30mg, ranitidine 1x50mg, ceftriaxon
1x2gram.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan data leukosit klien 10.710mm3, Hb 11,1
gr%, LED 1 jam 20 mm/jam, LED 2 jam 55 mm/jam, pada pemeriksaan BTA positif
adanya bakteri. Klien mengatakan tidak punya riwayat penyakit hpertensi, DM, maupun
penyakit tidak menular dan penyakit menular lainnya, begitupun dengan keluarga klien.

3.2 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Usia` : 60 tahun
Berat badan : 50 kg
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Mawar Hijau, No 49 Jember
Keluhan utama : Batuk berdahak dan sesak

33
Riwayat penyakit sekarang : nyeri pada saat batuk, badan lemas, pusing, dan tidur
tidak nyneyak
Riwayat penyakit keluarga : keluarga tidak memiliki riwayat penyakit menular
maupun penyakit tidak menular.
Data penunjang : leukosit klien 10.710mm3, Hb 12,7 gr%, LED 1 jam 20 mm/jam,
LED 2 jam 55 mm/jam, pada pemeriksaan BTA positif adanya bakteri.

b. Pengkajian
1. Fisik
a. vital sign
1. TD: 90/70 mmHg
2. Nadi: 100x/menit
3. RR: 28x/menit
4. Suhu 36,70C
b. Sistem tubuh:
1. Sistem pernafasan
Klien mengalami sesak nafas karena penmpukan sekret dan batuk. RR
28x/menit.
2. Sistem kardiovaskuler
TD: 90/70 mmHg
Nadi: 100x/menit
3. Sistem persyarafan
Klien tidak mengalami gangguan pada sistem persyarafan
4. Sistem perkemihan
Urine berwarna kuning dan bau khas urine
Sering BAK pada malam hari
5. Sistem pencernaan
Nafsu makan menurun sehingga menyebabkan lemas
6. Sistem muskuloskeletal
Mobilititas terhambat, keletihan dan kelemahan sehingga mengalami
kelemahan fisik.

34
c. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a) Klien merasa penyakit yang dideritanya karena kebiasaan merokoknya.
b) Klien telah mencoba berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu.
c) Keluarga klien bercerita bahwasanya klien mempunyai gaya hidup yang
kurang sehat. Keluarga mempunyai persepsi bahwa penyakit klien yang
diderita sekarang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat tersebut.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sewaktu sehat klien mempunyai pola makan yang berlebihan. Dalam sehari
klien dapat makan 4 kali sehari dengan porsi penuh, namun saat klien dirawat di
RS klien kurang nafsu makan karena mual dan tidak menyukai makanan dari
rumah sakit.
Klien pada saat ini banyak mengkonsumsi buah dan sayuran.
3. Pola aktivitas dan latihan
a) Sebelum sakit klien dapat beraktifitas dengan lancar namun setelah sakit klien
mengalami gangguan dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari karena sering
merasakan nyeri dada apabila melakukan aktifitas yang berat.
b) Klien dibantu keluarga dalam beraktivitas
c) Klien termasuk orang yang jarang berolahraga.
4. Pola istirahat dan tidur
Saat sehat klien tidur 7-8 jam sehari. Namun setelah sakit klien mengalami
gangguan pola tidur dangan tidur hanya 6-7 jam sehari dikarenakan sesak dan
batuk.
5. Pola eliminasi
a) BAB 2 hari 1 kali
b) Konsistensi lembek, kuning, berbau khas
c) Tidak ada pendarahan dan tidak ada kesulitan mengejan yang berarti
d) Sering BAK pada malam hari
e) Tidak ada pendarahan dan tidak ada mukus
f) Tidak menggunakan kateter
6. Pola neurisensori

35
Klien dapat melihat, mendengar dengan baik, pengecap dan pembau masih
normal. Sensasi raba pada klien tidak mengalami masalah. Klien dapat berbicara
dengan cukup jelas. Bahasa sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa.
7. Pola mekanisme koping
Klien pada saat ini mempunyai mekanisme koping yang cukup hal ini dapat
dilihat dari sikap klien yang koopertaif selama perawatan.
8. Pola konsep diri
Sejak sakit klien semakin peduli dengan kesehatannya. Namun ada sedikit
kecemasan pada klien karena tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangganya karena sakit namun karena klien memiliki koping yang positif
hal ini dapat diminimalisir.
9. Pola hubungan
Klien merupakan orang yang cukup ramah, mudah senyum, dan bersikap
kooperatif terhaadap segala tindakan penyembuhan. Klien memiliki kedekatan
yang baik dengan keluarga, sehingga mendapatkan dorongan dari setiap anggota
keluarga.
10. Pola reproduksi
Klien tidak mengalami gangguan seksualitas. Namun hubungan seksual dengan
pasangannya menurun karena sakit.
11. Pola kepercayaan
Klien merupakan seorang muslim yang taat, tetap melaksanakn solat meskipun
sedang sakit. Klien percaya bahwa sakit yang di deritanya adalah takdir dari
Allah yang harus diterima.

36
3.3 Diagnosa

NO.
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DX
1 DS: Penumpukan Ketidakefektifan
- Klien mengatakan batuk berdahak sekret, sekret besihan jalan nafas
- sesak nafas kental
DO:
- auskultasi: creakles pada
percabangan bronkus, Pelepasan bahan
- TTV: TD 90/70mmHg, Nadi: tuberkel dari
68x/menit, RR: 28x/menit, S: dinding kavitas
36,70C.

Bakteri
Mycobacterium
tuberculosis

2 DS: Kerusakan Gangguan


- Klien mengatakan sesak membran alveolar pertukaran gas
DO:
- Pernafasan cuping hidung
- TD 90/70 mmHg, Jaringan parut
- Nadi 100x/menit, kolagenesa
- RR: 28x/menit

Granulasi karena
M,tuberculosis

3 DS: Ketidakseimbangan
- klien mengatakan mual nutrisi kurang dari

37
DO: Mual kebutuhan
- IMT 17
- BB 50 kg
- TTV: TD 90/70 mmHg, Nadi: Batuk
68x/menit, RR: 28x/menit, S:
36,70C
Penumpukan sekret

4 DS: Batuk dan sesak Gangguan pola


- Klien mengatakan tidur tidak nafas tidur
nyenyak dan sreing terbangun
karena batuk dan sesak
- Klien mengatakan kurang puas Penumpukan sekret
dengan tidurnya
DO:
- Kantong bawah mata hitam Pelepasan bahan
- Konjungtiva anemis tuberkel dari
dinding kavitas

5 DS: Keletihan Intoleransi aktivitas


- Klien mengatakan badannya lemas,
kepalanya pusing, dan sesak nafas
DO: Inadekuat
- Klien hanya ditempat tidur dan saat oksigenasi untuk
beraktivitas dibantu oleh beraktivitas
keluarganya, RR 28x/menit, HB
11,1 g/dl.
Sesak napas

6 DS:
- Klien mengatakan sering kontak Risiko penyebaran

38
dengan orang lain Kontak dengan infeksi
- Klien mengatakan tidak menutup orang lain
mulut saat batuk
- Klien mengatakan membuang
dahak diplastik dan membuangnya
ditempat sampah droplet
DO:
- Pasien sering batuk didepan orang
lain tanpa menutup mulut
BTA positif Adanya infeksi
kuman tuberkulosis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret,


sekret kental ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan batuk berdahak,
pasien mengatakan batuk berdahak. Data objektif: auskultasi: creakles pada
percabangan bronkus, TTV: TD 90/70mmHg, Nadi: 68x/menit, RR: 28x/menit, S:
36,70C.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler
ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan sesak. Data objektif pernafasan
cuping hidung, TD 90/70 mmHg, Nadi 100x/menit, RR: 28x/menit.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan karena mual ditandai dengan data subjektif
klien mengatakan mual, dan tidak nafsu makan. Data objektif: klien terlihat lemah,
berat badan turun, dan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai dengan
data subjektif: klien mengatakan tidur tidak nyenyak dan sering terbangun karena
batuk dan sesak, klien mengatakan kurang puas dengan tidurnya. Data Objektif:
kantong bawah mata hitam, konjungtiva anemis.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk
beraktivitas ditandai dengan data subjektif klien mengatakan badannya lemas,

39
kepalanya pusing, dan sesak nafas. Data objektif: klien hanya ditempat tidur dan saat
beraktivitas dibantu oleh keluarganya, RR 28x/menit, HB 11,1 g/dl.
6. Risiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis ditandai dengan data subjektif klien mengatakan sering kontak dengan
orang lain, klien mengatakan tidak menutup mulut saat batuk, klien mengatakan
membuang dahak diplastik dan membuangnya ditempat sampah. Data objektif:
pasien sering batuk didepan orang lain tanpa menutup mulut, BTA positif.

3.4 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Dalam waktu 1x24 jam jalan 1. Kaji fungsi pernafasan
bersihan jalan nafas nafas efektif, batuk dan sesak (bunyi nafas, kecepatan,
nafas berkurang. kedalaman, penggunaan otot
Kriteria hasil: assesoris)
1. Mempertahankan jalan 2. Catat kemampuan untuk
nafas pasien mengeluarkan mukosa/batuk
2. Pasien dapat efektif
mengeluarkan sekret 3. Berikan pasien posisi
dengan batuk efektif semi/fowler tinggi
3. Pasien menunjukkan 4. Ajarkan batuk efektif dan
perilaku untuk latihan nafas dalam
meperbaiki/mempertahan 5. Bersihkan sekret dari mulut
kan bersihan jalan nafas dan trakea (penghisapan
4. Sesak nafas dan batuk sesuai kebutuhan)
berkurang 6. Pertahankan masukan cairan
7. Anjurkan pasien minum air
putih hangat banyak
8. Observasi TTV
9. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi

40
2 Gangguan Dalam waktu 1x24 jam 1. buka jalan nafas
pertukaran gas gangguan pertukaran gas 2. posisikan pasien untuk
berkurang atau teratasi dengan memaksimalkan ventilasi
kriteria hasil: 3. identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrsikan pemasangan alat jalan
peningkatan ventilasi dan bantu nafas
oksigenasi yang adekuat 4. pasang mayo jika perlu
2. Mendemonstrasikan batuk 5. keluarkan sekret dengan
efektif dan suara nafas batuk atau suction
yang bersih, tidak ada 6. auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dispneu adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan 7. atur intake untuk cairan
sputum, mampu bernafas mengoptimalkan
dengan mudah, tidak ada keseimbangan
pursed lips) 8. monitor rata-rata,
3. Tanda-tanda vital dalam kedalamn, irama dan usaha
rentang normal respirasi
9. catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan, retraksi
10. monitor pola nafas
bradipnea, takipnea

3 Ketidakseimbangan Dalam waktu 2x24 jam nutrisi 11. tentukan status gizi
nutrisi kurang dari klien terpenuhi dengan kriteria klien dan kemmapuannya
kebutuhan tubuh hasil: untuk memenuhi kebutuhan
4. adanya peningkatan berat gizi
badan dengan tujuan 12. identifikasi adanya
5. mampu mengidentifikasi alergi dan intoleransi
kebutuhan nutrisi makanan pada klien
6. tidak ada tanda malnutrisi 13. instruksikan klien
7. menunjukkan fungsi mengenai kebutuhan nutrisi

41
pengecapan dan menelan 14. tentukan jumlah kalori
8. tidak terjadi penurunan dan jenis nutrisi yang
berat badan yang berarti dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
15. ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
16. tawarkan makanan
ringan padat gizi
17. monitor kalori asupan
makanan
18. monitor kecendurangan
terjadinya penurunan dan
kenaikan badan

4 Gangguan pola tidur Dalam waktu 2x24 jam pola 1. Observasi pola tidur pasien
tidur pasien dapat teratasi. dan TTV
Kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor yang
1. Pasien mampu tidur lebih mempengaruhi masalah
nyenyak tidur
2. TTV normal 3. Berikan lingkungan yang
3. Kebutuhan tidur nyaman dan tenang
terpenuhi minimal 8 jam 4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi.
5 Intoleransi aktifitas 1. Observasi respon pasien
dalam waktu 3x24 jam aktifitas terhadap aktivitas
pasien mulai mengalami 2. Catatat laporan dispnea,
peningkatan. peningkatan kelemahan atau
Kriteria hasil: kelelahan
1. Peningkatan toleransi 3. Berikan lingkungan tenang

42
terhadap aktivitas yang dan batasi pengunjung
dapat diukur dengan 4. Jelaskan pentingnya istirahat
adanya dispnea, dalam rencana pengobatan
kelemahan berlebihan, perlu istirahat dalam rencana
dan tanda vital normal pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan
itirahat
5. Bantu pasien memilih posisi
nyaman untuk beristirahat
6. Anjurkan keluarga untuk
membantu pasien saat
beraktivitas
Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
6 Risiko tinggi Dalam waktu 3x24 jam risiko 1. Kaji patologi penyakit dan
penyebaran infeksi penyebaran infeksi dapat potensial
teratasi. penyebaran infeksi melalui
Kriteria hasil: droplet udara selama batuk,
1. Klien mengatakan sudah bersin, meludah,
menutup mulut saat bicara, tertawa.
batuk/bersin 2. Identifikasi orang lain yang
2. Membuat dahak ditempat berisiko, contoh : anggota
tertutup rumah,
3. Menghindari meludah sahabat karib dan tetangga
sembarangan dan cuci 3. Observasi TTV.
tangan tepat 4. Anjurkan pasien untuk batuk
4. Tidak ada keluarga atau atau bersin dan
orang terdekat yang mengeluarkan dahak pada
memiliki gejala yang tisu dan membuang dahak si
sama tempat tertutup,
menghindari meludah

43
sembarangan dan
cuci tangan yang tepat.
5. Tekankan pentingnya tidak
menghentikan obat
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
dengan rasional untuk
mempercepat penyembuhan
infeksi.

3.5 Implementasi Keperawatan

No Waktu Diagnosa Implementasi Paraf

1 1 Oktober Ketidakefektifan 1. Mengkaji fungsi pernafasan (bunyi AB


2017, bersihan jalan nafas nafas, kecepatan, kedalaman,
07.05-07.25 penggunaan otot assesoris)
WIB 2. Mencatat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa/batuk efektif
3. Memberikan pasien posisi
semi/fowler tinggi
4. Mengajarkan batuk efektif dan latihan
nafas dalam
5. Membersihkan sekret dari mulut dan
trakea (penghisapan sesuai kebutuhan)
6. Mempertahankan masukan cairan
7. Menganjurkan pasien minum air putih
hangat banyak
8. Mengobservasi TTV

44
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
2 1 Oktober Gangguan pertukaran 1. membuka jalan nafas AB
2017, gas 2. memposisikan pasien untuk
07.25-17.40 memaksimalkan ventilasi
3. mengidentifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan bantu nafas
4. memasang mayo jika perlu
5. mengeluarkan sekret dengan batuk
atau suction
6. meng-auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
7. mengatur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
8. memonitor rata-rata, kedalamn, irama
dan usaha respirasi
9. mencatat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, retraksi
10. memonitor pola nafas bradipnea,
takipnea

3 1 Oktober Ketidakseimbangan 1. menentukan status gizi klien dan AB


2017, nutrisi kurang dari kemaapuannya untuk memenuhi
08.00-08.15 kebutuhan tubuh kebutuhan gizi
WIB 2. mengidentifikasi adanya alergi dan
intoleransi makanan pada klien
3. menginstruksikan klien mengenai
kebutuhan nutrisi
4. menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk

45
memenuhi persyaratan gizi
5. menciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkonsumsi makanan
6. menawarkan makanan ringan padat
gizi
7. memonitor kalori asupan makanan
8. memonitor kecendurangan terjadinya
penurunan dan kenaikan badan
4 1 Oktober Gangguan pola tidur 1. Mengobservasi pola tidur pasien dan AB
2017, TTV
10.00- 2. Mengidentifikasi faktor yang
10.10WIB mempengarusi masalah tidur
3. Memberikan lingkungan yang nyaman
dan tenang
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi.
5 1 Oktober Intoleransi aktifitas 1. Mengobservasi respon pasien AB
2017, terhadap aktivitas
12.30-12.40 2. Mencatat laporan dispnea,
WIB peningkatan kelemahan atau kelelahan
3. Memberikan lingkungan tenang dan
batasi pengunjung
4. Menjelaskan pentingnya istirahat
dalam rencana pengobatan perlu
istirahat dalam rencana pengobatan
dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan itirahat
5. Membanantu pasien memilih posisi
nyaman untuk beristirahat
6. Menganjurkan keluarga untuk

46
membantu pasien saat beraktivitas
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi

6 1 Oktober Risiko tinggi 1. Mengkaji patologi penyakit dan AB


2017, penyebaran infeksi potensial penyebaran infeksi melalui
13.00-13.15 droplet udara selama batuk, bersin,
WIB meludah, bicara, tertawa.
2. Mengidentifikasi orang lain yang
berisiko, contoh : anggota rumah,
sahabat karib dan tetangga
3. Mengobservasi TTV
4. Menganjurkan pasien untuk batuk /
bersin dan mengeluarkan dahak pada
tisu dan membuang dahak si tempat
tertutup, menghindari meludah
sembarangan dan cuci tangan yang
tepat
5. Menekankan pentingnya tidak
menghentikan obat
6. Melakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi dengan
rasional untuk mempercepat
penyembuhan
infeksi.

47
3.5 Evaluasi

No Waktu Diagnosa Evaluasi Paraf

1 1 Oktober Ketidakefektifan S: klien mengatakan masih batuk dan nafas AB


2017, bersihan jalan berkurang
07.05-07.25 nafas O: - klien bernafas menggunakan otot bantu
WIB pernafasan leher,
- nafas dangkal
- suara nafas creakles pada percabangan
bronkus
- RR: 21 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi nomor 5
2 1 Oktober Gangguan S: klien mengatakan sesak berkurang AB
2017, pertukaran gas O: - TTV : TD = 100/80 mmHg, S = 36,5 C,
07.25-17.40 RR = 21 x/menit, N = 74 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutka intervensi 5,10

3 1 Oktober Ketidakseimbang S: klien mengatakan tidak lemas, nafsu AB


2017, an nutrisi kurang makan lebih baik
08.00-08.15 dari kebutuhan O: TTV : TD = 100/80 mmHg, S = 36,5 C,
WIB RR = 21 x/menit, N = 74 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervesni nomor 7,8
4 1 Oktober Gangguan pola S: - px mengatakan tidurnya sudah nyenyak AB
2017, tidur dan sedikit bangun karena batuk
10.00- - Px mengatakan tidur ± 7 − 8 jam pada
10.10WIB malam hari, ± 1 jam siang hari
O: TTV : TD = 100/80 mmHg, S = 36,5 C, N

48
= 74 x/menit, RR = 21 x/menit
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
5 1 Oktober Intoleransi S: - px mengatakan rasa lemas berkurang dan AB
2017, aktivitas mampu beraktivitas lebih baik dari
12.30-12.40 sebelumnya karena sesak berkurang
WIB - Pasien masih dibantu jka berktivitas
O: RR = 21 x/menit
A: Masalah tertasi sebagian
P: lanjutkan intervensi nomor 3

6 1 Oktober Risiko tinggi S: - px mengatakan sudah menutup mulut saat AB


2017, penyebaran batuk/bersin
13.00-13.15 infeksi - Membuang dahak ditempat tertutup
WIB - Menghindari meludah sembarangan dan
cuci tangan tepat
O: - tidak ada anggota keluarga atau orang
dekat yang memiliki gejala sama dengan
px
- TTV : TD = 100/80 mmHg, S = 36,5 C,
N = 74 x/menit, RR = 21x/menit,
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi nomor 2

49
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit yang memiliki prevalensi tinggi di Indonesia
khususnya Tuberkulosis Paru. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pada masyarakat
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan TB Paru menjadi penyakit yang banyak
diderita masyarakat Indonesia. Diperlukan upaya yang maksimal untuk mengatasi
masalah ini, dimulai dari pelayanan kesehatan yang harus memberikan pelayanan dan
perawatan yang tepat, kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat serta
komitmen dari tenaga kesehatan untuk menekan angka kejadian TB Paru di Indonesia.

4.2 Saran
Perawatan pada klien dengan tuberkulossi paru membutuhkan kesabaran karena
dalam pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, sebagai
perawat harus memberikan motivasi, pengawasan dan pendampingan dalam proses
tersebut agar pasien tidak mengalami putus obat yang dapat menyebabkan resitensi
obat. Perawat juga harus mampu untuk memperdayakan keluarga yang terdapat anggota
keluarga menderita tuberkulosisi paru agar mampu untuk merawat anggota keluarga
yang menderita TB paru.

50
DAFTAR PUSTAKA

Chandra B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Depkes RI. (2002). Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Donna L. Wong…[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa
: Agus Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia :
Egi Komara Yudha….[et al.]. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Ed.6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzzane C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Somantri,Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta: Salemba
Medika.

Wahid, A & Suprapto, I. (2012). Pengantar dokumentasi proses keperawatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto.

Depkes. R.I. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan Kedua.


Jakarta: Bakti Husada.

51
Faris, Muiz. 2014. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (Bbkpm) Surakarta. Jakarta:
Program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan
universitas islam negeri syarif hidayatullah.

Pira, M.S.A. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru
dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Lidah Kulon
Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat
Surabaya.

Eka, w. 2006. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru


dengan Tindakan Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita
Tuberkulosis Paru. Skripsi. Surabaya, Universitas Airlangga.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika.

Soepandi, P. Z. (2010, September - Oktober). Dipetik Oktober 12, 2017, dari


Kalbemed.com:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_180%20Diagnosis%20tbmdr.pdf

Subagyo, A. 2013. Strategi DOTS, Perlukah untuk Pengobatan TB? [on line].
http://www.klikparu.com/2013/01/strategi-dots-perlukah-untuk-
pengobatan.html. [15 April 2017]

52
LAMPIRAN

1. Lembar Konsul

53

Anda mungkin juga menyukai