B. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada
sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Oktaviani
et al 2014). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara
umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular
primer dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular
primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa
adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH
merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem
ventrikel, sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat
pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah
periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012).
C. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak
diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:
Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler.
Kebiasaan merokok.
Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya perdarahan
intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding
lurus dengan banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
Usia tua
Volume darah intracerebral hemoragik
Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer
Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-
50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%)
dan serebelum (5%) (Brust,2012).
D. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar
dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian
yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila
terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut
meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak.
Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat
adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat
perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak.
Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing
dalam menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan
motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat
berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area
yang terkena (Annibal et al, 2014).
E. Manifestasi Klinis
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma.
Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda
tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi batang
otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami
pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada
lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang
dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama
seperti pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan).
Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh
yang sama seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan).
2. Kehilangan atau Defisit Sensori.
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian
seperti kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan
kesulitan dalam propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh).
Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil
dan auditorius.
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam
membentuk kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan
bicara, yang terutama ekspresif atau reseptif (mampu
bicara tapi tidak masuk akal).
Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya, seperti terlihat
ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan Persepsi adalah ketidak mampuan untuk
menginterprestasikan sensasi. Dapat mengakibatkan :
Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
pandang)
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit kognitif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
Penurunan lapang perhatian.
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Alasan abstrak buruk.
Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
Kehilangan kontrol-diri.
Labilitas emosional.
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
Depresi.
Menarik diri.
Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
Perasaan Isolasi.
F. Klasifikasi
1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi
pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
Trombosis pada pembuluh darah otak
Emboli pada pembuluh darah otak
2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60
tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis
(mental).
Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemoragic)
- Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi
- Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas fisik atau karena
psikologis (mental)
- Mual dan muntah pada permulaan serangan
- Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan
- Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang
dari ½ jam-2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam- 19 hari).
Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemoragic)
- Nyeri kepala hebat dan mendadak
- Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
- Ada gejala atau tanda meningeal
- Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikan anterior atau arteri karotis interna.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan
intra serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-
scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi
dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada gambar
adanya perdarahan pada sistem ventrikel.
b. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan
intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan.
Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksi
hemoglobindeoksi hemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.
c. USG Doppler
Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis
(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG
terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat
thrombus.
H. Penatalaksanaan
A. Penanganan Emergency
1. Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart
Organization/ American Strouke Association guideline 2009
merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang
ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak.
Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan
darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai
pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi
perfusi otak yang cukup.
2. Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat
diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen
plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
B. Penanganan Peningkatan TIK
1. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang
dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga
menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat
pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA (recombinant
tissue plasminogen activator). Obat golongan ini bekerja dengan
mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin akan melisis fibrin clot
atau bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat
yang beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi
serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat
berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran
yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan
hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
serebri, yaitu:
1. Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasme intrakranial.
2. Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat
gangguan dari sirkulasi cairan serebrospinal.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
A. Anamnesa
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
bangsa/suku, pendidikan, bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
Keluhan utama
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri,
awalnya bisa pada waktu melakukan kegiatan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada
extrimitis, yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau
dextra, gangguan fokal, menurunnya sensasi sensori dan tonus otot
biasanya tanpa disertai kejang, menurunnya kesadaran seperti CVA
Bleeding.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang
tidak adekuat, kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya
riwayat DM.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau
punya anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA
Bleeding maupun infark
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat
seperti gizi yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang
kurang sehat
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umun
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan
kesadaran, tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2. Kepala dan Leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan
kepala, panas atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera,
puppi reflek terhadap cahaya, hidung simetris atau ada tidaknya
polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada pembesaran kelenjar
tiroid.
3. Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak
terdapat pernafasan cuping hidung.
5. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah
normal/meningkat akan tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi.
6. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat,
berkeringat banyak.
7. Sistem Eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan.
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
9. Sistem Endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
10. Sistem Persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien
CVA.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan
peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema
serebri.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia,
kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
D. Intervensi
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan
peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema
serebri.
Intervensi
Intracranial pressure (ICP) Monitoring
a. Mengkaji dengan alat monitoring ICP
b. Memeberikan informasi kepada pasien dan keluarga
c. Set alarm monitor
d. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang ICP
e. Monitor status neurological
Cerebral perfusion promotion
a. Konsultasikan dengan dokter untuk menetukan parameter
hemodinamik
b. Memberikan analgesic sesuai order
c. Memberikan antikoagelan sesuai order
d. Memberikan antiplatelet sesuai order
e. Monitor tekanan darah
f. Monitor MAP
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2X24 klien mampu melakukan aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi
Exercise Therapy: balance
a. Menentukan kemampuan pasien untukmengikuti latihan
b. Mengevaluasi kemampuan sensori (penglihatan, pendengaran)
c. Menyediakan tempat yang aman untuk latihan
d. Kaji respon klien selama latihan
Joint mobility
a. Menetukan keterbatasan gerak sendi
b. Kolaborasi dengan therapist dalam mengembangkan program latihan
c. Mengkaji tingkat nyeri sebelum melakukan latihan
d. Melindungi klien dari trauma selama latihan
e. Membantu klien untuk posisi yang optimal dalam melakukan
passive/aktive joint movement
f. Mendorong klien melakukan latihan ROM aktif
g. Mengajari PROM dan membantu AROM jika diindikasikan
h. Berikan pujian yang positif untuk
3. Defisit perawatan diri: Mandi
Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam klien nampak
bersih dan terawat.
Intervensi
Self-care Assistance: Bathing/Hygiene
a. Mempertimbangkan budaya pasien ketika akan memandikan
b. Mempertimbangkan usia pasien ketika akan memandikan
c. Menetukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan
d. Menyiapkan alat-alat mandi (handuk, sabun, deodorant, dan kebutuhan
mandi lainnya)
e. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dan mejaga privacy klien
f. Bantu klien menggosok gigi dengan tepat
g. Bantu klien membersihkan badannya
h. Monitor kebersihan kuku klien.
i. Monitor integritas kulit klien.