Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PROSES KEBIJAKAN

Dede Mariana

e-mail: dedemariana@yahoo.com

ABSTRAK

Teori kebijakan era tahun 60-an lebih memandang proses kebijakan dari
perspektif administrasi publik. Proses kebijakan dipandang linear dan mekanistik.
Sementara, partisipasi masyarakat hanya dipandang sebagai formalitas bagi
legitimasi kebijakan. Selama ini, partisipasi cenderung dimaknai secara kuantitatif
(hanya dihitung dari jumlah partisipan atau jumlah organisasi masyarakat yang
dilibatkan). Padahal, proses kebijakan akan jauh lebih bermakna sebagai proses
demokrasi manakala partisipasi diperluas sebagai kesempatan bagi seluruh warga
masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya secara argumentatif. Artikel ini
menjelaskan bagaimana pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, yakni melalui pendekatan struktural
dengan mengadvokasikan berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yang
memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan pendekatan sosiokultural
melalui proses pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan masyarakat.

Kata Kunci: Kebijakan, Proses Kebijakan, Partisipasi Masyarakat, Pemberdayaan.

ABSTRACT
Policy theories in years of 60’s era more viewed policy process from public
administration perspective. Policy process has been regarded linear and
mechanistic. Meanwhile, public participation only viewed as formality by policy
legitimation. All this time, participation tends to be interpreted quantitatively–only
accounted from participant amount or public organization amount which involved.
Even though, policy process will be more meaningful as democracy process when
participation expanded the meaning as opportunity to all citizens to deliver the
aspiration argumentatively. This article explained how empowering peoples could
be doing to participate in the making of policy, that is through by structural approach
with advocated any law instruments and institutions that will give the change to
people to participated and sociocultural approached by educating process,
organizing, and accompaniment.

Keywords: Policy, Policy Process, Public Participation, Empowerment

216 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

PENDAHULUAN bijakan publik sesungguhnya terletak


pada hubungan antara negara dan ma-
Teori-teori kebijakan yang syarakat. Paradigma kebijakan publik
berkembang selama dekade 1950- yang kaku dan tidak responsif meru-
1980-an memandang proses kebijakan pakan cerminan dari hubungan negara
dari perspektif administrasi publik. dan masyarakat yang kaku dan tidak
Dalam perspektif ini, proses kebijakan responsif pula. Sebaliknya, paradigma
mulai dari formulasi hingga evaluasi kebijakan publik yang luwes dan
dipandang secara linear layaknya responsif akan merupakan luaran dari
proses yang mekanistis. Karena berada hubungan yang luwes dan responsif
dalam ranah administrasi publik, antara negara dan masyarakat.
proses kebijakan dipandang sebagai Untuk membangun paradigma
kewenangan internal pemerintah, kebijakan publik yang berorientasi
sehingga partisipasi masyarakat hanya pada aspirasi dan kebutuhan masya-
dipandang sebagai formalitas untuk rakat, perlu dikembangkan paradigma
menambah legitimasi kebijakan alternatif yang tidak lagi menempatkan
tersebut. Idiom black box seringkali kebijakan publik dalam ranah supra-
digunakan untuk menggambarkan struktur atau penguasa, tapi sebagai
proses legislasi yang berlangsung proses interaksi yang seimbang antara
terbatas dalam ranah suprastruktur suprastruktur dan infrastruktur politik.
merupakan bukti bahwa proses Proses interaksi yang seimbang ini
legislasi merupakan proses yang mensyaratkan adanya ruang-ruang
tertutup dari intervensi luar, termasuk publik yang terbuka bagi partisipasi
masyarakat. Pendekatan semacam itu masyarakat dalam pembuatan ke-
membawa implikasi negatif karena bijakan.
kebijakan yang dibuat menjadi tidak
atau kurang berpihak pada masyarakat. Pada mulanya, pelibatan masya-
rakat hanya dimungkinkan dalam
Oleh karena itu, pandangan ten-
ruang-ruang di luar ranah suprastruktur
tang studi kebijakan sebagai proses dan dilakukan melalui institusi per-
birokratis-administratif yang hanya wakilan, seperti kelompok kepen-
menjadi domain dari institusi peme- tingan, kelompok penekan, dan partai
rintah menjadi sulit digunakan untuk politik. Institusi-institusi inilah yang
menjelaskan proses politik yang ber- kemudian berperan sebagai penyalur
langsung dalam keseluruhan tahap aspirasi masyarakat untuk selanjutnya
proses kebijakan. Lahirnya suatu diagregasi oleh parlemen sebagai
produk kebijakan tidaklah otomatis lembaga perwakilan masyarakat.
mencapai idealisasinya meskipun
telah melalui keseluruhan tahap seba- Model penyaluran aspirasi
gaimana dikemukakan dalam konsep semacam itu merupakan karakter khas
rasional-komprehensif. Esensi dari ke- demokrasi perwakilan. Permasalahan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 217


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
kemudian timbul manakala institusi- Proses Kebijakan sebagai
institusi perwakilan tersebut lebih Pertarungan Wacana
berorientasi pada kepentingannya
dibandingkan pada kepentingan publik Dalam pandangan kritis, studi
yang diwakilinya. Sistem oligarkhi kebijakan publik sebagai proses politik
yang masih mendominasi relasi berkaitan erat dengan konsep demok-
kekuasaan dalam institusi politik juga rasi karena proses kebijakan pada
menjadi salahsatu penyebab terjadinya dasarnya berorientasi pada akomodasi
distorsi aspirasi karena pihak elitlah kepentingan publik. Kepentingan
yang lebih menentukan aspirasi mana publik yang dimaksud jelas merupakan
yang akan diperjuangkan, bukan proses tarik-menarik dari berbagai
berdasarkan skala prioritas yang kepentingan di masyarakat yang ke-
obyektif. Alih-alih memperjuangkan mudian membentuk opini publik.
aspirasi publik, yang terjadi adalah Dengan demikian, proses kebijakan
distorsi aspirasi, sehingga masukan harus dimaknai sebagai proses dialogis
yang bersumber dari masyarakat di antara berbagai stakeholders dengan
berbeda dengan kebijakan yang keluar kepentingannya masing-masing yang
dari proses konversi. kemudian hasil kesepakatan dari
proses dialog itulah yang akan menen-
Kendala inilah yang kemudian
tukan isi dari kebijakan tersebut. Da-
mendorong perkembangan model de-
lam banyak kasus, proses dialogis ini
mokrasi deliberatif sebagai alternatif
seringkali hanya berlangsung di ting-
untuk meminimalkan potensi distorsi
kat elit para pengambil keputusan tan-
pada pembuatan kebijakan. Di sisi
pa melibatkan kelompok-kelompok
lain, melalui model demokrasi deli-
masyarakat lain yang sebenarnya juga
beratif, diharapkan ruang-ruang parti-
terkena dampak dari kebijakan ter-
sipasi bagi publik dapat meluas, karena
sebut.
proses kebijakan dapat berlangsung di
luar ruang parlemen. Permasalahannya, Sebagai proses dialogis, kebijakan
apakah konsep ini dapat diaplikasikan dapat dianalisis dari pertarungan
pada tataran praktik? Di manakah wacana dan argumentative turn yang
ruang-ruang publik bagi partisipasi dikemukakan oleh berbagai stake-
dalam pembuatan kebijakan? Apa holders yang terlibat. Pendekatan ini
prasyarat yang harus disiapkan agar dikemukakan oleh Fischer dan
perluasan ruang publik benar-benar Forester17 untuk menganalisis
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kebijakan sebagai proses praktis dari
untuk menyampaikan aspirasinya?

17 Lebih lanjut dapat dibaca dalam Peter deLeon. “The Policy Science Redux : New Roads to
Postpositivism”. Policy Studies Journal Vol. 22 No. 1. 1994.

218 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

argumentasi. Analisis kebijakan dite- kekuatan (communicative power)


kankan pada pengertian-pengertian untuk mempengaruhi pengambilan
istilah sosiologis, yaitu karakter keputusan yang secara formal dila-
retorika dalam konteks spesifik yang kukan melalui mekanisme perwakilan.
meliputi makna dari argumen maupun Ketersediaan ruang publik yang
isu yang dikemukakan. terbuka dalam memfasilitasi proses
argumentative turn dari pihak
Proses kebijakan dipandang
parlemen (DPR/DPRD), Pemerintah,
sebagai kompleksitas kejadian politik
maupun kelompok masyarakat yang
yang melibatkan banyak aktor dan
secara bebas menggunakan berbagai
banyak kepentingan. Proses kebijakan
media untuk mengemukakan argu-
tidak dipandang sebagai suatu proses
mentasinya19.
yang linier yang dapat dengan mudah
diamati dalam rapat-rapat dan Bentuk-bentuk ruang publik
pembahasan yang berlangsung dalam dalam pembuatan kebijakan sangat
ruang parlemen. Sebaliknya, proses beragam. Ia dapat berupa pemberitaan
kebijakan justru berlangsung melalui di media massa; hearing dengan
lobby, negosiasi, advokasi, pertarungan lembaga legislatif; diskusi di kalangan
opini di media massa, bahkan kelompok-kelompok masyarakat;
demonstrasi di jalanan. Di sinilah audiensi dengan lembaga legislatif
berkembang konsep tentang ruang atau lembaga lain yang berwenang
publik. dalam pengambilan keputusan; bahkan
jajak pendapat. Dengan demikian,
Dalam konsepsi ini, ruang publik
sesungguhnya terdapat peluang yang
tidak diartikan secara fisik tetapi
besar untuk memperluas ruang
merupakan ruang sosial (social space)
partisipasi publik dalam pembuatan
yang dihasilkan oleh tindakan
kebijakan.
komunikatif. Ruang publik menjadi
tempat bagi terbentuknya opini publik Ketersediaan ruang publik yang
yang merefleksikan isu-isu yang memfasilitasi pertukaran argumentasi
berkembang dalam tataran elit maupun menjadi esensi penting untuk mening-
massa18. Pembentukan opini publik katkan kadar partisipasi publik dalam
melalui debat publik akan memiliki proses kebijakan. Selama ini,

18 John Dryzek, Deliberative Democracy and Beyond: Liberals, Critics, Contestations. Oxford:
Oxford University Press. 2000, hal. 24.
19 Caroline Paskarina. 2005. “Dilema Ruang Publik dalam Demokratisasi”. Artikel dalam Bujet
Edisi 07/III/Oktober-November 2005.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 219


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
partisipasi cenderung dimaknai secara dilakukan dengan melontarkan wacana
kuantitatif (hanya dihitung dari jumlah tandingan (counter discourse) yang
partisipan atau jumlah organisasi memberikan alternatif perspektif da-
masyarakat yang dilibatkan). Padahal, lam memandang suatu isu kebijakan.
proses kebijakan akan jauh lebih Misalnya, kebijakan tentang pener-
bermakna sebagai proses demokrasi tiban Pedagang Kaki Lima (PKL)
manakala partisipasi diperluas sebenarnya tidak hanya dapat
maknanya sebagai kesempatan bagi dipandang dari perspektif ketertiban
seluruh warga masyarakat untuk kota, tetapi juga dari perspektif
menyampaikan aspirasinya secara pemberdayaan sektor informal. Ini
argumentatif. Tujuannya, agar aspirasi adalah wacana tandingan yang dapat
yang disampaikan dapat mengubah dimunculkan, sehingga pembuatan
persepsi dari para elit pembuat kebijakan penertiban PKL perlu
kebijakan. Transparansi dalam ruang mengakomodasi kenyataan sosial
publik juga meminimalkan potensi bahwa keberadaan PKL ternyata
terjadinya distorsi aspirasi dalam bermanfaat untuk menopang sektor
pembuatan kebijakan. Masyarakat informal dalam perekonomian kota.
dimungkinkan untuk “mengawal”
Selama ini, protes dan penolakan
aspirasinya tanpa khawatir “dibajak”
terhadap suatu kebijakan seringkali
oleh elit-elit tertentu.
timbul akibat ketiadaan wacana
Perluasan ruang publik juga tandingan yang memperkaya
merupakan bagian dari strategi pertarungan argumen selama proses
perubahan kebijakan. Jordan20 pernah kebijakan berlangsung. Akibatnya,
menggagas sebuah bentuk strategi substansi kebijakan hanya memuat
perubahan kebijakan yang disebut satu atau dua perspektif saja yang
venue change (perubahan tempat umumnya bersumber dari kelompok
kebijakan). Ini adalah strategi mayoritas. Padahal, kebijakan publik
perubahan kebijakan dengan cara hakikatnya merupakan suatu bentuk
mengubah fokus kebijakan yang ada konsensus dari seluruh pihak yang
pada fokus yang lain, namun masih akan terkena dampak dari pem-
terkait dengan konteks kebijakan yang berlakuan kebijakan tersebut. Karena
ada. Perubahan fokus kebijakan dapat itu, perluasan ruang publik sebagai

20 Dalam Fadillah Putra. 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan
Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.

220 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

wadah pertarungan argumen dalam 1. Parlemen sebagai pemegang


proses kebijakan menjadi penting wewenang utama dan penyalur
untuk menguji validitas klaim yang semua aspirasi masyarakat yang
diajukan pihak-pihak yang terlibat melaksanakan fungsi legislatif;
dalam pembuatan kebijakan tersebut, 2. Perangkat Pemerintah, yang
sehingga tidak ada pihak yang men- menjalankan fungsi eksekutif;
dominasi substansi kebijakan. Inilah 3. Masyarakat, terdiri atas masya-
makna substantif dari partisipasi ma- rakat pada umumnya, tokoh-
syarakat dalam pembuatan kebijakan. tokoh masyarakat formal dan
informal, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), asosiasi
Peluang Partisipasi dalam profesi, perguruan tinggi dan
Pembuatan Kebijakan
organisasi massa lainnya.

Pada tataran praktis, peluang Tugas parlemen pada tahap penja-


partisipasi publik dalam pembuatan ringan aspirasi masyarakat antara lain:
kebijakan bisa berada dalam lingkup 1. Menjaring aspirasi masyarakat
pembuat keputusan maupun di luar untuk mendapatkan berbagai
ruang-ruang parlemen. Dalam ranah masukan dan informasi tentang
parlemen, peluang partisipasi berada kebutuhan riil melalui metode
pada tahap penjaringan aspirasi penjaringan aktif. Bentuk
masyarakat (need assesment). Tahapan kegiatan berupa: (a) membuat
ini dilakukan untuk memperoleh data dan menyebarkan kuesioner; (b)
atau informasi dari masyarakat sebagai melakukan observasi lapangan
atau survei untuk mendapatkan
bahan masukan dalam proses penyu-
aspirasi dan gambaran sesung-
sunan kebijakan. Informasi tersebut
guhnya yang ada di lapangan;
digunakan untuk menjamin agar
(c) mengadakan dialog interaktif
kebijakan yang dibuat sesuai dengan
dengan masyarakat secara lang-
aspirasi murni (kebutuhan dan ke-
sung.
inginan riil) masyarakat, bukan seke-
2. Menjaring aspirasi masyarakat
dar aspirasi politik. Pihak-pihak yang
untuk mendapatkan berbagai
terkait dalam penjaringan aspirasi
masukan dan informasi tentang
masyarakat adalah21:
kebutuhan riil melalui metode

21 Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 2002, hal.
127.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 221


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
penjaringan pasif. Bentuk sebuah dokumen aspirasi yang
kegiatannya dapat dilakukan memuat aspirasi dan kebutuhan
melalui : (a) pembukaan kotak pos riil masyarakat.
khusus yang dapat menampung
Masyarakat dapat menyampaikan
surat-surat dari masyarakat
aspirasinya melalui sejumlah saluran
dalam menyalurkan aspirasinya;
(b) menyediakan kotak saran yang tersedia, baik di DPR, DPD
sebagai tempat masyarakat maupun DPRD di tingkat daerah,
menyampaikan aspirasinya; (c) sebagaimana termuat pada Tabel 1
membuat web site khusus dengan berikut ini. Pilihan untuk menentukan
fasilitas penerima email dari kepada badan mana gagasan kita ingin
masyarakat; (d) menyediakan disampaikan, sebenarnya tergantung
telepon bebas pulsa untuk pada rancangan kebijakan yang akan
menerima aspirasi masyarakat atau sedang dibuat. Misalnya, untuk
melalui line telepon. RUU/Raperda yang sudah masuk
3. Menjaring aspirasi masyarakat tahap pembahasan, akan lebih efektif
secara reaktif untuk mendapatkan apabila gagasan disampaikan kepada
berbagai masukan dan informasi anggota DPR/DPD/DPRD yang
tentang kebutuhan riil masyarakat. membahas RUU/Raperda tersebut.
Bentuk kegiatannya berupa: Namun gagasan pada tahap awal,
(a) public hearing; (b) kegiatan misalnya topik RUU/Raperda tertentu
inspeksi mendadak (sidak). atau Rancangan Akademik RUU/
4. Merumuskan hasil penjaringan Raperda atau naskah RUU/Raperda
masyarakat tersebut ke dalam tertentu, bisa lebih luas diwacanakan,
termasuk melalui media massa.

Tabel 1
Mekanisme Penyampaian Aspirasi dalam Pembuatan Kebijakan

No. Item DPR DPD DPRD

Kepada siapa 1. Anggota DPR 1. Anggota DPD 1. Anggota DPRD


aspirasi dari Komisi atau 2. PAH/Tim Kerja 2. Badan Legislasi
disampaikan? Pansus atau Panja yang mengusulkan, DPRD
yang membahas membahas atau 3. Fraksi-fraksi
RUU mempertimbangkan DPRD
2. Badan Legislasi Usul RUU yang 4. Sekretariat DPRD
DPR menjadi wewenang
3. Asisten I Sekreta- DPD.
riat Jenderal DPR 3. Panitia Perancang
bidang perundang- Undang-Undang
undangan 4. Sekretariat Jenderal
4. Pusat Pengkajian DPD
dan Pelayanan 5. Sekretariat Daerah
Informasi 6. Sekretariat DPRD
5. Fraksi-fraksi

222 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Forum apa yang 1. Penyampaian 1. Rapat Dengar 1. Rapat dengar pen-


digunakan? melalui hearing/ Pendapat Umum dapat
diskusi ataupun (RDPU) dengan 2. Audiensi atau
dalam rapat, Panitia Ad-Hoc hearing dengan
misalnya dalam (PAH) atau Panitia fraksi
rapat dengar Perancang Undang- 3. Konsultasi publik
pendapat umum. Undang (PPUU). 4. Melalui surat
2. Audiensi atau 2. Hearing dengan
hearing dengan Panitia Perancang
fraksi-fraksi Undang-Undang
3. Konsultasi publik (PPUU)
4. Hearing dengan 3. Hearing dengan
Badan Legislasi Anggota DPD
5. Melalui surat yang merupakan
anggota PAH yang
mengusulkan,
membahas Usul
Pembentukan RUU
atau Usul RUU.
4. Melalui surat

Sumber: www.parlemen.net

Ditinjau dari sisi forum atau rakat miskin, komunitas adat, dll.
media yang dapat digunakan, terdapat Karena itu, terdapat sejumlah kiat
beragam mekanisme yang tersedia yang perlu diperhatikan manakala kita
meski cenderung bersifat formal dan memanfaatkan mekanisme formal ini
limitatif. Hal ini memang menjadi dalam menyalurkan aspirasi. Kiat-kiat
salahsatu kelemahan dari model tersebut adalah22:
perwakilan yang selama ini diterapkan.
Mereka yang diundang dalam 1. Rapat Dengar Pendapat Umum
pembahasan rancangan kebijakan (RDPU)
biasanya yang tergabung dalam suatu Forum ini adalah forum
kelompok kepentingan atau kelompok resmi yang ada dalam proses
penekan, sehingga bias kepentingan pembahasan sebuah kebijakan
mungkin saja terjadi dalam artikulasi (RUU atau Raperda). Forum ini
dan agregasi kepentingan. Berbagai diadakan pada saat pembahasan
aturan protokoler selama pembahasan tingkat I RUU/Raperda, yaitu
dalam parlemen juga dapat menjadi setelah adanya pemandangan
kendala yang membatasi peluang umum fraksi atas RUU/Raperda
partisipasi bagi kelompok masyarakat atau pemandangan umum peme-
yang termarginalkan, misalnya masya- rintah atas RUU/Raperda dari
DPR/DPRD.

22 Download dari www.parlemen.net, 11 Oktober 2006.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 223


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
Untuk dapat terlibat dalam forum Hearing dengan fraksi dapat
ini, cara-cara yang harus kita lebih mudah jika kita mengenal
tempuh adalah: salahsatu anggota dari fraksi
 Identifikasi terlebih dahulu, yang bersangkutan. Kalaupun
sudah sampai tingkat mana tidak, kita dapat memintanya
pembahasan RUU/Raperda. ke sekretariat fraksi. Tentukan
 Kirimkan surat kepada ke alasan serta tawaran waktu untuk
Sekretariat Komisi/Pansus bertemu untuk memudahkan
yang membahas RUU/ fraksi/sekretariat fraksi menyusun
Raperda. jadwal. Jangan lupa cantumkan
identifikasi institusi/individu de-
 Sebutkan maksud dan tujuan
ngan jelas serta nomor telepon
untuk meminta adanya
yang dapat dihubungi agar komu-
RDPU tersebut.
nikasi penentuan jadwal dapat
 Pastikan kita memiliki lebih mudah terjadi.
bahan yang siap dibagikan
dalam RDPU tersebut, agar 3. Konsultasi Publik
pembahasannya bisa fokus. DPR/DPRD kadang-kadang me-
 Pantau terus perkembangan lakukan mekanisme konsultasi
dari gagasan kita dalam publik (sosialisasi) untuk RUU/
pembahasan-pembahasan Raperda banyak mendapatkan
selanjutnya. sorotan. Konsultasi publik (so-
sialisasi) bisaanya dilakukan
2. Audiensi atau hearing dengan di beberapa kota besar. Untuk
fraksi-fraksi berpartisipasi, cara-caranya se-
Forum ini lebih fleksibel, artinya bagai berikut:
tidak ada waktu yang terjadwalkan  Mintalah informasi kepada
sehingga kita dapat melakukan sekretariat Komisi/Pansus
kapan saja sepanjang proses mengenai kapan dan di mana
pembahasan RUU/Raperda itu saja konsultasi publik akan
berlangsung. Sulitnya, penjad- diadakan, serta organisasi
walan dan kesediaan fraksi untuk yang menjadi mitra lokal
bertemu dengan kita sepenuhnya DPR/DPRD.
tergantung pada kemauan fraksi
 Jika kota anda termasuk yang
tersebut. Namun, hal ini bisa
akan dikunjungi, mintalah
diatasi dengan menyampaikan
kepada penyelenggara lokal
surat permohonan dengan
untuk mengundang anda
maksud, tujuan, serta identifikasi
dalam forum tersebut.
institusi/individu yang jelas, dan
 Jika informasi tentang mitra
ditindaklanjuti melalui hubungan
lokal tidak juga didapatkan,
telepon secara intensif.
anda dapat menghubungi

224 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

pemerintah daerah setempat DPD/DPRD melalui Sekretariat


ataupun universitas negeri di Daerah dan Sekretariat DPRD di
kota anda, karena Sekretariat daerah masing-masing. Semua
DPR/DPRD biasanya beker- masukan dan kritikan akan
ja sama dengan pemerintah disampaikan kepada anggota
daerah atau dengan perguruan DPR/DPD/DPRD pada saat
tinggi di kota tersebut. kunjungan kerja.
 Datanglah dengan membawa Caranya dengan mengirimkan
usulan secara tertulis. surat langsung yang dapat
Selain mempermudah untuk berisi usulan RUU/Raperda,
dipelajari, juga berjaga- pertimbangan atas suatu RUU/
jaga jika anda tidak sempat Raperda yang berada dalam
menyampaikan usulan secara lingkup kewenangan DPR/DPD/
lisan/langsung dalam forum DPRD kepada Sekretariat Daerah
tersebut. atau Sekretariat DPRD.
 Mintalah hasil konsultasi
Selain yang bersumber dari
publik tersebut dan pantaulah
inisiatif masyarakat untuk menyam-
perkembangan usulan anda di
paikan aspirasi, anggota legislatif pun
pembahasan RUU/Raperda
sebenarnya memiliki peran besar
tersebut selanjutnya.
untuk menjaring aspirasi masyarakat.
4. Hearing dengan Badan Legislasi Waktu reses dapat digunakan untuk
Badan Legislasi DPR/DPRD menjalin hubungan dengan masyarakat
saat ini menjadi badan yang dan konstituen pada khususnya, ter-
cukup berpengaruh dalam proses masuk untuk menggali aspirasi dan
legislasi DPR/DPRD. Ada kebutuhan masyarakat. Namun, pe-
beberapa hal yang bisa dilakukan manfaatan masa reses ini akan lebih
dengan Badan Legislasi DPR, efektif bila ada instrumen penjaringan
yakni: aspirasi yang jelas yang dapat digu-
 Memasukkan naskah usulan nakan sebagai panduan oleh anggota
anda untuk dijadikan RUU/ legislatif untuk mengidentifikasi
Raperda usul inisiatif DPR/ aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
DPRD. Metode analisis stakeholders, analisis
 Memberikan masukan atas skala prioritas kebutuhan masyarakat,
suatu naskah RUU/Raperda penyelenggaraan focus group dis-
yang sedang dibahas. cussion (FGD), atau pengumpulan
(kliping) berita media lokal merupakan
5. Melalui surat
contoh metode penjaringan aspirasi
Setiap waktu masyarakat dapat yang dapat diterapkan oleh anggota
mengirimkan saran, kritik dan legislatif. Melalui metode ini, anggota
masukan kepada anggota DPR/ legislatif dapat memperoleh masukan

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 225


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
yang obyektif mengenai kebutuhan riil Secara konseptual, advokasi
masyarakat, sehingga memiliki posisi kebijakan menyangkut ekspresi
tawar (bargaining position) yang kuat keberpihakan seseorang pada nilai-
ketika bernegosiasi dengan eksekutif nilai tertentu. Dari perspektif populis,
dalam proses pembuatan kebijakan, tentu saja nilai-nilai yang ingin
termasuk ketika membahas alokasi diperjuangkan adalah nilai-nilai yang
APBD. berpihak pada kepentingan masya-
rakat. Dengan demikian, advokasi
Ketersediaan ruang publik juga
kebijakan dalam perubahan kebijakan
dapat dimaknai sebagai proses
publik tidak hanya cukup sampai
advokasi terhadap materi kebijakan.
mengubah isi keputusan pemerintah,
Advokasi kebijakan publik merupakan
namun juga mengubah kondisi yang
salahsatu pendekatan yang dapat
dikehendaki dengan cara memastikan
digunakan untuk memfasilitasi part-
penentu kebijakan berada di pihak
isipasi masyarakat dalam pembuatan
yang melakukan advokasi. Karena
kebijakan publik. Pendekatan advokasi
itulah, advokasi harus dilakukan dalam
dalam pembuatan kebijakan publik
setiap tahap proses kebijakan. Ketika
diperlukan agar kebijakan betul-betul
advokasi kebijakan dipahami sebagai
memihak pada kepentingan masya-
kerangka kerja dalam proses kebijakan
rakat. Selain itu, ada juga perubahan
dan bukan sekedar penggalangan
konteks penyelenggaraan pemerin-
kekuatan untuk mengubah isi kebi-
tahan yang menempatkan advokasi
jakan yang telah dibuat pemerintah,
kebijakan menjadi penting, yakni
maka perubahan kebijakan tidak
adanya pergeseran paradigma model
sekedar menjadi fenomena yang
advokasi dari litigasi (penyelesaian di
sporadis dan temporer. Advokasi kebi-
pengadilan) menjadi legislasi. Model
jakan dapat menjadi sarana untuk me-
advokasi yang berupa litigasi terutama
ngembangkan partisipasi masyarakat,
berada dalam konteks negara yang
mengubah karakter pengambil kebi-
dominan dan otoriter yang tidak
jakan, dan pada akhirnya mengadakan
memberikan ruang bagi partisipasi
perubahan politik di tingkat lokal.
masyarakat. Sementara dalam konteks
sekarang, di mana ruang partisipasi Pada praktiknya, advokasi
masyarakat sudah terbuka luas, maka kebijakan dapat dilakukan melalui
model advokasi dapat diarahkan untuk beragam strategi, seperti tergambar
merubah kebijakan publik. dalam alur di bawah ini.

226 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

Gambar 1
Jalur Advokasi Kebijakan

Sumber: Mansour Fakih, dkk., 2000.

Dalam gambar di atas, tampak menarik simpati dan dukungan


bahwa jalur advokasi kebijakan dapat masyarakat.
dilakukan baik dengan menggunakan
otak maupun otot, mulai dari teknik Prasyarat Pemanfaatan Ruang
legal drafting, pengembangan je- Publik
jaring kemitraan, lobby dan negosiasi Perluasan ruang publik tentu
hingga menggunakan cara-cara non saja tidak dapat dipahami sebagai
konvensional seperti unjuk rasa, proses yang netral karena di dalamnya
mogok, boikot, dan aksi massa akan selalu ada beragam kepentingan,
lainnya. Namun, prinsipnya baik baik dari level elit maupun massa.
upaya penyampaian aspirasi maupun Terlepas dari kekurangan-kekurangan
advokasi kebijakan harus senantiasa yang masih terdapat dalam proses
dilakukan dalam kerangka normatif deliberasi, kemunculan ruang publik
sesuai dengan peraturan perundang- yang difasilitasi oleh media massa,
undangan yang berlaku. Hal ini akademisi, dan LSM membawa
diperlukan sebagai strategi untuk dampak positif bagi pembelajaran

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 227


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958
politik publik. Agar ketersediaan yakni: pertama, pendekatan struktural.
ruang publik menjadi efektif, maka Pendekatan struktural dilakukan
prasyarat utama yang diperlukan dengan cara mengadvokasikan ber-
adalah pemberdayaan masyarakat. bagai instrumen hukum dan kelem-
Perluasan ruang publik berkaitan bagaan yang memberi peluang bagi
erat dengan kemampuan seluruh masyarakat untuk berpartisipasi,
elemen masyarakat untuk mempro- mengakses informasi, dan mengontrol
duksi wacana tandingan untuk akuntabilitas pemerintahan. Instrumen
melawan hegemoni wacana utama23. hukum yang sangat penting untuk
Wacana tandingan tidak akan dapat menjamin partisipasi dan akuntabilitas
terbentuk bila pertarungan wacana adalah undang-undang/peraturan dae-
berlangsung secara tidak seimbang di rah mengenai partisipasi masyarakat
mana penguasa menentukan bagai- dan undang-undang/peraturan daerah
mana suatu isu dibentuk, didefinisikan, mengenai hak warga untuk men-
dan dipublikasikan. Proses deliberasi dapatkan informasi. Sedangkan
ini rentan dengan dominasi elit karena instrumen kelembagaan yang penting
hanya kelompok elitlah yang memiliki adalah penumbuhan organisasi lokal
akses untuk membentuk, mendefi- dan fungsional yang dapat menampung
nisikan, dan mempublikasikan isu-isu. aspirasi dan menyalurkan kepentingan
masyarakat lokal/fungsional sebagai
Oleh karena itu, pemberdayaan
konstituennya. Dengan mengopti-
masyarakat diorientasikan pada upaya
malkan kedua instrumen ini maka
memperkuat kemampuan masyarakat
kemungkinan terjadinya dominasi
dalam memaknai dan memahami
wacana dapat dihindari.
wacana yang berkembang, termasuk
isu-isu yang menjadi agenda kebijakan Kedua, pendekatan sosiokultural.
publik. Meningkatnya pemahaman Pendekatan ini dilakukan melalui
masyarakat akan memperkuat posisi proses pendidikan, pengorganisasian,
tawar masyarakat berhadapan dengan dan pendampingan masyarakat agar
negara, sehingga relasi kekuasaan masyarakat dapat mengindentifikasi
menjadi lebih seimbang, termasuk dan mengartikulasi aspirasi dan
dalam proses kebijakan. Ada dua kepentingan mereka, sehingga potensi
pendekatan yang dapat dilakukan manipulasi aspirasi dan kepentingan
untuk memberdayakan masyarakat, masyarakat dapat diminimalkan. Pen-

23 Caroline Paskarina. 2004. Ruang Publik dalam Pemilihan Walikota Bandung Tahun 2003. Tesis
Program Pascasarjana Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

228 | CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015


Jurnal Ilmu Pemerintahan | ISSN 2442-5958

dampingan masyarakat oleh kelom- Dryzek, John. (2000). Deliberative


pok-kelompok swadaya masyarakat Democracy and Beyond: Liberals,
atau akademisi juga dapat dilakukan Critics, Contestations. Oxford:
untuk memfasilitasi masyarakat dalam Oxford University Press.
merumuskan dan menyampaikan kon- Fakih, Mansour, Roem Topatimasang,
sep-konsep alternatif yang membekali dan Rahardjo (eds). (2000).
masyarakat untuk berpartisipasi dalam Merubah Kebijakan Publik.
merumuskan ulang kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mardiasmo. (2002). Otonomi dan
Dengan demikian, proses kebi-
Manajemen Keuangan Daerah.
jakan dapat dipahami sebagai proses
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
pertarungan wacana antara pihak-
Paskarina, Caroline. (2004). Ruang
pihak yang berkepentingan. Proses
Publik dalam Pemilihan Walikota
formulasi kebijakan tidak hanya
Bandung Tahun 2003. Tesis
mencakup negosiasi antar elit dalam
Program Pascasarjana Ilmu
arena DPR/DPRD karena ternyata Politik Konsentrasi Politik Lokal
wacana dan perdebatan yang dan Otonomi Daerah Universitas
berkembang di tingkat publik dapat Gadjah Mada Yogyakarta (tidak
menarik keluar proses pembahasan dipublikasikan).
tersebut ke dalam ruang publik dan
. (2005). “Dilema Ruang Publik
pada akhirnya publik dapat
dalam Demokratisasi”. Artikel
mendesakkan masuknya kepentingan dalam Bujet Edisi 07/III/Oktober-
publik yang lebih rasional ke dalam November 2005.
kebijakan tersebut. Inilah hakikat dari
Putra, Fadillah. (2001). Paradigma
dinamika politik masyarakat dalam
Kritis dalam Studi Kebijakan
suatu proses kebijakan. Publik: Perubahan dan Inovasi
Kebijakan Publik dan Ruang
DAFTAR PUSTAKA Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Kebijakan Publik.
deLeon, Peter. (1994). “The Policy Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Science Redux: New Roads to www.parlemen.ne
Postpositivism”. Policy Studies
Journal Vol. 22 No. 1.

CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 | 229

Anda mungkin juga menyukai