DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………...…ii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...………iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
i
3.4 Perhitungan Coefficient Of Performance ................................................... 24
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.11 Diagram Alir Siklus Refrigerasi Propana .... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3.2 Simulasi Hysys Sistem Refrigerasi Propana Steady StateError! Bookmark
not defined.
iii
DAFTAR PUSTAKA
GPSA. 2004. Engineering Data Book: Twelfth Edition. Oklahoma: Gas Processors
Suppliers Association
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
oleh refrigerant dan usaha yang diberikan pada kompresor disebut Coefficient of
Performance (COP). Coefficient of Performance (COP) diidentikan dengan unjuk kerja
kompresor dimana semakin besar COP maka akan semakin baik sistem refrigerasi. Sistem
refrigerasi memerlukan energy yang besar, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui performa dari sistem refrigerasi propana. Salah satu parameter yang bisa
digunakan adalah Coefficient of Performance (COP). Oleh karena itu penulis mengambil
judul “Evaluasi Sistem Refrigerasi Propana Dengan Parameter Coefficient of Performance
(COP)”.
2
3. Menggunakan data actual sistem refrigerasi di plant 4 yaitu, temperature, tekanan,
dan laju alir sesuai dengan kondisi actual di Distributed Control Room (DCS).
4. Analisis perhitungan Coefficient of Performance dengan menggunakan simulasi
software HYSYSv7.3.
5. Diskusi dengan pembimbing terkait masalah yang dibahas di tugas khusus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam termodinamika, siklus carnot merupakan siklus refrigerasi atau kompresi uap
yang ideal dan tidak mungkin terjadi dalam kenyataan. Mesin pendingin jenis ini bekerja
secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan dengan memanfaatkan sifat refrigeran
yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) dan kembali ke fase cair secara berulang-
ulang. Refrigeran mendidih pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan air pada
tekanan yang sama.
Siklus Carnot adalah siklus termodinamika ideal yang mampu-balik dan digunakan
sebagai standar terhadap kemungkinan maksimum konversi energi panas ke energi
mekanik. Dalam bentuk sebaliknya, juga digunakan sebagai standar penampilan
maksimum suatu alat pendingin. Siklus Carnot tidak mungkin diterapkan karena tidak
mungkin mendapatkan suatu siklus yang mutlak mampu-balik di alam nyata, tetapi dapat
dianggap sebagai kriteria pembatas untuk siklus-siklus lainnya.
Siklus Carnot mencakup 2 buah tahap isotermal dan 2 buah tahap adiabatik. Salah
satu tahap isotermal adalah penyerapan panas pada temperatur rendah (|Qc|), dan tahap
4
lainnya adalah pembuangan panas ke lingkungan pada temperatur tinggi (|QH|).
Sedangkan dua tahap adiabatik adalah kompresi adiabatik dan ekspansi adiabatik.
Kompresi adiabatik membutuhkan usaha sedangkan ekspansi adiabatik akan
menghasilkan usaha. Akan tetapi usaha yang dibutuhkan oleh kompresi lebih besar dari
usaha yang dihasilkan oleh ekspansi, sehingga siklus refrijerasi Carnot tetap
membutuhkan usaha tambahan. Siklus Carnot berlangsung dengan suatu urut-urutan
yang terdiri atas 4 proses yang mampu-balik, yaitu dua proses adiabatik dan dua proses
isotermik sebagaimana grafik di bawah ini:
Dalam sebuah siklus carnot, nilai ∆U dari fluida besarnya usaha netto yang dibutuhkan
untuk menjalankan siklus ini (W) adalah
5
Gambar 2. 3 Diagram P-H Siklus Kompresi Uap Ideal (Shukri, 2004)
Seperti pada Gambar 2.2 dan 2.3, tahap-tahap siklus kompresi uap secara ideal
adalah sebagai berikut :
a. Kompresi uap isentropik (1-2)
Gas refrigeran yang keluar dari evaporator akan masuk dan dikompres oleh
kompresor sehingga menghasilkan gas daan refrigeran dengan tekanan dan suhu yang
lebih tinggi. Suhu yang tinggi ini merupakan akibat dari kompresi isentropik. Perubahan
fasa dari dari saturated vapor menjadi superheated vapor. Kerja selama kompresi
isentropik per kg refrigeran diberikan oleh persamaan sebagai berikut:
w= h2-h1 (2.2)
Dimana
h1 = entalpi refrigeran uap pada temperatur T1 di suction kompresor
h2 = entalpi refrigeran pada temperatur T2 di discharge kompresor.
6
mengalami penurunan suhu dan bekerja pada tekanan tetap, sehingga terjadi perubahan
fasa dari gas menjadi cair.
7
inlet kompresor untuk dikompresikan menuju tekanan dan suhu tinggi. Keluaran refrigeran
uap bertekanan dan bersuhu tinggi akan menuju kondensor.
Kondensor
Kondensor terdiri dari shell yang berisi tube bundle dimana refrigerant uap masuk
kemudian didinginkan dan dikondensasikan. Ketika melalui kondensor, refrigeran
melepaskan panas latennya ke media pendingin di dalam kondensor (berupa udara atau
air).
Receiver (Vessel)
Liquid refrigerant yang sudah terkondensasi dari kondensor disimpan di dalam
vessel bernama receiver yang selanjutnya disuplai ke evaporator melalui expansion valve.
Expansion Valve (Throttle Valve atau Refrigerant Control Valve)
Valve ini memungkinkan refrigeran liquid bertekanan dan bersuhu tinggi
melaluinya pada laju yang terkontrol setelah tekanan dan suhunya diturunkan. Sebagian
refrigeran liquid akan terevaporasi saat melalui Expansion Valve.
Evaporator
Evaporator terdiri dari shell yang berisi tube bundle dimana fluida panas
didinginkan. Refrigerant masuk ke dalam shell pada tekanan dan suhu rendah kemudian
dievaporasi dan berubah menjadi refrigeran uap pada tekanan dan suhu rendah. Saat proses
evaporasi, refrigeran liquid vapor menyerap panas laten penguapan dari media yang
didinginkan (dalam hal ini feed gas alam atau MCR).
8
Intermitten compressors sering juga disebut postive displacement compressors. Intermiten
compressors terbagi menjadi dua tipe yaitu : reciprocating and rotary compressor.
Sedangkan continous compresors terbagi menjadi dua tipe yaitu dynamic
compressor, dan thermal compressor. Dynamic compressor diklasifikasikan lagi
berdasarkan pola alirannya menjadi radial flow (centrifugal), axial flow, dan mixed flow.
Sedangkan jenis kompresor yang digolongkan pada thermal compressor adalah ejektor.
Setiap kompresor mempunyai kondisi operasi dan tujuan pemanfaatan yang berbeda-beda.
Adapun macam-macam kompresor adalah sebagai berikut:
9
Dalam operasi industri, kompresor yang paling banyak digunakan adalah
reciprocating compressors dan centrifugal compressors. Oleh karena itu pada sub-bab
ini akan dijelaskan lebih detail mengenai desain, prinsip kerja dan karakter dari kedua
jenis kompresor.
10
dibandingkan kompresor sentrifugal.
4. Mampu digunakan untuk aliran fluida dengan volume yang kecil.
5. Lebih sensitif terhadap perubahan pada komposisi dan densitas gas
11
Tabel 2.1 Range Aliran Kompresor Sentrifugal (GPSA, 1st Volume)
(m3/h)
170-850 0.63 0.60 2,150
850-12700 0.74 0.70 1,100
12700- 0.77 0.73 860
34000-
34000 0.77 0.73 680
56000-
56000 0.77 0.73 510
94000-
94000 0.77 0.73 450
136000-
136000 0.77 0.73 375
195000
Perbedaan utama centrifugal compressor dengan reciprocating compressor adalah
: centrifugal compressor cenderung dioperasikan pada head yang konstan dan volume aliran
inlet yang bervariasi, sebaliknya reciprocating compressor cenderung dapat dioperasikan
dengan head yang bervariasi pada volume inlet yang relatif konstan.
12
6. Dapat menyesuaikan dengan mudah terhadap high speed drivers.
13
tekanan awal ke tekanan yang diinginkan. Nilai efisiensi isentropik adalah hasil bagi antara
kerja poros minimum dengan kerja nyata. Proses kompresi isentropik dan politropik
ditunjukkan pada Gambar 2.
a. b.
Gambar 2.10 a. Diagram H-S (Smith et al, 2001) dan b. P-V (GPSA, 11th ed)
Berdasarkan gambar 2.10.a (kiri) dapat dilihat bahwa proses entropi ditunjukkan
oleh garis putus-putus 12’, dimana kenaikan tekanan terjadi pada entropi konstan. Jika
memang dapat terjadi kompresi seperti itu, maka seharusnya proses kompresi gas
merupakan proses yang reversible. Akan tetapi kenyataannya proses kompresi bukanlah
proses yang reversible, sehingga dapat disimpulkan terjadi kenaikan derajat entropi
sistem. Oleh karena itu, pada kenyataannya kompresi berjalan secara politropik (12).
Proses kompresi juga akan diikuti dengan kenaikan temperatur gas. Kenaikan
temperatur dapat diprediksi dengan persamaan dibawah untuk kompresi isentropik, dan
persamaan berikutnya untuk kompresi politropik.
(2.3)
(2.4)
Nilai k merupakan hasil bagi Cp dan Cv gas, dimana nilai Cp dan Cv merupakan
fungsi dari temperatur gas. Umumnya nilai Cp yang digunakan adalah Cp rata-rata dari nilai
Cp suction dan Cp discharge. Nilai konstanta n merupakan fungsi dari nilai k dan efisiensi
14
politropik kompresor. Hubungan antara n dengan nilai k ditampilkan dalam persamaan
berikut:
(2.5)
Sedangkan dalam Gambar (2.6.b) diatas tersebut dapat dilihat, proses isentropic
terjadi pada entropi konstan yang ditunjukan pada garis putus-putus yang menghubungkan
titik 1→2’.karena prosesnya berjalan pada entropi konstan maka proses yang terjadi
merupakan proses kompresi reversible. Namun, yang terjadi pada kondisi yang aktual
proses kompresi yang terjadi bukanlah merupakan kompresi reversible, atau terjadi
perubahan nilai entropi dari system. Kondisi kompresi actual yang terjadi ini dinamakan
kondisi politropik yang ditunjukkan oleh titik 1→2.
(2.6)
(2.7)
Dimana :
V = specific volume
Ws = kerja per unit massa dari gas yang dikompres
15
berikut:
𝑬𝒇𝒆𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝑸
COP = =𝑾
𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂
Nilai COP dari siklus refrijerasi Carnot adalah nilai ideal dari siklus refrijerasi, hal ini
disebabkan pada siklus refrijerasi Carnot ekspansi fluida kerja dilakukan dengan turbin
ekspander sehingga menghasilkan kerja. Kerja yang dihasilkan oleh turbin ekspander akan
mengurangi kebutuhan kerja netto siklus. Pada kenyataannya siklus Carnot tidak akan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena pengadaan turbin untuk ekspansi terlalu
mahal, sehingga usaha yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Siklus Carnot hanya dipejari sebagai perbandingan dengan siklus refrijerasi nyata.
Sedangkan pada siklus refrigerasi nyata, besarnya COP selalu lebih dari 1, dimana
nilainya berlawananan dengan efisiensi termal. Hal tersebut disebabkan banyaknya panas
yang dipindahkan dari sistem refigerasi lebih besar dibandingkan jumlah kerja yang masuk.
Semakin besar nilai COP menunjukkan bahwa efek pendinginan semakin baik. Pada siklus
kompresi uap, nilai COP akan lebih rendah daripada nilai COP siklus refrijerasi Carnot,
hal tersebut disebabkan oleh :
1. Nilai kerja netto yang perlu ditambahkan ke sistem lebih besar akibat tidak adanya
kerja yang dihasilkan oleh ekspansi.
2. Nilai QH (jumlah panas yang dapat terserap pada temperatur rendah) lebih kecil.
16
Sistem refrigerasi propana seperti umumnya sistem refrigerasi dengan siklus tertutup,
proses pencairan dan pendinginan aliran proses seperti feed gas dan refrigeran MCR
dilakukan di evaporator. Cairan propana sebagai media pendingin mengalami proses
evaporasi atau berubah menjadi fasa uap dengan mengambil panas dari aliran proses dan
selanjutnya uap tersebut mengalir dan dikompresi dengan kompresor propana kemudian
didinginkan dan dikondensasikan menggunakan pendingin air laut. Cairan propana hasil
kondensasi kemudian didistribusikan ke evaporator-evaporator dan selanjutnya proses-
proses penguapan propana, kompresi, pendinginan serta pengkondensasi propana
berlangsung terus-menerus di dalam sistem aliran tertutup.
Sistem refrigerasi dengan propane digunakan untuk mendinginkan feed gas dan
media pendingin MCR (Mixed Component Refrigerant). Sistem ini memiliki beberapa
fungsi utama sebagai berikut:
a. Mendinginkan feed gas yang telah bebas CO2. Akibat pendinginan ini, air dan
hidrokarbon berat terkondensasi dan terpisah.
b. Mendinginkan feed gas yang telah bebas CO2 dan kering pada evaporator.
Karena pendinginan ini, fraksi etana, propana, butana, dan hidrokarbon berat
yang terdapat dalam feed gas akan terkondensasi.
c. Mendinginkan dan mengkondensasikan sebagian dari MCR.
d. Mendinginkan produksi LPG Propana dan LPG Butana dan
mengkondensasi etana.
Sistem pendinginan dengan media pendingin propana memiliki tiga sistem operaasi
yaitu :
a) Bagian Propane Condenser
Pada proses pendinginan pada propane condenser, uap propane dari discharge 4K-1
yang bertekanan sekitar 14 Kg/Cm2 dengan temperature sekitar 65 oC dialirkan dibagian
shell 4E-1A/B (Propane Desuperheater) yang disusun secara parallel. Cooling water
dialirkan dibagian tube 4E-1A/B untuk mendinginkan uap propana sampai temperature
sekitar 40 oC (saturated liquid propane). Propana dikondisikan dalam fasa saturated liquid
propane agar jika bergeser atau sedikit diberikan panas sensibel (sensible heat) maka
propana akan lebih mudah menguap.Pada temperatur dan tekanan tersebut dimungkinkan
uap propana ada yang terkondensasi dan akan menempati bagian bawah 4E-1A/B yang
kemudian dialirkan ke accumulator 4C-1 Pengaliran uap propana yang telah mengalami
kompresi, menuju desuperheater 4E-1A/B sebagai preheating dengan menggunakan media
17
pendingin berupa air laut.
Pemisahan condensate dengan uap propana perlu diadakan untuk mencegah
masuknya liquid propane ke compressor melalui minimum flow recycle valve pada saat
membuka. Untuk mencegah uap masuk ke accumulator 4C-1 pada line drain 4E-1A/B juga
dilengkapi dengan liquid seal. Uap propane yang keluar dari 4E-1A/B selanjutnya
dialirkan ke condenser 4E-2AF yang disusun secara paralel. Cooling water dialirkan di
bagian tube 4E-2AF untuk mendinginkan sekaligus mengkondensasikan uap propana.
Selain ke 4E-2AF, uap propane dari 4E-1A/B juga dialirkan ketiga bagian yaitu:
Aliran yang kembali ke minimum flow recycle valve compressor 4K-1 pada
suction tingkat pertama sampai tingkat tiga yang diatur.
Untuk suplai uap propana ke quenching yang digunakan pada saat start-up
atau shutdown, yaitu untuk mendinginkan suction compressor 4K-1 pada
tingkat pertama dan kedua
Aliran uap propane melaluibottom4C -4pipa 2” sebagai sparger untuk
menguapkan liquid propane yang terkondensasi di 4C-4. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terikutnya liquid propane ke suction compressor yang dapat
berakibat pada kerusakan compressor.
Untuk selanjutnya cairan propane yang terbentuk di 4E-2AF dengan temperatur sekitar 38
o
C dialirkan ke propane accumulator 4C-1. Dari hasil pendinginan dari 4E-1A/B menuju
yaitu dari 40oC menjadi 38oC. Temperatur yang relatif tidak berubah tersebut disebabkan
karena refrigerant terdiri dari satu komponen, sehingga perubahan fasenya dari uap menjadi
cair pada tekanan tetap tidak mengakibatkan perubahan temperature juga. Sedangkan uap
propana-nya akan masuk ke 4C-6 (Vent Scrubber) bersama-sama dengan uap propana yang
berasal dari 4E-2AF untuk kemudian dikondensasikan oleh cairan propane yang ada
dibagian shell 4E-3 (Vent Condenser). Cairan propana di 4E-3 ini disuplai dari 4C-1. Uap
propana yang terkondensasi di tube 4E-3 mengalir secara gravity kembali ke 4C-1. Cairan
propana di 4C-1 dengan tekanan sekitar 14 Kg/Cm2 dan temperature sekitar 38 oC untuk
selanjutnya dialirkan ke 4C-2 (Propane High Level K.O Pot). Sebelum propane masuk ke
4C-2 terlebih dahulu diekspansikan di 4LV-2 sehingga tekanan menjadi sekitar 7 Kg/Cm2.
Penurunan tekanan dan temperature disini menyebabkan sebagian liquid propane menguap
dan selanjutnya dialirkan ke 4C-12 melalui puncak 4C-2 (High Level Propane Flash Drum).
18
b) Bagian Propane Evaporator
Proses pada bagian propane evaporator terbagi atas tiga tingkat level dan tingkat
level ini menyatakan tingkat tekanan pada tiap-tiap suction compressor 4K-1. Ketiga tingkat
tekanan evaporator dimaksud adalah:
19
9 dan mendinginkan feed gas yang ada di bagian tube 4E-13 serta mengkondensasikan fraksi
berat hydrocarbon yang berasal dari 3C-1 di 4E-14. Heat transfer yang terjadi
mengakibatkan propane ter-evaporasi dan uap propane yang terbentuk selanjutnya dialirkan
ke 4C-4 sebagai suction stage pertama compressor 4K-1. Perlu diketahui selain berasal dari
4E-9/13/14 suction compressor 4K-1 juga mendapat uap propane dari plant-3 (Unit
Faksinasi) pada area propane refrigerant akibat terjadinya pertukaran panas yang terjadi di
3E-5/12/13.
20
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Dalam menyelesaikan tugas khusus ini, penulis menyelesaikan tugas khusus ini
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Studi Pustaka
Pembuatan Simulasi
Hysys
Validasi Simulasi
Hysys
Menentukan Variasi
Pada Tekanan Discharge Valve
Pengumpulan Data
Simulasi Hysys
Perhitungan COP
21
3.2 Pembuatan Simulasi Hysys Steady State
Setelah melakukan studi pustaka dan mendapatkan data mengenai profil temperatur,
tekanan, dan laju alir massa dari sistem refrigerasi propana Train C, Train F, Train G, Train
H, kemudian membuat simulasi dari proses sistem refrigerasi tersebut dengan
menggunakan software Hysys sebagaimana Gambar 3.2. Hal tersebut bertujuan untuk
menvalidasi simulasi yang akan digunakan dengan kondisi design. Adapun sebagai awal
pembuatan hysys, dilakukan dalam mode steady state.
c. Kemudian menetapkan vapor fraction sebesar 0 pada output dari bottom column 4C-
1 accumulator karena merupakan liquid dan menetapkan tekanan seperti data
design.
d. Stream 6 diekspansi dengan mengunakan JT valve dengan delta P sebesar 5,5 bar
sesuai dengan data design yang diperoleh.
e. Kemudian stream 7 yang telah diekspansi mengalami evaporasi di evaporator 4E-
7 dan 4E-10. Dalam pembuatan simulasi ini, kedua evaporator tersebut digabung
menjadi satu agar lebih sederhana dengan menambahkan duty dari kedua
evaporator, dan di dalam hysys disimbolkan dengan menggunakan heater.
22
f. Dari evaporator 4E-7/10, aliran masuk ke flash drum untuk diflashkan uapnya ke
top column 4C-2 flash drum dan liquid yang dihasilkan akan mengalir menuju stage
kompresi selanjutnya. Uap yang keluar ke atas kolom 4C-1 kemudian dikompresi
oleh kompresor 4K-1 sebagai kompresi tahap 3 dengan High Pressure Level
Propane Compression.
g. Liquid yang keluar melalui bottom column 4C-2 Flash Drum mengalami kompresi
tahap kedua, dimana liquid di stream 10 mengalami ekspansi oleh JT valve.
h. Kemudian stream 11 mengalami evaporasi oleh evaporator 4E-8 dan 4E-12,
dimana kedua evaporator tersebut juga digabung dengan menambahkan duty dari
keduanya, dan disimbolisasikan dengan heater pada hysys.
i. Stream 12 yang merupakan hasil evaporasi 4E-8/12, kemudian dialirkan menuju 4C-
3 Flash Drum, dimana uap propana yang dihasilkan akan keluar ke top column untuk
dikompres di kompresor 4K-1 sebagai kompresi tahap 2. Sedangkan, liquid akan
turun ke bottom column untuk mengalami tahapan kompresi selanjutnya.
j. Kemudian liquid dari bottom column 4C-3 Flash Drum mengalami ekspansi oleh
JT Valve menghasilkan stream 14.
k. Aliran stream 15 mengalami evaporasi oleh evaporator 4E-9, 4E-13, dan 4E-14,
dimana pada evaporator ini juga dilakukan penggabungan dengan menambahkan
duty dari ketiga evaporator tersebut dan disimbolisasikan dalam satu heater.
l. Kemudian aliran dari evaporator diflashkan seluruhnya dalam 4C-4 flash drum, dan
dikompresi di kompresor 4K-1 sebagai Low Pressure Level Propane Compression.
23
3.4 Perhitungan Coefficient Of Performance
𝑬𝒇𝒆𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝑸
COP = =𝑾
𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂
Dalam simulasi sistem refrigerasi propana, nilai COP dapat diperoleh dari total
duty evaporator sebagai efek dari pendinginan terhadapa total power kompresor sebagai
input kerja yang menaikkan tekanan komponen campuran gas. Pada tugas khusus ini,
diasumsikan duty evaporator berubah dengan memasukkan data aktual.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum menganalisa hasil dan pembahasan lebih lanjut, langkah awal yang perlu
dilakukan adalah menganalisa apakah simulasi Hysys yang kita pakai sudah sesuai atau
tidak. Validasi hasil simulasi penting untuk dianalisa mengingat data-data yang diambil
dalam tugas khusus ini mengacu pada hasil simulasi Hysys, sehingga besarnya persen error
dapat digunakan sebagai perkiraan bahwa simulasi yang kita gunakan tepat. Dalam hal ini,
perbandingan hasil simulasi antara kondisi operasi design dan kondisi operasi simulasi.
Perbandingan dengan kondisi operasi aktual tidak perlu diperhatikan karena pada kondisi
operasi aktual, telah dilakukan berbagai manipulasi atau pengendalian pada sejumlah
variabel. Selain itu, laju produksi pada kondisi aktual setiap harinya tidaklah sama, sehingga
tidak dapat dijadikan patokan dalam validasi. Batasan dari validasi simulasi hysys ini yaitu
kurang dari 10%, sehingga simulasi dikatakan tepat jika memiliki persen error kurang dari
10%. Selain itu, dalam validasi ini, variabel yang digunakan sebagai acuan validasi adalah
molar flowrate, karena dalam software Hysys telah secara otomatis mengacu pada P-H
Diagram sebagaimana dalam kondisi desain yang ada. Berikut ini hasil validasi antara molar
flowrate simulasi Hysys dan design.
Tabel 4. 1 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train C
Data Aktual Simulasi Hysys % Error
Flowrate Suction
181,400 181,200 1.2
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction 2.6
48,160 46,880
4K-1-3 (m3/h)
25
Tabel 4. 1 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train F
Data Aktual Simulasi Hysys % Error
Flowrate Suction
179,211 179,000 0.12
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction
1.5
4K-1-2 (m3/h) 56,734 55,870
Flowrate Suction
44,684 43,010 3.74
4K-1-3 (m3/h)
Tabel 4. 3 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train G
Data Aktual Simulasi Hysys % Error
Tabel 4. 4 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train H
Data Aktual Simulasi Hysys % Error
26
4.2 Perhitungan Coefficient Of Performance
Setelah validasi simulasi Hysys yang sudah tepat untuk digunakan, kemudian
mencoba menjalankan simulasi Hysys tersebut dengan memasukkan variasi tekanan pada
discharge valve. Coefficient of Performance merupakan efisiensi dari sistem refrigerasi
yang merupakan perbandingan antara efek pendinginan atau besarnya duty (Q) yang
dibutuhkan oleh evaporator terhadap input kerja (W). Dalam simulasi Hysys ini, besarnya
COP ditentukan dengan pembagian antara total duty evaporator terhadap power yang
dibutuhkan oleh kompresor.
Pada siklus refrigerasi nyata besarnya COP selalu lebih dari satu karena banyaknya
panas yang dipindahkan dari sistem refrigerasi lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah
kerja yang masuk ke dalam kompresor.
Berdasarkan variasi tekanan suction compressor didapatkan nilai dari COP yang
meningkat. Hal ini ini dikarenakan tekanan discharge valve yang meningkat maka tekanan
pada suction compressor pun meningkat. Dengan meningkatnya tekanan pada suction
compressor mengakibatkan kerja kompresor yang semakin kecil. Sehingga di dapatkan nilai
COP yang semakin besar.
Namun variasi peningkatan tekanan discharge valve memiliki batas. Karena semakin
tingginya tekanan pada discharge valve maka akan sedikit pula vapor yang terbentuk yang
mengakibatkan tidak adanya aliran gas yang menuju kompresor. Selain itu semakin tinggi
nya tekanan discharge valve dapat mengakibatkan temperature yang masuk ke dalam
evaporator meningkat dan mengakibatkan Q pada evaporator berkurang sehinggan efek
pendinginan pun berkurang dan dapat dikatakan tidak baik karena temperatur sistem
27
menjadi lebih tinggi sehingga mengganggu proses refrigerasi karena suhu pendinginan
target tidak akan tercapai.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi hysys di dapatkan nilai Coefficient of Performance
seperti berikut:
1. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan data design yaitu pada Train C
2.43, Train F 2.47, Train G 2.47, dan Train H 2.58.
2. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan data aktual yaitu pada Train C 2.3,
Train F 2.38, Train G 2.35, dan Train H 2.5.
3. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan variasi yaitu pada Train C 2.35,
Train F 2.45, Train G 2.42, dan Train H 2,53.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah studi lanjut mengenai cara meningkatkan
nilai dari Coefficient of Performance dengan mengidentifikasi variable yang bisa diadjust
selain tekanan suction kompresor yaitu dengan menaikkan suhu evaporator.
29