Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………i

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………...…ii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………...………iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah ........................................................................................... 2

1.4 Metode Penulisan ......................................................................................... 2

1.5 Sistematika penyusunan laporan .................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................4

2.1 Sistem Refrigerasi Secara Umum ................................................................. 4

2.2 Siklus Carnot ................................................................................................ 4

2.3 Vapor Compression Cycle ............................................................................ 5

2.4 Peralatan pada Sistem Refrigerasi ................................................................ 7

2.5 Jenis-Jenis Kompresor .................................................................................. 8

2.5.1 Reciprocating Compressor ......................................................................... 10

2.5.2 Kompresor Sentrifugal ............................................................................... 11

2.5.3 Kapasitas Limit ........................................................................................... 13

2.6 Termodinamika Proses Kompresi............................................................... 13

2.6.1 Persamaan Dasar Kerja Kompresor ............................................................ 15

2.6.2 Coefficient Of Performance........................................................................ 15

2.6.3 Plant 4: Sistem Refrigerasi Propana ........................................................... 16

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .......................................................................21

3.1 Studi Pustaka .............................................................................................. 21

3.2 Pembuatan Simulasi Hysys Steady State .................................................... 22

3.3 Penentuan Variasi Pada Tekanan Discharge Valve .................................... 23

i
3.4 Perhitungan Coefficient Of Performance ................................................... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................25

4.1 Validasi Hasil Simulasi Hysys .................................................................... 25

4.2 Perhitungan Coefficient Of Performance ................................................... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................29

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 29

5.2 Saran ........................................................................................................... 29

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram T-s Siklus Carnot………………………………………………….5

Gambar 2.2 Siklus Kompresi Uap Secara Ideal…………………………………………..5

Gambar 2.3 Diagram P-H Siklus Kompresi Uap Ideal…………………………………...6

Gambar 2.4 Sistem Refrigerasi Tiga Tahap………………………………………………7

Gambar 2.5 Aproksimasi range untuk setiap jenis kompresor………………………… 8


Gambar 2.6 Klasifikasi Kompresor (GPSA, 1st Volume)………………………………. 8
Gambar 2.7 Contoh Design Reciprocating Compressor ....................................................12

Gambar 2.8 Kompresor Sentrifugal ...................................................................................13

Gambar 2.9 Skema Proses Kompresi .................................................................................14

Gambar 2.10.a Diagram H-S ............................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.10.b Diagram P-V ............................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.11 Diagram Alir Siklus Refrigerasi Propana .... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.1 Algoritma Metode Penyelesaian Tugas Khusus (Personal


Data)……….…Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.2 Simulasi Hysys Sistem Refrigerasi Propana Steady StateError! Bookmark
not defined.

iii
DAFTAR PUSTAKA

GPSA. 2004. Engineering Data Book: Twelfth Edition. Oklahoma: Gas Processors
Suppliers Association

Smith. J.M. Van Ness. H.C. Abbott. M.M.Introduction“ to Chemical Engineering


Thermodynamics”.6th ed, McGraw Hill. 2001.

Walas. S.M. “Chemical Process Equipment.Butterworth – Select Heinemman. Washinton.


1990.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam industri pencairan gas alam, dibutuhkan berbagai macam proses dengan
kondisi operasi tertentu hingga menghasilkan produk LNG sesuai spesifikasi yang
diinginkan. Badak LNG sebagai produsen LNG terbesar di Indonesia berdedikasi penuh
dalam produksi LNG dengan menyumbang sebagian besar devisa negara. Badak LNG
memiliki delapan Train Proses (Train A sampai dengan Train H). Pada Agustus 2015 ini,
train yang beroperasi hanya empat Train yaitu Train C, Train F, Train G, dan Train H. Hal
tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah feed gas yang masuk dan juga dipengaruhi
oleh permintaan pasar. Khusus untuk Train A dan Train B sudah ditetapkan untuk tidak
digunakan lagi karena sudah melebihi waktu operasional desainnya. Setiap train terdapat
lima plant yang mengatur proses pembuatan LNG, mulai dari absorpsi CO2, dehidrasi H2O
dan penghilangan Hg, fraksinasi, refrigerasi, dan likuifikasi. Setiap plant memiliki peranan
masing-masing, salah satu dari kelima plant tersebut yang memegang kunci pokok proses
adalah sistem refrigerasi, karena LNG diolah dan disimpan dalam temperatur kriogenik.
Plant empat ini berfungsi sebagai unit refrigerasi dalam proses fraksinasi maupun
pendinginan dan pencairan gas alam. Salah satu media pendingin dari siklus refrigerasi
atau pendinginan yang digunakan adalah propana. Cairan propana sebagai media
pendingin akan mengalami proses evaporasi atau berubah menjadi fasa uap dengan
mengambil panas dari aliran proses dan selanjutnya uap tersebut mengalir dan dikompresi
dengan kompresor. Propana kemudian didinginkan dan dikondensasikan menggunakan
pendingin air laut. Cairan propana hasil kondensasi kemudian didistribusikan ke
evaporator-evaporator dan selanjutnya proses-proses penguapan propana, kompresi,
pendinginan serta pengkondensasi propana berlangsung terus-menerus di dalam sistem
aliran tertutup.
Sistem refrigerasi dengan propana ini digunakan untuk mendinginkan feed gas dan
media pendingin MCR (Mixed Component Refrigerant). Selain itu, sistem ini juga memiliki
fungsi utama lainnya seperti mendinginkan produk LPG Propana dan LPG Butana serta
mengkondensasikan Etana.
Tahap kompresi pada kompresor bekerja untuk menaikkan tekanan gas/uap dimana
refrigerant akan mendinginkan fluida proses di evaporator yang kemudian dapat
melepaskan panas ke refrigerant yang terevaporasi. Rasio antara jumlah panas yang diserap

1
oleh refrigerant dan usaha yang diberikan pada kompresor disebut Coefficient of
Performance (COP). Coefficient of Performance (COP) diidentikan dengan unjuk kerja
kompresor dimana semakin besar COP maka akan semakin baik sistem refrigerasi. Sistem
refrigerasi memerlukan energy yang besar, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui performa dari sistem refrigerasi propana. Salah satu parameter yang bisa
digunakan adalah Coefficient of Performance (COP). Oleh karena itu penulis mengambil
judul “Evaluasi Sistem Refrigerasi Propana Dengan Parameter Coefficient of Performance
(COP)”.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah yang diusung
menjadi topik bahasan laporan kali ini. Berikut ini adalah beberapa rumusan masalah yang
diajukan oleh penulis:
1. Mengetahui nilai dari Coefficient of Performance dengan menggunakan daa
desain dan actual.
2. Mengidentifiasi variable yang bisa diadjust untuk meningkatkan performa system
refrigerasi propan dilihat dari parameter Coefficient of Performance (COP)

1.3 Batasan Masalah


Dalam penyelesaian tugas khusus ini, diperlukan batasan masalah untuk
mempermudah dalam pengerjaannya. Adapun batasan masalah tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Dalam pembuatan simulasi Hysys dilakukan dalam kondisi steady state.
b. Duty pada masing-masing evaporator dianggap tetap untuk kondisi design.
c. Pada kondisi aktual dan optimasi duty yang digunakan adalah duty yang terhitung
pada hysys setelah memasukkan kondisi actual.
d. Temperature hot fluid yang didinginkan oleh propan diabaikan.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini, yaitu
1. Studi pustaka di plant 4.
2. Menggunakan data Process Flow Diagram (PFD) refrigerasi di plant 4 yaitu,
temperature, tekanan, dan laju alir sesuai dengan kondisi design.

2
3. Menggunakan data actual sistem refrigerasi di plant 4 yaitu, temperature, tekanan,
dan laju alir sesuai dengan kondisi actual di Distributed Control Room (DCS).
4. Analisis perhitungan Coefficient of Performance dengan menggunakan simulasi
software HYSYSv7.3.
5. Diskusi dengan pembimbing terkait masalah yang dibahas di tugas khusus.

1.5 Sistematika penyusunan laporan


Sistematika penyusunan laporan tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan,
batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka


Bab ini berisi dasar teori mengenai siklus carnot, siklus refrigerasi nyata,
termodinamika proses kompresi, perhitungan Coefficient Of Performance
(COP), penjelasan proses sistem refrigerasi propana Badak LNG, jenis-
jenis kompresor, dan termodinamika kompresor.

BAB III : Metodologi


Bab ini berisi mengenai langkah-langkah penyelesaian tugas khusus,
dimulai dari studi pustaka, pembuatan Hysys dalam mode steady state,
penentuan variasi tekanan discharge valve, simulasi Hysys untuk
mengoptimasi nilai Coefficient Of Performance (COP), pengambilan data
dan hasil simulasi, perhitungan Coefficient Of Performance (COP).

BAB IV : Hasil dan Pembahasan


Bab ini berisi analisa mengenai hasil simulasi Hysys berupa validasi Hysys
dan hasil perhitungan COP yang diperoleh.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Refrigerasi Secara Umum

Proses refrigerasi atau kriogenik ditujukan untuk mendinginkan bahan sampai di


bawah suhu lingkungan. Di dalam proses refrigerasi, panas diambil dari suatu sumber
panas dengan suhu rendah dan dipindahkan ke fluida yang memiliki suhu lebih tinggi.
Menurut hukum termodinamika, proses pemindahan panas semacam ini hanya dapat
dilaksanakan secara kontinu jika ada pemasukan kerja dari luar sistem. Energi dari luar
untuk menggerakkan proses pemindahan panas yang umum digunakan dalam industri
berupa energi mekanik (siklus kompresi uap atau gas).
Prinsip dasar proses tersebut dimulai dengan kompresi fluida kerja, lalu pembuangan
panas atau pendinginan fluida kerja setelah kompresi. Selanjutnya fluida kerja
diekspansikan agar suhunya turun, yang akhirnya fluida kerja dengan suhu rendah ini
digunakan untuk menyerap panas dari bahan yang diinginkan. Penyerapan panas pada
siklus kompresi uap berlangsung dengan melibatkan panas laten, maka siklus ini
mempunyai kemampuan penyerapan panas per satuan massa fluida kerja lebih besar
daripada siklus kompresi gas yang mengandalkan perubahan panas isentropi.

2.2 Siklus Carnot

Dalam termodinamika, siklus carnot merupakan siklus refrigerasi atau kompresi uap
yang ideal dan tidak mungkin terjadi dalam kenyataan. Mesin pendingin jenis ini bekerja
secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan dengan memanfaatkan sifat refrigeran
yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) dan kembali ke fase cair secara berulang-
ulang. Refrigeran mendidih pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan air pada
tekanan yang sama.
Siklus Carnot adalah siklus termodinamika ideal yang mampu-balik dan digunakan
sebagai standar terhadap kemungkinan maksimum konversi energi panas ke energi
mekanik. Dalam bentuk sebaliknya, juga digunakan sebagai standar penampilan
maksimum suatu alat pendingin. Siklus Carnot tidak mungkin diterapkan karena tidak
mungkin mendapatkan suatu siklus yang mutlak mampu-balik di alam nyata, tetapi dapat
dianggap sebagai kriteria pembatas untuk siklus-siklus lainnya.
Siklus Carnot mencakup 2 buah tahap isotermal dan 2 buah tahap adiabatik. Salah
satu tahap isotermal adalah penyerapan panas pada temperatur rendah (|Qc|), dan tahap

4
lainnya adalah pembuangan panas ke lingkungan pada temperatur tinggi (|QH|).
Sedangkan dua tahap adiabatik adalah kompresi adiabatik dan ekspansi adiabatik.
Kompresi adiabatik membutuhkan usaha sedangkan ekspansi adiabatik akan
menghasilkan usaha. Akan tetapi usaha yang dibutuhkan oleh kompresi lebih besar dari
usaha yang dihasilkan oleh ekspansi, sehingga siklus refrijerasi Carnot tetap
membutuhkan usaha tambahan. Siklus Carnot berlangsung dengan suatu urut-urutan
yang terdiri atas 4 proses yang mampu-balik, yaitu dua proses adiabatik dan dua proses
isotermik sebagaimana grafik di bawah ini:

Gambar 2.1 Diagram T-s Siklus Carnot (Smith et al, 2001)

Dalam sebuah siklus carnot, nilai ∆U dari fluida besarnya usaha netto yang dibutuhkan
untuk menjalankan siklus ini (W) adalah

W=│Qh│- │Qc│ (2.1)

2.3 Vapor Compression Cycle

Vapor compression refrigeration merupakan siklus refrigerasi


yangbanyak digunakan saat ini. Siklus kompresi uap menggunakan sirkulasi refrigeran
cair sebagai medium yang menyerap dan memindahkan panas dari kompresor.

Gambar 2.2 Siklus Kompresi Uap Secara Ideal (Shukri, 2004)

5
Gambar 2. 3 Diagram P-H Siklus Kompresi Uap Ideal (Shukri, 2004)
Seperti pada Gambar 2.2 dan 2.3, tahap-tahap siklus kompresi uap secara ideal
adalah sebagai berikut :
a. Kompresi uap isentropik (1-2)
Gas refrigeran yang keluar dari evaporator akan masuk dan dikompres oleh
kompresor sehingga menghasilkan gas daan refrigeran dengan tekanan dan suhu yang
lebih tinggi. Suhu yang tinggi ini merupakan akibat dari kompresi isentropik. Perubahan
fasa dari dari saturated vapor menjadi superheated vapor. Kerja selama kompresi
isentropik per kg refrigeran diberikan oleh persamaan sebagai berikut:

w= h2-h1 (2.2)

Dimana
h1 = entalpi refrigeran uap pada temperatur T1 di suction kompresor
h2 = entalpi refrigeran pada temperatur T2 di discharge kompresor.

b. Pembuangan panas (Kondensasi fluida kerja) (2-3)


Gas refrigeran bertekanan dan bersuhu tinggi akan masuk kondensor,
mengalami kondensasi sehingga menghasilkan fluida saturated liquid. Proses yang
terjadi adalah pelepasan panas ke lingkungan sehingga fluida yang masuk ke kondensor

6
mengalami penurunan suhu dan bekerja pada tekanan tetap, sehingga terjadi perubahan
fasa dari gas menjadi cair.

c. Ekspansi isentalpi (3-4)

Tekanan fluida diturunkan dengan menggunakan expansion valve/ JT valve.


Ketika tekanan diturunkan maka terjadi pula penurunan suhu dan juga perubahan fasa dari
saturated liquid menjadi two phase. Selama proses ekspansi, tidak ada panas yang
diabsorbsi oeh liquid refrigerant.

d. Penyerapan panas (penguapan) (4-1)


Proses evaporasi terjadi pada suhu yang sama dimana hanya terjadi perubahan
fasa refigeran menjadi saturated vapor. Panas laten diambil dari lingkungan sehingga
suhu lingkungan lebih rendah dari suhu sistem.
Selain sistem refrigerasi satu tahap seperti telah dijelaskan sebelumnya, sekarang
banyak digunakan multistage refrigeration. Salah satunya refrigerasi tiga tahap yang
melibatkan tahapan kompresi yaitu low pressure compression, medium pressure
compression, dan high pressure compression.

Gambar 2. 4 Sistem Refrigerasi Tiga Tahap (GPSA, 1st Volume)

2.4 Peralatan pada Sistem Refrigerasi

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam sistem refrigerasi adalah sebagai


berikut:
 Kompresor
Refrigeran uap bertekanan dan bersuhu rendah dari evaporator dimasukan menuju

7
inlet kompresor untuk dikompresikan menuju tekanan dan suhu tinggi. Keluaran refrigeran
uap bertekanan dan bersuhu tinggi akan menuju kondensor.
 Kondensor
Kondensor terdiri dari shell yang berisi tube bundle dimana refrigerant uap masuk
kemudian didinginkan dan dikondensasikan. Ketika melalui kondensor, refrigeran
melepaskan panas latennya ke media pendingin di dalam kondensor (berupa udara atau
air).
 Receiver (Vessel)
Liquid refrigerant yang sudah terkondensasi dari kondensor disimpan di dalam
vessel bernama receiver yang selanjutnya disuplai ke evaporator melalui expansion valve.


 Expansion Valve (Throttle Valve atau Refrigerant Control Valve)
Valve ini memungkinkan refrigeran liquid bertekanan dan bersuhu tinggi
melaluinya pada laju yang terkontrol setelah tekanan dan suhunya diturunkan. Sebagian
refrigeran liquid akan terevaporasi saat melalui Expansion Valve.

 Evaporator
Evaporator terdiri dari shell yang berisi tube bundle dimana fluida panas
didinginkan. Refrigerant masuk ke dalam shell pada tekanan dan suhu rendah kemudian
dievaporasi dan berubah menjadi refrigeran uap pada tekanan dan suhu rendah. Saat proses
evaporasi, refrigeran liquid vapor menyerap panas laten penguapan dari media yang
didinginkan (dalam hal ini feed gas alam atau MCR).

2.5 Jenis-Jenis Kompresor


Kompresor merupakan peralatan mekanik yang memiliki variasi luas dan banyak
diaplikasikan dalam industri kimia. Tujuan utama dari kompresor adalah menekan suatu
fluida gas menjadi volume yang lebih kecil dengan kenaikan tekanan dan temperatur yang
diberikan. Energi yang mengalir pada fluida gas tersebut berlangsung kontinyu karena
adanya gerakan mekanik yang dapat mengubah energi mekanik (kerja) menjadi energi
potensial (tekanan) dan energi panas yang tidak berguna.
Terdapat dua model dasar kompresor yaitu: intermitten compressors, dan continous
compressors. Intermitten compressors merupakan kompresor dengan prinsip kerja,
menaikkan tekanan gas dengan menurunkan volume pada ruang tertutup. Kapasitas yang
dihasilkan berbanding lurus dengan kecepatan/putaran, tetapi perbandingan tekanan
(pressure ratio) ditentukan oleh tekanan dalam sistem itu sendiri. Sedangkan continous
compressor bekerja dengan aliran uap/gas yang tidak terputus di sepanjang proses.

8
Intermitten compressors sering juga disebut postive displacement compressors. Intermiten
compressors terbagi menjadi dua tipe yaitu : reciprocating and rotary compressor.
Sedangkan continous compresors terbagi menjadi dua tipe yaitu dynamic
compressor, dan thermal compressor. Dynamic compressor diklasifikasikan lagi
berdasarkan pola alirannya menjadi radial flow (centrifugal), axial flow, dan mixed flow.
Sedangkan jenis kompresor yang digolongkan pada thermal compressor adalah ejektor.
Setiap kompresor mempunyai kondisi operasi dan tujuan pemanfaatan yang berbeda-beda.
Adapun macam-macam kompresor adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Klasifikasi Kompresor (GPSA, 1st Volume)


Pemilihan kompresor bergantung pada kondisi operasinya,
faktoryang mempengaruhi pemilihan kompresor adalah laju alir volumetric inlet
kompresor dan ratio kompresi dari kompresor.

Gambar 2.6 Aproksimasi range untuk setiap jenis kompresor

9
Dalam operasi industri, kompresor yang paling banyak digunakan adalah
reciprocating compressors dan centrifugal compressors. Oleh karena itu pada sub-bab
ini akan dijelaskan lebih detail mengenai desain, prinsip kerja dan karakter dari kedua
jenis kompresor.

2.5.1 Reciprocating Compressor


Kompresor ini biasanya terdiri dari single stage dan multi stage kompresi. Jumlah
tahap yang dibutuhkan ditentukan berdasarkan rasio kompresi (Tekanan Discharge/
Tekanan Suction). Rasio kompresi untuk tiap tahap umumnya dibatasi oleh temperatur
discharge compressor. Kompresi suatu gas/uap akan diikuti oleh peningkatan temperatur
yang signifikan, bila temperatur terlalu tinggi dikhawatirkan dapat menyebabkan
kerusakan pada material pipa, valve, maupun kompresor, serta mengurangi efisiensi
kompresor akibat meningkatnya volum spesifik gas. Pada umumnya rasio kompresi tiap
tahap tidak boleh melebihi 4. Pada kompresor multitahap akan ditempatkan intercooler
untuk mendinginkan gas yang terkompresi pada satu tahap sebelum dikompresi lanjut
di tahap selanjutnya.
Biasanya kompresor reciprocating membutuhkan power lebih dari 30.000 kW
per unit. Prinsip kerja kompresor reciprocating adalah mengumpulkan sejumlah volume
udara dalam satu ruang tertutup, dimampatkan, dan kemudian digunakan sebagai suplai
udara bertekanan. Kompresor ini menggunakan piston dan silinder sebagai elemen
kompresi dan ruang kompresinya. Jenis pemilihan reciprocating compressor :
- Single acting atau double acting
- Single stage atau double stage compressor
- Pendingin udara atau air.
Aliran masuk kompresor (baik reciprocating maupun centrifugal) harus bebas dari
cairan maupun pengotor padat. Cairan dan padatan akan menyebabkan erosi pada peralatan
kompresor, selain itu cairan merupakan fluida tak kompresibel sehingga keberadaannya
dapat menyebabkan hancurnya silinder kompresor.
Reciprocating compressor digunakan pada kondisi operasi tertentu seperti
ditampilkan pada Gambar 2.6. Adapun kelebihan reciprocating compressor jika
dibandingkan terhadap centrifugal compressor adalah :
1. Memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dari segi kapasitas dan rentang tekanan,
2. Efisiensi kompresor lebih tinggi, biaya penyediaan usaha lebih rendah
3. Mampu digunakan untuk tekanan discharge yang lebih tinggi

10
dibandingkan kompresor sentrifugal.
4. Mampu digunakan untuk aliran fluida dengan volume yang kecil.
5. Lebih sensitif terhadap perubahan pada komposisi dan densitas gas

Gambar 2.7 Contoh Design Reciprocating Compressor (GPSA, 1st Volume)

2.5.2 Kompresor Sentrifugal


Salah satu teknologi terbarukan yang banyak digunakan saat ini adalah kompresor
sentrifugal atau biasa disebut dengan kompresor dinamik yang digerakkan oleh impeller.
Prinsip kerja dari kompresor ini yaitu mengkonversikan energi kecepatan gas yang
dibangkitkan oleh gerakan impeller yang beputar dari energi mekanik menjadi energi
potensial di dalam diffuser. Banyaknya impeller yang dibutuhkan kompresor bergantung
pada seberapa besar kompresi atau kenaikan tekanan yang dibutuhkan dalam proses.
Prinsip kerja kompresor ini menggunakan poros yang memiliki impeller atau vane
dalam hausing untuk menarik udara sehingga kecepatannya meningkat, dan ada juga
diffuser untuk merubah energi kecepatan menjadi tekanan. Centrifugal compressor
banyak digunakan di industri besar karena desainnya yang sederhana dan rasio kapasitas
per ukuran yang besar, meskipun efisiensinya tidak setinggi reciprocating compressor.
Pada umumnya centrifugal compressor beroperasi pada kecepatan rotasi lebih dari
3000 rpm. Beberapa jenis centrifugal compressor mampu beroperasi hingga 40000
rpm. Batasan tertinggi kecepatan kompresor adalah : kecepatan linier pada mata dan
impeller tip tidak boleh melebihi 0,85 Mach. Kapasitas aliran inlet (volumetrik) yang dapat
dikompresi oleh centrifugal compressor ditampilkan pada Tabel 2.1.

11
Tabel 2.1 Range Aliran Kompresor Sentrifugal (GPSA, 1st Volume)

Nominal inlet Average Polytropic Average Isentropic Speed to develop


flow range Efficiency Efficiency (N.m/head/wheel)

(m3/h)
170-850 0.63 0.60 2,150
850-12700 0.74 0.70 1,100
12700- 0.77 0.73 860
34000-
34000 0.77 0.73 680
56000-
56000 0.77 0.73 510
94000-
94000 0.77 0.73 450
136000-
136000 0.77 0.73 375
195000
Perbedaan utama centrifugal compressor dengan reciprocating compressor adalah
: centrifugal compressor cenderung dioperasikan pada head yang konstan dan volume aliran
inlet yang bervariasi, sebaliknya reciprocating compressor cenderung dapat dioperasikan
dengan head yang bervariasi pada volume inlet yang relatif konstan.

Gambar 2.8 Kompresor Sentrifugal (GPSA, 1st Volume)


Adapun kelebihan centrifugal compressor dibandingkan dengan reciprocating
compressor yaitu :
1. Biaya instalasi awal lebih rendah karena kondisi operasi tekanan dan
temperature baik.
2. Biaya perawatan lebih rendah,
3. Lebih awet dan tahan lama,
4. Pengoperasian lebih sederhana,
5. Rasio kapasitas/ukuran lebih besar,

12
6. Dapat menyesuaikan dengan mudah terhadap high speed drivers.

2.5 Kapasitas Limit


Batas-batas agar kestabilitasan dari suatu kompresor sentrifugal tidak terganggu
adalah dengan adanya batas keadaan surge dan stonewall. Surge terjadi jika flow keluaran
kompresor terlalu rendah sehingga aliran re-circulation bisa muncul di dalam compressor.
Dalam keadaan ini gas pada pipa pengeluaran akan segera mengalir kembali ke kompresor.
Kejadian surge disebabkan karena kekurangan aliran masuk kedalam kompresor, yang
menyebabkan pengkompresian menjadi tidak stabil.
Untuk mengatasi hal ini digunakan antisurge control valve. Untuk kompresi udara,
gas tak beracun dan murah, surge valve dapat diventilasikan ke udara atmosfer sehingga
tekanan pada discharge kompresor menjadi kecil. Tapi untuk gas yang mahal dan beracun,
akan dilakukan recycle aliran menggunakan bypass valve sehingga aliran discharge dari
kompresor dicampur kembali dengan aliran feed untuk kompresor.
Stone wall (choking condition) adalah suatu keadaaan dari kompresor dimana
tekanan alirannya tidak dapat meningkat, sehingga tidak menghasilkan head. Stone
wall terjadi pada saat kecepatan gas mendekati kecepatan suara di suatu tempat pada
kompresor, biasanya pada impeller inlet. Keadaan ini bisa dihindari dengan mengurangi
speed dari motor penggerak kompresor.

2.6 Termodinamika Proses Kompresi


Proses kompresi adalah peningkatan tekanan suatu gas/uap, proses kompresi
cenderung berjalan secara isentropi, meskipun pada kenyataannya tetap terjadi kenaikan
entropi sistem (politropik). Berikut ini skema proses kompresi :

Gambar 0.9 Skema Proses Kompresi (Smith et al, 2001)


Pada proses kompresi, kerja isentropik didefinisikan sebagai minimum work shaft
(kerja poros minimum) yang dibutuhkan kompresor untuk menaikan tekanan gas dari

13
tekanan awal ke tekanan yang diinginkan. Nilai efisiensi isentropik adalah hasil bagi antara
kerja poros minimum dengan kerja nyata. Proses kompresi isentropik dan politropik
ditunjukkan pada Gambar 2.

a. b.
Gambar 2.10 a. Diagram H-S (Smith et al, 2001) dan b. P-V (GPSA, 11th ed)
Berdasarkan gambar 2.10.a (kiri) dapat dilihat bahwa proses entropi ditunjukkan
oleh garis putus-putus 12’, dimana kenaikan tekanan terjadi pada entropi konstan. Jika
memang dapat terjadi kompresi seperti itu, maka seharusnya proses kompresi gas
merupakan proses yang reversible. Akan tetapi kenyataannya proses kompresi bukanlah
proses yang reversible, sehingga dapat disimpulkan terjadi kenaikan derajat entropi
sistem. Oleh karena itu, pada kenyataannya kompresi berjalan secara politropik (12).
Proses kompresi juga akan diikuti dengan kenaikan temperatur gas. Kenaikan
temperatur dapat diprediksi dengan persamaan dibawah untuk kompresi isentropik, dan
persamaan berikutnya untuk kompresi politropik.

(2.3)

(2.4)

Nilai k merupakan hasil bagi Cp dan Cv gas, dimana nilai Cp dan Cv merupakan
fungsi dari temperatur gas. Umumnya nilai Cp yang digunakan adalah Cp rata-rata dari nilai
Cp suction dan Cp discharge. Nilai konstanta n merupakan fungsi dari nilai k dan efisiensi

14
politropik kompresor. Hubungan antara n dengan nilai k ditampilkan dalam persamaan
berikut:

(2.5)

Sedangkan dalam Gambar (2.6.b) diatas tersebut dapat dilihat, proses isentropic
terjadi pada entropi konstan yang ditunjukan pada garis putus-putus yang menghubungkan
titik 1→2’.karena prosesnya berjalan pada entropi konstan maka proses yang terjadi
merupakan proses kompresi reversible. Namun, yang terjadi pada kondisi yang aktual
proses kompresi yang terjadi bukanlah merupakan kompresi reversible, atau terjadi
perubahan nilai entropi dari system. Kondisi kompresi actual yang terjadi ini dinamakan
kondisi politropik yang ditunjukkan oleh titik 1→2.

2.7 Persamaan Dasar Kerja Kompresor


Persamaan dasar suatu neraca energi mekanik dipakai sebagai dasar dari perhitungan
kerja suatu kompresor.

(2.6)

Jika energi potensial, energi kinetic, dan friksi diabaikan maka:

(2.7)

Dimana :
V = specific volume
Ws = kerja per unit massa dari gas yang dikompres

2.8 Coefficient Of Performance

Coefficient Of Performance merupakan efisiensi dari sistem refrigerasi yang


merupakan perbandingan antara efek pendinginan atau besarnya energi yang diabsorbsi oleh
refrigeran pada temperatur rendah (Q) terhadap input kerja
(W). Adapun persamaan Coefficient Of Performance (COP) dapat diselesaikan sebagai

15
berikut:

𝑬𝒇𝒆𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝑸
COP = =𝑾
𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂

Nilai COP dari siklus refrijerasi Carnot adalah nilai ideal dari siklus refrijerasi, hal ini
disebabkan pada siklus refrijerasi Carnot ekspansi fluida kerja dilakukan dengan turbin
ekspander sehingga menghasilkan kerja. Kerja yang dihasilkan oleh turbin ekspander akan
mengurangi kebutuhan kerja netto siklus. Pada kenyataannya siklus Carnot tidak akan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena pengadaan turbin untuk ekspansi terlalu
mahal, sehingga usaha yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Siklus Carnot hanya dipejari sebagai perbandingan dengan siklus refrijerasi nyata.
Sedangkan pada siklus refrigerasi nyata, besarnya COP selalu lebih dari 1, dimana
nilainya berlawananan dengan efisiensi termal. Hal tersebut disebabkan banyaknya panas
yang dipindahkan dari sistem refigerasi lebih besar dibandingkan jumlah kerja yang masuk.
Semakin besar nilai COP menunjukkan bahwa efek pendinginan semakin baik. Pada siklus
kompresi uap, nilai COP akan lebih rendah daripada nilai COP siklus refrijerasi Carnot,
hal tersebut disebabkan oleh :
1. Nilai kerja netto yang perlu ditambahkan ke sistem lebih besar akibat tidak adanya
kerja yang dihasilkan oleh ekspansi.
2. Nilai QH (jumlah panas yang dapat terserap pada temperatur rendah) lebih kecil.

2.9 Plant 4: Sistem Refrigerasi Propana

Gambar 2. 8 Diagram Alir Siklus Refrigerasi Propana

16
Sistem refrigerasi propana seperti umumnya sistem refrigerasi dengan siklus tertutup,
proses pencairan dan pendinginan aliran proses seperti feed gas dan refrigeran MCR
dilakukan di evaporator. Cairan propana sebagai media pendingin mengalami proses
evaporasi atau berubah menjadi fasa uap dengan mengambil panas dari aliran proses dan
selanjutnya uap tersebut mengalir dan dikompresi dengan kompresor propana kemudian
didinginkan dan dikondensasikan menggunakan pendingin air laut. Cairan propana hasil
kondensasi kemudian didistribusikan ke evaporator-evaporator dan selanjutnya proses-
proses penguapan propana, kompresi, pendinginan serta pengkondensasi propana
berlangsung terus-menerus di dalam sistem aliran tertutup.
Sistem refrigerasi dengan propane digunakan untuk mendinginkan feed gas dan
media pendingin MCR (Mixed Component Refrigerant). Sistem ini memiliki beberapa
fungsi utama sebagai berikut:
a. Mendinginkan feed gas yang telah bebas CO2. Akibat pendinginan ini, air dan
hidrokarbon berat terkondensasi dan terpisah.
b. Mendinginkan feed gas yang telah bebas CO2 dan kering pada evaporator.
Karena pendinginan ini, fraksi etana, propana, butana, dan hidrokarbon berat
yang terdapat dalam feed gas akan terkondensasi.
c. Mendinginkan dan mengkondensasikan sebagian dari MCR.
d. Mendinginkan produksi LPG Propana dan LPG Butana dan
mengkondensasi etana.

Sistem pendinginan dengan media pendingin propana memiliki tiga sistem operaasi
yaitu :
a) Bagian Propane Condenser
Pada proses pendinginan pada propane condenser, uap propane dari discharge 4K-1
yang bertekanan sekitar 14 Kg/Cm2 dengan temperature sekitar 65 oC dialirkan dibagian
shell 4E-1A/B (Propane Desuperheater) yang disusun secara parallel. Cooling water
dialirkan dibagian tube 4E-1A/B untuk mendinginkan uap propana sampai temperature
sekitar 40 oC (saturated liquid propane). Propana dikondisikan dalam fasa saturated liquid
propane agar jika bergeser atau sedikit diberikan panas sensibel (sensible heat) maka
propana akan lebih mudah menguap.Pada temperatur dan tekanan tersebut dimungkinkan
uap propana ada yang terkondensasi dan akan menempati bagian bawah 4E-1A/B yang
kemudian dialirkan ke accumulator 4C-1 Pengaliran uap propana yang telah mengalami
kompresi, menuju desuperheater 4E-1A/B sebagai preheating dengan menggunakan media

17
pendingin berupa air laut.
Pemisahan condensate dengan uap propana perlu diadakan untuk mencegah
masuknya liquid propane ke compressor melalui minimum flow recycle valve pada saat
membuka. Untuk mencegah uap masuk ke accumulator 4C-1 pada line drain 4E-1A/B juga
dilengkapi dengan liquid seal. Uap propane yang keluar dari 4E-1A/B selanjutnya
dialirkan ke condenser 4E-2AF yang disusun secara paralel. Cooling water dialirkan di
bagian tube 4E-2AF untuk mendinginkan sekaligus mengkondensasikan uap propana.
Selain ke 4E-2AF, uap propane dari 4E-1A/B juga dialirkan ketiga bagian yaitu:
 Aliran yang kembali ke minimum flow recycle valve compressor 4K-1 pada
suction tingkat pertama sampai tingkat tiga yang diatur.
 Untuk suplai uap propana ke quenching yang digunakan pada saat start-up
atau shutdown, yaitu untuk mendinginkan suction compressor 4K-1 pada
tingkat pertama dan kedua
 Aliran uap propane melaluibottom4C -4pipa 2” sebagai sparger untuk
menguapkan liquid propane yang terkondensasi di 4C-4. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terikutnya liquid propane ke suction compressor yang dapat

berakibat pada kerusakan compressor.
Untuk selanjutnya cairan propane yang terbentuk di 4E-2AF dengan temperatur sekitar 38
o
C dialirkan ke propane accumulator 4C-1. Dari hasil pendinginan dari 4E-1A/B menuju

4E-2A/F, temperatur hanya mengalami perubahan penurunan sebanyak 2 derajat Celcius,

yaitu dari 40oC menjadi 38oC. Temperatur yang relatif tidak berubah tersebut disebabkan

karena refrigerant terdiri dari satu komponen, sehingga perubahan fasenya dari uap menjadi
cair pada tekanan tetap tidak mengakibatkan perubahan temperature juga. Sedangkan uap
propana-nya akan masuk ke 4C-6 (Vent Scrubber) bersama-sama dengan uap propana yang
berasal dari 4E-2AF untuk kemudian dikondensasikan oleh cairan propane yang ada
dibagian shell 4E-3 (Vent Condenser). Cairan propana di 4E-3 ini disuplai dari 4C-1. Uap
propana yang terkondensasi di tube 4E-3 mengalir secara gravity kembali ke 4C-1. Cairan
propana di 4C-1 dengan tekanan sekitar 14 Kg/Cm2 dan temperature sekitar 38 oC untuk
selanjutnya dialirkan ke 4C-2 (Propane High Level K.O Pot). Sebelum propane masuk ke
4C-2 terlebih dahulu diekspansikan di 4LV-2 sehingga tekanan menjadi sekitar 7 Kg/Cm2.
Penurunan tekanan dan temperature disini menyebabkan sebagian liquid propane menguap
dan selanjutnya dialirkan ke 4C-12 melalui puncak 4C-2 (High Level Propane Flash Drum).

18
b) Bagian Propane Evaporator
Proses pada bagian propane evaporator terbagi atas tiga tingkat level dan tingkat
level ini menyatakan tingkat tekanan pada tiap-tiap suction compressor 4K-1. Ketiga tingkat
tekanan evaporator dimaksud adalah:

 High Level Propane Evaporator


Ada 2 (dua) Evaporator pada high level ini yang pertama adalah 4E-7 (MCR High
Level Propane Evaporator) dan kedua 4E-10 (Drier precooler High Level Propane
Evaporator). Proses yang terjadi disini adalah : Propane dari 4C-1 dialirkan ke 4E-7 dan
4E-10. dengan tekanan sekitar 14 Kg/Cm2 dan temperature sekitar 38 oC diekspansikan
dengan control valve sampai tekanan propane sekitar 7 Kg/Cm2 dan temperature sekitar 16
o
C. Dimana liquid propane masuk ke bagian shell 4E-7 (untuk mendinginkan MCR yang
dialirkan di bagian tube) dan 4E-10 (untuk mendinginkan feed gas yang dialirkan di bagian
tube). Heat transfer yang terjadi mengakibatkan propane ter-evaporasi dan uap propane
yang terbentuk selanjutnya dialirkan ke 4C-2 kemudian dialirkan ke 4C-12 sebagai suction
stage ketiga compressor 4K-1.
 Medium Level Propane Evaporator
Ada 2 (dua) Evaporator pada Medium level ini yang pertama adalah 4E-8 (MCR
Medium Level Propane Evaporator) dan kedua 4E-12 (Feed Gas Medium Level Propane
Evaporator). Proses yang terjadi disini adalah: Propane liquid dari bottom 4C-2 yang
bertekanan sekitar 6 Kg/Cm2 dan temperature sekitar 18 oC terlebih dahulu diekspansikan
oleh control valve sebelum dialirkan masuk kedalam 4E-8 dan 4E-12 sampai tekanan
propane sekitar 3 Kg/Cm2 dengan temperature sekitar -7 oC. Hasil ekspansi ini dimanfaatkan
untuk mendinginkan MCR yang ada dibagian tube 4E-8 dan mendinginkan feed gas yang
ada di bagian tube 4E-12. Heat transfer yang terjadi mengakibatkan propane ter-evaporasi
dan uap propane yang terbentuk selanjutnya dialirkan ke 4C-3 sebagai suction stage kedua
compressor 4K-1.
 Low Level Propane Evaporator
Pada seksi ini ada 3 (tiga) buah Evaporator utama yaitu 4E-9 (MCR Low Level
Propane Evaporator) dan 4E-13 (Feed Gas Low Level Propane Evaporator) serta 4E-14
(Scrub Column Overhead Condenser). Proses yang terjadi di seksi ini adalah: Propane liquid
dari 4E-8 dan 4E-12 yang bertekanan sekitar 3 Kg/Cm2 dan temperature sekitar -7 oC terlebih
dahulu diekspansikan oleh control valve sebelum dialirkan masuk ke dalam 4E-9 dan 4E-13
serta ke 4E-14 sampai tekanan propane sekitar 1.2 Kg/Cm2 dengan temperature sekitar -37
o
C. Hasil ekspansi ini dimanfaatkan untuk mendinginkan MCR yang ada dibagian tube 4E-

19
9 dan mendinginkan feed gas yang ada di bagian tube 4E-13 serta mengkondensasikan fraksi
berat hydrocarbon yang berasal dari 3C-1 di 4E-14. Heat transfer yang terjadi
mengakibatkan propane ter-evaporasi dan uap propane yang terbentuk selanjutnya dialirkan
ke 4C-4 sebagai suction stage pertama compressor 4K-1. Perlu diketahui selain berasal dari
4E-9/13/14 suction compressor 4K-1 juga mendapat uap propane dari plant-3 (Unit
Faksinasi) pada area propane refrigerant akibat terjadinya pertukaran panas yang terjadi di
3E-5/12/13.

c) Bagian Propane Compressor

Propane compressor 4K-1 adalah compressor sentrifugal dengan tiga tingkat


kompresi yang mempunyai aliran suction yang terpisah sesuai masing-masing tingkat.
Suction compressor tingkat pertama alirannya berasal dari low level suction drum (4C-4)
dengan tekanan sekitar 1 Kg/Cm2. Pada suction ini dilengkapi juga dengan kontrol anti surge
yang berfungsi untuk mencegah compressor beroperasi dibawah set point (dimaksudkan agar
tidak merusak compressor). Aliran anti surge/recycle ini berasal dari outlet 4E-1A/B yang
dialirkan ke 4C-4. Suction compressor tingkat kedua berasal dari discharge tingkat pertama
ditambah dengan uap propane yang berasal dari Medium Level Suction Drum (4C-3) dengan
tekanan sekitar 3 Kg/Cm2. Disini juga dilengkapi dengan control anti surge/recycle yang
berasal dari 4E-1A/B yang dialirkan ke 4C-3. Suction compressor tingkat ketiga berasal dari
discharge tingkat kedua ditambah dengan uap propane yang berasal dari High Level Suction
Drum (4C-2) dengan tekanan sekitar 7 Kg/Cm2. Disini juga dilengkapi dengan control anti
surge/recycle yang berasal dari 4E-1A/B yang dialirkan ke 4C-2.

20
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Dalam menyelesaikan tugas khusus ini, penulis menyelesaikan tugas khusus ini
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Studi Pustaka

Pembuatan Simulasi
Hysys

Validasi Simulasi
Hysys

Menentukan Variasi
Pada Tekanan Discharge Valve

Simulasi Hysis Untuk


Variasi Tekanan Suction Kompresor

Pengumpulan Data
Simulasi Hysys

Perhitungan COP

Gambar 3. 1 Algoritma Metode Penyelesaian Tugas Khusus (Personal Data)

3.1 Studi Pustaka


Metode studi pustaka dilakukan dengan menggali berbagai informasi dari beberapa
media seperti buku, jurnal, internet, dan lain sebagainya. Adapun informasi yang diperoleh
berkaitan dengan: sistem refrigerasi ideal dan nyata, refrigerasi propana, prinsip kerja dan
efisiensi kompresor sentrifugal. Rangkuman informasi yang diperoleh dari studi pustaka
merupakan bahan tinjauan pustaka dalam penyelesaian tugas khusus ini.

21
3.2 Pembuatan Simulasi Hysys Steady State
Setelah melakukan studi pustaka dan mendapatkan data mengenai profil temperatur,
tekanan, dan laju alir massa dari sistem refrigerasi propana Train C, Train F, Train G, Train
H, kemudian membuat simulasi dari proses sistem refrigerasi tersebut dengan
menggunakan software Hysys sebagaimana Gambar 3.2. Hal tersebut bertujuan untuk
menvalidasi simulasi yang akan digunakan dengan kondisi design. Adapun sebagai awal
pembuatan hysys, dilakukan dalam mode steady state.

Gambar 3. 2 Simulasi Hysys Sistem Refrigerasi Propana Steady State

Langkah-langkah pembuatan simulasi hysys diatas sebagai berikut:

a. Pada basis environment, memasukkan komposisi berupa C3 dengan fluid packages

yaitu Peng Robinson karena material stream mengandung komposisi gas.


b. Input komposisi dilakukan pada discharge kompresor 4K-1-3 , sehingga pada awal
pembuatan simulasi, material stream pertama yaitu stream 1, dengan komposisi
100% propana.

c. Kemudian menetapkan vapor fraction sebesar 0 pada output dari bottom column 4C-
1 accumulator karena merupakan liquid dan menetapkan tekanan seperti data
design.
d. Stream 6 diekspansi dengan mengunakan JT valve dengan delta P sebesar 5,5 bar
sesuai dengan data design yang diperoleh.
e. Kemudian stream 7 yang telah diekspansi mengalami evaporasi di evaporator 4E-
7 dan 4E-10. Dalam pembuatan simulasi ini, kedua evaporator tersebut digabung
menjadi satu agar lebih sederhana dengan menambahkan duty dari kedua
evaporator, dan di dalam hysys disimbolkan dengan menggunakan heater.

22
f. Dari evaporator 4E-7/10, aliran masuk ke flash drum untuk diflashkan uapnya ke
top column 4C-2 flash drum dan liquid yang dihasilkan akan mengalir menuju stage
kompresi selanjutnya. Uap yang keluar ke atas kolom 4C-1 kemudian dikompresi
oleh kompresor 4K-1 sebagai kompresi tahap 3 dengan High Pressure Level
Propane Compression.
g. Liquid yang keluar melalui bottom column 4C-2 Flash Drum mengalami kompresi
tahap kedua, dimana liquid di stream 10 mengalami ekspansi oleh JT valve.
h. Kemudian stream 11 mengalami evaporasi oleh evaporator 4E-8 dan 4E-12,
dimana kedua evaporator tersebut juga digabung dengan menambahkan duty dari
keduanya, dan disimbolisasikan dengan heater pada hysys.
i. Stream 12 yang merupakan hasil evaporasi 4E-8/12, kemudian dialirkan menuju 4C-
3 Flash Drum, dimana uap propana yang dihasilkan akan keluar ke top column untuk
dikompres di kompresor 4K-1 sebagai kompresi tahap 2. Sedangkan, liquid akan
turun ke bottom column untuk mengalami tahapan kompresi selanjutnya.
j. Kemudian liquid dari bottom column 4C-3 Flash Drum mengalami ekspansi oleh
JT Valve menghasilkan stream 14.
k. Aliran stream 15 mengalami evaporasi oleh evaporator 4E-9, 4E-13, dan 4E-14,
dimana pada evaporator ini juga dilakukan penggabungan dengan menambahkan
duty dari ketiga evaporator tersebut dan disimbolisasikan dalam satu heater.
l. Kemudian aliran dari evaporator diflashkan seluruhnya dalam 4C-4 flash drum, dan
dikompresi di kompresor 4K-1 sebagai Low Pressure Level Propane Compression.

3.3 Penentuan Variasi Pada Tekanan Suction Kompresor


Untuk menaikkan nilai dari Coefficient of Peformance variasi yang akan dirubah
adalah tekanan suction pada kompresor.
Tabel 3.1 Variasi Tekanan Suction Kompresor
P Suction P Suction PSuction P Suction P Suction P Suction
4K-1-1 4K-1-1 4K-1-2 4K-1-2 4K-1-3 4K-1-3
aktual variasi aktual variasi aktual variasi
(kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
Train C 7.8 8.9 4 6 1.24 1.29
Train F 6.45 8.3 3.6 6 1.14 1.3
Train G 7.3 7.4 4.2 4.5 1.14 1.38
Trani H 7.9 8.3 3.8 3.9 1.3 1.5

23
3.4 Perhitungan Coefficient Of Performance

Coefficient Of Performance merupakan efisiensi dari sistem refrigerasi yang


merupakan perbandingan antara efek pendinginan atau besarnya energi yang diabsorbsi
oleh refrigeran pada temperatur rendah (Q) terhadap input kerja (W). Adapun persamaan
Coefficient Of Performance (COP) dapat diselesaikan sebagai berikut:

𝑬𝒇𝒆𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝑸
COP = =𝑾
𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂

Dalam simulasi sistem refrigerasi propana, nilai COP dapat diperoleh dari total
duty evaporator sebagai efek dari pendinginan terhadapa total power kompresor sebagai
input kerja yang menaikkan tekanan komponen campuran gas. Pada tugas khusus ini,
diasumsikan duty evaporator berubah dengan memasukkan data aktual.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Validasi Hasil Simulasi Hysys

Sebelum menganalisa hasil dan pembahasan lebih lanjut, langkah awal yang perlu
dilakukan adalah menganalisa apakah simulasi Hysys yang kita pakai sudah sesuai atau
tidak. Validasi hasil simulasi penting untuk dianalisa mengingat data-data yang diambil
dalam tugas khusus ini mengacu pada hasil simulasi Hysys, sehingga besarnya persen error
dapat digunakan sebagai perkiraan bahwa simulasi yang kita gunakan tepat. Dalam hal ini,
perbandingan hasil simulasi antara kondisi operasi design dan kondisi operasi simulasi.
Perbandingan dengan kondisi operasi aktual tidak perlu diperhatikan karena pada kondisi
operasi aktual, telah dilakukan berbagai manipulasi atau pengendalian pada sejumlah
variabel. Selain itu, laju produksi pada kondisi aktual setiap harinya tidaklah sama, sehingga
tidak dapat dijadikan patokan dalam validasi. Batasan dari validasi simulasi hysys ini yaitu
kurang dari 10%, sehingga simulasi dikatakan tepat jika memiliki persen error kurang dari
10%. Selain itu, dalam validasi ini, variabel yang digunakan sebagai acuan validasi adalah
molar flowrate, karena dalam software Hysys telah secara otomatis mengacu pada P-H
Diagram sebagaimana dalam kondisi desain yang ada. Berikut ini hasil validasi antara molar
flowrate simulasi Hysys dan design.

Tabel 4. 1 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train C
Data Aktual Simulasi Hysys % Error

Flowrate Suction
181,400 181,200 1.2
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction 2.6
48,160 46,880
4K-1-3 (m3/h)

25
Tabel 4. 1 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train F
Data Aktual Simulasi Hysys % Error

Flowrate Suction
179,211 179,000 0.12
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction
1.5
4K-1-2 (m3/h) 56,734 55,870

Flowrate Suction
44,684 43,010 3.74
4K-1-3 (m3/h)

Tabel 4. 3 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train G
Data Aktual Simulasi Hysys % Error

Flowrate Suction 7.9


185,158 199,900
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction
7.9
4K-1-2 (m3/h) 54,342 58,680

Flowrate Suction 7.5


39,980 43,010
4K-1-3 (m3/h)

Tabel 4. 4 Hasil Validasi Simulasi Hysys dan Kondisi Desain Pada Train H
Data Aktual Simulasi Hysys % Error

Flowrate Suction 7.9


198,588 187,500
4K-1-1 (m3/h)
Flowrate Suction
2.1
4K-1-2 (m3/h) 69,760 68,356

Flowrate Suction 7.5


52,701 53,060
4K-1-3 (m3/h)

26
4.2 Perhitungan Coefficient Of Performance

Setelah validasi simulasi Hysys yang sudah tepat untuk digunakan, kemudian
mencoba menjalankan simulasi Hysys tersebut dengan memasukkan variasi tekanan pada
discharge valve. Coefficient of Performance merupakan efisiensi dari sistem refrigerasi
yang merupakan perbandingan antara efek pendinginan atau besarnya duty (Q) yang
dibutuhkan oleh evaporator terhadap input kerja (W). Dalam simulasi Hysys ini, besarnya
COP ditentukan dengan pembagian antara total duty evaporator terhadap power yang
dibutuhkan oleh kompresor.

Pada siklus refrigerasi nyata besarnya COP selalu lebih dari satu karena banyaknya
panas yang dipindahkan dari sistem refrigerasi lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah
kerja yang masuk ke dalam kompresor.

Tabel 4. 5 Hasil Perhitungan Coefficient Of Performance Pada Simulasi Hysys


COP Design COP Aktual COP Variasi

Train F 2.47 2.38 2.45

Train G 2.47 2.35 2.42

Train H 2.58 2.50 2.53

Train C 2.43 2.3 2.35

Berdasarkan variasi tekanan suction compressor didapatkan nilai dari COP yang
meningkat. Hal ini ini dikarenakan tekanan discharge valve yang meningkat maka tekanan
pada suction compressor pun meningkat. Dengan meningkatnya tekanan pada suction
compressor mengakibatkan kerja kompresor yang semakin kecil. Sehingga di dapatkan nilai
COP yang semakin besar.

Namun variasi peningkatan tekanan discharge valve memiliki batas. Karena semakin
tingginya tekanan pada discharge valve maka akan sedikit pula vapor yang terbentuk yang
mengakibatkan tidak adanya aliran gas yang menuju kompresor. Selain itu semakin tinggi
nya tekanan discharge valve dapat mengakibatkan temperature yang masuk ke dalam
evaporator meningkat dan mengakibatkan Q pada evaporator berkurang sehinggan efek
pendinginan pun berkurang dan dapat dikatakan tidak baik karena temperatur sistem

27
menjadi lebih tinggi sehingga mengganggu proses refrigerasi karena suhu pendinginan
target tidak akan tercapai.

28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi hysys di dapatkan nilai Coefficient of Performance
seperti berikut:
1. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan data design yaitu pada Train C
2.43, Train F 2.47, Train G 2.47, dan Train H 2.58.
2. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan data aktual yaitu pada Train C 2.3,
Train F 2.38, Train G 2.35, dan Train H 2.5.
3. Nilai Coefficient of Performance berdasarkan variasi yaitu pada Train C 2.35,
Train F 2.45, Train G 2.42, dan Train H 2,53.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah studi lanjut mengenai cara meningkatkan
nilai dari Coefficient of Performance dengan mengidentifikasi variable yang bisa diadjust
selain tekanan suction kompresor yaitu dengan menaikkan suhu evaporator.

29

Anda mungkin juga menyukai