Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN

TINGKAT STRESS PADA NARAPIDANA DI LAPAS NARKOTIKA KLASS III


SAMARINDA

Rosita Purnama Sari

Program Studi Ilmu Keperawatan fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Kalimantan Timur
Jl. Ir.H. Juanda No 15, Samarinda

Email korespondensi: rositapurnamasari13@gmail.com

ABSTRAK

Stres terjadi akibat ketidakseimbangan antara situasi yang menuntut dengan perasaan dalam
individu. Ketika dalam situasi yang menuntut tersebut dipandang sebagai beban dalam hidup,
individu tidak dapat mengatasi stres dengan baik maka akan berpotensi menyebabkan
gangguan psikologis. Sebagian besar laki-laki tidak mampu mengatasi tekanan stres dan
terjadi permasalahan lainnya sehingga berakibat pada perilaku – perilaku negative seperti
penggunaan narkotika. Penyalahgunaannya akan menyebabkan seseorang terpidana. stres
terjadi akibat ketidakseimbangan antara situasi yang menuntut dengan perasaan dalam
individu. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah ada pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap penurunan stress pada narapidana laki-laki. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian quasy eksperiment one grup pre-test post-test. Pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling total sampling dengan jumlah total 30 responden.
Pemgambilan data menggunakan kuesioner DASS. Data dianalisis menggunakan paired t-
test. Hasil yang diperoleh dari paired t-test pada kelompok intervensi didapatkan nilai p =
.000 sedangkan pada kelompok kontrol p = .024. Hasil analisis uji t independent terdapat
perbedaan kelmpok intervensi dan kelompok control yaitu nilai p-value = 0.00 dengan α <
0.05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres
narapidana laki-laki di Lapas Narkotika Klass III Samarinda.

Kata kunci : relaksasi otot progresif, stress, narapidana


THE EFFECT OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION ON DECREASING

STRESS LEVELS TO INMATES IN THE NARCOTICS PENITENTIARY CLASS III

IN SAMARINDA

Rosita Purnama Sari

Nursing Sciences Study Program, Faculty of Health and Pharmacy, University of


Muhammadiyah Kalimantan Timur
Jl. Ir. H. Juanda No. 15, Samarinda

Email correspondence: rositapurnamasari13@gmail.com

ABSTRACT

Stress results from an imbalance between situations that demand the feelings in individuals.

When in a demanding situation it is seen as a burden in life, individuals cannot cope with

stress well so it will potentially cause psychological disorders. Most men are unable to cope

with stress and other problems occur resulting in negative behaviors such as the use of

narcotics. Misuse will cause a person to be convicted. Stress occurs due to an imbalance

between situations that demand the feelings in individuals. The purpose of this study is to

prove whether there is a progressive effect of muscle relaxation on reducing stress in male

prisoners. This study used quasi experimental research design, one group pre-test post-test

experiment. Sampling used purposive sampling total sampling with a total of 30 respondents.

Data collection used the DASS questionnaire. Data were analyzed by using paired t-test. The

results obtained from the paired t-test in the intervention group obtained p = .000 while in the

control group p = .024. The results of the independent t-test analysis showed that there were

differences in intervention groups and control groups, namely the value of p-value = 0.00
with α <0.05. It can be concluded that there was an effect of progressive muscle relaxation on

decreasing stress levels to inmates in the narcotics penitentiary class III in Samarinda

Keywords: progressive muscle relaxation, stress, inmates


PENDAHULUAN terdahulu yang dilakukan oleh Lu’luu Aida
Haniiah (2018) menyatakan bahwa tingkat
Stres adalah tuntutan-tuntutan stress penghuni lapas dalam kategori stress
eksternal yang mengenai seseorang, misalnya sedang yaitu sebanyak 125 responden
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu (90,58%) kategori stress berat 12 responden
stimulus yang secara obyektif adalah (8,69%), dan kategori rendah hanya 1
berbahaya. Stress juga bisa diartikan salah satu responden (0,73%). Demikian dengan
kekuatan yang memaksa seseorang untuk penelitian yang dilakukan oleh anggraini
berubah, tumbuh, berjuang, beradaptasi atau (2019) dari 76 narapidana didapatkan hasil
mendapatkan keuntungan. Semua kejadian yaitu 33 (43,3%) narapidana stres berat 25
dalam kehidupan, bahkan yang bersifat positif (32,9%) narapidaa stres sedang 10 (13,2%)
menyebabkan stress. Namun tidak semua narapidana stress ringan 7 (9,2%) narapidana
orang mampu melakukan adaptasi dan stress normal, dan 1 (1,3%) stress sangat berat.
mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah Hasil studi pendahuluan yang
stress terhadap seseorang (hawari,2011) dilakukan oleh peneliti pada tanggal 21 Mei
Menurut khalooei,(2016) Pada usia 2018 menggunakan kuesioner DASS (
dewasa awal adalah usia produktif untuk Despression Anxiety Stress Scale) yang
penyesuaian terhadap hal-hal baru seperti diberikan kepada 12 narapidana didapatkan
meningkatkan pendidikan, bekerja dan hasil 3 orang narapidana masuk kategori stress
menikah. Hal baru tersebut dapat ringan, 6 orang masuk kategori sedang, dan 3
mempengaruhi stres pada diri individu orang masuk dalam kategori berat. Terdapat
tersebut. Sehingga apabila tidak di atasi hasil tingginya tingkat stress pada narapidana
dengan coping yang positif maka individu di Lapas Narkotika Klass III Samarinda.
tersebut akan mengatasi stressnya dengan Manajemen stress bermanfaat untuk
coping negative . mengurangi tingkat stress dan meningkatkan
Di usia 26-35 tahun adalah usia dewasa awal kesehatan mental. Menurut National Safety
akan memasuki peran baru, seperti suami atau
Council manajemen stress merupakan upaya
istri, orang tua, mencari nafkah, keinginan-
keinginan baru, dan mengembangkan sikap yang rasional, terarah dan karenanya efektif
baru. Umur bisa mempengaruhi stres untuk mengatasi stress. Salah satu manajemen
Stressor yang sering dialami stress untuk menurunkan tingkat stress yaitu
narapidana adalah dari jumlah hukuman yang dengan melakukan relaksasi otoprogresif yang
diterima. Narapidana dengan masa hukuman termasuk dalam strategi fisik. salah satu
yang lebih lama cendrung memiliki tingkat metode nonfarmakologis untuk mengatasi
stress yang tinggi. Perasaan tidak terima serta
stress adalah relaksasi otot progresif
keterbatasan bertemu dengan pihak keluarga
merupakan masalah utama yang dialami oleh Relaksasi otot progresif adalah
narapidana. Keadaan-keadaan seperti ini jika memusatkan perhatian pada suatu aktivitas
tidak segera diatasi maka akan menimbulkan otot, dengan mengidentifikasikan otot yang
tingkat stress yang tinggi dan berujung pada tegang kemudian menurunkan ketegangan
bunuh diri. Seseorang yang pertama kali dengan melakukan teknik relaksasi untuk
masuk penjara mengalami patah mental karena mendapatkan perasaan relaks. Teknik relaksasi
tidak siap menghadapi realitas yang ada di
otot progresif lebih dipilih dikarenakan
dalam penjara, adanya rasa dikucilkan oleh
penghuni lapas dan masyarakat luar, serta relaksasi otot progresif merupakan jenis
timbul perasaan menyesal dan membenci relaksasi termurah, mudah untuk dilakukan
dirinya sendiri atas perbuatan yang dilakukan. secara mandiri.
Tekanan yang dialami narapidana di dalam Tujuan pokok teknik relaksasi adalah
lapas dapat menimbulkan penyakit, baik itu untuk mencegah terbentuknya respon stress
penyakit fisik ataupun mental, seperti sering
terutama dalam system saraf dan hormone
melamun, mudah tersinggung, menyerang
orang lain dan bahkan bunuh diri, stress yang pada akhirnya teknik relaksasi dapat
berat atau berkepanjangan akan menyebabkan membantu mencegah atau meminimalkan
gangguan jiwa seperti depresi, ansietas, gejala fisik akibat stress ketika tubuh bekerja
bahkan gangguan psikotik. Penelitian berlebihan dalam menyelesaikan masalah
sehari-hari. Peneliti ingin menganalisis
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
perubahan tingkat stress pada narapidana laki- HASIL
laki di Lapas Narkotika Klass III Samarinda
Table 1 distribusi frekuensi karakteristik
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah Quasy
Eksperiment pre post control group design Intervensi Kontrol
dengan populasi dalam penelitian ini Umur F % F %
sebanyak 549 narapidana di Lapas Narkotika
26 - - 2 13,3
Klass III Samarinda
Teknik pengambilan sample purposive 27 1 6,7 1 6,7
sampling dengan jumlah sampel 15 orang
28 1 6.7 2 13,3
responden kelompok intervensi dan 15 orang
responden control, instrument dalam 29 1 6,7 - -
penelitian ini menggunakan kuesioner DASS 4 26.7 1 6,7
30
(Depression Anxiety and Stress Scale)
dengan skor penilaian tingkat stress yaitu 31 1 6.7 - -
stress normal yaitu (0-14), stress ringan (15- 32 3 20.0 2 13,3
18) , stres sedang (19-25), stress berat (26-
33 2 13,3 3 20,0
33), stres sangat berat ( >34). kelompok
intervensi di berikan terapi relaksasi otot 35 2 13.3 4 26,7
progresif yang dilakukan selama 15 menit
Jumlah 15 100,0 15 100,0
sebanyak 2 kali dalam sehari selama 6 hari
yang di pandu oleh peneliti. sedangkan 15 responden berdasarkan
orang responden pada kelompok konrol tidak
diberikan perlakuan relaksasi otot progresif.
Berdasarkan data pada table 1 di atas dapat
Untuk mengetahui perbedaan pre-post pada
diketahui jumlah responden 15, proporsi
masing-masing kelompok diberikan uji paired tertinggi umur dari kelompok intervensi yaitu
t-test sedangkan untuk mengetahui perbedaan 30 tahun sebanyak 4 orang (26.7%),
atau perubahan tingkat stres pada kelompok sedangkan kelompok control dengan umur 28
intervensi dan kelompok kontrol dilakukan uji tahun 2 orang (13.3%) dan 35 tahun 4 orang
T independent. Dengan hasil keptusan uji p (26.7%)
value < 0.05.
Table 2 distribusi frekuensi karakteristik
berdasarkan jenis kelamin dan status
perkawinan

Jenis Status Interv Kont


kelami Perkawi ensi rol
n nan
F % F %
Laki – Menikah 15 100 15 100
laki
Peremp Belum - - - -
uan menikah
Jumlah 15 100 15 100
,0 ,0
Tabel 4 hasil Analisis kelompok intervensi
Berdasarkan data pada table 2
Kelompok standar Standar
didapatkan bahwa proporsi jenis kelamin laki-
Intervensi N Mean deviasi Eror P
laki dari kelompok intervensi dan kelompok
pre test 15 23.26 4.861 1.255 .000
control yaitu sebanyak 15 orang (100.0%). post test 15 15.80 2.782 .7184 .000
Dan proporsi status perkawinan yang sudah
menikah dari kelompok intervensi dan
kelompok control yaitu sebanyak 15 orang
(100.0) didapatkan rata-rata (mean) kelompopk
intervensi pada tingkat stress sebelum
Tabel 3 Distribusi frekuensi karakteristik relaksasi otot progresif terdapat nilai mean
responden berdasarkan lama masa tahanan pre test 23.26 dan nilai standar deviasi pre
test adalah 4.861 nilai standar error pre test
Lama Intervensi Kontrol adalah 1.255 dan nilai p-value (.000) <
Masa (0.05) maka H0 ditolak yang berarti ada
Tahanan F % F %
perbedaan tingkat stress yang signifikan
4 3 20.0 3 20.0 antara sebelum dan sesudah relaksasi otot
progresif pada narapidana.
5 4 26.7 2 13.3 Diketahui bahwa nilai rata-rata (mean)
tingkat stress sesudah diberikan intervensi
6 3 20,0 2 13,3 relaksasi otot progresif terjadi perubahan
sebesar 15.80 nilai standar deviasi adalah
7 3 20.0 2 13,3
2.782 dan nilai standar error .7184 terdapat
8 1 6,7 1 6.7 hasil nilai p value (.000)>0.05 maka H0
ditolak yang berarti ada perbedaan tingkat
9 - - 1 6,7 stress yang signifikan antara sebelum dan
sesudah relaksasi otot progresif pada
10 - - 1 6.7 narapidana.
12 1 6.7 1 6,7

15 - - 1 6,7 Tabel 5 hasil statistic analisis paired t test


Juml pada kelompok control
15 100,0 15 100,0
ah

Kelompok Standar Standar


Berdasarkan data pada table 3 dengan Control N Mean deviasi Eror P
jumlah 30 orang responden dengan pre test 15 28.00 5.126 1.324 .240
masing-masing total 15 responden di atas post test 15 29.06 3.844 0.993 .240
dapat diketahui bahwa proporsi lama masa
tahanan terbanyak dari kelompok
intervensi 5 tahun sebanyak 4 orang Data tabel 5 didapatkan rata-rata
(26.7%) dan lama masa tahanan (mean) kelompok kontrol pada tingkat
kelompok control 5 tahun sebanyak 2 stress sebelum relaksasi otot progresif
orang ( 13.3%) . terdapat nilai mean pre test 28.00
sedangkan post test 29.06 dan nilai standar
deviasi pre test adalah 5.126 sedangkan
post test 3.844 nilai standar error pre test
adalah 1.324 sedangkan post test 0.993 dan
nilai p-value (.024) < (0.05) maka H0
diterima yang berarti tidak ada perbedaan
tingkat stress yang signifikan antara sebuah keluarga, dan mengelola sebuah rumah
sebelum dan sesudah. tangga..
Berdasarkan tabel 2 karakteristik
Tabel 6 hasil statistic uji t independen responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki
tentang selisih penurunan tingkat stress
dan status perkawinan telah menikah
antara kelompok eksperimen da n
kelompok intervensi dan kelompok kontrol di
kelompok control
dapatkan jumlah sebanyak 15 orang (100.0%).
95% Menurut rey (2002) dalam sari (2011) laki-laki
sulit untuk mengatasi ketidak sesuaian antara
Mean SE Confiden
perkembangan psikis dan sosial menyebabkan
Kelompok differenc differenc ce
laki-laki di bawah tekanan stress dan terjadi di
N e e Interval P
permasalahan lainnya sehingga berakibat
eksperim 15.77 - kepada perilaku-perilaku negative. Penelitian
en 15 -13.26 1.225 10.756 .000 brown & gary mengemukakan bahwa
1 -15.78- sepertiga perempuan yang sudah menikah
Control 5 -13.26 1.225 10.756 .000 menyatakan bahwa mereka akan terlebih
dulumencari suami mereka untuk memperoleh
Berdasarkan tabel 6 menunjukan dukungan jika mendapatkan masalah yang
bahwa selisih rata-rata (mean) antara serius. seperti mengalami stress depresi atau
kelompok intervensi dan kelompok control
kecemasan dan menyebut suami mereka
adalah 13.26 dengan nilai standar error adalah
1.225 dan dimana nilai rentang interval sebagai salah satu dari tiga orang terdekat
kepercayaan 95% pada kelompok intervensi mereka, lebih banyak laki-laki daripada
adalah -15.77 sampai dengan – 10.756. perempuan yang memandang pasangannya
sedangkan pada kelompok control -15.78 sebagai teman terbaik, maka dari itu laki-laki
sampai dengan -10.756. terdapat p-value yang sudah menikah lebih membutuhkan
(.000) < (0.05) sehingga H0 ditolak yang
pasangannya
berarti ada perbedaan bermakna penurunan
tingkat stress antara kelompok eksperimen dan Berdasrkan tabel 3 karakteristik
kelompok control responden berdasarkan lama masa tahanan
dengan jumlah 30 orang responden dengan
masing-masing total 15 orang responden
PEMBAHASAN proporsi lama masa tahanan terbanyak dari
kelompok intervensi 5 tahun sebanyak 4 orang
Berdasarkan tabel 1 karakteristik (26.7%) dan lama masa tahanan kelompok
responden dari 30 jumlah responden terbagi kontrol 5 tahun sebanyak 2 orang (13.3%).
menjadi 15 responden kelompok intervensi Menurut siswati & abdurohim (2009) dalam
dan 15 responden kelompok kontrol, dari herdian (2012) stressor tertinggi yang di alami
kelompok intervensi yaitu umur 30 tahun narapidana adalah jumlah hukuman yang
sebanyak 4 orang (26.7%) sedangkan diterima. Narapidana dengan masa hukuman
kelompok control dengan umur 35 tahun lebih lama cendrung memiliki tingkat stress
sebanyak 4 orang yang tinggi. Perasaan tidak terima serta
( 26.7%). Umur 30 tahun termasuk umur batasan bertemu dengan pihak keluarga
dewasa awal 26-35 tahun (WHO,2017) merupakan masalah utama yang dialami oleh
menurut santrock dalam (hartini & lestari, narapidana
2014) bahwa dewasa awal transisi secara fisik
transisi intelektual serta transisi peran social.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah
memilih seorang teman hidup, membentuk
Tingkat stress pre test dan post test Tingkat stress pre test dan post test
dilakukan relaksasi otot progresif pada dilakukan relaksasi otot progresif pada
kelompok intervensi kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 4 analisa statistic di Berdasarkan tabel 5 hasil analisa
dapatkan nilai tingkat stress pada kelompok statistic dengan uji paired t test menunjukan
intervensi tingkat stress sebelum di berikan bahwa kelompok control saat pre test
relaksasi otot progresif terdapat nilai mean pre didapatkan nilai rata-rata (mean) tingkat stress
test 23.26 sedangkan setelah diberikan sebelum tanpa diberikan relaksasi otot
relaksasi otot progresif terdapat nilai mean progresif yaitu 28.00 sedangkan nilai rata-rata
post test 15.80 selisih dari pre testbdan post (mean) tingkat stress sesudah post test tanpa
test sebesar 7.46 terdapat nilai p-value diberikan relaksasi otot progresif yaitu 29.06
(.000)<(0.05) maka H0 ditolak yang berarti selisih dari post test dan pre test sebesar -1.07
ada perbedaan tingkat stress yang signifikan terdapat hasil p value (.240)> 0.05 maka H0
antara sebelum dan sesudah relaksasi otot diterima yang tidak ada perbedaam tingkat
progresif pada narapidana. Latihan relaksasi stress yang signifikan antara sebelum dan
otot progresif dilakukan selama 2 hari sekali sesudah tanpa di berikan relaksasi otot
dalam waktu 6 hari selama 10 menit hal inilah progresif.
yang menyebabkan penurunan tingkat stress Menurut Atkinson & shiffrin (1968) dalam
antara sebelum dan setelah diberikan relaksasi Aminah Rehalat (2014) kognisi manusi
otot progresif dikinsepkan sebagai suatu system yang terdiri
Menurut Lee J.E (2012) relaksasi otot dari tiga bagian yaitu masukan, proses dan
progresif memberikan efek relaksasi dengan keluaran informasi dari dunia sekitar ini
mereduksi stress dan meningkat status fisik dimasuki reseptor memori dalam bentuk
atau psikologis membuat seseorang lebih penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya.
mampu menghindari reaksi yang berlebihan Selanjutnya input diproses dalam otak. Otak
karena adanya stes. Relaksasi sangat berguna mengolah dan mentransformasikan informasi
untuk mengembangkan kemampuan tetap dalam berbagai cara Factor selanjutnta adalah
tenang atau menghindari stres saat mekanisme koping. Menurut Lazarys dan
menghadapi kesulitan, selalu rileks akan folkman (1984) dalam mesarini (2013) bahwa
membuat seseorang memegang kendali hidup. mekanisme koping memiliki hubungan dengan
Menurut domin (2001) dalam Ahmad Furqan tingkat stress. Mekanisme koping yang baik
(2017) Relaksasi progresif akan menghambat atay mekanisme koping adaptif tentu
peningkatan syaraf simpatetik, sehingga mempengaruhi tingkat stress karena
hormone penyebab disregulasi tubuh dapat pemecahan masalah juga lebih positif, sama
dikurangi jumlahnya. System syaraf halnya dengan mekanisme koping maladatif
parasimpatetik yang memiliki fungsi kerja juga akan mempengaruhi tingkat stress ,
yang berlawanan dengan syaraf simpatetik, karena di saat stressor yang disarankan
akan memperlambat atau memperlemah kerja semakin berat,
alat-alat internal tubuh, akibatnya terjadi Berdasarkan data diatas, peneliti berkeyakinan
penurunan detak jantung, irama nafas, tekanan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat stress
darah, ketegangan otot, tingkat metabolism, sebelum dan setelah penelitian tanpa perlakuan
dan produksi hormone penyebab stress. pada kelompok control disebabkan karena
Seiring dengan penurunan tingkat hormone responden pada kelompok ini tidak diberikan
penyebab stres, maka seluruh badan mulai intervensi latihan relaksasi otot progresif.
berfungsi pada tingkat hormone penyebab
stres Tingkat stress narapidana pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat hasil program terapi terhadap ketegangan otot
uji t independent menunjukan bahwa data maupun mengatasi keluhan ansietas, insomnia,
stress responden antara kelompok intervensi kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pingang,
dan kelompok kontrol p-va;ue .000 < 0.05 tekanan darah tinggi, fobia ringan, dan gagap
sehingga H0 ditolak yang berarti ada
perbedaan yang bermakna terhadap penurunan KESIMPULAN
tingkat stress pada kelompok intervensi dan Adanya pengaruh relaksasi otot progresif
kelompok control sehingga dapat dikatakan terhadap perunaham tingkat stress, relaksasi
bahwa ada pengaruh relaksasi oto progresif otot progresif pada kelompok intervensi
terhadap penurunan tingkat stress pada dengan (nilai p=.000, > 0.05) tidak terdapat
narapidana di Lapas Narkotika Klass III perbedaan bermakna stress narapidana pada
Samarinda. kelompok control (nilai p =.240 > 0.05)
Menurut Sheridan dan radmacher,(1992) Saran peneliti diharapkan petugas lapas
dalam risky rahma nova (2018) teknik narkotika bisa memberikan latihan relaksasi
relaksasi yang sering digunakan untuk otot progresif pada narapidana agar dapat
mengurangu ketegangan otot serta kecemasan, mencegah dan mengurangi tingkat stress
latihan relaksasi progresif sebagai salah satu padanarapidana di lapas narkotika klass III
tknik relaksasi otot telah terbukti dalam samarinda

Anda mungkin juga menyukai