Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap

ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua

berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai

dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat

dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).


Lansia (lanjut usia) atau manusia usia lanjut (manula), adalah

kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat

perhatian atau pengelompokkan tersendiri ini adalah populasi berumur 60

tahun atau lebih (Bustan, 2007). Organisasi kesehatan dunia, (WHO)

menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age)

45-59 tahun, Lanjut Usia (elderly) 60-74 tahun, Lanjut Usia Tua (old) 75-90

tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Penetapan usia 65 tahun keatas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)

dimulai pada abad ke-19 di Negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih

menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis

biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia.

Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan

riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus

memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya

(Potter dan Perry, 2009).


2. Teori Penuaan
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan

menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.


a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan

kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika

sel pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu

diobrservasi, jumlah sel–sel yang akan membelah, jumlah sel yang

akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa sistem, seperti

sistem saraf, system musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan

dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang

karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan

mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit

atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah,

2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada

lansia. Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya


perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada

lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit)

dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari

protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago

dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi

lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia (Tortora dan

Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan

perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan

cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan

kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).


3) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam

tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat

racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri

tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink tersebut

membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta

terjadi kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990).

Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam

berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses

pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh.

Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi

proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.

Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan

reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di


semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).


4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.

Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari

sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor

yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau

perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya

kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi

isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan

sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh

menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing

dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar

terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri

daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya

serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker

leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).


5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono

(2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan

menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan

umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena

menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi

penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel

misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.


b. Teori Psikologi
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara

keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa

mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa

pada lanjut usia yang sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).


2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.

Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam

memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan

masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah,

2011).

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang

secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011)


3. Perubahan-perubahan pada lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial

dan sexual (Azizah, 2011).


a. Perubahan fisik
1) System Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh

karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60

tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak

elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi

glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna

coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai

berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai

pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat

mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.


4) Kartilago: jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian

kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang

terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada

persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.


5) Tualng: berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah

bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih

lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.


6) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.


7) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament

dan fasia mengalami penuaan elastisitas.


b. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi mencakup :
1) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan

kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada

jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan

jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.


2) Sistem respirasi Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah

untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir

ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang.


3) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem

pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi

yang nyata :
a) Kehilangan gigi,
b) Indra pengecap menurun,
c) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
d) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, berkurangnya aliran darah.


4) Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang

signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya

laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.


5) Sistem saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami

penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas

sehari-hari.
6) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary

dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat

memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur.
c. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quocient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi

B. Rematik
1. Pengertian rematik
Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit autoimun yang

ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive sistematik yang terutama

mengenai jaringan persendian dan juga melibatkan organ tubuh lainnya.

Penyakit rematik ini merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta

melibatkan semua kelompok ras dan etnis di dunia (sudoyo, 2007). Artritis

reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan terutama

menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah yang

ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).


Artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif,

akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh tubuh. Artritis rheumatoid

ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang

menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah (Nugroho, 2012)


Rematik adalah adanya kelainan di sendi-sendi tulang yang

mengakibatkan rasa nyeri serta kaku pada sendi-sendi, tulang dan jaringan

ikat. Pada kondisi umum penyakit rematik tidak berbahaya, tapi rasa nyeri

yang ditimbulkan akan sangat mengganggu (Iskandar, 2012).


2. Etiologi
Artritis Reumathoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak

diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan poliferasi

membrane synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis

dan deformitasn (Kushariyadi, 2010).


Faktor infeksi sebagai penyebab Reumathoid Arthritis timbul karena

umumnya penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan kuat bahwa

penyakit ini sangat mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses

autoimun atau suatu antigen tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen

infeksius yang diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri, mycoplasma, atau

virus. Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan

Reumathoid Arthritis, antara lain :


a. Usia diatas 40 tahun dan prevalensi pada wanita lebih tinggi
b. Kegemukan dan penyakit metabolic
c. Geneteik
d. Cideara sendi dan berulang
e. Kepadatan tulang berkurang
f. Beban sendi yang terlalu berat (olahraga atau kerja tertentu)
g. Kelainan pertumbuhan (kelainan sel-sel yang membentuk tulang rawan,

seperti kolagen dan proteoglikan) (Sudoyo, 2007).


3. Gambaran klinis
Gambaran klinik Artritis Reumatoid sangat bervariasi tergantung dari

saat kita memeriksa penderita. Variasi sangat luas, mulai dari gejala klinik

yang ringan sampai ke tingkat yang sangat berat dimana penderita dalam

keadaan cacat dan tidak lagi mampu untuk bergerak.


Menurut Junaidi (2006), gejala utama dari rematik adalah adanya nyeri

pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umunya timbul secara

perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang

berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku

pagi, krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya berjalan.


Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul

belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri

tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara

lain:
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan

gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu

kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan dibandingkan

gerakan yang lain.


b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan perlahan sejalan

dengan bertambahnya rasa nyeri.


c. Kaku pagi hari
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi,

seperti duduk dari kursi atau setelah bangun tidur.


d. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau

tangan yang paling sering ) secara perlahan-lahan membesar.


f. Perubahan gaya berjalan
Hamper semua pasien osteoarthritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau

panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan


fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian

pasien yang umumnya tua (lansia).


4. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti edema,

eksudat fibrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, synovial

menjadi menebal, terutama pada sendi articular kartilago dari sendi. Pada

persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi

kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat

karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago articular.

Kartilago menjadi nekrosis.


Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan

sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara

permukaan sendi, Karen jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).

Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon an ligamen jadi lemah

dan bisa menimbulkan sublukasi atau dislokasi dari persendian (Brunner dan

Suddarth, 2003).
5. Penatalaksanaan
Hingga saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menyembuhkan

penyakit rematik, kecuali penyakit rematik yang disebabkan oleh infeksi. Obat

yang tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya, sedangkan proses

penyakitnya tetap berlangsung.


Beberapa terapi yang digunakan agar dapat meringankan penderitaan

pasien adalah sebagai berikut :

a. Terapi obat
Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit rematik adalah untuk

mengatasi gejala nyeri dan peradangannya. Pada beberapa kasus,


pengobatan bertujuan untuk memperlambat proses atau mengubah

perjalan penyakit, disebut Disease Modifying Antirhematic Drugs

(DMARDs) dan obat-obatan lain untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.


Beberapa obat atau golongan obat yang dapat digunakan pada rematik :
1) Golongan analgetik : golongan obat ini berfungsi mengatasi atau

meredakan rasa nyeri pada sendi, contohnya aspirin, obat antiinflamasi

non steroid (NSAIDs) lainnya seperti ibuprofen dan asetaminofen.


2) Golongan kortikosteroid : obat krtikosteroid seperti prednisone,

kotison, solumedrol dan hidrokartison banyak digunakan untuk

mengobati gejala rematik. Cara kerja kortikosteroid adalah dengan

mengatasi inflamasi dan menekan system kekebalan tubuh sehingga

reaksi radang pada rematik berkurang. Efek samping jangka pendek

kortikosteroid adalah pembengkakan, menambah nafsu makan,

menambah berat badan dan emosi yang labil. Efek samping jangka

panjang dari penggunaan kortikosteroid diantaranya tanda goresan

pada kulit (strie), rambut tumbuh berlebihan, tulang keropos

(osteoporosis), tekanan darah tinggi (hipertensi), kerusakan arteri

pembuluh darah, peningkatan kadar gula darah, infeksi dan katarak.

Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap, tidak

boleh secara mendadak.


b. Terapi non-obat
Tersedia bahan alami herbal dan beberapa sumplemen yang dapat

digunakan untuk melawan penyakit rematik. Beberapa terapi non-obat

yang digunakan adalah sebagai berikut :


1) Sumplemen dan sayuran
Obat-obat suplemen dan sayuran yang dapat dipergunakan bagi

penderita rematik adalah jus sayuran seperti :


a) Vitamin C : menurut penelitian ahli fisiologi Dr. Robert Davis dari

pannsylvania membuktikan bahwa penyakit arthritis reumathoid

berkorelasi dengan kadar vitamin C rendah. Penggunaan dosis

besar vitamin C (500-1000 mg) sehari dapat menghilangkan gejala

arthritis. Berikan vitamin C dalam dosis rendah untuk menghindari

iritasi pada lambung dan supaya efek terapinya lebih lama.


b) Ikan dan minyak ikan : menurut Dr. Robert C. Atkins, penulis New

Diet Revolution prinsip dasar terapi dari arthritis haruslah

suplemen kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak

omega 3 yang dapat menghilangkan nyeri dan pembengkakan pada

semua jenis arthritis. Selain itu minyak ikan kod juga kaya akan

vitamin D yang membantu tulang dan vitamin A membantu

melawan peradangan. Satu sendok minyak ikan setiap hari

merupakan dosis yang diperlukan untuk mendapatkan manfaatnya.

Penelitian lain belum lama ini melakukan penelitian selama 12

bulan tentang suplemen minyak ikan pada pasien arthritis

reumathoid dan hasilnya menunjukkan 2-6 gram minyak omega-3

setiap hari (6 kapsul minyak ikan) sehari, dapat menurunkan

pembengkakan dan nyeri sendi. Ikan kaya omega-3 adalah ikan

salmon, tuna dan sarden (Misnadiarly, 2007)


2) Herbal
British Journal Of Clinical Pharmacology melaporkan hasil penelitian

yang menyatakan bahwa 82% pasien arthritis mengalami peredaran


nyeri dan pembengkakan dengan menggunakan obat-obatan yang

berasal dari herbal. Bahan herbal yang membantu melawan nyeri

arthritis adalah sebagai berikut :


a) Jahe dan kunyit : keduanyta merupakan bahan antiinflamasi yang

sangat baik, serta dapat mengurangi nyeri dan bengkak


b) Hot chili peppers dan cayenne pepper : berefek mengurangi

peradangan pada arthritis, mengurangi pembengkakan dan

menghilangkan nyeri.
c) Terapi panas dinginuntuk mengurangi nyeri dan peradangan pada

rematik dapat digunakan cara sebagai berikut :


(1) Berendam dalam bak mandi dengan air hangat, terutama untuk

merendam bagian yang nyeri.


(2) Kompres panas : caranya rendam handuk dalam air panas,

kemudiam letakkan pada sendi yang yang sakit.


(3) Pemanasan kering, misalnya dengan menggunakan lampu

pemanas dan lain-lain.


Pada prinsipnya cara terapi panas pada rematik adalah untuk

meningkatkan aliran darah ke daerah sendi yang terserang. Dengan

demikian proses radang dapat dikurangi sehingga sendi dapat

maksimal.
Terapi dingin bertujuan untuk membuat baal bagian yang

terkena rematik sehingga mengurangi nyeri, peradangan, serta

kaku atau kejang otot. Cara terapi dingin adalah dengan

menggunakan kantong dingin, semprotan dingin, atau minyak

yang mendinginkan kulit dan sendi (Purwoastutio, 2009).


d) Olahraga dan istirahat
Penderita rematik harus menyeimbangkan kehidupannya antara

istirahat dan beraktivitas.jika merasa nyeri atau pegal, pasien harus


beristirahat. Namun harus diingat, istirahat tidak boleh berlebihan

karena dapat mengakibatkan kekakuan pada otot dan sendi.


Latihan dan olahraga yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1) Range of motion excercises : merupakan layihan fisik yang

membantu menjaga pergerakan normal sendi, memelihara atau

meningkatkan fleksibilitas dan menghilangkan kekakuan sendi.


2) Strengthening exercise : untuk memelihara atau meningkatkan

kekuatan otot.
3) Aerobic atau endurance exercises : untuk meningkatkan

kesehatan pembuluh darah jantung (kardiovaskuler),

membantu menjaga berat badan ideal dan memperbaiki

kesehatan secara menyeluruh (Junaidi, 2006)


e) Mobilisasi dan relaksasi
Mobilisasi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan

memperbaiki kekakuan pada sendi yang terserang rematik.


Relaksasi progresif membantu mengurangi nyeri dengan

melakukan gerakan yang melemaskan otot yang yang tegang. Pada

relaksasi progresif, gerakan yang dilakukan adalah pada satu saat

mengencangkan kumpulan otot tertentu, kemudian secara perlahan

melemaskannya atau merelaksasikannya (Junaidi, 2006).


f) Terapi rehabilitsi
Ada beberapa terapi rehabilitasi yang dibutuhkan oleh

penderita rematik adalah sebagai berikut :


1) Edukasi : pada edukasi ini pasien diberi informasi yang

lengkap dan benar mengenai pengobatan dan perjalanan

penyakit ke depan.
2) Fisioterapi : berbagai aktivitas latihan yang diperlukan untuk

mendapatkan gerak sendi yang baik dan optimal, agar massa

otot tetap dan stabil.


3) Okupasi : okupasi bertujuan untuk membantu pasien agar dapat

melakukan tugas sehari-hari, yakni dengan memosisikan sendi

secara baik sehingga dapat berfungsi dengan baik dan terhindar

dari gerakan berlebihan yang dapat menimbulkan nyeri.


4) Diet : diet diutamakan untuk mengurangi berat badan yang

berlebihan, dianjurkan mencapai berat badan 10-15% di bawah

ideal. Kegemukan memberikan beban tekanan pada sendi

penopang berat tubuh (Purwoastuti, 2009).

C. Gastritis
1. Pengertian Gastritis

2. Etiologi
3. Gambaran klinis
4. Patofisiologi
5. Penatalaksanaan
D. Konsep keluarga
1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga

selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak dkk, 2011 ).

BKKBN (1999) dalam Sudiharto (2012) menyatakan bahwa keluarga

adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan

yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang

layak, bertakwa kepada tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan

seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.

Sedangkan menurut Wall, (1986) dalam Friedman (2010)

menyatakan bahwa keluarga adalah sebuah kelompok yang mengidentifikasi

diri dan terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus,

yang dapat terkait dengan hubungan darah atau hukum atau dapat juga tidak,

namun berfungsi sebagai sedemikian rupa sehingga mereka menganggap

dirinya sebagai keluarga.

2. Tipe-tipe keluarga
Mubarak (2011) membagi tipe keluarga menjadi :
a. Secara Tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri


ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi

atau keduanya.

2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (

kakek- nenek, paman-bibi)

b. Secara Modern

Berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa

individualisme maka pengelompokkan tipe keluarga selain di atas adalah

a) Tradisional Nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah

ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,

satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

2) Reconstituted Nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali

suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-

anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.

3) Niddle Age/Aging Couple

Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja di

rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena

sekolah/perkawinan/ meniti karier.


4) Dyadic Nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang

keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

5) Single Parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya

dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

6) Dual Carrier

Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.

7) Commuter Married

Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak

tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

8) Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya

keinginan untuk kawin.

9) Three Generation

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

10) Institusional

Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-

panti.

11) Comunal

Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami

dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.


12) Group Marriage

Yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam

satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang

lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.

13) Unmaried Parent and Child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya

diadopsi.

14) Cohibing Couple

Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.

15) Gay and Lesbian Family

Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin

sama.

3. Struktur keluarga
Dalam setiadi (2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,

diantaranya adalah :

a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah

b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ibu.

c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

ibu
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami

e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga

karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

Struktur keluarga terdiri dari : pola dan proses komunikasi, strukrur

peran, struktur kekuatan dan struktur nilai dan norma (Mubarak dkk, 2011)

menggambarkan sebagai berikut :

a. Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka,

melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan.

b. Struktur peran

Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang

diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran

bisa bersifat formal atau informal.

c. Struktur kekuatan

Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol atau

mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain : legitimate power

(hak), referent power (ditiru), expert power (keahlian), reward power

(hadiah), coercive power (paksa) dan affective power.

d. Struktur nilai dan norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota


keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku

yang diterima pada lingkungan sosil tertentu berarti disini adalah

lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

4. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur

keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi

keluarga menurut Friedman (2010) adalah antara lain :


a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan

maupun untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi

afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting.Peran

utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini

berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap

kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya.


b. Fungsi sosialisasi dan status sosial
Fungsi sosial bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada

anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan

batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, merumuskan

nilai0nilai budaya anak. Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman

belajar yang diberikan dalam keluarga yang ditunjuk untuk mendidik

anak – anak tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran sosial

orang dewasa seperti peran yang di pikul suami-ayah dan istri-ibu.


c. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga

dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta

menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan


spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serra

mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.


Fungsifisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan

makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan

perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah

fungsi keluarga yang paling relafan bagi perawat keluarga.


d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang

cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui

proses pengambilan keputusan. Fungsi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan dan papan serta kebutuhan

lainnya melalui keefektifan sumber daya keluarga.


e. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya diajukan untuk merumuskan keturunan tetapi

untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi

selanjutnya.
f. Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang

dan rasa aman/memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina

pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas

keluarga.

g. Fungsi pendidikan
Funsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan

pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan

anak untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan

perkembangannya.
5. Tugas kesehatan keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan

ketidakmampuan keluarga alam menghadapi masalah kesehatan. Menurut

Friedman (2010) Asuhan keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas

keluarga sebagai paparan etiologi/penyebab masalah. Lima tugas keluarga

yang dimaksud, yaitu :


a. Keluarga mampu mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi

keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan

gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang

dialami keluarga.
b. Keluarga mampu mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga

mengerti mengenai sifat an luasnya masalah, bagaimana masalah

dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang

dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negative dari

keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan

keputusan yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.


c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit, seperti

bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat dan

perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada

alam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
d. Keluarga mampu memodifikasi lingkungan seperti pentingnya hygiene

sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan

keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,

kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam an

lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.


e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti

kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan

kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga

terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan

terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang

dipersepsikan keluarga.
6. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
a. Tahap I : Pasangan baru/ keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan

perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :


1) Membina hubungan intim yang memuaskan.
2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok social.
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.
b. Tahap II : Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi

kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30

bulan :
1) Persiapan menjadi orang tua.
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,

hubungan sexual dan kegiatan keluarga.


3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c. Tahap III : Keluarga dengan anak pra-sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir

saat anak berusia 6 tahun :


1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat

tinggal, privasi dan rasa aman.


2) Membantu anak untuk bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak

yang lain juga harus terpenuhi.


4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar

keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).


5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang

paling repot)
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
d. Tahap IV : Keluarga dengan anak sekolah (families with schoolchildren)

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan

berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah

anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :


1) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,

termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.


e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir

sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah

orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan

memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk

mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :


1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,

mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat

otonominya.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.

Hindari. perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.


4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga.
f. Tahap VI : Keluarga dengan melepas anak dewasa muda (launching

centerfamilies)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini

tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang

belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :


1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa

tua.
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g. Tahap VII : Keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :


1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya

dan anak-anak.
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
h. Tahap VIII : Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu

pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai

keduanya meninggal dunia :


1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2) Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan

fisik dan pendapatan.


3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

E. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengertian asuhan keperawatan keluarga
Asuahan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan

individu sebagai anggota keluarga.


Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi :
a. Pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga
1) Yang termasuk pada pengkajian keluarga adalah :
a) Mengidentifikasi data demografi dan sosio kultural
b) Data lingkungan
c) Struktur dan fungsi keluarga
d) Stress dan strategi koping yang digunakan keluarga
e) Perkembangan keluarga
2) Yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai anggota

keluarga adalah :
a) Fisik
b) Mental
c) Emosi
d) Social
e) Spiritual
b. Perumusan diagnosis keperawatan
c. Penyusun perancanaan
Perencanaan disusun dengan menyusun prioritas meneteapkan tujuan,

identifikasi sumber daya keluarga dan menyeleksi intervensi keperawatan.


d. Pelaksaan asuhan keperawatan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan dengan memobilisasi

sumber-sumber data yang ada di keluarga, masyarakat dan pemerintah.


e. Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, perawat melakukan penilaian terhadap kegiatan

yang sudah dilaksanakan.


2. Tahap-Tahap Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan keluarga
Pengkajian merupakan suatu tahapan saat seorang perawat mengambil

informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.

Pengkajian merupakan syarat utama untuk mengidentifikasi masalah.

Pengkajian keperawatan bersifat dinamis, interaktif dan fleksibel. Data

dikumpulkan secara sistematis dan terus menerus dengan menggunakan

alat pengkajian, pengkajian keperawatan keluarga dapat menggunakan

metode observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik (Maglaya, 2009).


Pengkajian keperawatan dalam keluarga memiliki dua tahapan.

Pengkajian tahap satu berfokus pada masalah kesehatan keluarga.

Pengkajian tahap ke dua menyajikan kemampuan keluarga dalam

melakukan lima tugas kesehatan keluarga. Namun dalam pelaksanaannya,

kedua tahapan ini dilakukan secara bersamaan. Berikut ini penjelasan

mengenai masing-masing tahap pengkajian.


1) Data umum identitas keluarga mencakup nama kepala keluarga,

komposisi anggota keluarga, alamatm agama, suku, bahasa sehari-hari,

jarak pelayanan kesehatan terdekat dan alat transportasi.


2) Kondisi kesehatan semua anggota keluarga terdiri dari nama,

hubungan dengan keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir,

pekerjaan saat ini, status gizi, tanda-tanda vital, status imunisasi dasar

dan penggunaan alat bantu atau protesa serta status kesehatan anggota

keluarga saat ini meliputi keadaan umum, riwayat penyakit/alergi.


3) Data pengkajian individu yang mengalami masalah kesehatan (saat ini

sedang sakit) meliputi nama individu yang sakit, diagnosis medis,

rujukan dokter atau rumah sakit, keadaan umum, sirkulasi, cairan,

perkemihan, pernafasan, muskuloskletal, neuro sensori, kulit, istirahat

dan tidur, status mental dan komunikasi dan budaya, kebersihan diri,

perawatan diri sehari-hari dan data penunjang medis.


4) Data kesehatan lingkungan mencakup sanitasi lingkungan

permukiman antara lain ventilasi, penerangan, kondisi lantai, tempat

pembuangan sampah dan lain-lain.

b. Diagnosis keperawatan keluarga


Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar

untuk menetapkan tindakan tindakan dimana perawat bertanggung jawab

melaksanakannya. Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil

pengkajian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga,

lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping

keluarga, baik yang bersifat actual, risiko maupun sejahtera dimana

perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan

tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan

kemampuan dan sumber daya keluarga. Daftar diagnosis keperawatan

keluarga bias dilihat pada buku North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA).

Sasaran Domain Kelas Rumusan diagnosis


keperawatan
Keluarga Promosi Manajemen  Ketidakefektifan
kesehatan kesehatan manajemen
regimen terapeutik
keluarga
 Ketidakefektifan
pemeliharaan
kesehatan
 Perilaku cenderung
berisiko
Nutrisi Ingesti  Kesiapan untuk
meningkatkan ASI
Aktivitas Perawatan diri  Gangguan
/Istirahat pemeliharaan
rumah
Persepsi kognisi kognisi  Ketidakefektifan
kontrol impuls
Komunikasi  Kesiapan
meningkatkan
komunikasi
Hubungan peran Peran caregiver  Ketegangan peran
pemberi asuhan
 Risiko ketegangan
peran pemberi
asuhan
 Ketidakmampuan
menjadi orang tua
 Kesiapan
meningkatkan
peran menjadi
orang tua
 Risiko
ketidakmampuan
menjadi orang tua
Hubungan  Risiko gangguan
keluarga perlekatan
 Disfungsi proses
keluarga
 Gangguan proses
keluarga
 Kesiapan
meningkatkan
proses keluarga
Perfoma peran  Ketidakefektifan
hubungan
 Kesiapan
meningkatkan
hubungan
 Risiko
ketidakefektifan
hubungan
 Konflik peran
orang tua
 Ketidakefektifan
perfoma peran
 Hambatan interaksi
social
Koping/toleransi Respon koping  Penurunan koping
stress keluarga
 Ketidakmampuan
koping keluarga
 Kesiapan
meningkatkan
koping keluarga
 Ketidakefektifan
perencanaan
aktivitas
 Risiko
ketidakefektifan
perencanaan
aktivitas
 Hambatan
penyesuaian
 Risiko hambatan
penyesuaian
 Kesiapan
meningkatkan
penyesuaian
Prinsip hidup Nilai/keyakinan  Konflik
/aksikongruen pengambilan
keputusan
 Hambatan
religiousitas
 Risiko hambatan
religiousitas
 Kesiapan
meningkatkan
religiousitas
 Kesiapan
meningkatkan
pengambilan
keputusan
Keamanan/ Hazard  Kontaminasi
proteksi lingkungan  Risiko kontaminasi
 Risiko keracunan
Pertumbuhan / pertumbuhan  Risiko
Perkembangan pertumbuhan tidak
proporsional
perkembangan  Risiko
keterlambatan
perkembangan
carers carers  Stress pada
pemberi asuhan
 Risiko stress pada
pada pemberi
asuhan
 Gangguan
kemampuan untuk
melakukan
keperawatan
 Risiko stress pada
pemberi asuhan
 Risiko gangguan
kemampuan untuk
melakukan
keperawatan
Emosional/isu  Gangguan
psikologikal komunikasi
 Gangguan status
psikologis
Perawatan  Masalah
keluarga ketenagakerjaan
 Gangguan proses
keluarga
 Kurangnya
dukungan keluarga
 Masalah dukungan
sosial
 Masalah hubungan
 Risiko gangguan
koping keluarga
Promosi  Kemampuan untuk
keperawatan mempertahankan
kesehatan
 Gangguan
mempertahankan
kesehatan
 Risiko bahaya
lingkungan
Manajemen  Kurangnya
perawatan pengetahuan
jangka panjang tentang penyakit
Medikasi  Gangguan
kemampuan untuk
manajemen
manajemen
pengobatan
Perawatan diri  Gangguan
kerumahtanggaan
Manajemen  Kekerasan
risiko rumahtangga
 Keselamatan
limgkungan yang
efektif
 Masalah
keselamatan
lingkungan
 Risiko terjadinya
penyalahgunaan
 Risiko terjadinya
penyalahgunaan
 Risiko terjadinya
pelecehan anak
 Risiko terjadinya
pengabaian anak
 Risiko terjadinya
pelecehan lansia
 Risiko terjadinya
pengabaian lansia
 Risiko untuk jatuh
 Risiko terinfeksi
 Risiko terjadinya
pengabaian
Keadaan sosial  Masalah financial
 Tinggal di rumah
 Masalah
perumahan
 Pendapatan yang
tidak memadai
 Kurangnya
dukungan sosial
c. Perencanaan Keperawatan Keluarga Tahap Intervensi / Tahap perencanaan

Tindakan Keperawatan Keluarga


Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang

mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan

kriteria dan standar. Kriteria dan satandar merupakan pernyataan spesifik

tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan

berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan.


Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau

mengatasi masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi

pada tahap perumusan diagnosis keperawatan. Perencanaan disusun

dengan penekanan pada partisipasi klien, keluarga dan koordinasi dengan

tim kesehatan lain. Perencanaan mencakup penentuan prioritas masalah,

tujuan dan rencana tindakan. Tahapan penyusunan perencanaan

keperawatan keluarga adalah sebagai berikut:


1) Menetapkan prioritas masalah
Menetapkan prioritas masalah / diagnosis keperawatan keluarga adalah

dengan menggunakan skala menyusun prioritas dari maglaya (2009).

Setelah menentukan masalah atau diagnosa keperawatan langkah

selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan

keperawatan keluarga. Untuk menentukan masalah, perawat dapat

menggunakan skala prioritas. Dalam menyusun prioritas masalah

keperawatan keluarga harus didasarkan kepada beberapa kriteria yaitu:


a) Sifat masalah
Dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak / kurang sehat

dan keadaan sejahtera


b) Kemungkinan masalah dapat diubah
Kemungkinan berhasilnya mengurangi masalah atau mencegah

masalah bisa dilakukan tindakan keperawatan dan kesehatan,

dikelompokkan menjadi mudah, sebagian dan tidak dapat diubah.


c) Potensi masalah dapat dicegah
Adalah bagaimana sift dan beratnya masalah yang akan timbul

yang dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan

dan kesehatan. Dikelompokkan menjadi tinggi, cukup dan rendah.


d) Masalah yang menonjol
Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal

beratnya dan mendesaknya suatu masalah untuk diatasi melalui

intervensi keperawatan dan kesehatan.

Tabel 2.2 skala untuk menentukan prioritas


No. Kriteria Skor Bobot
1. Sifat Masalah
Skala:
- Aktual (Tidak/Kurang sehat) 3
- Ancaman kesehatan 2 1
- Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan Masalah
Skala:
- Mudah 2
- Sebagian 1 2
- Tidak dapat 0
3. Potensial Masalah untuk Dicegah
Skala:
- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1
4. Menonjolnya Masalah
Skala:
- Masalah berat harus segera ditangani 2
- Ada masalah, tapi tidak perlu
ditangani 1 1
- Masalah tidak dirasakan
0
Sumber : Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)

Cara skoring :

a) Tentukan skor untuk setiap kriteria


b) Skore dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot

Catatan: skor dihitung bersama-sama keluarga

c) Jumlahkan skor untuk semua criteria

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas :


Penentuan prioritaas masalah didasarkan dari empat kriteria yaitu sifat

masalah, kemungkinanan masalah dapat diubah, potensi masalah

untuk dicegah dan menonjolnya masalah.


a) Kriteria pertama, yaitu sifat masalah, bbot yang lebih berat

diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama

memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan

oleh keluarga.
b) Kriteria kedua, yaitu kemungkinan masalah dapat diubah, perawat

perlu memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut :


(1) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk

menangani masalah.
(2) Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan

tenaga.
(3) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan

dan waktu.
(4) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi

dalam masyarakat dan sokongan masyarakat.


c) Kriteria ketiga, yaitu potensial masalah dapat dicegah, faktor-

faktor yang perlu diperhatikan adalah :


(1) Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit

atau masalah.
(2) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu

masalah itu ada.


(3) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan

yang tepat dalam memperbaiki masalah.


(4) Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat

peka menambahkan potensi untuk mencegah masalah.


d) Kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah, perawat perlu

menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah

kesehatan tersebut. Nilai skor yang tertinggi yang terlebih dahulu

dilakukan intervensi keperawatan keluarga.


Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan tujuan

keperawatan keluarga yaitu :


a) Tujuaan harus berorientasi pada keluarga, dimana keluarga

diarahkan untuk mencapai suatu hasil


b) Kriteria hasil atau standar hasil pencapaian tujuan harus benar-

benar bisa diukur dan dapat dicapai oleh keluarga.


c) Tujuan menggambarkan berbagai alternatif pemecahan masalah

yang dapat dipilih oleh keluarga


d) Tujuan harus bersifat spesifik atau sesuai dengan konteks diagnosis

keperawatan keluarga dan faktor yang berhubungan.


e) Tujuan harus menggambarkan kemampuan dan tanggung jawab

keluarga dalam pemecahan masalah. Penyusunan tujuan harus

bersama-sama dengan keluarga.


d. Tahap implementasi/ tahap pelaksanaan keperawatan keluarga
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan

perencanaan mengenai diagnose yang telah dibuat sebelumny. Tindakan

keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini :


1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah

dan kebutuhan kesehatan dengan cara :


a) Memberikan informasi
b) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
c) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara :
a) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
b) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
c) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan
3) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, dengan cara :


a) Mendemonstrasikan cara perawatan
b) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
c) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat, dengan cara :


a) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
b) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

ada, dengan cara :


a) Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada
b) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
e. Tahap evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan,

rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil dicapai. Evaluasi

memungkinkan perawat untuk memonitor kesalahan yang terjadi selama

tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan implementasi tindakan

(Ignataficius dan Bayne, 1994 dalam Effendi dan Makhfudli, 2009).


Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan. Hal ini dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,

sehingga perawat dapat mengambil keputusan. Proses evaluasi terdiri dari

dua tahap yaitu mengukur pencapaian tujuan klien baik kognitif, afektif,

psikomotor dan perubahan tubuh serta gejalanya dan membandingkan data

yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Effendi dan

Makhfudli, 2009)

Anda mungkin juga menyukai