Anda di halaman 1dari 87

Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan pada tahun 2009 di Provinsi Sulawesi

Tenggara telah dilaksanakan pada 12 Program pokok yang akan di uraikan sebagai berikut :

I. PROGRAM PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN

A. PROGRAM PENANGGULANGAN WABAH DAN BENCANA

1. Penanganan Kasus Bencana

Penanganan kasus bencana selama tahun 2009 hanya terjadi sebanyak 1


kali yaitu ketika terjadi gempa tanggal 16 Oktober 2009 jam 02:33:38 Wita dan
tanggal 18 Oktober 2009 jam 16:23:29 WITA di Provinsi Sulawesi Tenggara bisa
dikatakan relatif aman, namun demikian Tim dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara tetap melakukan kewaspadaan dan memonitor lokasi-lokasi
wilayah rawan bencana yang telah diidentifikasi sebagai wilayah rawan gempa.
Pada tanggal 19 Oktober 2009 terjadi pengungsian dari pulau menui
Provinsi Sulawesi Tengah ke Kota Kendari, hal ini telah diperkirakan sebelumnya,
sehingga tim penanggulangan bencana Provinsi Sulawesi Tenggara sudah
mengantisipasi, namun yang menjadi masalah adalah bahwa para pengungsi tidak
berada pada satu lokasi tetapi menyebar ke beberapa daerah yaitu di Kabupaten
Konawe Utara, Kabupaten Konawe (Kec. Soropia), Kabupaten Konawe Selatan
(Moramo Utara) dan Kota Kendari, bahkan para pengungsi tersebut berpencar ke
rumah-rumah keluarga sehingga tim penanggulangan bencana Provinsi Sulawesi
Tenggara kesulitan dalam melakukan pendataan.
Untuk mengantisipasi kesimpangsiuran data jumlah pengungsi kami dari
Tim penanggulangan bencana Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
melakukan koordinasi dengan tim-tim lain seperti Asisten I Setda Prov. Sultra,
Badan Daerah Penanggulangan Bencana, Dinas Sosial, KKP, Dinkes Kab.
Konawe, Dinkes Kab. Morowali, Dinsos Kab. Morowali, Kantor Kepolisiam
Pelabuhan Kendari dan Tanggap Siaga Bencana (Tagana).

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 58


Berdasarkan hasil pemantauan para pengungsi ditemukan jumlah
pengungsi dibeberapa pos kesehatan beserta situasi penyakit yang diderita
sebagai berikut :
a. Jumlah korban pengungsi sampai dengan hari Sabtu, tanggal 24 Oktober 2009
yang tersebar di 3 Kabupaten dan Kota Kendari adalah sebanyak 5.672 jiwa
(sumber data : Taruna Siaga Bencana : Tagana) untuk mengetahui penyebaran
pengungsi per Kabupaten / Kecamatan / dan Desa adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten Konawe : 946 jiwa
- Kec. Soropia
Desa Bokori : 184 jiwa
Desa Mekar : 161 jiwa
Desa Bajo : 143 jiwa
Desa Bajo Indah : 230 jiwa
Desa Tapulaga : 24 jiwa
Desa Saponda : 184 jiwa
Desa Atowatu : 11 jiwa
Desa Toronipa : 9 jiwa
- Kecamatan Kapoala :
Desa Lalibue : 63 jiwa
2. Kabupaten Konawe Utara :
- Kec. Asera. Lasolo, Sawa : 1.983 Jiwa
Desa Molore dan Lameuru : 1.483 Jiwa
- Kec. Asera, Lasolo,Sawa : 500 Jiwa
Sementara menurut hasil investigasi tim penanggulangan bencana Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan pada hari sabtu,
tanggal 23 Oktober 2009 data pengungsi adalah sebgai berikut :
- Kec. Lasolo :
Desa Otole : 26 Jiwa
Desa Tapunggaya : 72 JIwa
Desa Tibobu : 31 Jiwa
Desa Kampung Bunga :18 Jiwa
Tanjung Bunga : 78 Jiwa

- Kec. Sawa
Desa Bajo : 111 Jiwa
Desa Laimeo : 27 Jiwa
- Kec. Langkikima :
Desa Molore : 855 JIwa
Desa Lamaruru : 473 JIwa
Total keseluruhan pengungsi sebanyak 1.691 Jiwa. Data ini diperoleh dari
hasil wawancara dengan para kepala desa, petugas kesehatan, masyarakat
dan Polsek masing-masing setempat.
3. Kabupaten Konawe Selatan : 125 Jiwa
- Kec. Moramo Utara :

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 59


Desa Lalowaru : 60 jiwa
-Kec. Moramo
Desa Landipo : 65 jiwa
4. Kota Kendari : 2.555 Jiwa
Jumlah korban akibat terjatuh dari perahu motor : 9 orang
1. Jumlah Meninggal : 7 orang
2. Jumlah Hilang : 1 Orang
3. Jumlah Selamat : 1 Orang
Lokasi kejadian di Kabupaten Konawe Utara

2. Surveilans Accut Flaccid Paralysis (S-AFP)

Kegiatan penemuan kasus anak lumpuh layuh (AFP) usia < 15 tahun
sebanyak 22 kasus, target Nasional untuk Provinsi Sulawesi Tenggara 15 Kasus,
dengan demikian penemuan kasus AFP Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009
mencapai target dengan AFP rate 2,4/100.000 penduduk. usia < 15 tahun.
Penemuan kasus yang dilaporkan oleh masyarakat dan puskesmas (Cummunity
Based Surveilance) sebanyak 16 (enam belas) kasus dan survey aktif rumah sakit
(Hospital Based Surveilance) sebanyak 6 (enam) kasus. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Nasional Surabaya 22 kasus yang sudah
diterima hasil laboratorium tidak ditemukan virus polio liar, hanya ditemukan 1
kasus Vaksin Virus Polio Tipe 3. Untuk lebih jelasnya Distribusi kasus AFP Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 6.1 dibawah ini.

Tabel 6.1
Disitribusi Kasus AFP
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 s/d 2009

Jumlah Jumlah Jumlah


No Kab/Kota Kasus Kasus Kasus Target
2007 2008 Tahun 2009
1. Kendari 3 2 4 2
2. Konawe 1 3 4 2
3. Kolaka 7 3 1 2
4. Kolaka Utara 0 1 - 1
5. Konawe Selatan 2 - 6 2
6. Bombana 1 4 1 1
7. Muna 2 1 1 1
8. Bau-Bau - 1 3 1
9. Buton 1 4 - 3
10. Wakatobi - - - 1
11. Konawe Utara - - 1 1
12. Buton Utara - - 1 1
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 60
Jumlah 17 19 19 15
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Walaupun secara nasional Provinsi Sulawesi Tenggara telah mencapai


bahkan melebihi target penemuan kasus AFP non polio selama kurung waktu 2
tahun namun secara keseluruhan kinerja tenaga surveilans utamanya di tingkat
kabupaten masih ada yang belum baik, ini terlihat masih adanya kabupaten yang
belum mencapai target seperti kabupaten Kolaka dari 2 kasus yang didapatkan 1
kasus, Kolaka Utara tidak menemukan kasus dari 1 kasus yang ditargetkan,
Kabupaten Buton tidak ada temuan kasus dari 3 kasus yang ditargetkan demikian
pula kabupaten Wakatobi tidak ada satupun kasus yang ditemukan dari 1 kasus
yang ditargetkan, sementara kabupaten lain sudah mencapai target bahkan
melebihi dari target yang telah ditetapkan.Untuk lebih jelasnya cakupan penemuan
kasus AFP per Kabupaten Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Grafik
6.1 di bawah ini.

Grafik 6.1
Cakupan Penemuan Kasus AFP per Kabupaten /Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008-2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 61


Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

3. Tetanus Neonatorum (TN)

Jumlah kasus Tetanus Neonatorum 3 tahun terakhir yaitu tahun 2007 tahun
2008 dan tahun 2009 mempunyai kecenderungan menurun dari 5 kasus pada
tahun 2007 turun menjadi 3 kasus pada tahun 2008 dan 2 kasus pada tahun 2009,
demikian pula juga dengan angka kematiannya. Untuk lebih jelasnya distribusi
Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada
Tabel 6. 2 dibawah ini

Tabel 6.2
Distribusi Kasus Tetanus Neonatoeum (TN)
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 – 2009

Jumlah Jumlah Kasus Jumlah Kasus


No Kab/Kota
Kasus 2007 2008 2009
1. Kendari 1 1 0
2. Konawe 0 0 0

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 62


3. Kolaka 2 0 1
4. Kolaka Utara 0 0 0
5. Konawe Selatan 2 0 0
6. Bombana 0 0 0
7. Muna 0 0 0
8. Bau-Bau 0 2 1
9. Buton 1 0 0
10. Wakatobi 0 0 0
11. Konawe Utara 0 0 0
12. Buton Utara 0 0 0
Jumlah 5 3 2
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Berdasarkan tabel diatas terlihat pada tahun 2007 kasus TN terdapat masing-
masing 2 kasus di Kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan, sedangkan tahun 2008
kasus terbanyak di kota Bau-Bau sebanyak 2 kasus dan pada tahun 2009 terjadi
hanya 1 kasus di kota Bau-Bau dan 1 kasus Kabupaten Kolaka.

4. Campak

Secara umum gambaran secara keseluruhan kasus penyakit Campak di


Provinsi Sulawesi Tenggara selama kurung waktu 3 tahun terakhir yaitu tahun
2007 sampai dengan tahun 2009 sangat berfluktuatif. Untuk lebih jelasnya
Distribusi Kasus Campak di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007 s/d 2009
dapat dilihat pada tabel 6.3 dibawah ini :

Tabel 6.3
Distribusi Kasus Campak
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 – 2009

Jumlah Jumlah
Jumlah Kasus
No Kabupaten / Kota Kasus Kasus Target
2007
2008 2009
1. Kendari 155 19 25 10
2. Konawe 15 3 1 5
3. Kolaka 85 7 34 6
4. Kolaka Utara 3 0 5 2
5. Konawe Selatan 4 3 11 5
6. Bombana 18 1 0 3
7. Muna 2 0 0 5
8. Bau-Bau 0 0 0 3
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 63
9. Buton 0 0 0 6
10. Wakatobi 0 0 56 2
11. Konawe Utara 0 0 0 1
12. Buton Utara 0 0 0 1
Jumlah 282 33 132 49
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Dari tabel kasus campak diatas terlihat bahwa kabupaten yang paling
banyak terjadi kasus campak pada tahun 2008 adalah Kota Kendari dengan 19
kasus dan pada tahun 2009 kasus campak yang terbanyak terjadi di Kabupaten
Wakatobi yaitu 56 kasus disusul Kabupaten Kolaka 34 kasus, Kota Kendari 25
kasus dan Kabupaten Konawe Selatan 11 kasus, peningkatan ini disebabkan
karena adanya kejadian kasus KLB yaitu di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konsel
dan Kabupaten Wakatobi. Sebenarnya tiap Kabupaten ditargetkan bisa
menemukan kasus campak sebanyak 2/100.000 populasi atau 20/100 dari jumlah
kasus campak pada tahun sebelumnya. Dari 12 kabupaten/kota hanya kota
Kendari yang menggunakan kasus sedangkan kabupaten/kota lain menggunakan
perhitungan berdasarkan jumlah populasi, sehingga kalau dilihat dari 12 kabupaten
tersebut yang mempunyai kinerja baik dalam penemuan kasus campak adalah
Kota Kendari 25 kasus dari 10 yang ditargetkan, Kabupaten Kolaka 26 kasus dari
6 kasus yang ditargetkan, kabupaten Kolaka Utara 5 kasus dari 2 kasus yang
ditargetkan kabupaten Konawe Selatan 11 kasus dari 5 kasus yang ditargetkan
dan Kabupaten Wakatobi 56 kasus dari 2 kasus yang ditargetkan. Jadi secara
keseluruhan Provinsi Sulawesi Tenggara untuk tahun 2009 telah mencapai target
secara nasional penemuan kasus campak sebanyak 132 kasus dari 49 kasus yang
ditargetkan

5. Pertusis

Kasus penyakit pertusis dari tahun ke tahun di Provinsi Sulawesi Tenggara


menunjukkan adanya peningkatan ini terlihat pada tabel 4 dibawah ini dimana
pada tahun 2008 ada 33 kasus sementara pada tahun 2009 terdapat 714 kasus
seperti terlihat pada tabel 6.4 dibawah ini

Tabel 6. 4
Distribusi Kasus Pertusis
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008 – 2009
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 64
Jumlah Kasus Jumlah Kasus Tahun
No Kabupaten / Kota
Tahun 2008 2009
1. Kendari 19 0
2. Konawe 3 10
3. Kolaka 7 38
4. Kolaka Utara 0 75
5. Konawe Selatan 3 0
6. Bombana 1 81
7. Muna 0 26
8. Bau-Bau 0 450
9. Buton 0 0
10. Wakatobi 0 34
11. Konawe Utara 0
12. Buton Utara 0
Jumlah 33 714
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Pada tabel 4 diatas terlihat bahwa jumlah kasus pertusis berdasarkan


laporan surveilans terpadu penyakit ( STP ) puskesmas terbanyak adalah Kota
Bau – Bau sebanyak 450 kasus, sedangkan Kota Kendari, Kabupaten Konsel,
Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Buton Utara tidak
ditemukan adanya kasus.

6. Kesehatan Haji

Untuk pelaksanaan haji tahun 2009 jumlah jamaah asal dari Provinsi
Sulawesi Tenggara yang diberangkat ke tanah suci sebanyak 1.698 orang.
Sementara jumlah jamaah haji yang terbanyak adalah berasal dari Kota Kendari
dengan jumlah jamaah haji sebanyak 527 orang disusul kemudian Kabupaten
Kolaka sebanyak 430 orang.
Berdasarkan hasil pemantauan laporan yang kami dapatkan dari
Departemen Agama bahwa jamaah haji yang meninggal di tanah suci sebanyak 1
orang yang berasal dari Kabupaten Bombana umur 58 tahun, jenis kelamin laki-
laki meninggal di Mekkah berdasarkan keterangan dari dokter / RSAS (dr.
Nuraeni) sebab meninggal akibat sistem sirkulasi, sedangkan berdasarkan laporan
yang masuk dari embarkasi makassar bahwa kondisi kesehatan jamaah haji yang
di curigai dengan suhu tubuhnya diatas 38 derajat sebanyak 13 orang yang
berasal dari Kota kendari sebanyak 5 orang, Kabupaten Bombana sebanyak 3

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 65


orang, Kabupaten Muna sebanyak 2 orang dan Kabupaten Wakatobi sebanyak 3
orang.
Berdasarkan hasil pemantauan oleh tenaga surveilans dilapangan semua
jamaah haji yang dicurigai kondisi kesehatannya membaik dan sudah beraktifitas.
Untuk mengetahui gambaran kondisi suhu tubuh jamaah haji tersebut dapat dilihat
tabel 6.5 berikut :

Tabel 6.5
Kondisi Suhu Tubuh Jamaah Haji
Asal Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

No Kab/Kota Jumlah Suhu ° C


1. Muna 2 org 37,7
2. Wakatobi 3 org 38,1
3. Bombana 3 org 37,6
4. Kota Kendari 5 org 37,3
Total 15 org
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Dalam pelaksanaan haji tahun 2009 kegiatan yang dilaksanakan selain


memantau kesehatan para jamaah baik ketika akan berangkat ke tanah suci
maupun setelah tiba kembali di tanah air juga dilakukan pemberian vaksinasi
meningitis, vaksinasi influensa serta pemeriksaan kehamilan terutama ketika akan
berangkat ke tanah suci. Untuk mengetahui gambaran secara umum distribusi
logistik kesehatan haji di Sulawesi Tenggara tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 6.
6 berikut :
Tabel 6.6
Distribusi Logistik Kesehatan Haji
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Penerimaan
No Kab/Kota Vaksin Meningitis Alat Suntik

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 66


Buku Plano
Jml Vaksin Stoc
Haji / Single Multi Pelar Test
Jamaah Influens kVak 1 cc 5 cc
Buku Dosis Dosis ut
Haji a sin
Saku

1 Kendari 527 600 58 27 527 0 58 105 40 200


2 Buton 30 32 2 10 30 0 2 60 3 15
3 Muna 73 73 8 3 73 0 8 146 6 30
4 Kolaka 430 444 42 30 430 0 42 860 30 170
5 Konawe 115 117 10 15 115 0 10 230 10 30
6 Konsel 33 33 3 3 33 0 3 66 3 10
7 Bombana 147 151 13 17 147 0 13 294 10 40
8 Bau – Bau 145 152 14 15 145 0 14 290 10 40
9 Kolut 118 120 12 6 118 0 12 232 10 30
10 Wakatobi 82 86 6 32 82 0 6 164 8 25

Jumlah 1698 1808 168 158 1698 0 168 3396 130 590

Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 67


7. SKD- KLB (Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa)

Sistem ini sudah lama dilakukan, baik melalui laporan mingguan (W2)
yang bersumber dari Puskesmas maupun Rumah Sakit, Puskesmas
maupun Rumah Sakit juga dari jejaring epidemiologi. Namun demikian target
pengendalian KLB penanggulangan KLB dibawah 2x 24 jam belum bisa
dilaksanakan dengan baik, mengingat laporan W2 yang seharusnya
dilaporkan tiap minggu oleh Puskesmas maupun Rumah Sakit, tidak
dilakukan dan laporan W2 ini dilaporkan setiap bulan itupun hanya sekitar 45
% Puskesmas yang melapor. Laporan mingguan wabah setiba di Kabupaten
hanya ditabulasi untuk dilaporkan ke Provinsi tanpa dilakukan analisis. Tidak
semua Kabupaten mengirimkan laporannya ke Propinsi, sehingga SKD KLB
tidak bisa dilaksanakan sebagaimana prosedur yang seharusnya. Selama
tahun 2009 jumlah kasus KLB di Provnsi Sulawesi Tenggara sebanyak 14
kasus yang terdiri dari :

a. KLB campak 3 kali kejadian yaitu di Kabupaten Kolaka Kecamatan


Ladongi Welala sebanyak 17 kasus (positif rubela), Kabupaten Konawe
Selatan Kecamatan Tinanggea Desa Bungin Permai sebanyak 22 Kasus
(positif campak), dan Kabupaten Wakatobi Kecamatan Kapota desa
Kapota sebanyak 28 kasus (positif campak)
b. KLB Diare 2 kali kejadian yaitu di Kabupaten Kolaka Kecamatan
Mowewe Desa Laosu 5 kasus 1 meninggal, dan Kabupaten Konawe
Kecamatan Lalonggasumeeto Desa Lalunggasumeeto sebanyak 19
kasus 1 meninggal
c. KLB DBD sebanyak 7 kali kejadian yaitu di Kabupaten Kolaka
Kecamatan Kolaka desa Lamokato sebanyak 29 kasus 1 meninggal,
Kabupaten Wakatobi Kecamatan Kaledupa Desa Hoga sebanyak 60
kasus, Kabupaten Bombana Kecamatan Kabaena Barat Desa Sekeli dan
desa Baliara sebanyak 64 kasus 2 meninggal, Kabupaten Kolaka Utara
Kecamatan Tolala desa Tolala sebanyak 24 Kasus, dan Kabupaten
Konawe Kecamatan Sampara desa Rawua, Abelisawa dan desa Gala
sebanyak 43 kasus.

d. KLB Tetanus Neonatorum 1 kali kejadian yaitu di Kota Bau-Bau


Kecamatan Wolio desa Tomba sebanyak 1 kasus

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 68


e. KLB AFP sebanyak 1 kali kejadian yaitu Kabupaten Konawe Selatan
Kecamatan Tinanggea desa Bungin Permai sebanyak 1 kasus ( postif
virus vaksin polio tipe 3 )
Untuk mengetahui lebih jelas kejadian perkasus KLB dapat lihat pada
tabel 6. 7 berikut :
Tabel 6.7
Distribusi Kejadian KLB Berdasarkan Jenis Penyakit
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

TEMPAT TOTAL JUMLAH KETERANGAN


NO JENIS PENYAKIT KEJADIAN/ Meni (DATA LAB, DATA
DESA/ KEL. LK PR KASUS
LOKASI nggal KHUSUS, DSB)
1 Campak Kolaka Welala 10 7 17 ks - Positif Rubella
2 DBD Kolaka
Kec.Kolaka Lamokato 29 ks 1
3 Diare Kolaka
Kec.Mowewe Puosu 5 ks 1
4 Tet.Neonatorum Kota Bau-Bau Tomba 1ks
Kec.Wolio
5 Campak Wakatobi Kapota 13 15 28 ks Positif Campak
Bungin
6 Campak Konsel 11 11 22 ks Positif Campak
Permai
10 kasus Positif
7 DBD Wakatobi Pulau Hoga 32 28 60 ks -
DBD
8 DBD Kabaena Sikeli 64 ks 2
9 DBD Kolaka Kolaka 29 ks 3
10 DBD Kolaka Utara Tolala 24 ks
11 DBD Konawe Sampara 43 ks
Bukit Wolio
12 DBD Kota Bau-Bau 6 ks 1 4 ks positif DBD
Indah
Bungin
13 AFP Konsel 1 ks
Permai
14 Diare Konawe wawobungi 19 ks 1
LL.Meeto

Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 69


8. Surveilans Terpadu Penyakit (STP)

Persentase pelaporan surveilans terpadu penyakit puskesmas ( STP ) yang


dikirimkan dari kabupaten/kota masih sangat rendah baik dari segi kelengkapan
laporan maupun maupun ketepatan melapor. Berdasarkan hasil monitoring laporan
STP bulanan yang masuk di Provinsi dengan waktu ketepatan melapor paling
lambat setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya adalah sebagai berikut :

Tabel 6.8
Persentase Kelengkapan Dan Ketepatan Laporan STP Puskesmas
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Ketepatan Kelengkapan
No Kabupaten
ABS % ABS %
1 Kota Kendari 6 50 10 83,33
2 Konawe 2 16 5 50,00
3 Konsel 4 33 10 83,33
4 Kolaka 6 50 9 75,00
5 Kolut 5 42 10 83,33
6 Bombana 5 42 10 83,33
7 Kota Bau-Bau 3 25 7 58,33
8 Buton 6 50 11 91,67
9 Muna 3 25 7 58,33
10 Wakatobi 7 58 10 83,33
11 Butur 6 50 12 100
12 Konut 0 0 2 16,67
Provinsi 52 36,11 105 72,92
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Pada tabel diatas terlihat bahwa tidak satu Kabupaten/Kota yang mencapai
100 % baik dari segi ketepatan laporan maupun kelengkapan. Hal ini sangat
mempengaruhi untuk menganalisa situasi penyakit yang ada di masing-masing
Kabupaten/Kota, sehingga tidak jarang ketika terjadi peningkatan kasus penyakit
bahkan sampai menjurus terjadinya KLB terlambat atau tidak terlaporkan utamanya
kasus-kasus penyakit yang kasusnya kecil tetapi sudah menjurus ke KLB seperti
penyakit-penyakit PD3I.
Untuk mengetahui distribusi 10 penyakit terbesar bersumber data STP
puskesmas di Sulawesi Tenggara tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6.9 dibawah
ini.
Tabel 6.9
Distribuisi 10 Besar Penyakit
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 70
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 s/d 2009

Jenis Penyakit 2007 Jenis Penyakit 2008 Jenis Penyakit 2009

Influensa 75.903 ISPA bukan Pnemonia 69.225 ISPA bukan Pnemonia 133.791
Diare 45.119 Influensa 45.513 Diare 39.115
Malaria Klinis 26.757 Diare 31.168 Hipertensi 33.551
Hipertensi 21.958 Hipertensi 25.049 Influensa 27.836
Pneumonia 8.497 Malaria Klinis 14.439 Malaria Klinis 11.572
TBC Paru 6.491 Pneumonia 5.877 Tersangak TBC Paru 6.074
Diare berdarah 5.063 Tersangak TBC Paru 4.623 Lakalalin 5.380
Tipes Perut Klins 3.086 Diare Berdarah 4.059 Pneumonia 4.339
iTBC Paru BTA (+) 1.950 Lakalalin 3.292 Diabetes miletus 4.323
Diabetes miletus 1.765 Tipus Perut Klinis 2.744 Diare berdarah 4.257
Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

Jika dilihat pada tabel diatas, pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 dan
tahun 2009 jenis penyakit yang terbanyak adalah penyakit ISPA bukan pneumoni
dimana pada tahun 2009 terdapat kasus yang sangat meningkat dari tahun 2008
sebanyak 69.225 dan 133.791 kasus. Dan yang paling ekstrim adalah masuknya 10
besar penyakit tidak menular yaitu hipertensi yang berada di urutan ke 3 dengan
jumlah 33.551 kasus dan kecelakaan lalu lintas di urutan ke 7 dengan 5.360 kasus.
Untuk mengetahui distribusi 10 besar kasus penyakit khususnya tahun 2009 dapat
dilihat pada grafik 6. 2 berikut ini :

Grafik 6. 2
Distribusi 10 Penyakit Terbesar
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 71


Sumber : Laporan Tahunan Program Penanggulangan Wabah & Bencana Tahun 2009

B. PROGRAM PENYAKIT MENULAR LANGSUNG (P2ML) DAN PENYAKIT


BERSUMBER BINATANG (P2B2)

Penyakit Menular Langsung (P2ML) dan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2)


sampai akhir tahun 2009 masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, hal ini dapat
dilihat dari penyakit menular langsung dan penyakit bersumber binatang di masyarakat.

B.1. PROGRAM PENYAKIT MENULAR LANGSUNG (P2ML)

1. ISPA

Berikut ini adalah hasil cakupan penemuan Penderita ISPA per


Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 sesuai dengan target
pencapaian dan realisasinya dapat dilihat pada tabel 6.10 berikut ini

Tabel 6.10
Cakupan Penemuan Penderita ISPA
Per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 72
%
KET
NO KAB/KOTA REALISASI TARGET CAKUPAN

1 KOLAKA 537 2.971 18.07


2 KOLAKA UTARA 157 1.262 12.44
3 BAU-BAU 154 1.273 12.10
4 BOMBANA 806 1.287 62.63
5 BUTON 663 2.890 22.94
6 BUTON UTARA 53 528 10.04
7 MUNA 781 2.576 30.32
8 KONAWE 1.828 2.959 61.78
9 KONSEL 1.070 2.776 38.54
10 KONUT 0 0 0
11 KENDARI 864 2.547 33.92
12 WAKATOBI 139 972 14.30

JUMLAH 7.052 22.041 31.99

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada Tabel diatas dapat diketahui di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
2009 cakupan penemuan penderita ISPA yakni Kabupaten Bombana
(62.63%), Kabupaten Konawe (61.78%), Kota Kendari (33.92%), Kabupaten
Konsel (31.09%), Kabupaten Muna (30.32%), Kabupaten Buton (22.94%),
Kabupaten Kolaka (18.07%), Kabupaten Wakatobi (14.30%), Kabupaten
Kolaka Utara (12.44%) dan Kota Bau-Bau (12.10%). Untuk melihat gambaran
penemuan kasus ISPA berdasarkan Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Grafik
6. 3 dibawah ini :

Grafik 6. 3
Penemuan Penderita ISPA
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 73


Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada Grafik diatas dapat diketahui cakupan penemuan penderita ISPA tahun
2009 tertinggi di Kabupaten Bombana (target 1287 realisasi 806 atau 62.6%)
dan yang terendah Kabupaten Buton Utara (target 528 realisasi 53 atau
10.0%) sedangkan Kabupaten Konawe Utara adalah Kabupaten baru yang
pelaksanaan programnya belum maksimal (target 0 realisasi 0 atau 0%).

2. DIARE

Tujuan P2 Diare ini adalah untuk menurunkan angka kematian dan


kesakitan diare bersama program dan sektor terkait dengan sasaran semua
umur untuk menurunkan angka kesakitan diare dan menurunkan CFR KLB,
menurunkan angka kematian diare, menurunkan Episode kejadian diare dari
1-2 kali/tahun menjadi 1 kali/tahun pada tahun 2010

Tabel 6. 11
Cakupan Penemuan Penderita Diare
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 74


%
NO KAB/KOTA REALISASI TARGET KET
CAKUPAN
1 KOLAKA 9.270 12.567 73.76
2 KOLAKA UTARA 3.139 5.336 58.83
3 BAU-BAU 3.842 5.384 71.63
4 BOMBANA 2.133 5.444 39.18
5 BUTON 2.631 12.255 21.47
6 BUTON UTARA 1.588 2.235 58.83
7 MUNA 3.935 10.896 36.11
8 KONAWE 4.997 12.516 39.92
9 KONSEL 5.403 11.740 46.02
10 KONUT 0 0 0
11 KT KENDARI 9.408 10.772 87.34
12 WAKATOBI 2.501 4.112 60.82

JUMLAH 48.847 96 904 50.41

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa di Provinsi Sulawesi Tenggara


pada tahun 2009 cakupan penemuan penderita Diare yakni Kota Kendari
(87.34%), Kabupaten Kolaka (73.76%), Kota Bau-Bau (71.63%), Kabupaten
Wakatobi (60.82%), Kabupaten Buton Utara (58.83), Kabupaten Kolaka Utara
(58.83), Kabupaten Konawe (39.92%), Kabupaten Bombana (39.18%),
Kabupaten Muna (36.11%) dan Kabupaten Konawe Selatan (46.02%)

Grafik 6. 4
Penemuan Penderita Diare
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 75


Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada grafik diatas dapat diketahui pada tahun 2009 cakupan penemuan
penderita diare tertinggi di Kabupaten Kolaka dengan target 12. 567 realisasi
9270 atau 73.76%), yang terendah di Kabupaten Buton (target 12.255 realisasi
2631 atau 21.47%), sedangkan Kabupaten Konawe Utara (target 0 realisasi 0
atau 0%) yang merupakan Kabupaten baru.

3. TBC

Untuk cakupan program P2 TB adalah sebagai berikut :


- Indikator P2 TB (target program)
- CDR : > 70 %
- Angka Konversi : > 80 %
- Angka Kesembuhan : >85 %
- Error Rate : < 5 %
Cakupan Penemuan Penderita Baru TB BTA Prositif ( Case Detection Rate)
dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada grafik dibawah
ini :
Grafik 6. 5
Cakupan Penemuan Penderita TB Baru BTA Positif
(Case Detection Rate)
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004-2009
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 76
Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Cakupan penemuan penderita Baru TBC BTA Positif (Case Detection Rate)
dari tahun 2004 sampai tahun 2008 mengalami fluktuasi. Rendahnya CDR
pada tahun 2007 yang hanya sebesar 50,57% (target CDR: 70%),
diantaranya disebabkan oleh karena kekurangan/ketiadaan bahan logistik P2
TBC (Reagen dan Laboratorium Supply).
Selain itu, ketergantungan daerah (Dinkes Kab/Kota dan Provinsi) terhadap
Dana Bantuan (Loan) yang sangat tinggi menjadi bumerang ketika dana Loan
tersebut berhenti atau tertunda pengirimannya seperti yang pernah terjadi
pada tahun 2007. Dan jika dilihat berdasarkan grafik diatas pada tahun 2009
kasus penemuan penderita baru TBC sangat menurun yaitu hanya sebesar
49,23 %.
Hal ini perlu menjadi perhatian baik Provinsi majupun Kab/Kota untuk secara
bertahap membuat langkah-langkah “exit strategy” utamanya dalam hal
perencanaan pendanaan (Budgetting), sehingga pelayanan terhadap
penderita TB dapat terus berjalan dengan baik meski tanpa LOAN.
Untuk lebih jelasnya cakupan penemuan Penderita TB BTA positif
Kabupaten/Kota dapat dilihat pada grafik 6. 6 dibawah ini

Grafik 6.6
Cakupan Penemuan Penderita Baru TB BTA Positif
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 77
Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Dari tabel tersebut di atas secara umum diketahui bahwa


cakupan penemuan penderita baru TBC BTA positif (case Detection Rate)
sebesar 49,23% masih belum mencapai target nasional sebesar 70%. Seperti
yang terlihat, presentase capaian CDR tertinggi adalah Kota Bau-Bau dan
Kolaka Utara dengan CDR masing-masing sebesar 68,31% dan 66.43%.
Sementara CDR terendah adalah kabupaten Kabupaten Konawe Utara
dan Kabupaten Buton Utara dengan masing-masing sebesar 11.4% dan
19.9%. Rendahnya CDR memberi indikasi bahwa masih banyak penderita
menular (penderita TBC BTA positif) yang belum ditemukan/diobati dan terus
menjadi sumber penularan kepada masyarakat disekitarnya. Untuk melihat
cakupan penemuan dan pengobatan Penderita TBC di Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 6. 12 dibawah ini.

Tabel 6.12
Cakupan Penemuan dan Pengobatan Penderita TBC
Provinsi Sulawesi Tenggara
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 78
Tahun 2005-2009

Penemuan
Jumlah
BTA
Tahun Cakupan Suspek BTA Positif Extra Penderita
Neg
CDR Kambuh/ RO Pos Paru TB
N % Baru
(%) Gagal
2005 22.870 56,4 2.301 56,7 31 433 78 2.843

2006 31.764 77,0 3.188 77.3 16 415 67 3.686

2007 23.259 52.3 2.231 50.2 20 432 50 2.733

2008 21.197 46.5 2.312 50.8 15 333 65 2.725

2009 23.357 50.08 2.296 49.23 11 290 65 2.662

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Case Detection Rate relatif mengikuti cakupan penemuan suspek. Karena itu,
upaya peningkatan CDR dapat dimulai dari penemuan suspek termasuk
sosialisasi gejala utama suspek TB berupa “batuk berdahak lebih dari 2
minggu” agar segera memeriksakan dahaknya ke unit pelayanan kesehatan
terdekat (Puskesmas dan Rumah Sakit). Hal ini, lebih dipertegas lagi dengan
kualitas diagnosis penderita TBC BTA positif yang baik, seperti yang terlihat
dari proporsi BTA positif terhadap suspek dengan kisaran 8,3% - 12,8% serta
proporsi penderita BTA positif diantara penderita TB paru tercatat sebesar 74-
99% (target >65%). Untuk mengetahui Jumlah penderita TB menurut
klasifikasinya dapat dilihat pada tabel 6. 13 dibawah ini

Tabel 6. 13
Jumlah Penderita Tuberkulosis Menurut Klasifikasi Penderita TBC
Provinsi Sulawesi Tenggara

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 79


Tahun 2009

BTA + BTA -
NO Kab/Kota Suspek EP Jml
Baru Kambuh RO +
1 Konawe 3.239 311 2 4 16 333
2 Buton 3.836 368 4 35 9 416
3 Muna 2.876 266 2 11 3 282
4 Kolaka 2.328 217 0 7 2 226
5 Kendari 2.931 271 1 91 0 363
6 Bau - Bau 1.419 182 0 109 15 306
7 Konsel 2.495 280 0 1 0 281
8 Bombana 899 93 0 0 17 110
9 Wakatobi 1.066 89 0 17 0 106
10 Kolut 1.849 176 0 12 2 190
11 Konut 321 21 0 0 0 21
12 Butur 98 22 2 3 1 28
Propinsi 23.357 2.296 11 290 65 2.662

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Total penderita TBC yang ditemukan dan diobati selama tahun 2009 sebanyak
2.662 orang. Melihat proporsi BTA positif diantara TB paru tercatat sebanyak
2,662 atau 86,25% yang berarti kualitas diagnosis penderita BTA positf telah
memenuhi indikator yang diharapkan (>65%) maka upaya-upaya khususnya
sosialisasi penemuan suspek menjadi kegiatan utama program P2 TB utama
di Kabupaten/Kota dimana penemuan suspek maupun penderita sangat
rendah seperti di Kabupaten Butur, Konut, Kolaka dan Bombana.

1) Conversion Rate

Grafik 6. 7
Angka Konversi Penderita TBC
Provinsi Sulawesi Tenggara

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 80


Tahun 2004 - 2009

Sumber : Laporan Kab/Kota

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Angka konversi adalah persentase pasien TB Paru BTA Positif yang


mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan
intensif. Grafik di atas memperlihatkan tingginya cakupan angka konversi
penderita TBC yaitu dengan kisaran 86.7%-93,6% dari target konversi yang
diharapkan yaitu 80%. Hal ini berarti efektifitas pengobatan sangat baik pada fase
awal (2 bulan pengobatan). Angka ini juga menunjukkan tingginya kepatuhan
berobat penderita TBC.

2) Cure Rate – Succes Rate

Grafik 6.8
Hasil Pengobatan Penderita TBC Prov. Sultra Tahun 2009

33 1
4 87 1
4 1
0 3
6
0
Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Grafik 6.9
Angka Kesembuhan dan Keberhasilan Pengobatan Penderita TBC
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 81


Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Berdasarkan grafik tersebut diatas, angka kesembuhan tahun 2009


sebesar 72,7% belum mencapai target sebagaimana yang diharapkan yaitu 85%.
Namun rendahnya angka kesembuhan ini dapat dijelaskan dengan tingginya
Succes rate dimana hal ini berarti penderita TB menyelesaikan seluruh paket
pengobatannya namun tidak diperiksa pada akhir pengobatan.

Persentase kesembuhan rendah dijumpai di kabupaten Butur sebesar


16,7% dan Kabupaten Konut sebesar 5,5%. Sementara yang tertinggi adalah Kota
Kendari dan Kabupaten Buton masing-masing sebesar 95,7% dan 91,3%. Secara
umum hasil pengobatan penderita TBC di Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun
2004 s.d. 2009 cukup baik karena telah memenuhi target kesembuhan sebesar
>85%. Sementara untuk tahun 2007 dan 2009 lebih disebabkan oleh tidak
adanya hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan sehingga tidak masuk
kategori sembuh sehingga hanya masuk kategori pengobatan lengkap. Kondisi ini
erat kaitannya dengan ketiadaan/kurangnya reagen dan laboratorium supply pada
tahun 2007 dan kurang pahamnya petugas wasor TB kabupaten karena belum
mengikuti Pelatihan TB Strategi DOTS.

3) Error Rate

Grafik 6.10

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 82


Angka Kesalahan Pemeriksaan Mikroskopis (Error rate)
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Kesalahan pemeriksaan mikroskopis (error rate) selama tahun 2004 s.d. 2009
terlihat berfluktuasi. Pada tahun 2007 - 2009 mengalami peningkatan melebihi
dari indikator sebesar masimal 5%. Dengan kesalahan pemeriksaan (error
rate) sebesar 7,25% pada tahun 2009 hal ini berarti kualitas hasil pemeriksaan
laboratorium (mikroskopis dahak) perlu mendapat perhatian sehingga
pemeriksaan dahak penderita TB tidak underdiagnosis (negatif palsu) maupun
overdiagnosis (positif palsu). Aspek lain yang perlu dicermati adalah
kemungkinan jumlah sediaan cross check yang relatif kecil karena tidak
dilakukan pada semua PRM/PPM.

4. Program HIV/AIDS

Penyakit AIDS sampai saat ini masih merupakan penyakit dengan


jumlah kasus yang masih tinggi dan menjadi epidemic selama 20 tahun.
Menghadapi percepatan penambahan kasus baru HIV perlu dilakukan
akselerasi program penanggulangan AIDS. Bersamaan dengan itu, akan
dibangun sistem penanggulangan AIDS jangka panjang yang mencakup
program pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Sistem harus
bersifat komprehensif dan efektif yang jangkauannya diperluas sejak tahun
2007 sampai tahun 2010.
Secara umum program penanggulangan AIDS terdiri dari
pengembangan kebijakan, program pencegahan, program perawatan,
dukungan dan pengobatan. Implementasi program penanggulangan AIDS
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 83
yang efektif memerlukan dukungan kebijakan, kejelasan strategi operasional
dan panduan teknis. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendukung
implementasi program adalah sebagai berikut:
1) Penelaahan dan pengembangan kebijakan untuk mendukung beberapa
intervensi pokok untuk penanggulangan AIDS, antara lain kebijakan
pemakaian kondom 100%, kebijakan penanganan yang menyangkut
perawatan, dukungan dan pengobatan
2) Fasilitasi untuk pengembangan kebijakan dan kesepakatan pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk peraturan daerah untuk
mendukung implementasi program penanggulangan AIDS
3) Pengembangan strategi operasional untuk beberapa intervensi pokok,
antara lain strategi operasional untuk program komunikasi dan intervensi
perubahan perilaku, strategei operasional untuk program penjangkauan
orang muda, strategi operasional penjangkauan di tempat kerja.
4) Penelaahan panduan teknis untuk intervensi yang spesifik, antara lain
panduan teknis untuk Voluntary Conseling and Testing (VCT), panduan
teknis program pencapaian target Universal Akses
5) Pengembangan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan pencapaian
MDG’s

Cakupan Program HIV/AIDS


1) Indikator
Prevalensi Penderita PMS HIV/AIDS < 1/10.000 penduduk
2) Jumlah Penderita HIV/AIDS

Berikut ini adalah Distribusi Penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Tenggara


Tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Tabel 6. 14
Distribusi HIV dan AIDS
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004 s/d 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 84


TAHUN HIV AIDS TOTAL

2004 10 0 10

2005 6 2 8

2006 28 1 29

2007 14 7 21

2008 5 15 20

2009 2 11 13
JUMLAH 65 37 102

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi HIV/AIDS di Provinsi


Sulawesi Tenggara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, kasus HIV
tertinggi di tahun 2006 sebanyak ( 28 kasus ) dan yang terendah ditahun 2009
sebanyak ( 2 kasus ), sedangkan kasus AIDS tertinggi ditahun 2008 sebanyak
( 25 kasus ) dan yang terendah ditahun 2006 sebanyak ( 1 kasus ) namun di
jika dilihat pada setiap tahunnya kasus AIDS terjadi sangat berfluktuatif
dimana pada tahun 2009 terdapat 13 kasus. Jumlah pengidap HIV yang
sangat tinggi dibanding dengan penderita AIDS menujukkan bahwa penularan
penyakit ini di masyarakat sesuai dengan ”fenomena gunung es” . Hal ini
berarti data yang ada belum menggambarkan keadaan yang sesungguhnya
terjadi di masyarakat. Jumlah penderita sesungguhnya di masyarakat jauh
lebih besar dibanding dengan data/penderita yang ditemukan. Untuk itu,
akselerasi kegiatan penemuan (”early diagnosis”) mulai dari
penyuluhan/promosi, sero survei, maupun screening, baik darah donor
maupun screening terhadap kelompok risiko tinggi harus lebih ditingkatkan
lagi. Selain itu konseling dan pengobatan terhadap penderita dan kelompok
risti juga perlu dikembangkan sehingga dapat mencegah penularan HIV di
masyarakat. Berikut ini adalah tabel Distribusi HIV dan AIDS berdasarkan
cara Penemuan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004 S/D 2009.

Grafikl 6. 11
Distribusi HIV dan AIDS
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004 s/d 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 85


Tabel 6. 15
Distribusi HIV dan AIDS Berdasarkan Cara Penemuan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004 s/d 2009

Screening
Tahun Sero Survey VCT Jumlah
Darah
2004
3 7 0
10
2005 3 3 2 8
2006 23 5 1 29
2007
7 7 7
21
2008 0 4 16 20
2009
0 1 12
13
JUMLAH 36 27 37 102

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi HIV dan AIDS
berdasarkan cara penemuan dari tahun 2004 sampai dengan 2009, penemuan
tertinggi dangan cara VCT (37 kasus), kemudian dengan cara Sero Survey (36
kasus) dan Screening darah ( 27 kasus ).
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 86
Screening darah merupakan cara penemuan penderita HIV/AIDS yang efektif
selama lima tahun terakhir penemuan penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukan penderita HIV/AIDS pada
setiap tahun kegiatan screening. Untuk itu kegiatan screening darah ini
hendaknya dikembangkan lebih luas lagi.
Selain itu, kegiatan Sero Survei perlu dilakukan pada lokasi-lokasi risti,
khususnya pada daerah pertumbuhan ekonomi baru seperti Kabupaten
Bombana. Oleh karena kegiatan sero survei memiliki jangkauan penemuan
yang lebih besar. Berikut ini adalah Distribusi AIDS berdasarkan Kematian di
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004 s/d 2009

Tabel 6. 16
Distribusi AIDS Berdasarkan Kematian
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004 s/d 2009

Tahun AIDS Meninggal


2004 0 0
2005 2 2
2006 1 1

2007 7 3

2008 15 9

2009 12 4
Jumlah 37 19

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Pada tabel distribusi AIDS berdasarkan kematian, dapat diketahui bahwa dari
tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 Kasus AIDS sebanyak 37 kasus dan
19 kasus diantaranya meninggal dunia. Angka kematian penderita AIDS
sangat tinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini selain disebabkan oleh
karena penemuan penderita yang cenderung terlambat, pengetahuan dan
motivasi penderita untuk berobat juga belum maksimal.
Di sisi lain pengobatan dengan antiretroviral (ARV) tidak dapat menurunkan
angka kematian oleh karena sifatnya hanya sebagai penekan perkembangan
virus. Jika dilihat berdasarkan gambar akan nampak sebagai berikut :

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 87


Grafik 6.12
Jumlah Kematian Kasus AIDS
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004-2009

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Berikut ini adalah distribusi HIV dan AIDS berdasarkan Kelompok Umur
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 6. 17
Distribusi HIV dan AIDS Berdasarkan Kelompok Umur
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004 s/d 2009

KELOMPOK UMUR HIV DAN AIDS

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 88


5-14 tahun 2

15-19 tahun 1

20-29 tahun 35
30-39 tahun 49
40-49 tahun 14

50-59 tahun 1
Jumlah 102

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa kasus HIV-AIDS terbanyak pada usia
produktif yaitu usia 20 sampai dengan usia 49 tahun. Berikut ini adalah
gambar Penemuan Penderita Baru HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Grafik 6.13
Penemuan Penderita Baru HIV/AIDS Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Pada grafik penemuan Penderita baru HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi


Tenggara tahun 2009, Penemuan HIV di Kota Kendari (2 kasus) dan
Kabupaten Konawe Selatan (1 kasus ), penemuan AIDS Kabupaten Muna (6
kasus), Wakatobi ( 2 kasus ), Konawe ( 1 kasus ), Buton ( 1 kasus ), Kota Bau-
Bau (1 kasus ) dan Kabupaten Kolaka (1 kasus )

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 89


5. Cakupan P2 Frambusia
Berbagai kegiatan telah dilakukan selama ini agar Indonesia dapat eradikasi
Frambusia pada tahun 2009, dan akan mendapatkan sertifikasi bebas
Frambusia pada tahun 2012. Kegiatan utama dimaksud adalah penemuan dan
pengobatan penderita Frambusia. Dengan tujuan Eradikasi penyakit
Frambusia di Indonesia pada tahun 2010 dan Prevalensi < 1/10.000 penduduk
Prevalensi Frambusia 3 (tiga) tahun terakhir sangat berfluktuatif dimana pada
tahun 2009 mengalami peningkatan baik jumlah penderita maupun lokasi
endemis. Tabel berikut memperlihatkan jumlah penderita Frambusia terus
mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2009

Tabel 6. 18
Distribusi Penyakit Frambusia
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 s/d 2009

2007 2008 2009


Kab Tipe Tipe Tipe
Ttl Ttl Ttl Prev
M TM Prev M TM Prev M TM
Buton 11 302 313 11.2 0 11 11 0.21 11 163 174 18.8
Muna 8 13 21 0.7 0 0 0 0 1 0 1 0.03
Jml 19 0 0 1.7 0 11 11 0.21 12 163 175 42.01
Ket. : M = Menular; TM = Tidak Menular; Prev = Prevalensi

Pada tabel penyakit Frambusia di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009,


diketahui di Kabupaten Buton penyakit Frambusia tipe menular (11 kasus) tipe
tidak menular (163 kasus ) dengan prevalensi (18,8) dan Kabupaten Muna tipe
menular (1 kasus) tipe tidak menular (0 kasus) dengan prevalensi (0,03)

6. Cakupan Program P2 Kusta


1) Indikator
a.) Angka Prevalensi : < 1/10.000 pddk
b.) Proporsi Penderita Kusta Anak : < 5 %
c.) Proporsi Cacat Tingkat - 2 : < 5 %

2) Jumlah penderita Kusta

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 90


Meskipun Indonesia telah mencapai eliminasi pada pertengahan tahun
2000, penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara karena sampai akhir tahun
2007 masih ada 4 kabupaten kabupaten yang belum dapat mencapai
eliminasi yaitu Kota bau-Bau, Kab. Kolaka Utara, Kab. Buton, dan Kab.
Bombana. Sampai tahun 2008 penyakit kusta belum dapat dieliminasi di
Sulawesi Tenggara (Prevalensi 1,3 per 10.000 penduduk).
Tabel 6. 19
Cakupan Penemuan Penderita Kusta
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Penderita terdaftar akhir Penderita Baru Januari


JUMLA Desember 2009 s/d Desember 2009
KAB/KOTA
H PDDK
PREV/ CDR CACAT %/ UMUR PROP
PB MB TOTAL PB MB TOTAL
10.000 /100.000 /TK2 CACAT <15 th < 15 th

245.09
KONAWE 0 10 10 0 7 8 15 6 1 7 0 0
8
281.67
BUTON 2 49 51 2 6 44 50 18 1 2 5 10
1
264.45
MUNA 0 7 7 0 0 7 7 3 0 0 0 0
0
284.71
KOLAKA 0 38 38 1 1 34 35 12 0 0 1 3
4
272.80
KENDARI 3 21 24 1 4 23 27 10 0 0 1 4
8
108.93
BAU - BAU 0 34 34 3 4 26 30 28 3 10 3 10
3
224.74
KONSEL 0 16 16 1 1 16 17 8 1 6 0 0
9
122.50
BOMBANA 3 20 23 2 3 20 23 19 1 4 1 4
7
73.88
WAKATOBI 1 18 19 3 1 15 16 22 1 6 3 19
0
124.55
KOLUT 1 33 34 3 0 19 19 15 3 16 3 16
1
86.85
KONUT 0 6 6 1 0 1 1 0 0
6
52.82
BUTUR 1 2 3 1 1 3 4 0 0
3
TO TAL 143.040 11 254 265 1,2 28 216 244 11 11 5 17 7

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Prevalensi kusta yang masih tinggi (>1/10.000 pddk) dan proporsi penderita
Multi Baciller (MB) yang lebih besar dibanding PB menunjukkan bahwa kusta
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Sulawesi Tenggara. Hal ini
berarti pula bahwa penularan penyakit kusta masih cukup tinggi di
masyarakat. Berikut ini adalah tabel perhitungan kohort Pengobatan dan
keadaan Cacat Waktu RFT Kusta MB dan Kusta PB

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 91


Tabel 6. 20
Perhitungan Kohort Pengobatan dan Keadaan Cacat Waktu RFT Kusta MB
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007

Jumlah Hasil Pengobatan Kedaan Cacat Waktu RFT


Kab/Kota Penderita\
Dl Periode Tidak Tambah Cacat cacat
Pindah Mati DEFLT RFT % RFT
Cohort cacat cacaf tetap berkurang

Konawe 17 4 0 0 12 71 8 0 4 0

Buton 35 1 0 1 33 94 33 0 0 0

Muna 27 2 0 1 24 89 24 0 0 0

Kolaka 28 1 0 1 26 93 26 0 0 0

Kendari 35 0 0 8 27 77 33 0 0 0

Bau - Bau 31 0 0 7 24 77 28 0 0 0

Bombana 22 0 0 1 21 95 21 0 0 0

Konsel 16 0 0 0 16 100 16 0 0 0

Wakatobi 4 0 0 0 4 100 4 0 0 0

Kolut 7 0 0 0 7 100 7 0 0 0

Jumlah 222 8 0 19 194 87 200 0 4 0

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

Tabel 6. 21
Perhitungan Kohort Pengobatan dan Keadaan Cacat Waktu RFT Kusta PB
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008

Jumlah Hasil Pengobatan Kedaan Cacat Waktu RFT


Kab/Kota Penderita dl
Tidak Tambah Cacat cacat
Periode Pindah Mati DEFLT RFT % RFT
Cohort cacat cacaf tetap berkurang

Konawe 2 0 0 0 2 100 2 0 1 0

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 92


Buton 7 0 0 0 7 100 7 0 0 0

Muna 6 0 0 0 6 100 6 0 0 0

Kolaka 5 0 0 0 5 100 5 0 0 0

Kendari 9 0 0 0 9 100 9 0 0 0

Bau - Bau 8 0 0 3 5 63 8 0 0 0

Bombana 2 0 0 0 2 100 2 0 0 0

Konsel 3 0 0 0 3 100 3 0 0 0

Wakatobi 0 0 0 0 0 #DIV/0! 0 0 0 0

Kolaka Utara 5 0 0 0 5 100 5 0 0 0

Jumlah 47 0 0 3 44 94 47 0 1 0

Sumber : Laporan Tahunan Program P2ML Tahun 2009

B. 2. Program Penyakit Menular Bersumber Binatang (P2B2)

1. MALARIA

Malaria merupakan salah satu penyakit prioritas sampai saat ini masih menjadi
ancaman di Indonesia dengan Angka Kesakitan dan Kematian tinggi serta
sering menimbulkan KLB dengan tujuan program pemberantasan dan
pencegahan penyakit malaria ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
setiap orang dan kepedulian masyarakat untuk mengatasi masalah malaria,
terciptanya lingkungan yang bebas dari penularan malaria serta
terselenggaranya upaya pemberantasan malaria sehingga meningkatkan
produktifitas kerja guna mencapai indikator Indonesia Sehat 2010. Berikut ini
Jumlah Penderita Malaria Tahun 2009 dapat dilihat pada tebel dibawah ini

Tabel 6. 22
Penderita Malaria Klinis
Propinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Jumlah Malaria AMI(o/oo) AMI


No. Kab/Kota
Pddk Klinis Tahun lalu (o/oo)
1 KONAWE 252.457 3663 25.33 14.51
2 BUTON 285.947 4692 21.99 16.41

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 93


3 M UNA 273.868 3213 21.38 11.73
4 KOLAKA 305.988 354 0.66 1.16
5 KENDARI 262.951 1886 8.99 7.17
6 BAU-BAU 128.712 2576 16.05 20.01
7 KONSEL 267.534 2034 10.07 7.60
8 WAKATOBI 108.898 269 3.03 2.47
9 BOMBANA 128.712 891 11.81 6.92
10 KOLUT 137.360 213 1.01 1.55
11 BUTUR 52.823 1112 47.06 17.60
12 KONUT 86.234 1518 7.25 21.05
Jumlah 2.291.482 22.421 13.43 9.78

Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada tabel diatas di Propinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009, dapat
diketahui bahwa kasus malaria klinis tertinggi di Kabupaten Konawe
sebanyak (252.457 kasus) dan yang terendah di kabupaten Kolaka Utara
sebanyak (213 kasus), Sedangkan AMI ( Annual Malaria Insidence ) tertinggi
di Kabupaten Konawe Utara 21.05 0/00 dan yang terendah di Kabupaten
Kolaka 1.16 0/00. dari gambaran data diatas bahwa penyakit malaria di Provinsi
Sulawesi Tenggara masih menjadi masalah kesehatan, walaupun angka
total /angka Propinsi AMI (Annual Malaria Incidence) 9.78 0/00 dikategorikan
sebagai tingkat resiko rendah, ini disebabkan berbagai faktor antara lain
pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria yang masih rendah, kondisi
lingkungan atau tempat berkembangnya vector ( Brading Place ) yang masih
ada, dan kondisi geografis yang sulit dijangkau sehingga menyulitkan
masyarakat serta petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan. Untuk
melihat keadaan annual Malaria Insiden (AMI) menurut Kabupaten/Kota Tahun
2009 dapat dilihat pada grafik 6.11 dibawah ini

Grafik 6.14
Keadaan Annual Malaria Insiden (AMI)
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 94


Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa AMI Annual Malaria


Insidence di Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 tertinggi di Kabupaten
Buton Utara 21.05 0/00 dan yang terendah di Kabupaten Kolaka 1.16 0/00 .
Pada tahun 2009 tidak terjadi kasus KLB Malaria di Provinsi Sulawesi
Tenggara, dan data KLB dibawah ini adalah KLB pada tahun 2006 sampai
dengan Maret 2008.

Grafik 6.15
Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2006 s/d Maret 2008

Kab. Konawe Kab. Kolaka


Kec. Wawonii Kec. Lambandia
Selatan
Desa Taore dan Awiu
Desa Nambo Jaya
Kab. Buton
Kec. Sampolawa
Desa Todombulu

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 95


Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2006 sampai
dengan Maret 2008 telah terjadi kejadian luar biasa di 3 Kabupaten masing-
masing tahun 2006 di Kabupaten Konawe Kecamatan Wawonii Selatan di
Desa Nambo Jaya jumlah kasus 279 meninggal 8 (CFR=2.87 %). Pada tahun
2007 Kabupaten Kolaka Kecamatan Lambadia didesa Awiu dan Taore dengan
jumlah kasus malaria sebanyak 73 orang dan Meninggal 3 orang (CFR=4.1
%). Pada tahun 2008 terjadi KLB di Kabupaten Buton Kecamatan Sampolawa
dengan Jumlah kasus 75 orang dan Meninggal sebanyak 1 orang (CFR=1.3
%) Kejadian luar biasa ( KLB ) malaria yang terjadi di Provinsi Sulawesi
Tenggara disebabkan beberapa hal diantaranya kondisi pengetahuan
masyarakat yang masih rendah tentang cara penularan dan cara pencegahan
penyakit malaria, jarak dan tempat tinggal penderita dengan pusat pelayanan
kesehatan sangat jauh atau letak dan kondisi geografis dengan tempat
pelayanan kesehatan sehingga sulit bagi penderita untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Disisi lain petugas sulit dalam memberikan pelayanan
kesehatan ketempat tinggal penderita. Dengan situasi seperti ini, biasanya
penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan sudah dalam kondisi yang
sudah memburuk dan keterlambatan untuk berobat dan berakibat fatal.

Bahkan, tidak jarang petugas kesehatan hanya menerima laporan


tentang adanya kematian yang disebabkan oleh penyakit malaria. Namun
demikian secara keseluruhan, kondisi lingkungan dan geografis di provinsi
Sulawesi Tenggara sangat mendukung bagi perkembangan nyamuk Malaria
(Anopheles) yang cenderung banyak di daerah pantai/ rawa-rawa.

2. FILARIASIS
Adapun tujuan dari Program P2 Filariasis ini adalah Meningkatkan kepedulian
dan kemampuan masyarakat untuk mengatasi masalah filaria sehingga
terbebas dari penularan filaria dilingkungannya dan terjaminnya pelayanan
kesehatan yang terjangkau dan bermutu dan berkualitas untuk eliminasi
filariasis 2020 dengan cakupan programnya adalah sebagai berikut :
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 96
Mikrofilaria Rate (Mf Rate) < 1%, Cakupan pengobatan massal > 85%,
Kasus filaria yang ditangani 90%. Berikut ini adalah Jumlah Penderita
Filaria tahun 2009 dan Tahun 2008 dapat di lihat pada grafik berikut ini

Grafik 6.16
Jumlah Kasus Kronis Filariasis
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa penemuan kasus kronis di


Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009, hanya di temukan di Kabupaten
Konawe (4 kasus), jika dibandingkan pada tahun 2008 terdapat 20 kasus di
Kabupaten Kolaka dan di Tahun 2009 tidak ditemukan kasus lagi. Seperti
diketahui bahwa penyakit filariasis adalah penyakit menahun. Penyakit ini
tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan cacat permanen
sehingga dapat mengurangi produktifitas bagi penderitaannya dan menambah
beban bagi keluarganya.
Penemuan kasus kronis bukan menunjukkan/indikator untuk
menyatakan suatu daerah endemis penyakit filariasis, tetapi hanya sebagai
alat bantu untuk melaksanakan survey darah jari di sekitar penderita kasus
kronis filaria, untuk mendapatkan angka mikro filaria rate (MF Rate) yang
digunakan sebagai indikator daerah endemis filaria yaitu MF Rate > 1 % dan
akan ditindak lanjuti dengan kegiatan pengobatan massal dalam rangka
eliminasi filariasis sebagai salah satu strategi yang ditetapkan oleh WHO.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 97


Untuk lebih jelasnya mengenai Survei Darah Jari Filaria dapat lihat pada tabel
6.15 dibawah ini.
Tabel 6.23
Survey Darah Jari (SDJ) Filaria
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2002 s.d. 2009

Jmlah Mf Rate
No Kab/kota Tahun Keterangan
Desa (%)
1 Buton 2002 1 1,3 Endemis
2 Muna 2002 1 3 Endemis
3 Konawe 2006 1 1,5 Endemis
4 Kolaka 2006 2 1,9 Endemis
5 Kota KDI - - - -
6 Kota Bau-Bau 2006 1 1,22 Endemis
7 Kon. Sel 2009 1 2,27 Endemis
8 Bombana 2005 1 1,18 Endemis
9 Kolut 2006 2 2,78 Endemis
10 Wakatobi - - - -

Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2002 sampai
dengan tahun 2009 angka mikro filaria rate yang diperoleh dari hasil survey
darah jari yang dilaksanakan oleh petugas pusat, Provinsi dan Kabupaten,
masing – masing Kabupaten Buton (1,3 %), Kabupaten Muna 3 %, Kabupaten
Konawe (1,5 %), Kabupaten Kolaka (1,9 %), Kota Bau – Bau (1,22 %),
Kabupaten Bombana (1.18 %) dan Kabupaten Kolaka Utara (2,78 %,)
Kabupaten Konawe Selatan 2,27 %.
Kabupaten/Kota tersebut di atas sudah masuk kategori dari endemis
filariasis sesuai dengan indikator program yaitu di atas 1 (satu) %. Untuk itu
perlu ditindaklanjut kegiatan berupa kegiatan pengobatan massal selama satu
tahun satu kali selama 5 tahun dengan satuan pengobatan 1 (satu)
Kabupaten. Cakupan Pengobatan Massal Filaria Tahun 2009 dapat dilihat
pada Grafik 6.13 dibawah ini.

Grafik 6.17
Cakupan Pengobatan Massal Filaria
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 98


Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa kabupaten yang


melaksanakan kegiatan pengobatan massal filaria di Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2009 adalah kabupaten Bombana dengan jumlah puskesmas
yang melaksanakan pengobatan sebanyak 22 puskesmas dengan cakupan
(60.69 %), Kabupaten Muna jumlah puskesmas yang melaksanakan
pengobatan massal sebanyak 1 puskesmas dengan cakupan (46.54 %) . Bila
dibandingkan dengan standar nasional angka tersebut masih dibawah standar.
Hal ini dapat terlihat dari standar cakupan sebesar 85 % dan asumsi 15 %
ditunda pengobatannya karena sakit, menyusui dan dalam keadaan hamil.

Diharapkan dengan cakupan pengobatan 85 % setiap tahun selama 5


tahun berturut- turut dapat mengeliminasi penyakit filariasis sehingga angka
mikro filaria rate menjadi dibawah 1 % dan tidak ada lagi transmisi penularan
penyakit filaria.

2. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Program DBD bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penularan


penyakit dari penderita ke orang sehat melalui pemberantasan vector, nyamuk
Aedes aegypti. Penduduk yang menjadi sasaran program termasuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal di
daerah endemis, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi
kemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman baik yang ada di

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 99


dalam dan di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangan Aedes
aegypti.
Cakupan P2 DBD sebagai berikut :
- Incidence Rate < 5/100.000 penduduk
- CFR < 1%
- Daerah KLB Diare < 25%
- Penderita DBD yang ditangani sesuai standar: 100

Tabel 6. 24
Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Propinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

TOTAL Jumlah
No Kabupaten
P M Penduduk Ket

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 100
1 Konawe 102 0 252.457
2 Muna 0 0 273.868
3 Kolaka 101 3 305.986 (CFR= 2.97%)
4 Buton 0 0 285.947
5 Kota Kendari 298 4 262.951 (CFR= 1.34%)
6 Kota Bau-Bau 117 4 127.290 (CFR= 3.42%)
7 Konsel 0 0 267.534
8 Bombana 14 1 128.712 (CFR= 7.14%)
9 Kolaka Utara 0 0 137.360
10 Wakatobi 60 0 108.898
11 Konawe Utara 0 0 86.234
12 Buton Utara 0 0 52.823

Propinsi (CFR= 0,73%)


692 12 2.290.060

Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Dari tabel tabel diatas dapat diketahui tahun 2009 jumlah kasus di Kota
Kendari (298 kasus) 4 kasus diantaranya meninggal dunia, Kota Bau-Bau
(117 kasus) 4 kasus diantaranya meninggal dunia, Kabupaten Konawe (102
kasus), Kabupaten Kolaka (101 kasus) 3 kasus diantaranya meninggal dunia,
Kabupaten Wakatobi (60 kasus) dan Kabupaten Bombana (14 kasus) 1 kasus
diantaranya meninggal dunia. Rata-rata kasus kematian disebabkan karena
keterlambatan dalam melakukan pengobatan. Tingginya kasus Demam
Berdarah setiap tahun khususnya di Kota Kendari karena bertambahnya
jumlah penduduk, serta cuaca yang tidak menentu
Jika dilihat berdasarkan jumlah penderita DBD per Kabupaten/Kota
dapat dilihat pada Grafik 6. 14 dibawah ini :

Grafik 6.18
Jumlah Penderita DBD
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 101
Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Selama tahun 2009 Kabupaten dengan jumlah penderita DBD tertinggi


adalah kota kendari (298 penderita), Kota Bau-Bau (117 penderita).
Kabupaten Konawe (102 penderita), Kabupaten Kolaka (101 penderita),
Kabupaten Wakatobi (60 penderita) dan Kabupaten Bombana (14 kasus). Dari
hasil kegiatan tahun 2009 juga terlihat beberapa kabupaten/kota yang bebas
kasus DBD, yaitu Kabupaten Buton, Muna, Butur, Konsel, Kolut, Konut.
Ada beberapa kemungkinan penyebab sehingga Kota Kendari menjadi
yang tertinggi dalam kejadian kasus penyakit demam berdarah yakni tingkat
mobilisasi penduduk yang cukup tinggi yang datang atau yang keluar dari Kota
Kendari, kondisi perumahan yang padat, kesadaran masyarakat dalam hal
menjaga kebersihan lingkungan dalam rangka upaya pencegahan penyakit
demam berdarah belum maksimal, atau budaya 3 M menguras menimbun dan
menutup belum berjalan dengan baik serta masih ada persepsi menyemprot
lebih baik ketika ada kasus DBD.
Kota Bau-Bau tertinggi kedua setelah Kota Kendari antara lain
disebabkan oleh mobilisasi penduduknya yang cukup tinggi, kedatangan dan
keluar penduduk dari Kota Bau-Bau ke luar Propinsi lain serta letak Kota Bau-
Bau yang merupakan daerah transit atau daerah lintas keluar dan masuk dari
Propinsi lain. Berikut adalah grafik jumlah penderita dan kematian akibat DBD
di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Grafik 6.19
Jumlah Penderita dan Kematian Akibat DBD
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 102
Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa di Provinsi Sulawesi


Tenggara pada tahun 2009 jumlah kasus DBD sebanyak (692 kasus 12
diantaranya meninggal dunia). Hal ini kemungkinan disebabkan karena
keterlambatan penderita untuk datang berobat ketempat pelayanan kesehatan.
Berikut ini adalah grafik Perkembangan kasus DBD berdasarkan Bulan
kejadian di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 103
Grafik 6.20
Perkembangan Kasus DBD Berdasarkan Bulan Kejadian
Di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Dari Grafik perkembangan kasus DBD di Provinsi Sulawesi Tenggara


perbulan tahun 2009, dapat dengan jelas terlihat bahwa mulai dari bulan
Januari sampai dengan Desember terjadi fluktuasi kasus, ini berkaitan
dengan pola curah hujan yang terjadi, sehingga banyak sarang/tempat
berkembangnya vektor penular (breeding places) penyakit DBD yaitu pada air
yang tergenang. Kasus tertinggi terjadi di bulan Nopember dan desember

3. RABIES

Cara pencegahan Rabies pada manusia adalah: Bila seseorang digigit


hewan tersangka rabies atau menderita rabies, tindakan pertama adalah
“mencuci luka gigitan secepatnya dengan sabun atau detergen selama 10-15
menit”. Kemudian luka dicuci dengan Alkohol 70% atau Yodium tintura.
Setelah itu segera ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut.
Di Puskesmas/Rumah Sakit (yang ditunjuk sebagai Rabies Center )
akan diberikan vaksin anti rabies sesuai dengan kondisi lukanya. Adapun
tujuan dari P2 Rabies adalah Meningkatkan pemahaman, kemampuan dan

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 104
peran serta masyarakat serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau dalam mencegah penyakit rabies pada manusia dan hewan untuk
mencapai Indonesia bebas rabies 2015 dengan Indikator Program P2 Rabies
adalah sebagai berikut :
a. Penanganan kasus gigitan berdasarkan protap tatalaksana kasus: 100%
b. Pemberian VAR minimal 60% dari jumlah kasus
c. Kematian karena Rabies mendekati 0%
Berikut ini adalahcakupan progam P2 Rabies di Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2009

Tabel 6. 25
Cakupan Program P2 Rabies
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JML JLH DAERAH


TERTULAR
KAB/ KASUS VAR VAR + LYSSA
NO SAR DESA KEC KAB/
KOTA
KOTA
GHTR

1 Kolut 53 50 0 0 16 8 1
2 Konawe 68 61 0 1 17 11 1
3 Kolaka 396 386 0 1 47 18 1
4 Muna 66 66 0 0 17 17 1
5 Buton 0 0 0 0 0 0 0
6 Kendari 189 137 0 0 16 10 1
7 Bau-Bau 69 43 0 0 14 6 1
8 Konsel - - - 1 - - 1
9 Bombana 46 43 0 0 15 10 1
10 Wakatobi 0 0 0 0 0 0 0
11 Konut 0 0 0 0 0 0 0
12 Butur 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah
887 786 0 3 142 80 8
Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa kasus gigitan hewan tersangka
rabies yang tertinggi di Kabupaten Kolaka( 396 kasus) 1 diantaranya meninggal
dunia dan yang terendah di Kabupaten Bombana( 39 kasus). Hal ini antara lain
disebabkan jumlah populasi hewan yang cukup banyak dan adanya budaya
memelihara hewan untuk membantu dalam hal kegiatan berkebun.
Kecenderungan kasus meninggal karena rabies tiap tahunnya selalu
terjadi, jumlah kasus pada tahun 2009 adalah (887) dan yang mendapatkan

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 105
vaksin anti rabies (786) kasus atau diatas 60 % sesuai dengan indikator angka
nasional. Namun demikian angka kematian masih tetap ada setiap tahunnya. Hal
Ini disebabkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies masih kurang
dan tempat tinggal penderita yang sangat jauh dari tempat pelayanan kesehatan,
sehingga korban gigitan datang ketempat pelayanan kesehatan dengan kondisi
yang sudah menunjukan gejala rabies dan biasanya tidak tertolong lagi. Untuk
jumlah Kasus gigist Hewan tersangka Rabies di Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik 14 dibawah ini

Grafik 6.21
Jumlah Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies
Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program P2B2Tahun 2009

Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah kasus gigitan hewan
tersangka rabies tertinggi di diprovinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009,
Kabupaten Kolaka (396 kasus) yang mendapatkan vaksin anti rabies ( 386 kasus)
dan 1 diantaranya meninggal dunia. Menyusul berikutnya Kota Kendari dengan
jumlah (189 kasus) dengan jumlah yang mendapatkan vaksin anti rabies (135
kasus), Kota Bau-Bau (69 kasus), yang mendapatkan vaksin anti rabies
sebanyak (43 kasus), Kabupaten Konawe (68 kasus) yang diberikan vaksin anti
rabies (61 kasus), Kabupaten Muna (66 kasus) diberikan var (66 kasus),
Kabupaten Kolaka Utara (53 kasus) diberikan var (50 kasus) dan Kabupaten
Bombana (46 kasus) diberikan var (43 kasus). Seperti telah diuraikan di atas

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 106
bahwa kecendrungan penderita meninggal setiap tahunnya selalu terjadi, ini
disebabkan keterlambatan mendapatkan vaksin anti rabies dan keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies.

3) Program Imunisasi

a. Hasil Kegiatan Imunisasi Rutin (Indikator)

Laporan yang diuraikan dibawah ini adalah laporan Januari sampai dengan
desember dimana beberapa Kabupaten yang belum mengirim laporan yaitu :
Kab Konawe, Buton Utara, Buton, Kota Bau-Bau dan Kota Kendari. Berikut
ini adalah Hasil Kegiatan Imunisasi Rutin Tahun 2009 dapat dilihat pada
tabel 18 dibawah ini.
Tabel 6.26
Hasil Kegiatan Imunisasi Rutin
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Imunisasi Target Realisasi Keterangan

- BCG 98 % 89%
- DPT – HB 1 98% 86% - Lap. Kab & Pusk. Belum
- DPT – HB 3 88% 79% semua masuk ke Provinsi

- Polio 4 88% 76%


- Campak 98% 77%
- HB birtdose 70% 30%

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

a. 1. Cakupan Imunisasi BCG.

Dari grafik tampak cakupan Imunisasi BCG sebagai indikator akses


di Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari – Desember baru
mencapai 89 % di bawah target Pencapaian UCI minimal 98 % untuk
kontak pertama. Berikut ini adalah Cakupan Imunisasi BCG dilihat
dalam bentuk Grafik dibawah ini

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 107
Grafik 6.22
Cakupan Imunisasi BCG
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Grafik diatas menggambarkan cakupan Tertinggi di Kota Bau-Bau


97,8%. Cakupan dengan pencapaian terendah di Kabupaten Buton
81,1% dan Kabupaten Konawe 79,4 77%.

a. 2. Cakupan Imunisasi DPT - HB 1

Sampai dengan bulan Desember 2009, Cakupan imunisasi DPT – HB


1 yang juga sebagai indikator akses di Provinsi Sulawesi Tenggara,
hanya mencapai 86 %, bawah target UCI minimal 98 %. Untuk kontak
pertama. Grafik Cakupan DPT – HB 1 dapat dilihat pada grafik 15
dibawah ini

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 108
Grafik 6.23
Cakupan Imunisasi DPT-HB1
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Grafik 15 diatas menggambarkan cakupan tertinggi di Kab Butur 95,4


%, Kolaka 91,8 % . Cakupan terendah di Kabupaten Buton 76.6%.

a.3. Cakupan Imunisasi DPT - HB 3

Sampai dengan bulan Desember 2009, Cakupan imunisasi DPT – HB


3 yang merupakan indikator kontak ke tiga, di Provinsi Sulawesi
Tenggara, hanya mencapai 79 %, dibawah target UCI minimal 88 %.
Untuk kontak ke tiga. Grafik Cakupan DPT – HB 3 dapat dilihat pada
grafik 6.19 berikut :

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 109
Grafik 6.24
Cakupan Imunisasi DPT-HB3
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Grafik diatas menggambarkan cakupan imunisasi DPT – HB 3,


cakupan tertinggi di Kabupaten Butur 93.5 % dan kota Bau-bau 89,4
%. Cakupan terendah di Kabupaten Buton 71.7 dan Kabupaten
Konawe Utara 60,1 %.

a. 4. Cak Imunisasi Polio IV

Sampai dengan desember 2009, cak imunisasi Polio 4 yang


merupakan indikator kontak ke 4 di Provinsi Sulawesi Tenggara baru
mencapai 75,9 % masih dibawah target sebesar 88 %, grafik dibawah
memperlihatkan pencapaian di masing-masing Kabupaten/Kota.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 110
Grafik 6.25
Cakupan Imunisasi Polio IV
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

a. 5. Cakupan Imunisasi Campak

Sampai dengan Desember 2009, Cakupan imunisasi Campak yang


juga merupakan indikator kelengkapan kontak, di Provinsi Sulawesi
Tenggara, baru mencapai 77 % masih dibawah target sebesar 98 %
Lebih jelas uraian per Kabupaten/Kota Cakupan Imunisasi Campak
dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 6.26
Cakupan Imunisasi Campak
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 111
Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Dari Grafik diatas menggambarkan pencapaian cakupan imunisasi


campak tertinggi di Kota Bau-Bau 90,6 %, Sedangkan cakupan yang
terendah di Kabupaten Konawe Utara 67,8 %

a. 6. Cakupan Imunisasi Drop Ot (DO) DPT-HB1 – Polio 3

Grafik 6. 27
Cakupan Imunisasi Drop Ot (DO) DPT-HB1
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Cakupan DO Provinsi Sulawesi Tenggara, periode Januari November


mencapai 8.45 %, di bawah standar Nasional = 10% .DO tertinggi dan

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 112
melewati standar Nasional adalah Kabupaten Konawe Utara 25.48 %,
Sedangkan DO terbaik di Kabupaten Kolaka Utara 0 %.

b. Monitoring Logistik Imunisasi Tahun 2009

Berikut ini dalah tabel monitoring vaksin Januari – Desember tahun 2009 di
Provinsi Sulawesi Tenggara

Tabel 6. 27
Hasil Monitoring Logistik Vaksin
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Stok Awal Pengelu Stok


No. Vaksin Penerimaan Akhir
Bulan aran Bulan
1. BCG 20 Dos 5.470 23.000 20.420 8.050
2. DPT HB 5 22.080 36.000 31.550 26.530
3. Polio 10 Ds 20.330 43.600 32.740 31.190
4. Campak 10 6.060 19.460 25.520 1.490
5. Hep. B (Uniject) 39.255 22.080 36.755 24.580
6. TT 4.640 36.660 41.300 10.790
7. DT 354 11.660 8.174 3.840
Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Berdasarkan laporan yang masuk untuk Tahun 2009, terlihat bahwa semua
Kabupaten/kota telah memberikan laporan pemakaian vaksin.

c. Indikator SPM Imunisasi :

Target Indikator SPM Imunsasi untuk Desa UCI 100 %, Cakupan imunisasi
BCG 98 %, Cakupan Imunisasi DPT-HB1 98%, Cakupan Imunisasi DPT1-HB3
88 %, Cakupan Imunisasi Polio 4 88 %, Cakupan Imunisasi Campak 98 % dan
Cakupan Imunisasi Birdose 70 % .

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 113
Tabel 6. 28
Cakupan UCI Desa/Kelurahan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sasar Status Desa


Jumlah an
No Kabupaten/ Kota Desa Bayi
UCI % TDK %
UCI
137
209 6562 65.55 72 34.44
1 Buton
25
43 3484 58.13 18 41.86
2 Bau-bau
237 6377 113 47.67 124 52.32
3 Muna
213 7658 92 43.19 121 56.80
4 Kolaka
358 6007 82 22.90 276 77.09
5 Konawe
325 6327 98 30.15 227 69.84
6 Konsel
64 6841 42 65.62 22 34.37
7 Kt Kendari
30 70
100 2010 30 70
8 Wakatobi
139 2908 40 28.77 99 71.22
9 Bombana
133 2986 48 36.09 85 63.90
10 Kolut
11 110 1237 20 18.18 90 81.81
Konut
12 Butur 58 1423 41 70.68 17 29.31
Prov 1989 53.820 768 38.61 1.221 61.38

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 114
.
Sumber : Laporan Tahunan Program Imunisasi Tahun 2009

Data UCI desa program imunisasi untuk tahun 2009 sebesar 38.61 %
atau sebesar 768 Desa yang sudah UCI dari 1.989 desa yang ada pada Tahun
2009. Dan untuk masih sekitar 61.38 % Desa yang tidak UCI

C. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT

Program Kesehatan Lingkungan bertujuan untuk mewujudkan mutu


lingkungan hidup yang sehat agar dapat melindungi masyarakat dari acaman
bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal, maka kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program lingkungan sehat
adalah sebagai berikut :
1. Penyehatan lingkungan perumahan dan pemukiman;
2. Penyehatan kualitas air;
3. Perbaikan sarana air bersih;
4. Pengawasan dan perbaikan sarana pembuangan kotoran;
5. Pengawasan dan perbaikan saluran pembuangan air limbah;
6. Pengamatan dan pengendalian vektor;
7. Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan (TPM);
Pengawasan tempat pengolahan makanan terutama diarahkan pada restoran,
jasa boga, pedagang makanan jajanan, industri makanan dan toko makanan.
8. Pengawasan TP2 Pestisida dan pengukuran tingkat paparan pestisida;
9. Pembentukan Kabupaten/Kota sehat;
10. Penyehatan Sanitasi Tempat-Tempat Umum ( TTU );
Tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang diselenggarakan
oleh badan-badan pemerintah, swasta, perorangan yang langsung digunakan oleh
masyarakat yang mempunyai tempat tetap serta memiliki fasilitas ruang
lingkupnya adalah sebagai berikut :
- Hotel/Penginapan
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 115
- Kolam renang/permandian umum
- Bioskop atau gedung pertunjukan
- Tempat hiburan/rekreasi
- Sarana perhubungan (darat, laut dan udara)
- Sarana sosial/keagaman (mesjid, gereja, pura dll )
- Puskesmas
- Sarana komersial (salon kecantikan/pangkas rambut, panti pijat dan pusat
perbelanjaan)
- Depot air minum isi ulang

HASIL YANG DICAPAI SESUAI INDIKATOR SPM

1 . Rumah Sehat

a. Penyehatan Perumahan dan lingkungannya


Upaya penyehatan lingkungan perumahan dan pemukiman yang
diharapkan adalah menciptakan lingkungan yang bebas dari polusi, sanitasi
lingkungan pemukiman yang memadai, perumahan yang sehat serta
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan. Peningkatan kesehatan
lingkungan perumahan dan pemukiman perlu diselenggarakan untuk dapat
mewujudkan mutu lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat yaitu
keadaan lingkungan yang bebas dari resiko pencemaran yang dapat
membahayakan kesehatan maupun juga keselamatan kesehatan manusia.
Dalam upaya menciptakan lingkungan perumahan dan pemukiman
yang sehat dalam melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
adalah penyehatan perumahan dan pemukiman harus ditingkatkan dengan
melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber pencemaran yang dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Pencapaian kegiatan pengawasan dan
penyehatan lingkungan perumahan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2009 adalah sebagai berikut (lihat tabel 21).

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 116
Tabel 6. 29
Jumlah dan Persentase KK yang Memiliki Rumah Sehat
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

JUMLAH
RUMAH RUMAH
No AB/KOTA RUMAH %
YG MEMENUHI
DIPERIKSA
TERDAFTAR SYARAT
1 KONAWE 42.312 17.753 11.154 62.83
2 KOLAKA 60.044 26.975 19.506 72.31
3 MUNA 53.062 53.062 22.274 41.98
4 BUTON 50.946 36.463 23.790 65.24
5 KENDARI 43.949 34.023 22.802 67.02
6 BAU-BAU 23.631 23.631 18.214 77.08
7 KONSEL 60.354 29.284 14.337 48.96
8 BOMBANA 28.267 20.965 9.897 47.21
9 KOLUT 23.804 23.804 10.936 45.94
10 WAKATOBI 18.396 11.385 5.968 52.42
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 11.821 7.824 4.445 56.81
TOTAL 416.586 285.169 163.323 57.27

.
Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah rumah yang terdaftar,
masih sangat banyak rumah yang telah diperiksa dan belum memenuhi syarat
kesehatan, dimana rata-rata rumah yang diperiksa tidak mempunyai sanitasi
dasar yang belum memenuhi syarat kesehatan misalnya tempat BAB, air
bersih, saluran pembuangan air limbah dan lain-lain. Jika dilihat berdasarkan
tabel diatas, rumah yang diperiksa dan memenuhi syarat kesehatan terendah
di Kabupaten Bombana atau hanya terdapat 9.897 rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dari jumlah rumah yang terdaftar sebesar 28.267 rumah.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 117
Hal ini disebabkan kurangnya perhatian masyarakat dalam hal ini kepala dan
anggota keluarga akan pola hidup bersih dan sehat. Untuk melihat persentase
KK yang memiliki rumah sehat dapat tergambar pada grafik dibawah ini :

Grafik 6.28
Persentase KK yang Memiliki Rumah Sehat
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

b. Pengawasan tempat pembuangan kotoran (JAGA)

Sarana pembuangan kotoran (Jaga) adalah merupakan tempat pembuangan


kotoran manusia yang terdiri dari berbagai macam bentuk atau model yang
digunakan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Upaya
yang dilakukan agar mencegah terjadinya penyakit yang berbasis lingkungan
salah satunya adalah melakukan pengawasan terhadap sarana pembuangan
kotoran/jamban keluarga agar tetap memenuhi syarat kesehatan.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 118
Berdasarkan hasil pemeriksaan rumah di Propinsi Sulawesi Tenggara
sampai akhir tahun 2009 dari jumlah rumah yang terdaftar sebanyak 416.586
rumah yang memiliki jamban keluarga (Jaga) sebanyak 285.169 rumah
(67,34 %), dari jumlah rumah yang diperiksa dan memiliki jamban tersebut
yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 154.365 rumah (54,138 %), lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. 30
Jumlah dan Persentase Rumah yang Menggunakan
Jamban Keluarga (JAGA)
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JUMLAH
RUMAH RUMAH JAGA
No KAB/KOTA
YG DGN JAGA MEMENUHI %
TERDAFTAR DIPERIKSA SYARAT
1 KONAWE 42.312 17.753 11.154 62.83
2 KOLAKA 60.044 26.975 16.210 60.09
3 MUNA 53.062 53.062 21.791 41.07
4 BUTON 50.946 36.463 16.416 45.02
5 KENDARI 43.949 34.023 25.481 74.89
6 BAU-BAU 23.631 23.631 21.041 89.04
7 KONSEL 60.354 29.284 17.694 60.42
8 BOMBANA 28.267 20.965 7.189 34.29
9 KOLUT 23.804 23.804 10.936 45.94
10 WAKATOBI 18.396 11.385 3.694 32.45
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 11.821 7.824 2.759 35.26
TOTAL 416.586 285.169 154.365 54.13

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Jika dilihat berdasarkan tabel diatas, nampak bahwa di Kabupaten Wakatobi


dengan jumlah rumah yang terdaftar sebesar 18.396 hanya 3.694 yang
mempunyai jamban keluarga memenuhi syarat kesehatan kemudian disusul
Kabupaten Bombana, hal ini disebabkan sebagian masyarakat atau keluarga
masih membuang hajad di aliran sungai atau dikebun-kebun terlihat dari
rumah yang diperiksa rata-rata tidak mempunyai jamban keluarga. Ini berarti

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 119
bahwa di Kabupaten tersebut kinerja petugas sanitarian masih kurang. Jika
melihat persentase rumah yang menggunakan JAGA di Kabupaten/Kota dapat
dilihat pada grafik dibawah ini

Grafik 6. 29
Persentase Rumah yang Menggunakan JAGA
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

c. Pengawasan sarana pembuangan air limbah (SPAL)

Secara umum air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari
rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainya yang biasa
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan terhadap
kesehatan manusia serta dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Air
limbah dapat dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat, semakin tinggi
tingkat sosial masyarakat semakin beragam pula air limbah yang dihasilkan
olehnya itu maka pengawasan terhadap air limbah harus di tingkatkan secara
terus menerus.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 120
Untuk meningkatkan kondisi lingkungan perumahan dan pemukiman
yang memenuhi syarat kesehatan sangat erat kaitannya dengan kegiatan
pengawasan sarana pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga.

Dari hasil pemeriksaan terhadap rumah di Provinsi Sulawesi Tenggara


tahun 2009 dari jumlah yang terdaftar sebanyak 416.586 rumah dan
mempunyai sarana pembuangan air limbah (SPAL) sebanyak 208.152
(9,97%) dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 105.440 sarana
(50,66 %), lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.

Tabel 6. 31
Jumlah dan Persentase Rumah yang Menggunakan SPAL
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JUMLAH
SPAL
No RUMAH RUMAH
MEMENUHI %
KAB/KOTA YG DGN SPAL
SYARAT
TERDAFTAR DIPERIKSA
KES
1 KONAWE 42.312 14.421 10.549 73.15
2 KOLAKA 60.044 16.295 13.210 81.07
3 MUNA 53.062 46.906 13.645 29.09
4 BUTON 50.946 13.816 10.194 73.78
5 KENDARI 43.949 34.023 20.093 59.06
6 BAU-BAU 23.631 12.380 9.146 73.88
7 KONSEL 60.354 29.137 10.542 36.18
8 BOMBANA 28.267 19.553 6.943 35.51
9 KOLUT 23.804 7.574 6.148 81.17
10 WAKATOBI 18.396 4.746 2.462 51.88
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 11.821 9.301 2.508 26.96
TOTAL 416.586 208.152 105.440 50.66

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Berdasarkan tabel diatas nampak bahwa hampir di semua Kabupaten/Kota


terdapat SPAL yang belum memenuhi syarat kesehatan masih sangat rendah
jika dilihat dari jumlah rumah yang ada dan jumlah rumah yang diperiksa hal
ini disebakan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap dampak yang di
timbul apabila rumah tidak mempuyai SPAL. Masih kurangnya penyuluhan
yang dilakukan oleh petugas sanitarian yang terkendala pada masalah
pembiayaan penyuluhan yang tidak ada. Jika dilihat berdasarkan persentase
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 121
rumah yang menggunakan SPAL yang memenuhi syarat kesehatan
Kabupaten/Kota tahun 2009 dapat dilihat pada grafik dibawah ini

Grafik 6.30
Persentase Rumah yang Menggunakan SPAL dan
Memenuhi Syarat Kesehatan Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

d. Pengawasan Tempat Pembuangan Sampah Rumah Tangga

Sampah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia oleh karena itu adanya
sampah pada umumnya sebagai akibat dari kegiatan manusia itu sendiri.
Permasalahan sampah timbul sejalan dengan tingkat perkembangan dan
kemajuan di bidang teknologi disamping itu juga produksi sampah terus
meningkat seiring dengan perkembangan penduduk. Sampah yang tidak atau
kurang pengelolaannya akan menimbulkan dampak negatif baik langsung

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 122
maupun tidak langsung, dan dari segi estetika sampah dapat menimbulkan
bau yang tidak enak dan akibatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Dari hasil pemeriksaan rumah di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009 dari
jumlah rumah yang terdaftar sebanyak 416.586, yang diperiksa dan
mempunyai tempat pembuangan sampah sementara sebanyak 123.592
rumah dan yang memenuhi syarat sebanyak 66.732 ( 53,99 %). dan lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.24.

Tabel 6.32
Pengawasan Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JUMLAH
RUMAH RUMAH TPS
No KAB/KOTA YG DGN TPS MEMENUHI %
TERDAFTAR DIPERIKSA SYARAT
KES
1 KONAWE 42.312 16.636 11.709 70.38
2 KOLAKA 60.044 16.925 5.133 30.33
3 MUNA 53.062 14.902 7.521 50.47
4 BUTON 50.946 14.699 11.042 75.12
5 KENDARI 43.949 34.023 23.545 69.20
6 BAU-BAU 23.631 20.034 14.717 73.46
7 KONSEL 60.354 29.137 13.260 45.51
8 BOMBANA 28.267 19.553 6.943 35.51
9 KOLUT 23.804 7.137 6.451 90.40
10 WAKATOBI 18.396 1.567 861 54.95
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 11.821 9.631 2.452 25.46
TOTAL 416.586 123.592 66.732 53.99

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dari jumlah rumah yang ada dan
jumlah rumah yang diperiksa tempat pembuangan sampah sementara nampak
bahwa rumah yang mempunyai TPS dan memenuhi syarat masih sangat
rendah sekali ini disebabkan dengan kurangnya motivasi dari masyakarat
untuk membuang sampah pada tempat-tempat yang sesuai dengan standar
kesehatan.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 123
Khususnya di Kabupaten Wakatobi kepedulian masyarakat untuk membuang
sampah pada tempatnya masih kurang diakibatkan kurang maksimalnya
tenaga penyuluh dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Jika
lihat berdasarkan persentase Rumah yang menggunakan TPS dan memenuhi
syarat kesehatan dapat dilihat pada grafik dibawah ini

Grafik 6.31
Persentase Rumah yang Menggunakan TPS
yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

2. Penyehatan Air

a. Surveilans Sarana Air Bersih (SAB)

Untuk mengetahui tingkat resiko pencemaran sarana air bersih yang


digunakan masyarakat sebagai sumber air minum di Propinsi Sulawesi
Tenggara sampai akhir tahun 2009 baik perkotaan maupun di pedesaan, maka
telah dilaksanakan kegiatan inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB). Untuk
mengetahui tingkat resiko pencemaran dari berbagai jenis sarana air bersih

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 124
yang digunakan masyarakat sebagai sumber air minum baik tingkat resiko
pencemaranya Rendah, Sedang, Tinggi maupun Amat Tinggi sehingga
memudahkan dalam melakukan perbaikan baik fisik sarana maupun kualitas
sarana air bersih tersebut. inspeksi sanitasi ini merupakan elemen pokok
dalam pengawasan dan perbaikan kualitas air.
Hasil kegiatan surveilans dalam rangka inspeksi sanitasi sarana air bersih
sampai akhir tahun 2009 jumlah sarana air bersih yang diinspeksi sanitasi
sebanyak 62.757 sarana (52,02 %) dari jumlah sarana air bersih yang ada
sebanyak 120.648 sarana.

Dari jumlah sarana air bersih yang diinspeksi tersebut ( 62.757 sarana ),
dengan tingkat resiko pencemarannya masing-masing sebagai berikut
Rendah sebanyak 33.152 sarana ( 52,83%), Sedang sebanyak 17.326 sarana
( 27,61 %), Tinggi sebanyak 6.271 sarana ( 9,99 %) dan Amat Tinggi
sebanyak 6.502 sarana ( 10,36 %), lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel 6. 33
Jumlah dan Persentase Tingkat Resiko Pencemaran SAB
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 125
Jika dilihat berdasarkan persentase tingkat resiko Pencemaran Sarana Air
Bersih di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 dapat dilihat berdasarkan
grafik dibawah ini

Grafik 6. 32
Persentase Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Air Bersih
di Prop. Sultra Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

b. Pengawasan Kualitas Air


1). Monitoring Kualitas Air Bersih
Untuk mengetahui tingkat kualitas air bersih yang ada di Provinsi Sulawesi
Tenggara apakah memenuhi syarat kesehatan baik dari segi
mikroorganisme maupun kimia harus dilakukan pemeriksaan sampel air di
Laboratorium, namun sampai saat ini laporan hasil pemeriksaan tersebut
dari Kabupaten/Kota belum dilaporkan.
2) Monitoring Kualitas Air Minum (PDAM)

Keadaan atau kondisi kualiatas air PDAM yang ada di Propinsi Sulawesi
Tenggara sampai akhir tahun 2009 berdasakan hasil pengawasan dengan
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 126
melakukan kegiatan pengambilan dan pemeriksaan sampel di
Laboratorium secara bakteriologis dari 40 sampel yang di periksa yang
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 10 sampel (25,00 %) sedangkan
untuk sampel kimia sebanyak 24 sampel yang memenuhi syarat
kesehatan 21 sampel (87,50 %)
Dari 12 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang
melaporkan hasil kegiatan pengawasan kualitas air PDAM dengan melalui
pemeriksaan sampel di Laboratorium hanya 1 Kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten Kolaka sedangkan yang lainnya belum melaporkan hasil
pemeriksaannya, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 6. 34
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Minum (PDAM)
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

HASIL PEMERIKSAAN
BAKTERIOLOGIS KIMIA
KABUPATEN/ Jml Memen % Jml Memen
NO
KOTA Sampel uhi Sampel uhi
%
Di Syarat Di Syarat
periksa kes periksa kes
1 KONAWE - - - - - -
2 KOLAKA 40 10 25 24 21 87.50
3 MUNA - - - - - -
4 BUTON - - - - - -
5 KENDARI - - - - - -
6 BAU-BAU - - - - - -
7 KONSEL - - - - - -
8 BOMBANA - - - - - -
9 KOLUT - - - - - -
10 WAKATOBI - - - - - -
11 KONUT - - - - - -
12 BUTUR - - - - - -
TOTAL 40 10 25 24 21 87.50

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

c. Perbaikan Kualitas Air


Sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air
minum terutama masyarakat di pedesaan sebagian besar bersumber dari
Sumur Gali (SGL), dan hasil surveilans atau inspeksi sanitasi menunjukkan
bahwa sebagian besar belum memenuhi syarat kesehatan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas sarana air bersih tersebut, maka
perlu dilakukan perbaikan-perbaikan fisik sarana yang sudah rusak yang

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 127
merupakan sumber terjadinya pencemaran dengan jalan memberikan dana-
dana stimulan kepada masyarakat yang kurang mampu, serta memberikan
motivasi agar dapat melakukan perbaikan sendiri, sedangkan untuk menjaga
kualitas airnya agar tidak mengandung kuman bakteriologis atau kuman-
kuman pathogen lainnya dapat dilakukan dengan pemberian kaporit secara
teratur. Hasil pencapaian kegiatan kaporisasi sampai akhir tahun 2009 dari
jumlah sarana air bersih yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak
122.707 sarana yang dilakukan perbaikan dengan kaporisasi sebanyak 21.918
sarana (17,86 %) dan secara rinci perKabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 6. 35
Jumlah dan Persentase Perbaikan Kualitas SAB
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JUMLAH
No KAB/KOTA JUMLAH SAB YANG
%
SAB DIKAPORISASI
1 KONAWE 14.230 658 4.62
2 KOLAKA 17.157 60 0.35
3 MUNA 16.627 6.333 38.09
4 BUTON 24.112 9.482 39.32
5 KENDARI 7.484 658 8.79
6 BAU-BAU 11.178 60 0.54
7 KONSEL 10.599 1.641 15.48
8 BOMBANA 2.397 324 13.52
9 KOLUT 3.582 283 7.90
10 WAKATOBI 12.048 1.857 15.41
11 KONUT - - -
12 BUTUR 3.293 562 17.07
TOTAL 122.707 21.918 17.86

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

d. Jenis Sarana
Jumlah sarana air bersih yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara sampai
akhir tahun 2009 sebanyak 122.707 sarana yang terdiri dari sumur gali (SGL)
sebanyak 96.506 sarana (78,65 %), Sumur Pompa Tangan Dangkal/Dalam
(SPT, DK, DLM) sebanyak 4.597 sarana (3,75%), Perlindungan Mata Air
(PMA) sebanyak 3.206 sarana (2,65 %), Penampungan Air Hujan (PAH)

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 128
sebanyak 15.322 sarana (12,49%), PP Non pengolahan sebanyak 3.065
(2,10 % ) dan PDAM sebanyak 11 ( 0,01 %).
Dengan berbagai jenis sarana air bersih yang ada di Propinsi Sulawesi
Tenggara, yang paling banyak di gunakan oleh masyarakat sebagai sumber air
minum adalah jenis sarana air bersih Sumur Gali (SGL) yaitu 78,65 % dari
jumlah sarana yang ada (122.707), jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.36
Jumlah dan Jenis Sarana Air Bersih
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Jenis dan Jumlah Sarana


PP
No Kab/Kota SPT
SGL PMA PAH No PDAM
(DK, DL)
Pengol
1 KONAWE 17.549 220 28 - 1 1
2 KOLAKA 15.897 1.251 8 - 1 1
3 MUNA 8.852 60 98 3.810 1 1
4 BUTON 17.685 43 15 5.641 727 1
5 KENDARI 6.419 2.937 6 2 - 2
6 BAU-BAU 10.723 30 1.894 3.130 - 1
7 KONSEL 10.038 3 51 22 - 1
8 BOMBANA 418 53 16 1 - 1
9 KOLUT 1.604 - 528 2 - 2
10 WAKATOBI 5.927 - 24 2.714 2.335 -
11 KONUT - - - - - -
12 BUTUR 1.394 - 538 - - -
TOTAL 96.506 4.597 3.206 15.322 3.065 11

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Grafik 6. 33
Jenis dan Jumlah Sarana Air Bersih
di Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 129
Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

e. Cakupan Penggunaan Air Bersih


Cakupan penggunaan sarana air bersih di Propinsi Sulawesi Tenggara dari
tahun 2007 (65,43 %) sedangkan pada tahun 2008 (65,56 % ) mengalami
peningkatan 0,13 % dan pada tahun 2009 cakupan penggunaan sarana air
bersih baru mencapai 62,60 % secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah
ini

Tabel 6. 37
Cakupan Penggunaan Sarana Air Bersih
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 s/d 2009

Persentase Cakupan Air Bersih


No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009
1. Konawe 65,99 65,99 65,99
2. Kolaka 76,82 76,82 54,22
3. Muna 52,80 52,80 52,80
4. Buton 66,60 66,60 70,22
5. Kota Kendari 66,4 66,4 66,4
6. Kota Bau-Bau 70,62 70,62 72,90
7. Konawe Selatan 56,53 56,53 56,72
8. Bombana 67,28 67,28 67,28
9. Kolaka Utara 69,00 69,00 69,00
10. Wakatobi 62,21 63,52 59,89
11 Konut 0 0 0

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 130
12 Butur 0 0 55,5
Sultra 65,43 65,56 62,60

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 131
Grafik 6.34
Persentase Cakupan Sarana Air Bersih
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2006 s/d 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

f. Monitoring Keadaan Pokmair (Kelompok Pemakai Air)

Keberadaan kelompok pemakai air (POKMAIR) di masyarakat dibentuk


melalui musyawarah mufakat yang dilakukan oleh masyarakat pengguna air
itu sendiri yang beranggotakan kurang lebih 10 kepala keluarga dengan
struktur organisasinya adalah Ketua, Sekretaris, Bendahara dan anggota-
anggota.
Berdasarkan laporan data dari Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2008 jumlah kelompok pemakai air yang terbentuk
sebanyak 88 kelompok dan yang aktif sebanyak 68 kelompok ( 77,27 % ), jika
dibandingkan dengan tahun 2007 jumlah yang dibentuk sebanyak 181
kelompok dan yang aktif sebanyak 98 kelompok, pada tahun 2009 belum ada
1 kabupaten pun yang melaporkan hasil monitoring kegiatan Pokmairnya,
lebih jelasnya per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 132
Tabel 6.38
Jumlah dan Keadaan Pokmair
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007- 2009

Jumlah Pokmair
No Kabupaten/Kota Th.2007 Th.2008 Th.2009
Terbt Aktif Terbt Aktif Terbt Aktif
1 Konawe 5 5 0 0 0 0
2 Kolaka 0 0 0 0 0 0
3 Muna 0 0 0 0 0 0
4 Buton 0 0 88 68 0 0
5 Kota Kendari 74 74 0 0 0 0
6 Kota Bau-Bau 18 18 0 0 0 0
7 Konsel 3 1 0 0 0 0
8 Bombana 0 0 0 0 0 0
9 Kolaka Utara 81 0 0 0 0 0
10 Wakatobi 0 0 0 0 0 0
11 Konut 0 0 0 0 0 0
12 Butur 0 0 0 0 0 0

Sultra
181 98 88 68 - -

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok pemakai air pada tahun 2007
terdapat 4 Kabupaten yang aktif dari 5 Kabupaten Pokmair yang terbentuk
yaitu kabupaten Konawe, Kota Kendari, Bau-Bau dan Konawe Selatan,
sementara di Kabupaten Kolaka Utara terbentuk 81 pokmair yang yang aktif
tidak ada.
Sedangkan untuk Tahun 2008 hanya 1 Kabupaten yang masih aktif
pokmairnya sesuai dengan laporan yang masuk yaitu Kabupaten Buton
namun di Tahun 2009 tidak dilaporkan lagi keadaan pokmair untuk semua
kabupaten/kota. Jika dilihat dalam bentuk gambar jumlah pokmair Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007 s/d 2009 dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 133
Grafik 6. 35
Jumlah Pokmair
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2007 s/d 2009

3. Pengendalian Vektor

Untuk meningkatkan kondisi lingkungan perumahan dan pemukiman yang


bebas jentik nyamuk dapat dilakukan upaya-upaya pemberantasan sarang
nyamuk dengan melalui gerakan “3 M yaitu Menguras, Menutup dan
Mengubur“ barang-barang bekas yang merupakan tempat bersarangnya
nyamuk.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengendalian vektor di Propinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah rumah yang
terdaftar sebanyak 416.586, yang diperiksa sebanyak 13.261 rumah (3,18 %).
Dari jumlah rumah yang diperiksa tersebut (13.261 rumah) yang dinyatakan bebas
jentik nyamuk penyebab penyakit sebanyak 8.509 rumah (64,17 %).
Persentase rumah bebas jentik yang tertinggi per Kabupaten/Kota adalah
Kab.Muna (78,00 %) sedangkan yang terendah yaitu Kota Bau-Bau (50,09 %),
dan lebih jelasnya rincian per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel 6.31

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 134
Tabel 6. 39
Jumlah dan Persentase Rumah Yang Bebas Jentik
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

No KAB/KOTA JUMLAH
RUMAH RUMAH RUMAH %
YG DIPERIKSA BEBAS
TERDAFTAR JENTIK
1 KONAWE 43.312 100 72 72.00
2 KOLAKA 60.044 1.008 838 83.18
3 MUNA 53.062 70 55 78.57
4 BUTON 50.946 120 101 84.17
5 KENDARI 43.949 1.873 1.199 64.01
6 BAU-BAU 23.631 300 227 75.67
7 KONSEL 60.354 60 46 76.67
8 BOMBANA 28.267 58 47 81.03
9 KOLUT 23.804 1.748 1.446 82.72
10 WAKATOBI 18.396 100 33 33.00
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 11.821 7.824 4.445 56.81
TOTAL 416.586 13.261 8.509 64.17

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Grafik 6.36
Persentase Rumah yang Bebas Jentik
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 135
Grafik 6.37
Perbandingan Rumah Bebas Jentik
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2006 s/d 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

4. Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)

Secara umum tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang
diselenggarakan oleh badan-badan pemerintah, swasta maupun perorangan yang
langsung digunakan oleh masyarakat, mempunyai tempat yang tetap serta
memiliki fasilitas.
Ruang lingkup penyehatan tempat-tempat umum meliputi antara lain :
a. Yang berhubungan dengan sarana
pariwisata, meliputi :
- Hotel/penginapan
- Kolam renang/pemandian umum
- Restoran/rumah makan
- Bioskop/gedung pertunjukan
- Tempat hiburan/tempat rekreasi
b. Yang berhubungan dengan sarana
perhubungan, antara lain :
 Terminal angkutan darat.
 Terminal angkutan laut
 Terminal angkutan udara

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 136
c. Yang berhubungan dengan sarana
sosial/keagamaan, seperti :
 Tempat ibadah (mesjid, gereja, pura, vihara, dll)
 Rumah sakit
 Puskesmas
d. Yang berhubungan dengan sarana
komersial, yaitu :
 Salon kecantikan/pangkas rambut
 Panti pijat
 Pusat perbelanjaan
 Pasar, dll.
Tabel 6. 40
Hasil Pemeriksaan TTU
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009.

JUMLAH
No TTU TTU YANG TTU YG
%
KAB/KOTA YG DIPERIKSA MEMENUHI
TERDAFTAR SYARAT
1 KONAWE 1.061 689 352 51.09
2 KOLAKA 1.190 1.058 699 66.07
3 MUNA 520 458 380 82.97
4 BUTON 846 824 526 63.83
5 KENDARI 417 283 216 76.33
6 BAU-BAU 473 102 102 100
7 KONSEL 1.757 356 98 27.53
8 BOMBANA 453 453 227 50.11
9 KOLUT 206 206 109 52.91
10 WAKATOBI 280 129 129 100
11 KONUT - - - -
12 BUTUR - - - -
TOTAL
7.203 4.558 2.838 62.26

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

5. Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)

Pengawasan tempat pengolahan makanan, sangat penting dilaksanakan agar


masyarakat terhindar dari penularan penyakit melalui makanan dan minuman.
Pengawasan yang dimaksudkan adalah pengawasan sanitasi dasar dan tempat
pengolahan maupun tempat penyimpanan makanan. Pengawasan terhadap

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 137
tempat pengolahan makanan terutama diarahkan pada hotel/restoran, jasa boga,
pengrajin makanan pedagang makanan jajanan, lokasi makanan jajanan, industri
makanan, TPM industri khusus, toko makanan, desa pengrajin dan TPM lainnya.
Hasil pencapaian cakupan dan target kegiatan pengawasan tempat pengolahan
makanan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009,
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. 41
Hasil Pencapaian Cakupan dan Target Pengawasan TPM
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

No KAB/KOTA JUMLAH
TPM TPM YANG TPM YG %
YG DIPERIKSA MEMENUHI
TERDAFTAR SYARAT
1 KONAWE 403 224 166 74.11
2 KOLAKA 648 382 207 54.19
3 MUNA 287 280 155 55.36
4 BUTON 250 414 185 44.69
5 KENDARI 1.112 554 255 46.03
6 BAU-BAU 180 112 98 87.50
7 KONSEL 616 150 60 40.00
8 BOMBANA 238 238 95 39.92
9 KOLUT 76 76 20 26.32
10 WAKATOBI 225 - - -
11 KONUT - - - -
12 BUTUR 119 117 74 63.25
TOTAL 4.424 2.547 1.315 51.63

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Tabel tersebut diatas, terlihat bahwa untuk tempat pengolahan makanan di tingkat
Kabupaten/Kota sudah semakin berkembang, sehingga sangat memerlukan
perhatian khusus dalam hal pengawasannya. Sesuai data yang ada menunjukkan
bahwa di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009, terdapat 4.424 jenis TPM
yang telah terdaftar. Dari 4.424 jenis TPM yang ada (terdaftar), sebanyak 2.547
jenis TPM telah diperiksa dan sebanyak 1.315 jenis TPM dinyatakan memenuhi
syarat kesehatan (51,63 %)

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 138
Grafik 6.38
Persentase Pencapaian Cakupan dan Target Penyehatan TPM
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008 - 2009

6. Pengawasan TP2 Pestisida

Pestisida adalah bahan beracun, disamping berguna bagi manusia untuk


membunuh hama, juga dapat berbahaya bila penggunaannya kurang berhati-hati.
Untuk menjamin peningkatan produksi pangan, maka penggunaan pestisida
merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pengendalian hama
terpadu. Sebaliknya, meskipun pestisida mempunyai banyak keunggulan, namun
dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan manusia,
ternak, biota laut maupun terhadap lingkungan hidup. Untuk menghindari berbagai
akibat (dampak negatif) yang ditimbulkan dari pengelolaan pestisida, maka
pembinaan dan pengawasan terhadap pestisida sangatlah penting untuk
menjamin agar pengamanan pestisida berjalan benar sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Program pengawasan pestisida bertujuan menciptakan mutu lingkungan hidup
yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang optimal bebas dari
pengaruh buruk atas pengelolaan pestisida dengan melalui upaya, :
 Pencegahan timbulnya pencemaran dan peracunan oleh pestisida;
 Pengendalian (penanggulangan) pencemaran dan keracunan oleh pestisida.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 139
Tabel 6.42
Pengawasan Tempat Pengelolaan dan Penyimpanan (TP2) Pestisida
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

JUMLAH
TP2 TPM YANG TP2 YG
No KAB/KOTA %
PESTISIDA PESTISIDA MEMENUHI
TERDAFTAR DIPERIKSA SYARAT KES
1 KONAWE 161 65 46 70.77
2 KOLAKA 90 84 59 70.24
3 MUNA 25 25 15 60.00
4 BUTON 37 32 10 31.25
5 KENDARI - - - -
6 BAU-BAU - - - -
7 KONSEL 64 23 7 30.43
8 BOMBANA 152 98 37 37.76
9 KOLUT 38 38 10 26.32
10 WAKATOBI - - - -
11 KONUT - - - -
12 BUTUR - - - -
TOTAL 567 365 184 50.41

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

7. Program Kabupaten/Kota Sehat

Program Kabupaten/Kota sehat merupakan strategi di era desentralisasi


untuk mendorong potensi masyarakat dan dunia usaha di perkotaan dan wilayah
kabupaten dalam meningkatkan kualitas lingkungan wilayahnya, sehingga mampu
mengatasi berbagai masalah lingkungan spesifik yang ada di kota dan kabupaten.

Tujuan dari program kabupaten/kota sehat adalah tercapainya suatu


kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk di huni dan
bekerja bagi warganya dengan terlaksananya pembangunan di berbagai bidang.
Program kabupaten/kota sehat akan terwujud apabila ada keinginan,
komitmen dan kemampuan para pengambil kebijakan di lingkungan pemerintah
kabupaten/kota, sektor terkait dan masyarakat untuk menjadikan kabupaten/kota
sehat sebagai agenda prioritas pembangunan di daerah. Adanya Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 140
33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
memungkinkan daerah untuk melakukan inovasi dalam menentukan arah
kebijakan pembangunannya.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara program kabupaten/kota sehat diarahkan
untuk melaksanakan sosialisasi di semua Kabupaten/Kota yang ada. Namun oleh
karena keterbatasan dana, maka pada tahun 2007 program kabupaten/kota sehat
baru dilaksanakan di 4 (empat) lokasi, yaitu di Kab. Bombana, Kab. Buton,
Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kolaka Utara, sedangkan pada tahun 2008
dan tahun 2009 untuk kegiatan sosialisai kab/kota sehat tidak ada karena dana
tidak tersedia.

8. Pengawasan Kesehatan Lingkungan Kerja


Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat. Dan derajat kesehatan masyarakat ini merupakan kontributor penting
bagi kualitas sumber daya manusia yang juga erat kaitannya dengan produktifitas
kerja. Dalam konteks ini maka produktifitas kerja akan meningkat bila didukung
lingkungan yang bersih dan sehat. Agar bisa mendukung secara optimal
peningkatan produktifitas kerja, maka semua jenis lingkungan baik itu lingkungan
tempat tinggal, lingkungan umum maupun lingkungan kerja itu sendiri hendaklah
sesuai dengan kategori lingkungan yang bersih dan sehat.
Pada tahun 2008, di Provinsi Sulawesi Tenggara kegiatan program
pengawasan kesehatan lingkungan kerja meskipun tidak mendapat alokasi dana
baik dari APBN maupun APBD, akan tetapi kegiatan pengawasan tetap
dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan untuk tetap memantau tingkat perkembangan
dan faktor-faktor yang ditimbulkannya, agar kondisi kesehatan lingkungan tempat
kerja yang kurang mendukung dapat dikendalikan dengan demikian diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas yang tinggi.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 8 (delapan) kabupaten dan 2 (kota)
kota yang ada, hanya 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota yang melaporkan.
Berdasarkan data yang ada, lingkungan tempat kerja yang berhasil di daftar
tercatat sebanyak 2.648 jenis. Dan dari 2.648 jenis sebanyak 1.798 jenis telah
diperiksa dan sebanyak 1.114 jenis dinyatakan telah memenuhi syarat kesehatan,
dengan tingkat pencapaian cakupan sebesar 68 % dan pencapaian target sebesar
62 %. Pada tahun 2007, jumlah kesehatan lingkungan kerja yang terdaftar
sebanyak 1479, jumlah diperiksa sebanyak 964 dan memenuhi syarat kesehatan
Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 141
sebanyak 536, dengan persentase pencapaian cakupan pengawasan sebesar
65,18 % dan pencapaian target sebesar 55,60 %.
Pada tahun 2008, jumlah sarana, pencapaian cakupan maupun target
mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2007 jumlah sarana tercatat
sebanyak 1.479 jenis, sedangkan pada tahun 2008 turun sebesar 1.114 jenis,
dengan demikian mengalami penurunan jumlah sebesar 365 jenis atau sebesar
2.82%. Cakupan pengawasan dari 1.479 jenis menjadi 1.114 jenis (turun
sebanyak 365 jenis atau sebesar 2.82 %), Jumlah sarana, persentase cakupan
dan maupun target pengawasan kesehatan lingkungan kerja di Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2008, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. 43
Cakupan Pengawasan Kesehatan Lingkungan Kerja
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

PENGAWASAN KESEHATAN LINGK.


KERJA
No KAB/KOTA %
MEMENUHI
TERDAFTAR DIPERIKSA
SYARAT
1 KONAWE 57 46 31 67.39
2 KOLAKA 670 581 336 57.83
3 MUNA 373 351 205 58.40
4 BUTON 424 389 210 53.98
5 KENDARI - - - -
6 BAU-BAU 87 87 60 68.97
7 KONSEL 443 61 13 21.31
8 BOMBANA - - - -
9 KOLUT 113 111 68 61.26
10 WAKATOBI 55 55 40 72.73
11 KONUT - - -
12 BUTUR - - -
TOTAL 2.222 1.681 963 57.29

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

9. Monitoring Pemaparan Darah


Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat keracunan
pestisida pada manusia adalah menurunnya aktifitas cholinesterase darah dalam
tubuh. Cholinesterase darah merupakan suatu enzym yang berperan dalam
kestabilan tubuh untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dalam sel-sel

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 142
syaraf bekerja secara harmonis. Bila aktifitas cholinesterase darah menurun
sampai pada tingkat tertentu, akan mengakibatkan fungsi jaringan tubuh tersebut
akan terganggu. Hal tersebut erat kaitannya dengan keracunan pestisida dari
gelongan organofosfat dan karbonat, yang pada umumnya digunakan oleh petani
dalam menyemprot hama tanaman.
Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petani yang
ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, maka pada tahun 2007 dilaksanakan
pengambilan dan pemeriksaan aktifitas cholinesterase darah para petani di 6
(enam) Kabupaten masing-masing Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe
Selatan, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna dan
Kabupaten Buton.

Pengalokasian tempat pengambilan dan pemeriksaan aktifitas cholinesterase


darah tersebut, diarahkan kepada wilayah/areal pengembangan pertanian seperti
tanaman pangan dan coklat.
Untuk lebih jelasnya hasil pelaksanaan pengambilan dan pemeriksaan aktifitas
cholinesterase darah para petani di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2007,
dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6. 44
Hasil Pemeriksaan Aktifitas Cholinesterase Darah Petani
di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2009

Sumber : Laporan Tahunan Program Lingkungan Sehat Tahun 2009

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 143
Dengan melihat tabel tersebut diatas, dengan tingkat keracunan yang sedemikian,
maka sudah perlu mengkomunikasikan resiko baik terhadap petani maupun pada
masyarakat yang menggunakan pestisida tentang efek yang dapat ditimbulkan,
termasuk perilaku serta kelengkapan pakaian kerja.

10. Pengawasan Depot Air Minum

Depot Air Minum merupakan usaha berskala kecil dan produksi yang
sudah berkembang dengan pesat, hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat
untuk mengkonsumsi air minum siap pakai semakin besar. Disatu sisi dalam
penyediaan air minum terutama pada masyarakat perkotaan, memiliki potensi
sebagai media penularan penyakit dan keracunan.

Dari berbagai studi dan uji petik yang dilakukan oleh beberapa institusi
terhadap kualitas air pada berbagai Depot Air Minum, ditemukan bahwa masih
ada Depot Air Minum yang belum memenuhi standar kesehatan sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat–syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan
hal tersebut diatas antara lain adalah kurangnya pengetahuan dan acuan bagi
pemilik/operator depot serta masyarakat dalam meningkatkan Kondisi Hygiene
Sanitasi dalam usaha kegiatan Depot Air Minum.
Dalam rangka terselenggaranya upaya hygiene sanitasi depot air minum
yang sehat bagi masyarakat diperlukan sosialisasi kepada masyarakat,
melakukan pembinaan dan pengawasan DAM. Untuk data Pengawasan Hygiene
Depot Air Minum di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009, baru didapatkan data
Depot Air Minum dari Kab. Kolaka sebanyak 26 buah, yang memenuhi syarat
kesehatan 19 buah (73 %), tidak memenuhi syarat kesehatan 7 buah (26 %).
Kemudian Kota Kendari sebanyak 61 buah (100 %) memenuhi syarat kesehatan.
Sedangkan untuk Kab/Kota lainnya belum ada laporannya. Hal ini disebabkan
karena terbatasnya dana.

Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra Tahun 2009 144

Anda mungkin juga menyukai