Makalahf 2
Makalahf 2
MAKALAH
DISUSUN OLEH
BANYUWANGI
1
TAHUN 2019
BAB I. PENDAHULUAN
1
2
.
7
2.4.1. Pendapatan
Pendapatan merupakan indikator yang paling sering digunakan sebagai
tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Pendapatan
per kapita itu sendiri merupakan indikator atas kinerjaperekonomian secara
keseluruhan. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter atas setiap
kegiatan ekonomi penduduk suatu negara. Salah satu kelemahan mendasar dari
pendapatan sebagai sebuah indikator pembangunan terletak pada
17
mencurahkan jam kerja dalam produksi usaha. Hal itu akan membuat tingkat
konsumsi rumah tangga meningkat karena mereka mampu meningkatkan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan barang – barang rumah tangga
(Chayanov, 1991). Bila kepuasan tersebut terus meningkat, maka rumah tangga
dapat dikatakan telah tercukupi kondisi sosialnya yaitu kesejahteraan.Dengan
demikian rumah tangga dapat disebut sebagai rumah tangga yang mampu lepas
dari kemiskinan melalui pendapatannya (Barnum dan Squire, 1979). Tingkat
kemiskinan yang dapat ditekan juga akan memberikan dampak positif akan
motivasi masyarakat melakukan migrasi. Sebab telah begitu banyak masyarakat
yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya atau yang sering disebut dalam
masyarakat miskin karena beberapa hal berikut:
a. ukuran angkatan kerja keluarga yang terus bertambah akibat pertambahan
jumlah penduduk;
b. harga output usaha/produksi berfluktuatif karena meningkatnya produk
subtitusi dengan harga yang kebih rendah;
c. penggunaan teknologi dalam produksi menekan biaya produksi sehingga
memaksa produsen mengurangi jasa tenaga kerja;
d. tingkat upah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga.
bawahnya adalah 229 kematian per 1.000 kelahiran (tingkat kematian bayi
tertinggi, di Gabon).
hidup, tingkat melek huruf, dan pendapatan riil per kapita berdasarkan paritas
daya beli.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit
tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan
manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusiayang dinilai
mampu mencerminkan status kemampuan dasar penduduk. BPS (2016)
menyebutkan bahwa IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup,
diukur dengan harapan hidup saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan
kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk usia 15 tahun ke atas (dengan
bobot dua pertiga) dan rata-rata lamanya sekolah (dengan bobot sepertiga); dan
tingkat kehidupan layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan Purchasing Power Parity (PPP rupiah).
a. Lamanya Hidup/ Angka Harapan Hidup
Pembangunan manusia harus lebih mengupayakan agar penduduk dapat
mencapai “usia hidup” yang panjang dan sehat. Sebenarnya banyak indicator
yang dapat digunakan untuk mengukur usia hidup tetapi dengan
mempetimbangkan ketersediaan data secara global. Usia hidup diukur dengan
indicator harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa
dinotasikan dengan e0. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi
yang baik maka e0 dihitung dengan metode tidak langsung. Merode ini
menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan
hidup (live-births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per
wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan.
b. Tingkat Pendidikan
Selain usia hidup, pengetahuan juga diakui secara luas sebagai unsure
mendasar dari pembangunan manusia. Seperti halnya UNDP komponen IPM
tingkat pendidikan diukur dengan dua indikator yaitu angka melek huruf
(literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean-years of schooling). Angka
melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa
membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah
penduduk usia 15 tahun atau lebih. Indicator ini diberi bobot dua pertiga.
23
6.95 7.24
6.38 6.71
5.91 6.01 5.6 5.7
5.38
6.95 7.24
6.71
5.91 6.01 5.7
5.38 5.6
peningkatan dari sisi jumlah yang diterima. Hal ini disebabkan, perkembangan
sektor yang terus mengalami pertumbuhan membawa dampa bagi perekonomian
sektor lain, dampak yang dapat dilihat dari adanya kontribusi sektor dalam
menyumbang besaran PDRB secara keseluruhan. Sektor pertanian serta sektor
pertambangan dan penggalian mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga
tahun 2018. Sektor pertanian mengalami penurunan yang diakibatkan karena
sektor ini tergantung dari ketersediaan luas lahan pertanian yang semakin
menurun luasnya, hal ini diakibatkan karena adanya alih fungsi lahan pertanian
yang berubah menjadi kawasan industri, pemukiman penduduk dan sebagainya.
Selain itu, dalam perekonomian daerah juga dilihat dari inflasi dan indek daya
beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Inflasi di Kabupaten Banyuwangi
kembali berhasil mencetak angka terendah se-Jawa Timur seperti Gambar 3.3.
Inflasi Banyuwangi ini juga di bawah rata-rata nasional yang sebesar 3.13% pada
periode yang sama.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut, Kabupaten Banyuwangi memiliki
potensi-potensi alam yang dapat diolah dan dikembangkan, dengan demikian
Kabupaten Banyuwangi akan menjadi kabupaten yang memiliki sektor unggulan,
seperti perkebunan dan perikanan. Meskipun demikian sektor-sektor lain patut
dilirik seperti sektor pariwisata yang akhir-akhir ini sering dipromosikan oleh
pemerintah dengan program-programnya sehingga pertumbuhan ekomomi yang
ada di Kabupaten Banyuwangi mulai meningkat pesat. Selain sektor pariwisata
yang menjadi seltor unggulan terbaru, terdapat dampak yang ditimbulkan dari
adanya trend promosi pariwisata ini. Pariwisata di Banyuwangi berkembang mulai
dari pariwisata religi, alam, pendidikan, budaya, kuliner. Tempat wisata di
Banyuwangi banyak menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Tempat-tempat wisata yang saat ini banyak diminati oleh wisatawan lokal
maupun mancanegara adalah segitiga berlian yakni kawah Ijen, Plengkung, dan
Sukomade.
Tabel 3.2 Komponen Pendapat Asli Daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 -
2016 (Miliar Rupiah)
Tabel 3.4 Indeks IPM Seluruh Kecamatan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016
Indeks- Indeks Indeks
No Kecamatan IPM
Kesehatan Pendidikan PPP
1 Pesanggaran 73,55 69,71 58,27 67,18
2 Siliragung 70,22 78,02 53,66 67,3
3 Bangorejo 72,63 77,2 63,45 71,1
4 Purwoharjo 72,23 80,56 62,06 71,62
5 Tegaldlimo 70,82 77,98 63,53 70,77
6 Muncar 67,72 75,15 67,57 70,15
7 Cluring 75,27 73,89 65,84 71,67
8 Gambiran 74,83 78,57 67,27 73,56
9 Tegalsari 75,9 71,04 65,04 70,66
10 Glenmore 66,88 69,6 66,26 67,58
11 Kalibaru 73,97 69,5 56,78 66,75
12 Genteng 76,18 78,88 74,21 76,42
13 Srono 72,08 78,47 66,72 72,42
14 Rogojampi 66,98 72,82 72,47 70,76
15 Kabat 61,78 70,94 61,32 64,68
16 Singojuruh 72,02 70,46 58,35 66,94
17 Sempu 67,38 72,67 60,8 66,95
18 Songgon 72,83 67,19 61,13 67,05
19 Glagah 75,8 66,04 64,56 68,8
20 Licin 75,8 65,18 57,37 66,12
21 Banyuwangi 85,53 80,78 75,2 80,5
22 Giri 73,98 78,52 69,39 73,97
23 Kalipuro 62,53 77,81 66,4 68,92
24. Wongsorejo 69,37 65,63 64 66,33
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2016
Tabel 3.4 menjelaskan tingkat kemiskinan yang diukur dengan IPM di
seluruh Kecamatan di Banyuwangi. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan
bahwa tingkat IPM Kabupaten Banyuwangi rata-rata masih di bawah standar IPM
tahun 2016 sebesar 70,00. Rata-Rata IPM bBanyuwangi masih berkisar 69,64.
Upaya pembangunan dalam pengentasan kemiskinan perlu dilakukan lebih
optimal.
Kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi masih merupakan permasalahan
yang harus di atasi oleh pemerintah. Hal itu dikarenakan taraf kemiskinan masih
tergolong tinggi seperti tambap pada Tabel 3.5.
36
GK Penduduk P0 P1 P2
Tahun Rp./kap/bln Miskin % % %
(000)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf diperoleh bahwa
Kecamatan Glagah, Bangorejo dan Benculuk merupakan wilayah yang paling
tertinggal pendidikannya. Sedang wilayah yang paling berhasil di bidang
37
No Keterangan Tahun
1 APK (%) 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
- SD/MI/Paket A 102,91 104,93 109,02 103,60 104 107,28 103,33
4 Angka Melek Huruf (%) 88,08 88,44 94,99 91,36 92 99,3 99,31
Sumber : Bapedda Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2018
Tabel 3.6 dijelaskan bahwa tingkat pendidikan dilihat dari APK, APM dan
HLS sebagai berikut.
1. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Tabel 3.5 menjelaskan bahwa nilai APK bisa lebih dari 100%. Hal ini
disebabkan karena jumlah murid yang bersekolah pada jenjang pendidikan
tertentu mencakup anak berusia di luar batas usia sekolah pada jenjang
39
Tahun (%)
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal berikut.
a. Perkembangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi mengelami
pertumbuhan yang meningkat secara fluktuatif sehingga laju perekonomian
Kabupaten Banyuwangi semakin berkembang dan maju.
b. Pembangunan ekonomi sendiri berkaitan dengan rata tidaknya kesejahteraan
masyarakat yang berada pada negara tersebut. Bukan itu saja dengan adanya
pembangunan ekonomi diharapkan dapat menaikkan taraf kehidupan dalam
suatu negara, diantaranya mulai dari pendapatan, pendidikan, teknologi,
kesempatan kerja, dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat diketahui tingkat
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dengan berkembangnya
taraf hidup masyarakatnya dan berbagai hal yang disebutkan sebelumnya.
Secara keseluruhan kualitas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatkan yang signifikan sehingga
perlu dilakukan pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan
kesejahterana masyarakat.
4.2 Saran
45
Saran yang dapat diajukan dalam penulisna makalah ini antara lain:
a. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bersama stakeholder terkait harus terus
menjaga trend positif pertumbuhan ekonominya, dengan cara
mempertahankan sektor unggulan dengan mengembangkan potensi dalam
bentuk UMKM agar dapat memacu kontribusi dan pertumbuhan sektornya
terhadap PDRB.
b. Meningkatkan iklim investasi yang telah berjalan di Kabupaten
Banyuwangi agar dapat menciptakan multiplier effect khususnya dalam
membuka lapangan kerja dan peluang usaha demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
c. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tetap terus melakukan penguatan
kebijakan yang berorientasi jangka panjang, yang mengedepankan insentif
bagi investasi lokal seperti yang selama ini dilakukan, sehingga apabila
dilihat dari kebijakan fiskalnya akan menciptakan keunggulan komparatif
daerah untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Peningkatan sektor yang
mendominasi perekonomian hendaknya ditingkatkan supaya mendukung
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi.
d. Dalam rangka menghadapi otonomi daerah khususnya disarankan agar terus
memperkuat paradigma berorientasi jangka panjang yaitu peningkatan PAD
melalui peningkatan PDRB, bukan melalui perbanyakan Perda yang sering
kontra produktif bagi dunia usaha
46
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Iwan Jaya, 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di.
Indonesia. LPFE-UI. Jakarta
Chayanov, A.V. 1991 Sustainable Rural Livelihood: Practical. Concepts for 21st
Century, IDS Discussion Paper 296 : IDS
Lodhi¸A. Haroon Akram. 1997. The Unitary Model of The Peasant Household: an
Obituary?. Eeonomic Issues, vol. 2, Part 1 March 1997.
UNDP. 1990. Human Development Report 1990. Oxford University Press. New
York
Situs Website
banyuwangikab.go.id
48