Disusun Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
Pernahkah Anda mendengar istilah “etika”? Kalaupun Anda pernah
mendengar istilah tersebut, tahukah Anda apa artinya? Istilah “etika” berasal dari
bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara
etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan
moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria
baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai
pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk
dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan
prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika
(Sastrapratedja, 2002: 81).1
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai jaran moral (Suseno,
1987).
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahasa prinsip-prinsi itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseni, 1987). Etika
khusu dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas kewajiban manusia
1
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Pendidikan Pancasila
Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016.
3
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupkan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.2
2
https://www.academia.edu/17078782/Pancasila_Sebagai_Nilai_Dasar_dan_Sistem_Etika_Negara_Indonesia
4
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya,
sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur
yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma
dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan
untuk dipatuhi karena adanya sanksi.3
C. Etika Pancasila
Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika, tercermin dalam sila-silanya,
yaitu sebagai berikut.
Sila Pertama: menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai
kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing-masing,
serta menjadikan ajaran-ajarannya sebagai panutan untuk menuntun maupun
mengarahkan jalan hidupnya
Sila Kedua: menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi
(persona) “utuh sebagai manusia”, manusia sebagai subjek pendukung,
penyangga, pengembun serta pengelola hak-hak dasar kodrati, merupakan
suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.
Sila Ketiga: bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi-
segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat
“Bhinneka Tunggal Ika”, yaitu bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam
persatuan.
Sila Keempat: kebebasan, kemerdekaan, kebersamaan, dimiliki dan
dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan
secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan.
Sila Kelima: membina dan mengembangkan masyarakatyang berkeadilan
social yang mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity)
bagi setiap orang atau setiap warga negara.4
3
Achmad Muchji, Et al, Pendidikan Pancasila, Jakarta : Universitas Gunadarma, 2007
4
Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila, Bogor : Ghalia Indonesia, 2015
5
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun,
diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut
agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos. Misalnya, korupsi
terjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang yang memerlukan
bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar. Si pejabat menerima hadiah
tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah. Demikian pula
halnya dengan masyarakat yang menerima sesuatu dalam konteks politik
sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk suap.
D. Etika Pancasila dalam film “Kisah Sepotong Kue”
Dalam Film tersebut yang paling menonjol dalam pancasila adalah pada
sila ke dua, yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradap” karena di setiap saat
dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku
kita, dalam film tersebut menjelaskan bahwa cinta kasih akan menciptakan
hubungan erat antar sesama dan tindakan sederhana seperti sebuah kepedulian,
akan menciptakan gelombang kecil yang tak berujung yang datang kembali
kepada kita.
E. Pancasila Sebagai Solusi Penyelesaian Masalah Bangsa
Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan
Lingkungan, Dekadensi moral. Situasi negara Indonesia saat ini begitu
memprihatinkan. Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk
krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam,
pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya,
sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini, baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yangnotabene badan-badan inilah yang
seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi
beritaberita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat
untuk menjalankan mesin pembangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat
penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua
masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan
bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga
6
dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh
mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar,
warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang
bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik
akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka
menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin
ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari
luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang
memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini
terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara
masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah
moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun,
moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan
sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat
kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral
sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi
dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali
hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun
tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa
moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun
sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai
manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan
saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi
moralitas social, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas
individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk
dapat terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada
lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang
7
bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau
diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan
terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya,
seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan
dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung
makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja
agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan
ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama,
bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh
suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna
bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata
hukum, karena Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk
Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai
dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh
penduduk yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini
merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat
istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa
Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap
8
pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah
untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan saja yang
pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya
mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan
tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
5. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung
maksud bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan
penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini
kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati
dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh
rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan
bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada
potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat,
sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak
hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam
pendidikan.
5
http://segallaada.blogspot.com/2015/04/etika-pancasila.html?m=1
9
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Dalam kajian etika, dikena adal tiga
teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran
memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan
diakatakan baik atau buruk.
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila
tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis.
Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan
suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Pancasila memberikan
dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Saran
1. Etika yang terdapat dalam Pancasila harus senantiasa di terapkan dalam
bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud
perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan
kesatuan antar warga Indonesia.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/17078782/Pancasila_Sebagai_Nilai_Dasar_dan_Sistem_Etik
a_Negara_Indonesia diakses pada Maret 2019 pukul
http://segallaada.blogspot.com/2015/04/etika-pancasila.html?m=1) diakses pada 10
Maret 2019 pukul 19.04
11