Anda di halaman 1dari 30

2.

Macam-macam anti platelet dan anti koagulan dan mekanisme kerjanya

NO Nama obat Golongan Obat Indikasi Mekanisme Kerja


Menghambat sintesis
Menurunkan resiko TIA
tromboksan A, dari asam
atau stroke berulang
Inhibitor arakidonat dalam trombosit
pada penderita yang
1 Aspirin Siklooksigenas oleh asetilasi ireversibel
pernah menderita iskemi
e(Antiplatelet) dan inhibisi
otak yang diakibatkan
siklooksigenase
embolus.

Menghalangi ikatan antara


platelet dengan fibrinogen
yang diinduksi oleh ADP
(Adenosin Di Pospat)
Mengurangi resiko
secara irreversibel, serta
stroke trombotik pada
menghalangi interaksi
penderita yang pemah
Inhibitor antara platelet yang
mengalami prekursor
Adenosin mengikutinya. Proses ini
2 Tiklopidin stroke atau pemah
Diphosphat menyebabkan
mengalami stroke
(Antiplatelet) penghambatan pada
merupakan pilihan bila
agregasi platelet dan
terjadi intoleransi
pelepasan isi granul
terhadap aspirin.
platelet.

Meningkatkan kadar Meningkatkan kadar


cAMP intraselular cAMP intraselular dengan
dengan menghambat menghambat fosfodieterase
fosfodieterase nukleotida siklik. Hal ini
nukleotida siklik. Hal ini menghambat sintesis
menghambat sintesis tromboksan A2 dan dapat
tromboksan A2 dan memperkuat efek
3 Dipiridamol Antiplatelet
dapat memperkuat efek prostasiklin (PGI2) untuk
prostasiklin (PGI2) melawan perlengketan
untuk melawan trombosit dan karenanya
perlengketan trombosit menurunkan perlengketan
dan karenanya trombosit pada permukaan
menurunkan trombogenik.
perlengketan trombosit
pada permukaan
trombogenik.
Bekerja secara selektif
menghambat ikatan
Adenosine Di-Phosphate
Untuk menurunkan
(ADP) pada reseptor ADP
aterotrombosis yang
di platelet,yang sekaligus
menyertai : Serangan
dapat menghambat aktivasi
4 Clopidogrel Antiplatelet infark miokard,
kompleks glikoprotein
serangan stroke atau
GPIIb/IIIa yang dimedias
penyakit pembuluh
ioleh ADP, yang dapat
darah perifer.
menimbulkan
penghambatan terhadap
agregasi platelet.
Menghambat agregasi
platelet, memiliki efek
vasodilator yang
menghambat proliferasi
dari otot polos vascular Menghambat
dan melindungi dinding phospodiesterase 3,
vascular serta meningkatkan konsentrasi
4 Cilostazol Antiplatelet
endothelium, cAMP dan akibatnya
menghambat adalah menghambat
lipopolisakarida yang agregasi trombosit
dapat menginduksi
apoptosis pada sel
endhotelium
(neuroproteksi)
Heparin adalah Mekanisme kerja heparin
anticoagulant dengan mengikat
(pengencer darah) yang antitrombin III membentuk
digunakan untuk kompleks yang yang
mencegah pembentukan berafinitas lebih besar dari
gumpalan darah, juga antitrombin III sendiri,
5 Heparin Antikoagulan
digunakan sebelum terhadap beberapa faktor
dilakukannya operasi pembekuan darah aktif,
untuk mengurangi terutama trombin dan
resiko terjadinya faktor Xa. Oleh karena itu
gumpalan darah. heparin mempercepat
Heparin bekerja dengan inaktivasi faktor
cara menutup reaksi pembekuan darah.
dalam tubuh yang
mengarah pada
terbentuknya gumpalan
darah

2. Macam-macam gangguan gerak:

a. Sindrom hiperkinetik-hipotonik :
- asetilkolin turun, dopamine meningkat.
- Tonus menurun dan gerak involunter/reguler
Contoh : Chorea, atetosis, distonia dan balismus

b. Sindrom hipokinetik-hipertonik :
- asetilkolin meningkat, dopamine turun,
- Tonus otot meningkat, Gerak involunter spontan
contoh : Parkinson

Klasifikasi Berdasarkan Gejala:

a. Gejala negative dapat berupa :

1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini
merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Ganguuan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada
penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena
penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita
akan terjatuh bila berputar dan didorong.

b. Gejala positif dapat berupa :

1) Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
2) Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas
secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai
gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead
pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel.
Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative seperti tremor
dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih didominasi oleh gejala
positif, yaitu : chorea.

Klasifikasi Berdasarkan letak lesi:


a. Lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson)

b. Lesi pada bagian luar dari putamen (atetosis)

c. Lesi di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian


kecil (korea)

d. Lesi di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus


(dystonia)

3. Macam-macam Afasia :
 Global Afasia
adalah afasia yang melibatkan semua aspek bahasa dan mengganggu
komunikasi lisan. Penderita tidak dapat berbicara secara spontan atau
melakukannya dengan susah payah, menghasilkan tidak lebih dari fragmen
perkataan. Pemahaman ucapan biasanya tidak ada; atau hanya bisa mengenali
beberapa kata, termasuk nama mereka sendiri dan kemampuan untuk
mengulang prkataan yang sama adalah nyata terganggu. Penderita mengalami
kesulitan menamakan benda, membaca, menulis, dan menyalin kata kata.
Bahasa otomatisme (pengulangan omong kosong) adalah karakteristik utama.
Distribusi lesi terletak di seluruh arteri serebri, termasuk area Wernicke dan
Broca.

 Broca’s afasia (juga disebut anterior, motorik, atau afasia ekspresif)


ditandai dengan tidak adanya gangguan spontan berbicara, sedangkan
pemahaman hanya sedikit terganggu. Pasien dapat berbicara dengan susah
payah, memproduksi kata kata yang goyah dan tidak lancar. Penamaan,
pengulangan, membaca dengan suara keras, dan menulis juga terganggu.
Daerah lesi adalah di area Broca; mungkin disebabkan infark dalam distribusi
arteri prerolandic (arteri dari sulkus prasentralis).

 Afasia Wernicke (juga disebut posterior, sensorik, atau reseptif aphasia)


ditandai dengan penurunan pemahaman yang kronik. Bicara tetap lancar dan
normal mondar-mandir, tetapi kata kata penderita tidak bisa dimengerti (kata
salad, jargon aphasia). Penamaan, pengulangan kata-kata yang di dengar,
membaca, dan menulis juga nyata terganggu. Area lesi ialah Area Wernicke
(area 22). Mungkin disebabkan oleh infark dalam distribusi arteri temporalis
posterior.

 Afasia transkortikal.
Kata-kata yang didengar penderita dapat diulang, tapi fungsi linguistik
lainnya terganggu: tidak bisa bicara secara spontan untuk penderita
transkortikal motor afasia (sindrom mirip dengan Broca afasia), tidak
mempunyai pemahaman bahasa bagi penderita transkortikal afasia sensorik
(sindrom mirip dengan Wernicke afasia). Area lesi transkortikol motorik
terletak di kiri lobus frontal berbatasan dengan area Broca manakala lesi
transkortikol sensorik terletak di temporo-oksipital berhampiran Area
Wernicke.

 Amnestik (anomik) afasia.


Jenis afasia yang ditandai dengan gangguan penamaan dan mencari
perkataan. Bicara masih spontan dan fasih tapi sulit untuk menemukan kata
dan mencipta ayat. Kemampuan untuk mengulang, memahami, dan menulis
kata-kata pada dasarnya normal. Daerah lesinya di korteks temporoparietal
atau di substansia nigra.

 Afasia konduksi. Pengulangan sangat terganggu; fasih, bicara spontan


terganggu oleh jeda untuk mencari kata-kata. Pemahaman bahasa hanya
sedikit terganggu. Daerah lesi ialah fasikulus arkuata.
 Afasia subkortikal. Jenis aphasia yang mirip dengan yang dijelaskan dapat
diproduksi oleh subkortikal lesi pada berbagai situs (thalamus, kapsul internal
striatum anterior).
4. Gawat darurat Neurologi adalah :
Suatu keadaan dibidang neurologi yang memerlukan tindakan pengobatan
segera, dan bila tidak dilakukan dapat mengakibatkan kerusakan lebih
berat bahkan menyebabkan kematian.
Jenis kegawatdaruratan neurologi yaitu:
1. Perubahan status mental (koma)
2. Nyeri Kepala
3. Cerebrovascular accident= Stroke/ Brain Attack
4. Vertigo
5. Status Epileptikus
6. Krisis Miastenia
7. Multiple Sklerosis
8. Periodik paralisis

Keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat


dan petugas kesehatan, bahwa stroke merupakan keadaan gawat darurat;
seperti infark miokard akut atau trauma. Filosopi yang harus dipegang
adalah time is brain dan the golden hour. Dengan adanya kesamaan
pemahaman bahwa stroke dan TIA merupakan suatu medical emergency
maka akan berperan sekali dalam menyelamatkan hidup dan mencegah
kecacatan jangka panjang.

Stroke akut harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa, maka perlu program secara terorganisir untuk mempercepat perawatan
dan meningkatkan jumlah pasien yang dapat dilakukan perawatan dengan
tepat. Evaluasi segera akan dapat menentukan apakah pasien dapat diobati
dengan program intravena rtPA. Sebuah pilihan terapi trombolitik yang
diberikan sebelum onset 3 jam serangan, perlunya pengawasan yang ketat
dan cermat karena resiko yang ditimbulkan dapatlah sangat besar. Prinsip
BLS (basic life support) dalam perawatan segera kasus stroke dengan koma
dengan melindungi jalan nafas, menjaga adekuatnya pernafasan dan
oksigenasi, menjaga sirkulasi terutama tekanan darah yang tinggi
menurunkannya harus hatihati.

Stroke merupakan kondisi kegawatdaruratan yang harus segera diatasi dalam


kurun waktu 4,5 jam. Apabila melebihi waktu tersebut pasien stroke akan
menderita kecacatan bahkan kematian. Penatalaksanaan stroke bertujuan
untuk memperlancar aliran darah yang menyumbat di otak. Tabel 1
merupakan rekomendasi evaluasi kegawatdaruratan stroke oleh Advanced
Cardiac Life Support (ACLS) dan National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS).
Stroke merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada manusia
dan mengeluarkan dana kesehatan yang cukup besar bagi setiap negara.
Pengobatan menggunakan aktivator jaringan plasminogen terbukti
meningkatkan angka kehidupan pasien kegawatdaruratan stroke apabila
diberikan dalam waktu 4-5 jam.19 Selain faktor pemberian aktivator
jaringan plasminogen dalam kurun waktu 4-5 jam, faktor yang lain yang
juga sangat penting adalah menghubungi pelayanan medis gawat darurat
atau ambulance. 20Meskipun telah tersedianya penatalaksanaan pasien
stroke, seseorang yang terkena gejala stroke seringkali keluarga pasien
terlambat menghubungi pelayanan medis berupa ambulance atau
menghubungi dokter spesialis, sehingga hal ini menjadi faktor yang
memperburuk keadaan pasien dengan gejala stroke

5. Tugas Neuroinfeksi
Meningitis adalah: Inflamasi pada membran arachnoid, piameter dan CSF
(Cerebrospinal Fluid). Proses inflamasi meluas di seluruh ruang
subarachnoid sekitar otak dan batang otak dan melibatkan berbagai
ventrikel.
Klasifikasi berdasarkan perubahan pada LCS
• Meningitis serosa  LCS jernih
• Penyebab : M.tuberculosis, virus (Mumpsvirus, Echovirus,
dan Coxsackie virus), toxoplasma gondhii, ricketsia
• Meningitis purulenta  LCS keruh
• Penyebab : Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitidis
, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, H.
influenzae, E. coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa.

Patofisiologi:

1. Meningeal Invasion

a. Penyebaran secara langsung : misalnya pada trauma kepala yang


merobek duramater atau komplikasi tindakan bedah saraf.
b. Penyebaran Hematogen
Dari infeksi di Nasofaring , faringitis, tonsilitis, bronkopneumonia. Dan
Perluasan infeksi dari struktur intra kranial misalnya sinusitis, otitismedia
atau mastoiditis
 Bakteri menghasilkan imunoglobulin A protease yang bisa merusak
barrier mukosa dan memungkin bakteri menempel pada epitel
nasofaringdan masuk ke aliran darah
2. Induksi Inflamasi
• Bakteri yang menyebabkan meningitis memiliki kapsul polisakarida
bersifat antifagositik dan antikomplemen, sehingga bisa lepas dari
mekanisme pertahanan seluler
• Kerusakan di dalam jaringan otak diakibatkan karena reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh komponen dinding sel bakteri
• Endotoksin (bag.dinding sel bakteri gram -) dan asam technoic
(bag.dinding sel bakteri gram +) menyebakan sel endotelial dan sel glia
melepaskan siyokin proinflamasi

3. Kerusakan Blood brain barrier


• Akibat dari inflamasi terjadilah perubahan permeabilitas dari kapiler otak
yang sebelumnya kedap dan selektif menjadi permiabel, sehingga
masuklah plasma dan kuman kedalam LCS di ruang subarachnoid
• Selain itu Proses radang pada aliran darah otak, menyebabkan
trombosis,infark otak, edema otak  defisit neurologis

4. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial


- Aliran LCS akan terhambat akibat trombosis dan perlengketan vili vena
pada sinus akibat peradangan Hidrocephalus
- Akibat peradangan Plexus Choroideus meningkatkan produksi LCS
Hidrocephalus Communicans
- Jika terus berlanjut dapat menyebabkan edem otak dan Peningkatan TIK
Kompresi pada otak dan pembuluh darah Parese N. Cranialis,
Hemiparese, Penurunan Kesadaran, bahkan kematian.

Manifestasi Klinis:

• Trias Meningitis : Demam, Nyeri Kepala dan Kaku kuduk


• Pada pemeriksaan fisik kita temukan: Tanda Rangsangan Meningeal
• Diagnosis Pasti dilakukan dengan pemeriksan Cairan Serebrospinal
melalui punksi lumbal
• Selain punksi lumbal dapat dilakukan :
-kultur (Darah,Urine, Sputum)
- pemeriksaan Radiologis (Foto Thorax, CT-Scan dan MRI)
6. Papil Oedema

Papil edema adalah kongesti non inflamasi diskus optikus yang berkaitan
dengan peningkatan intrakranium. Papil edema merupakan edema dari papil
saraf optik akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tampilan diskus
pada papil edema tidak dapat dibedakan dari edema oleh penyebab lain
(contohnya papililtis) yang mana secara tidak spesifik diistilahkan dengan
edema diskus optikus.

Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk


menemukan tanda-tanda berikut:
- Manifestasi awal:
 Hiperemia diskus
 Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi
dengan pemeriksaan slit lamp biomikroskopi yang cermat dan
oftalmoskopi langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari
diskus. Tanda penting ini terjadi ketika edema lapisan serabut saraf
mulai menghambat pembuluh darah peripapiler.
 Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah
dengan cahaya bebas merah (hijau).
 Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu
dapat menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari
200 mm air.

Gambar Papiledema6
Fundus normal7

Papiledema dengan bercak – bercak cotton wool spots (ditunjuk


oleh panah warna putih) dan perdarahan (ditunjuk oleh panah
warna hitam).8

- Manifestasi lanjut
 Jika papiledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut
saraf akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara
kasar terlihat terangkat.
 Terjadi sumbatan vena dan perdarahan peripapiler menjadi lebih
jelas, diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots.
 Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau,
terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton
lines. Lipatan koroidal juga dapat ditemukan.

- Manifestasi kronis
 Jika papiedema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus
perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat
pada diskus yang sudah hilang sentral cup-nya, sebagai akibat
gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan konstriksi sekunder
dengan pembuluh-pembuluh darah retina dan masuk pada stadium
papiledema atrofik. Mungkin juga terdapat kolatera-kolateral
retinokoroidal yang menghubungkan vena centralis retinae dan
vena-vena choroid peripapilar, kolateral-kolateral ini timbul bila
sirkulasi retina terhambat di daerah pralaminar nervus opticus.
 Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit
kristalin yang mengkilat (disc pseudodrusen).

Berdasarkan pemeriksaan funduskopi, papil edema terbagi dalam 4


tingkatan : (7)

1. Early

 Tidak ada gejala visual dan tajam penglihatan normal


 Diskus optikus tampak hiperemis dan elevasi ringan. Garis tepi
diskus
 (awalnya nasal,kemudian superior, inferior dan temporal)
tampak tidak
 jelas, dan mulai terjadi pembengkakan lapisan serat saraf papil
retina.

2.Established

 Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua
mata, terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
 Tajam penglihatan normal atau berkurang
 Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan
garis tepi yang tidak jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic
cup dan pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi
sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan
dapat terlihat cotton wool spots.

3. Longstanding
 Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai
menyempit.
 Elevasi diskus optikus yang nyata.
 Cotton-wool spots dan perdarahan tidak ada

4. Atrophic

 Tajam penglihatan sangat terganggu


 Diskus optikus terlihat berwarna abu-abu kotor , sedikit elevasi, dan
garis tepi yang tidak jelas

MELAKUKAN PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA


1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan
2. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan
tangan (30-50 cm)
3. Mintalah kepada pasien untuk memandang lurus ke depan.
4. Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada kornea,
kemudian gerakkan senter dengan membentuk huruf H dan berhenti sejenak
pada waktu senter berada di lateral dan lateral atas, dan lateran bawah
(mengikuti six cardinal of gaze).
5. Posisi dan gerakan ke-dua bola mata diamati selama senter digerakkan.
6. Letakkan pensil pada jarak 30cm di depan mata penderita kemudian diminta
untuk mengikuti/melihat ujung pensil yang digerakkan mendekat ke arah
hidung penderita.
7. Hasil interpretasi dicatat dalam status.

MELAKUKAN PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG DENGAN


CARA KONFRONTASI
1. Terangkan maksud dan prosedur pemeriksaan
2. Mintalah penderita untuk duduk berhadapan. Posisi bola mata antara
penderita dan pemeriksa selaras dengan jarak 30 – 50 cm.
3. Tutuplah mata di sisi yang sama dengan mata penderita yang ditutup.
4. Difiksasi pada mata pasien yang tidak ditutup.
5. Mintalah penderita agar memberi respons bila melihat objek yang
digerakkan pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
6. Gerakkan obyek dari perifer ke tengah dari arah superior, temporal,
inferior, dan , nasal,.
7. Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita.
Gangguan lapang Pandang:
7. Kejang Demam Pada Anak
Definisi Kejang Demam Kejang demam atau febrile convulsion ialah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstakramium.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa
waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.
Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.. Serangan kejang pada
penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama
satu episode demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu,
dua, tiga atau lebih serangan kejang.
Klasifikasi Kejang Demam:
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang
demam sederhana antara lain : a. Berlangsung singkat (< 15 menit) b.
Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik. Kejang tonik yaitu
serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu gerakan
menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh. c. Kejang hanya terjadi
sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri
kejang demam kompleks antara lain : a. Berlangsung lama (> 15 menit). b.
Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh. c. Kejang berulang/multipel atau lebih
dari 1 kali dalam 24 jam.
8. Perbedaan SDH dan EDH

HEMATOMA SUBDURAL HEMATOMA EPIDURAL

Ruptur pada vena jembatan Ruptur pada a. meningeal media


Gejala timbul setelah 24-48 jam. Gejala tImbul setelah beberapa menit.
Gejala klinis berupa: interval Lucid,
ala klinis berupa: henti nafas, hilang hemiparesis, pupil anisokor.
control denyut nadi & tekanan darah, nyeri
kepala yang semakin hebat, penglihatan
semakin lama semakin kabur, gangguan
fungsi luhur, gangguan traktus pyramidalis.

Pada pungsi lumbal tidak ditemukan


Pada pungsi lumbal tidak ditemukan darah.
darah.
Gambaran CT-Scan berbentuk bulan sabit Gambaran CT-Scan berbentuk lensa
yang hiperdensitas dan terbentang dari yg hiperdensitas. Perdarahan menekan
anterior sampai posterior sepanjang pinggir otak dan menggeser struktur-struktur
dalam tengkorak. di garis tengah ke sisi yg berlawanan.
9. EEG

Gelombang EEG

Gelombang Delta

Kondisi Delta (0.5-4 Hz), saat gelombang otak semakin melambat, sering
dihubungkan dengan kondisi tidur yang sangat dalam. Beberapa frekuensi dalam
jangkauan Delta ini diiringi dengan pelepasan hormone pertumbuhan manusia
(Human Growth Hormone), yang bermanfaat dalam penyembuhan. Kondisi Delta,
jika dihasilkan dalam kondisi terjaga, akan menyediakan peluang untuk
mengakses aktivitas bawah sadar, mendorong alirannya ke pikiran sadar. Kondisi
Delta juga sering dihubungkan dengan manusia yang Memiliki perasaan kuat
terhadap empati dan intuisi.

Gelombang Delta

Gelombang Teta

Relaksasi mendalam,Meditasi,Peningkatan Memori. Lebih lambat dari Beta,


kondisi gelombang otak Teta (4-8 Hz) muncul saat kita bermimpi pada tidur
ringan. Atau juga sering dinamakan sebagai mengalami mimpi secara sadar.
Frekuensi Teta ini dihubungkan dengan pelepasan stress dan pengingatan
kembali memori yang telah lama. Kondisi “senjakala” (twilight) dapat digunakan
untuk menuju meditasi yang lebih dalam, menghasilkan peningkatan kesehatan
secara keseluruhan, kebutuhan kurang tidur, meningkatkan kreativitas dan
pembelajaran.
Gelombang Teta

Gelombang Alfa

Berperan dalam kreativitas, relaksasi, visualisasi. Gelombang otak Alpha (8-13


Hz) sangat kontras dibandingkan dengan kondisi Beta. Kondisi relaks mendorong
aliran energi kreativitas dan perasaan segar, sehat. Kondisi gelombang otak
Alplha ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak
sebagai gerbang kreativitas kita.

Gelombang Alfa

Gelombang Beta

Kondisi di mana seseorang dalam keadaan waspada dan konsentrasi. Gelombang


beta (13-30 Hz) menjaga pikiran kita tetap tajam dan terfokus. Dalam kondisi
Beta, otak Anda akan mudah melakukan analisis dan penyusunan informasi,
membuat koneksi, dan menghasilkan solusi-solusi serta ide-ide baru. Beta sangat
bermanfaat untuk produktivitas kerja, belajar untuk ujian, persiapan presentasi,
atau aktivitas lain yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan tinggi.
Gelombang Beta

Gelombang Gamma(30-100 Hz) cenderung merupakan yang terendah dalam


amplitude dan gelombang yang paling cepat. Gelombang Gamma adalah
gelombang otak yang terjadi pada seseorang mengalami aktifitas mental yang
tinggi, misalnya berada di arena pertandingan, perebutan kejuaraan, tampil di
muka umum, sangat panik, dan takut.

Gelombang Gamma

Indikasi pemeriksaan EEG

1. Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi

2. Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak,

pendarahan otak,Parkinson

3. Mendiagnosa Lesi desak ruang lain

4. Mendiagnosa Cedera Kepala


5. Periode keadaan pingsan atau dementia

6. Memonitor akifitas otak seseorang

7. Mengetahui kelainan metabolic dan elektrolit

Persiapan sebelum EEG

1. Tidur 4-5 jam pada malam hari


2. Cuci rambut: tidak menggunakan minyak, kondisioner, dan gel rambut
3. Control gula darah
4. Tidak meminum kafein, dan alcohol

10. TCD (Transcranial Doppler)

Definisi
Trancranial Doppler Sonography (TCD) adalah teknik pencitraan yang
menggunakan arahan tangan dengan kontrol microprocessor, mengggunakan
frekuensi rendah (2-MHz) gelombang dari transduser Doppler untuk
mengukur kecepatan dan pulsasi aliran darah di area sirkulus Wilisi dan
sistem vertebrobasiler. Prosedur TCD termasuk prosedur noninvasif,
nonionisasi, portabel dan aman untuk pemeriksaan serial dan penelitian, serta
dapat dilakukan dengan biaya yang murah (Lupetin et al., 1995).

A. Metode dan Peralatan


Keakuratan diagnostik TCD tergantung dari kepandaian, ketrampilan dan
pengalaman pemeriksa yang harus memahami anatomi dan fisiologi
pembuluh darah intrakranial serta patofisiologi stroke dan penyakit
neurovaskular lain. Pada kebanyakan kasus, intepretasi hasil pemeriksaan
TCD memerlukan integrasi analisis hasil pemeriksaan klinis, laborat serta
neuroradiologi lain (Lupetin et al., 1995).
Penggunaan pemeriksaan TCD dan TCCD sebagai tes penapis untuk
penyakit oklusif pada arteri besar intrakranial memerlukan pengkajian
mengenai keakuratan, feasibilitas, dan realibilitas.

Keakuratan
Studi keakuratan TCD dan TCCD untuk mendeteksi stenosis atau oklusi
intrakranial telah banyak diteliti. Secara umum, keakuratan TCD dan TCCD
dianggap dapat diterima ketika dilakukan untuk tes penapis oleh sonografer
dan klinisi yang berpengalaman. Beberapa studi menyebutkan bahwa tingkat
sensitifitas dan spesifisitas teknologi ultrasound dalam mendeteksi stenosis
atau oklusi pada arteri serebra media, mencapai 90-99%. Sementara untuk
segmen arteri vertebralis dan arteri basilaris sensitifitas sebesar 70-80% dan
spesifisitas sebesar 90-99%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil
pemeriksaan angiografi dengan kontras. Dibandingkan dengan teknik
pencitraan Magnetic Resonance Angiografi (MRA), teknologi ultrasound
tidak berbeda jauh. Sensitifitas TCCD mendeteksi kelainan pada sirkulasi
anterior arteri serebralis sebesar 75% dan spesifitas 99%, sementara pada
sirkulasi posterior sensitifitasnya mencapai 88% dan spesifisitas 99% (Levi,
Selmes dan Chambers, 2001).

Feasibilitas
Penilaian feasibilitas alat meliputi keamanan, toleransi, ketersediaan
dan efektifitas biaya. Keterbatasan utama teknik TCC adalah kurangnya
acoustic window pada tulang temporal atau foramen magnum. Lebih dari
10% pasien yang diperiksa dengan TCC, dan 20% pasien yang dilakukan
TCCD memiliki acoustic window yang kurang optimal untuk pengkajian.
TCD dan TCCD tidak pernah dilaporkan memiliki efek samping. Oleh
karena itu, dianggap lebih aman dibanding X-ray Angiografi yang berisiko
menimbulkan alergi terhadap bahan kontras dan stroke. Selain itu juga
dianggap lebih aman dibandingkan dengan CT angiografi yang menggunakan
radiasi ion dan media kontras intravena. Pemeriksaan ultrasound dapat
ditoleransi baik dan berpotensi unggul dibandingkan Magnetic Resonance
Angiografi (MRA) yang terkadang menimbulkan claustrophobia dan
penggunaan sedasi intravena (Levi, Selmes dan Chambers, 2001).
Secara umum, kelebihan dari alat TCD adalah sebagai berikut,
1. Menggunakan teknik sonografi yang non invasif sehingga menghindarkan
pasien dari rasa tidak nyaman selama pemeriksaan.
2. Aman, karena teknik ini bebas dari bahaya radiasi.
3. Tidak memerlukan ruangan khusus dalam pelaksanaan.
4. Dapat dilakukan berulang kali untuk monitoring tanpa adanya efek
samping.
5. Tidak memerlukan penggunaan zat kontras yang mempunyai resiko
terjadinya efek samping seperti alergi.
6. Biaya yang lebih murah dibandingkan dengan teknik lain seperti
arteriografi.
Sementara itu, kekurangan pemeriksaan TCD adalah sebagai berikut,
(Sarkar et al., 2007)
1. Ketidakakuratan hasil pemeriksaan karena acoustic window yang
buruk (pada 5-20% pasien)
2. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada keterampilan dan
pengalaman operator

Reliabilitas
Salah satu keterbatasan alat diagnostik ultrasound untuk dilakukan adalah
pemeriksaan tersebut memerlukan teknik tinggi dan keterampilan prosedural
pemeriksa untuk mendapatkan hasil gambar maksimal. Sebagai tambahan,
pemahaman yang baik mengenai pertanyaan klinis diperlukan agar pemeriksa
dapat meningkatkan ketelitian hasil pemeriksaan (Levi, Selmes dan
Chambers, 2001).

B. Indikasi Pemeriksaan TCD dan TCCD (AIUM, 2012)


1. Deteksi dan follow up stenosis atau oklusi pada arteri besar intrakranial di
sirkulus Wilisi dan sistem vertebrobasilar, termasuk monitoring terapi
trombolitik patda pasien stroke akut
2. Deteksi vaskulopati serebral.
3. Deteksi dan monitoring vasospasme pada pasien dengan perdarahan
subarachnoid spontan atau traumatik.
4. Evaluasi jalur kolateral aliran pembuluh darah intrakranial, termasuk
setelah intervensi
5. Deteksi mikroemboli pada pembuluh darah serebral
6. Deteksi right to left shunts
7. Menilai reaktivitas vasomotor serebral
8. Konfirmasi tambahan dalam mendiagnosis kematian batang otak
9. Tindakan intraoperatif dan periprocedural untuk mendeteksi emboli
serebral, trombosis, hipoperfusi ataupun hiperperfusi
10. Evaluasi risiko stroke pada penyakit sel sabit (Sickle cell disesase)
11. Menilai adanya arterivenus malformasi (AVM).
12. Deteksi dan follow up aneurisma intrakranial
13. Evaluasi vertigo posisional dan sinkop

Penggunaan klinis tambahan TCD pada anak anak adalah sebagai berikut
(AIUM, 2012)
1. Menilai tekanan intrakranial dan hidrosefalus
2. Menilai ensefalopati hipoksik iskemik
3. Menilai patensi sinus dural dan vena
C. Prinsip Pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan TCD berdasar pada penggunaan gelombang
ultrasonik dan Efek Doppler. Gelombang ultrasonik adalah energi suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 gelombang per detik. Energi suara ini
melebihi ambang batas suara yang dapat didengar manusia. Efek Doppler
pertama dikemukakan oleh Christian Andreas Doppler pada tahun 1842,
merupakan perubahan panjang gelombang bunyi (atau gelombang lainnya)
karena terjadi pergerakkan relatif antara sumber (source) gelombang dan
penerima (receiver) gelombang. Apabila gelombang dipantulkan dari objek
yang sedang bergerak, frekuensi gelombang yang diterima berbeda dari
frekuensi yang dihantarkan. Perubahan frekuensi ini adalah Doppler Shift.
Penambahan atau pengurangan frekuensi gelombang ini tergantung
kecepatan, arah gerakan dan frekuensi yang dihasilkan oleh sumber (Baker,
2001).
Pada tahun 1982, Aalid dkk mengenalkan pemeriksaan Doppler 2 Mhz
yang dapat menembus tulang tengkorak. Sinyal gelombang yang dipancarkan
transducer kemudian dipantulkan kembali oleh permukaan sel sel darah
merah di dalam pembuluh darah intrakranial. Informasi ini dianalisis oleh
komputer dengan output numerical dan visual sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui karakteristik aliran darah pembuluh darah (Sarkar et al.,
2007)

Gambar 3. Gelombang ultrasonik yang dipantulkan alat ke Eritrosit.

Pembuluh darah tertentu mungkin dapat diidentifikasi letaknya


superfisial ataupun profunda (proximal atau distal) – sebagai contoh, arteri
serebri media mungkin dapat dikenali pada kedalaman antara 30-60 mm
melalui window transtemporal (Sarkar et al., 2007)
Hemodinamik rutin yang dinilai pada TCD adalah peak velocity sistol
maupun distol, mean flow velocity dan Gosling pulsatility index (PI).
Diagnosis TCD dibuat berdasarkan deteksi pada perubahan kecepatan aliran
darah, kekurangan aliran darah, perubhan pada spectral waveform atau
perubahan pada pulsasi pembuluh darah tertentu (Sarkar et al., 2007).
Bila pembuluh darah sempit, apapun penyebabnya, kecepatan aliran
darah akan meningkat. Peningkatan kecepatan itu dideteksi oleh TCD.
Kecepatan juga meningkat bila ada peningkatan aliran darah sehubungan
dengan kontribusi kolateral terhadap teritori vaskuler yang lain atau suplai
darah ke suatu arterio-venous malformation (AVM) yang besar.(DeWitt,
1988).

Gambar 4. Perubahan frekuensi gelombang pada keadaan penerima yang


bergerak atau sumber yang bergerak.

D. Teknik dan Cara pemeriksaan


Alat ini menggunakan transduser gelombang pulsa berfrekuensi-rendah
(2-MHz) yang dapat menembusi tulang kranium. Tulang tengkorak memblok
tranmisi dari ultrasound maka daerah dengan dinding yang tipis atau acoustic
window harus digunakan untuk analisa, karena itu dilakukan perekaman pada
daerah temporal di atas dari tulang pipi/arcus zygomaticus, melalui mata, di
bawah rahang, dan dari belakang kepala.
Keberhasilan penggunaan TCD tergantung pada keberadaan “jendela
akustik” (acoustic windows) pada tengkorak. Terdapat beberapa area dimana
densitas tulang cukup tipis untuk ditembusi oleh gelombang ultrasound
sehingga prinsip Droppler bisa diaplikasikan. Usia pasien, jenis kelamin, ras,
dan faktor lainnya dapat mempengaruhi ketebalan tulang, sehingga membuat
beberapa pemeriksaan menjadi lebih sulit, bahkan tidak mungkin dilakukan.
Terdapat kurang lebih 15% pasien tidak mempunyai jendela yang sesuai
untuk pemeriksaan ini (Phipipp, 1995).
Tempat tersering untuk ditempelkan transduser adalah :
1. Transtemporal
2. Transorbital
3. Subossipital
4. Submandibula

Gambar 6. posisi transduser pada Acoustic Window dalam posisi sagital

1. Transtemporal
Transtemporal window dilakukan pada tulang paling tipis di
temporal (os pterion) terletak di atas arkus zigomaticus dan anterior dari
telinga. Probe atau transduser ditempelkan pada tulang temporal,
anterosuperior kepada tragus. Umumnya, transduser dimainkan ke anterior
dan superior bagi mendapatkan bacaan pembuluh darah yang berbeda
secara optimal (AIUM, 2012).
Segmen M1 dari arteri serebri media, arteri karotis siphon dan
segmen A1 dari arteri serebri anterior dapat dibaca alirannya pada bagian
anterior. Pada bagian posterior, segmen P1 dari arteri serebri posterior dan
arteri komunis posterior dapat dibaca.
Gambar 7. Sirkulus Wilisi melalui Pemeriksaan TCD dan TCCD
Transtemporal

Pada pencitraan, penanda utama (referrenced landmark) adalah


pedunkulus serebri yang berbentuk hati dan echogenic star-shaped cisterna
basilaris (AIUM, 2012).
Gambar 8. Sinyal Doppler dari arteri serebral media

2. Subossipital

Foramen magnum dapat digunakan untuk menilai arteri basilaris dan


arteri vertebralis. Pasien diposisikan berbaring ke satu sisi dan leher
fleksi hingga dagu menyentuh dada. Transducer digerakkan dari leher
bagian atas di dasar kranium dan digerakkan melingkari foramen
magnum melalui hidung. Penanda utama adalah medula yang hipoechoic.
Arteri vertebralis harus dinilai pada interval 2-5 mm. Pada TCCD, arteri
vertebralis memiliki konfigurasi V-shaped karena melebar keatas menuju
arteri basilaris. Aliran di arteri vertebralis dan basilaris menjauhi
transducer dan harus dinilai hingga ujung arteri basilaris (AIUM, 2012).
Gambar 9. Tranducer suboksipital dan pembuluh darah yang dapat
diperiksa

3. Transorbital2

Dapat menilai arteri karotis interna bagian distal dan arteri oftalmik
dan terutama pada pasien yang dicurigai mengalami stenosis karotis.
Dilakukan dengan menurunkan kekuatan dengan index mekanik tidak
melebihi 0,23 untuk mencegah cedera mata (AIUM, 2012).
Gambar 10. Transorbital

4. Submandibular
Dapat menilai segmen distal dari arteri karotis interna bagian
ekstradural. Berguna dalam mendeteksi:
a. Diseksi pada arteri karotis interna
b. Menilai adanya oklusi pada arteri karotis interna

Gambar 11. Submandibular


11.KEGAWATDARURATAN NEUROMUSKULAR
 Kelemahan akut dpt akibat disfungsi
 kornu anterior ;poliomielitis
 saraf perifer; guillian barre, difteri
 paut saraf-otot; miasthenia gravis, botulis
 otot ; periodik paralisis, rhabdomiolosis
 Keadaan emergensi pd peny neuromuskular
 kegagalan respiratorik/bulbar paralisis
 ggn neuromuskular yg reversibel
 ggn neuromuskular yg irreversibel
 komplikasi pd jantung

Emergensi Pd Gullian-Barre
 Klinik
 arefleksia/reflek yg menurun sekali
 kelemahan yg relatif simetris & progrsif
 ggn sensoris objektif yg minimal
 infeksi yg terjd sblmnya atau imunisasi
 Laboratoris
 LCS : dissosiasi sitoalbumin
 ENMG : F-wave memanjang, KHS menurun, adanya conduction
block
 Penatalaksanaan
 rawat di RS
 pertimbangkan plasmaparesis atau IV Ig
 evaluasi pernapasaaaan scr berkala & serial, persiapkan ventilator
jk terjd gagal napas
 monitor aritmia kardial & hipotensi
 tetapkan progresivitas penyakit
 obati infeksi

Emergensi pada Miasthenia Gravis

 Klinis
 kelemahan yg fluktuatif, ptosis & diplopia
 gejala-gejala yg bilateral
 ggn bulbar dgn respon pupil yg normal
 kelemahan proksimal lebih dari distal
 aktivitas yg terus-menerus akan memperberat gejala
 reflek & sensibilitas normal
 Laboratoris
 tes tensilon yg positif
 penurunan amplitudo pd stimulasi repetitive
 AchR Ab yg positif
 Penatalaksanaan akut
 monitoring fungsi pernapasan & menelan
 periksa & obati infeksi, hipokalemia dan ggn pd tiroid
 pertimbangkan plasmafaresis atau pemberian IVIg

Emergensi pd periodik Paralisis

 Klinis

 onset yg cepat dgn kelemahan proksimal & tanpa disertai nyeri

 otot-otot kranial & pernapasan yg msh baik

 tdk ada ggn sensibilitas

 sering berulang

 Laboratoris

 ggn serum kalium (K+)

 bila K rendah, periksa fungsi tiroid

 bila K tinggi: cari obat2 yg menyebabkan

 CK normal

 Penatalaksanaan

 pemberian oral atau IV glukosa jika K tinggi

 pemberian K oral atau IV bila K rendah

 monitoring jantung sampai kalium normal

Anda mungkin juga menyukai