a. Sindrom hiperkinetik-hipotonik :
- asetilkolin turun, dopamine meningkat.
- Tonus menurun dan gerak involunter/reguler
Contoh : Chorea, atetosis, distonia dan balismus
b. Sindrom hipokinetik-hipertonik :
- asetilkolin meningkat, dopamine turun,
- Tonus otot meningkat, Gerak involunter spontan
contoh : Parkinson
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini
merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Ganguuan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada
penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena
penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita
akan terjatuh bila berputar dan didorong.
1) Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
2) Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas
secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai
gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead
pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel.
Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative seperti tremor
dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih didominasi oleh gejala
positif, yaitu : chorea.
3. Macam-macam Afasia :
Global Afasia
adalah afasia yang melibatkan semua aspek bahasa dan mengganggu
komunikasi lisan. Penderita tidak dapat berbicara secara spontan atau
melakukannya dengan susah payah, menghasilkan tidak lebih dari fragmen
perkataan. Pemahaman ucapan biasanya tidak ada; atau hanya bisa mengenali
beberapa kata, termasuk nama mereka sendiri dan kemampuan untuk
mengulang prkataan yang sama adalah nyata terganggu. Penderita mengalami
kesulitan menamakan benda, membaca, menulis, dan menyalin kata kata.
Bahasa otomatisme (pengulangan omong kosong) adalah karakteristik utama.
Distribusi lesi terletak di seluruh arteri serebri, termasuk area Wernicke dan
Broca.
Afasia transkortikal.
Kata-kata yang didengar penderita dapat diulang, tapi fungsi linguistik
lainnya terganggu: tidak bisa bicara secara spontan untuk penderita
transkortikal motor afasia (sindrom mirip dengan Broca afasia), tidak
mempunyai pemahaman bahasa bagi penderita transkortikal afasia sensorik
(sindrom mirip dengan Wernicke afasia). Area lesi transkortikol motorik
terletak di kiri lobus frontal berbatasan dengan area Broca manakala lesi
transkortikol sensorik terletak di temporo-oksipital berhampiran Area
Wernicke.
Stroke akut harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa, maka perlu program secara terorganisir untuk mempercepat perawatan
dan meningkatkan jumlah pasien yang dapat dilakukan perawatan dengan
tepat. Evaluasi segera akan dapat menentukan apakah pasien dapat diobati
dengan program intravena rtPA. Sebuah pilihan terapi trombolitik yang
diberikan sebelum onset 3 jam serangan, perlunya pengawasan yang ketat
dan cermat karena resiko yang ditimbulkan dapatlah sangat besar. Prinsip
BLS (basic life support) dalam perawatan segera kasus stroke dengan koma
dengan melindungi jalan nafas, menjaga adekuatnya pernafasan dan
oksigenasi, menjaga sirkulasi terutama tekanan darah yang tinggi
menurunkannya harus hatihati.
5. Tugas Neuroinfeksi
Meningitis adalah: Inflamasi pada membran arachnoid, piameter dan CSF
(Cerebrospinal Fluid). Proses inflamasi meluas di seluruh ruang
subarachnoid sekitar otak dan batang otak dan melibatkan berbagai
ventrikel.
Klasifikasi berdasarkan perubahan pada LCS
• Meningitis serosa LCS jernih
• Penyebab : M.tuberculosis, virus (Mumpsvirus, Echovirus,
dan Coxsackie virus), toxoplasma gondhii, ricketsia
• Meningitis purulenta LCS keruh
• Penyebab : Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitidis
, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, H.
influenzae, E. coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa.
Patofisiologi:
1. Meningeal Invasion
Manifestasi Klinis:
Papil edema adalah kongesti non inflamasi diskus optikus yang berkaitan
dengan peningkatan intrakranium. Papil edema merupakan edema dari papil
saraf optik akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tampilan diskus
pada papil edema tidak dapat dibedakan dari edema oleh penyebab lain
(contohnya papililtis) yang mana secara tidak spesifik diistilahkan dengan
edema diskus optikus.
Gambar Papiledema6
Fundus normal7
- Manifestasi lanjut
Jika papiledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut
saraf akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara
kasar terlihat terangkat.
Terjadi sumbatan vena dan perdarahan peripapiler menjadi lebih
jelas, diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots.
Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau,
terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton
lines. Lipatan koroidal juga dapat ditemukan.
- Manifestasi kronis
Jika papiedema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus
perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat
pada diskus yang sudah hilang sentral cup-nya, sebagai akibat
gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan konstriksi sekunder
dengan pembuluh-pembuluh darah retina dan masuk pada stadium
papiledema atrofik. Mungkin juga terdapat kolatera-kolateral
retinokoroidal yang menghubungkan vena centralis retinae dan
vena-vena choroid peripapilar, kolateral-kolateral ini timbul bila
sirkulasi retina terhambat di daerah pralaminar nervus opticus.
Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit
kristalin yang mengkilat (disc pseudodrusen).
1. Early
2.Established
Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua
mata, terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
Tajam penglihatan normal atau berkurang
Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan
garis tepi yang tidak jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic
cup dan pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi
sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan
dapat terlihat cotton wool spots.
3. Longstanding
Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai
menyempit.
Elevasi diskus optikus yang nyata.
Cotton-wool spots dan perdarahan tidak ada
4. Atrophic
Gelombang EEG
Gelombang Delta
Kondisi Delta (0.5-4 Hz), saat gelombang otak semakin melambat, sering
dihubungkan dengan kondisi tidur yang sangat dalam. Beberapa frekuensi dalam
jangkauan Delta ini diiringi dengan pelepasan hormone pertumbuhan manusia
(Human Growth Hormone), yang bermanfaat dalam penyembuhan. Kondisi Delta,
jika dihasilkan dalam kondisi terjaga, akan menyediakan peluang untuk
mengakses aktivitas bawah sadar, mendorong alirannya ke pikiran sadar. Kondisi
Delta juga sering dihubungkan dengan manusia yang Memiliki perasaan kuat
terhadap empati dan intuisi.
Gelombang Delta
Gelombang Teta
Gelombang Alfa
Gelombang Alfa
Gelombang Beta
Gelombang Gamma
pendarahan otak,Parkinson
Definisi
Trancranial Doppler Sonography (TCD) adalah teknik pencitraan yang
menggunakan arahan tangan dengan kontrol microprocessor, mengggunakan
frekuensi rendah (2-MHz) gelombang dari transduser Doppler untuk
mengukur kecepatan dan pulsasi aliran darah di area sirkulus Wilisi dan
sistem vertebrobasiler. Prosedur TCD termasuk prosedur noninvasif,
nonionisasi, portabel dan aman untuk pemeriksaan serial dan penelitian, serta
dapat dilakukan dengan biaya yang murah (Lupetin et al., 1995).
Keakuratan
Studi keakuratan TCD dan TCCD untuk mendeteksi stenosis atau oklusi
intrakranial telah banyak diteliti. Secara umum, keakuratan TCD dan TCCD
dianggap dapat diterima ketika dilakukan untuk tes penapis oleh sonografer
dan klinisi yang berpengalaman. Beberapa studi menyebutkan bahwa tingkat
sensitifitas dan spesifisitas teknologi ultrasound dalam mendeteksi stenosis
atau oklusi pada arteri serebra media, mencapai 90-99%. Sementara untuk
segmen arteri vertebralis dan arteri basilaris sensitifitas sebesar 70-80% dan
spesifisitas sebesar 90-99%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil
pemeriksaan angiografi dengan kontras. Dibandingkan dengan teknik
pencitraan Magnetic Resonance Angiografi (MRA), teknologi ultrasound
tidak berbeda jauh. Sensitifitas TCCD mendeteksi kelainan pada sirkulasi
anterior arteri serebralis sebesar 75% dan spesifitas 99%, sementara pada
sirkulasi posterior sensitifitasnya mencapai 88% dan spesifisitas 99% (Levi,
Selmes dan Chambers, 2001).
Feasibilitas
Penilaian feasibilitas alat meliputi keamanan, toleransi, ketersediaan
dan efektifitas biaya. Keterbatasan utama teknik TCC adalah kurangnya
acoustic window pada tulang temporal atau foramen magnum. Lebih dari
10% pasien yang diperiksa dengan TCC, dan 20% pasien yang dilakukan
TCCD memiliki acoustic window yang kurang optimal untuk pengkajian.
TCD dan TCCD tidak pernah dilaporkan memiliki efek samping. Oleh
karena itu, dianggap lebih aman dibanding X-ray Angiografi yang berisiko
menimbulkan alergi terhadap bahan kontras dan stroke. Selain itu juga
dianggap lebih aman dibandingkan dengan CT angiografi yang menggunakan
radiasi ion dan media kontras intravena. Pemeriksaan ultrasound dapat
ditoleransi baik dan berpotensi unggul dibandingkan Magnetic Resonance
Angiografi (MRA) yang terkadang menimbulkan claustrophobia dan
penggunaan sedasi intravena (Levi, Selmes dan Chambers, 2001).
Secara umum, kelebihan dari alat TCD adalah sebagai berikut,
1. Menggunakan teknik sonografi yang non invasif sehingga menghindarkan
pasien dari rasa tidak nyaman selama pemeriksaan.
2. Aman, karena teknik ini bebas dari bahaya radiasi.
3. Tidak memerlukan ruangan khusus dalam pelaksanaan.
4. Dapat dilakukan berulang kali untuk monitoring tanpa adanya efek
samping.
5. Tidak memerlukan penggunaan zat kontras yang mempunyai resiko
terjadinya efek samping seperti alergi.
6. Biaya yang lebih murah dibandingkan dengan teknik lain seperti
arteriografi.
Sementara itu, kekurangan pemeriksaan TCD adalah sebagai berikut,
(Sarkar et al., 2007)
1. Ketidakakuratan hasil pemeriksaan karena acoustic window yang
buruk (pada 5-20% pasien)
2. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada keterampilan dan
pengalaman operator
Reliabilitas
Salah satu keterbatasan alat diagnostik ultrasound untuk dilakukan adalah
pemeriksaan tersebut memerlukan teknik tinggi dan keterampilan prosedural
pemeriksa untuk mendapatkan hasil gambar maksimal. Sebagai tambahan,
pemahaman yang baik mengenai pertanyaan klinis diperlukan agar pemeriksa
dapat meningkatkan ketelitian hasil pemeriksaan (Levi, Selmes dan
Chambers, 2001).
Penggunaan klinis tambahan TCD pada anak anak adalah sebagai berikut
(AIUM, 2012)
1. Menilai tekanan intrakranial dan hidrosefalus
2. Menilai ensefalopati hipoksik iskemik
3. Menilai patensi sinus dural dan vena
C. Prinsip Pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan TCD berdasar pada penggunaan gelombang
ultrasonik dan Efek Doppler. Gelombang ultrasonik adalah energi suara
dengan frekuensi lebih dari 20.000 gelombang per detik. Energi suara ini
melebihi ambang batas suara yang dapat didengar manusia. Efek Doppler
pertama dikemukakan oleh Christian Andreas Doppler pada tahun 1842,
merupakan perubahan panjang gelombang bunyi (atau gelombang lainnya)
karena terjadi pergerakkan relatif antara sumber (source) gelombang dan
penerima (receiver) gelombang. Apabila gelombang dipantulkan dari objek
yang sedang bergerak, frekuensi gelombang yang diterima berbeda dari
frekuensi yang dihantarkan. Perubahan frekuensi ini adalah Doppler Shift.
Penambahan atau pengurangan frekuensi gelombang ini tergantung
kecepatan, arah gerakan dan frekuensi yang dihasilkan oleh sumber (Baker,
2001).
Pada tahun 1982, Aalid dkk mengenalkan pemeriksaan Doppler 2 Mhz
yang dapat menembus tulang tengkorak. Sinyal gelombang yang dipancarkan
transducer kemudian dipantulkan kembali oleh permukaan sel sel darah
merah di dalam pembuluh darah intrakranial. Informasi ini dianalisis oleh
komputer dengan output numerical dan visual sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui karakteristik aliran darah pembuluh darah (Sarkar et al.,
2007)
1. Transtemporal
Transtemporal window dilakukan pada tulang paling tipis di
temporal (os pterion) terletak di atas arkus zigomaticus dan anterior dari
telinga. Probe atau transduser ditempelkan pada tulang temporal,
anterosuperior kepada tragus. Umumnya, transduser dimainkan ke anterior
dan superior bagi mendapatkan bacaan pembuluh darah yang berbeda
secara optimal (AIUM, 2012).
Segmen M1 dari arteri serebri media, arteri karotis siphon dan
segmen A1 dari arteri serebri anterior dapat dibaca alirannya pada bagian
anterior. Pada bagian posterior, segmen P1 dari arteri serebri posterior dan
arteri komunis posterior dapat dibaca.
Gambar 7. Sirkulus Wilisi melalui Pemeriksaan TCD dan TCCD
Transtemporal
2. Subossipital
3. Transorbital2
Dapat menilai arteri karotis interna bagian distal dan arteri oftalmik
dan terutama pada pasien yang dicurigai mengalami stenosis karotis.
Dilakukan dengan menurunkan kekuatan dengan index mekanik tidak
melebihi 0,23 untuk mencegah cedera mata (AIUM, 2012).
Gambar 10. Transorbital
4. Submandibular
Dapat menilai segmen distal dari arteri karotis interna bagian
ekstradural. Berguna dalam mendeteksi:
a. Diseksi pada arteri karotis interna
b. Menilai adanya oklusi pada arteri karotis interna
Emergensi Pd Gullian-Barre
Klinik
arefleksia/reflek yg menurun sekali
kelemahan yg relatif simetris & progrsif
ggn sensoris objektif yg minimal
infeksi yg terjd sblmnya atau imunisasi
Laboratoris
LCS : dissosiasi sitoalbumin
ENMG : F-wave memanjang, KHS menurun, adanya conduction
block
Penatalaksanaan
rawat di RS
pertimbangkan plasmaparesis atau IV Ig
evaluasi pernapasaaaan scr berkala & serial, persiapkan ventilator
jk terjd gagal napas
monitor aritmia kardial & hipotensi
tetapkan progresivitas penyakit
obati infeksi
Klinis
kelemahan yg fluktuatif, ptosis & diplopia
gejala-gejala yg bilateral
ggn bulbar dgn respon pupil yg normal
kelemahan proksimal lebih dari distal
aktivitas yg terus-menerus akan memperberat gejala
reflek & sensibilitas normal
Laboratoris
tes tensilon yg positif
penurunan amplitudo pd stimulasi repetitive
AchR Ab yg positif
Penatalaksanaan akut
monitoring fungsi pernapasan & menelan
periksa & obati infeksi, hipokalemia dan ggn pd tiroid
pertimbangkan plasmafaresis atau pemberian IVIg
Klinis
sering berulang
Laboratoris
CK normal
Penatalaksanaan