Laporan Kasus
TUMOR PAROTIS
Pembimbing:
PENYUSUN:
Ricky 140100213
Renaldo Markus P 140100142
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tumor
Parotis”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Kamal Basri Siregar,
Sp.B(K)Onk selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
menambah keilmuan dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.12.Terapi Pengganti Hormon Pasien Kanker Tiroxin .......................... 27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
radioterapi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50% bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi.1,2,3
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proliferation
Brunching
Specialization
Lumenization
3
proses lumenization. Pada saat pertumbuhan terus terjadi / berlanjut, epithelial
parenchymal kelenjar saliva mulai terbentuk. Proses branching membutuhkan
basement membrana. Salivary epithelial cell berkontak dengan molekul matriks
melalui intergins yang mengaktifkan ekspresi gen dan signaling pathway selama
pertumbuhan dan perkembangan kelenjar saliva.
Interaksi antara laminin dan syndecan membran sel dan Beta 1 Intergin
berperan dalam proses induksi diferensiasi sel asinar, epidermal growth factor dan
reseptornya juga meregulasi proses branching, fibroblast growth factor 7
(keratonycle growth factor) mengontrol perpanjangan jaringan (elongasi) Saa
aktivitas tyrosine kinase dari reseptor epidermal growth factor di blok. Aktivitas
branching semakin menurun dan perkembangan kelenjar terhenti. Epidermal
growth factor mengontrol proses branching dengan cara mengatur ekspresi alpha-
integrin laminin receptor.
Ujung proximal dari ephitelial chod utama, yang paling dekat dengan
rongga mulut berdiferensiasi menjadi excretory duct utama, beberapa cabang
pertama membentuk cabang sekunder excretory duct. Selanjutna, percabangan
akan membentuk duktus intralobular yang berdiferensiasi menjadi duktus striae,
granular dan intercalated.
Sel mucus dan serus berdiferensiasi dari inner-layer cells pada ujung
bulbus segments dari eipthelial chords, lumenisasi secretory endpiece dan
4
spesialisasi sel sekretori terjadi setelah terbentuk lumen pada ductal. Element
yang menghubungkan terjadi setelah terbentuk lumen pada ductal. Element yang
menghubungkan ductal dengan rongga mulut sel dilapisan terlubar (outer layer)
dan bulbus terminal segment berdiferensiasi menjadi sel myoephitelal.
5
2.2 Anatomi Kelenjar Parotis
6
menembus jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran ini berada di
mukosa pipi rongga mulut, berhadapan dengan gigi molar kedua bagian atas.
Kelenjar parotis aksesorius dapat ditemukan di sepanjang bagian anterior
kelenjar dan pada duktus Stensen. Kelenjar ini dijumpai berkisar 20%.1-4
7
Gambar 2. Percabangan nervus fasialis
8
pada kelenjar parotis profunda dan merupakan saluran dari kelenjar parotis,
liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem
ini mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis dan profunda.3
Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun
pada perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus
intermedius ini tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula
salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3
bagian depan lidah.
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe
mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat
sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah
proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara
membantu membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang
memberi dukungan metabolic bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa
factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya
adalah enzim proteolitik terutama lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung
sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri rongga mulut,
termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6
9
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya
ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan
dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus
solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah.
Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls
dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus
menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang
menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis
juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan
obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).3,5,7
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari
kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan
kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel
gigi.7
Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu
serous. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5
10
PI3K-ATK signaling Pathway
11
adaptor seperti insulin receptor substrate (IRS) protein. PI3K juga dapat di
aktivasi oleh protein RAS pengikat GTP
12
mTORC1 dan S6K1. S6K1 mampu memfosforilasi IRS-1 di beberapa
residu serin, mencegah pengikatan pada RTK, menghasilkan penindasan
aktivasi PI3K.
13
p53 juga merupakan onkogen yang memediasi apoptosis sel. Akt
dapat mempromosikan degradasi p53 melalui fosforilasi MDM2.
Akt juga dapat memfosforilasi isoform GSK3 pada situs regulator
N-terminal yang sangat terkonservasi, dan menonaktifkan kinase,
sehingga mengatur apoptosis dan metabolisme glukosa melalui
GSK3.
Síntesis protein dan perkembangan sel
Salah satu fungsi Akt yang paling dilestarikan adalah perannya
dalam mendorong pertumbuhan sel melalui penghambatan TSC2
dan aktivasi secara tidak langsung mTOR complex 1 (mTORC1).
mTORC1 adalah regulator penting inisiasi translasi dan biogenesis
ribosom dan memainkan peran yang dilestarikan secara evolusi
dalam kontrol pertumbuhan sel. Ini dapat mengaktifkan S6K dan
faktor inisiasi eukariotik 4E (eIF4E) yang mengikat protein 1 (4E-
BP1), S6K dapat mengaktifkan S6 ribosomal dan meningkatkan
sintesis protein dan pertumbuhan sel.
Proliferasi dan siklus sel
Fungsi protein P21 / Waf1 / Cip1 adalah untuk mempertahankan
sel dalam keadaan diam. Dan P27 / Kip2 memiliki fungsi serupa
untuk mempertahankan sel dalam keadaan G1. Protein Akt juga
dapat memfosforilasi P21 / Waf1 / Cip1 dan P27 / Kip2, dan
menghambat efek anti-proliferatifnya dengan mempertahankannya
dalam sitoplasma. Jadi itu bisa mempromosikan sel ke dalam siklus
sel untuk proliferasi.
2.4.4 Hubungan PI3K dengan Oncogen
Karena arah pengaturan umum jalur PI3K-AKT adalah untuk
merangsang pertumbuhan dan proliferasi sel. Aktivasi berlebih dari jalur
pensinyalan ini dapat menstimulasi sel secara berlebihan dan
menghasilkan proliferasi sel abnormal, yaitu onkogenesis. Abnormalitas
pada jalur PI3K sering terjadi pada kanker dan berperan dalam
transformasi neoplastik. PI3K sendiri sering menjadi target aktivasi
mutasi.
14
2.3 Faktor Resiko
2.2.2 Epidemiologi
15
Pleomorphic adenoma adalah tipe histologis tersering (65% dari tumor
parotis dan 50% dari tumor kelenjar liur), lebih sering diderita usia rata-rata 40
tahun dan wanita lebih sering daripada pria. Tumor ganas yang paling sering
adalah karsinoma mukoepidermoid yang meliputi 10% dari neoplasma kelenjar
liur dan 35% dari kanker kelenjar liur. Tumo Warthin lebih sering diderita pria,
10% bilateral, sering pada pool bawah parotis.
2.2.3 Etiologi
16
angka kejadian tumor parotis. Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya
karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan genetik.9,11
a. Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada
kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel
dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat berupa benjolan pada depan
bawah daun telinga atau angulus mandibula yang tidak memberikan gejala.
Kondisi ini membuat luput dari perhatian pasien, sehingga pasien datang
untuk pemeriksaan ke petugas kesehatan setelah muncul benjolan setidaknya
1 tahun. Pada perabaan didapatkan massa berbentuk bulat, permukaan licin,
17
kadang berbenjol-benjol, dan konsistensinya lunak, berbatas tegas, tampak
berkapsul, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm, tidak nyeri tekan
dan dapat digerakkan.12,13
18
pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, dan kasus terbanyak terutama
terjadi pada dekade IV - V. 2,12,13
3) Tumor monomorphic
Tumor yang tumbuh lambat ini hanya berkisar kurang dari 5% dari
seluruh angka kejadian tumor kelenjar lidah. Monomorfik adenoma
dibedakan dari pleomorfik adenoma karena tumor ini hanya memiliki satu
morfologi sel. Monomorfik adenoma memiliki subklasifikasi menjadi grup
neoplasma epitelial dan mioepitelial yang termasuk didalamnya yaitu basal
cell adenomas, canalicular adenomas, oncocytomas atau oxyphilic
adenomas, dan myoepitheliomas.2,
19
merah gelap, berlobus-lobus dan tidak berkapsul. Penanganan dengan
pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon
terhadap steroid. 2
20
menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke kelenjar getah
bening parotis. Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh
menunjukkan reseksi awal yang tidak memadai.
Tumor ini dapat mengenai semua umur dengan insiden paling tinggi
pada usia pertengahan dan usia tua. Tidak ada perbedaan insiden antara pria
dan wanita. Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang
beberapa bulan setelah operasi.1,21
Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada ukuran
tumor dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada kelenjar liur, tampak
adanya massa dengan pertumbuhan yang lambat tanpa rasa nyeri pada
daerah mulut ataupun wajah. Pada lesi yang sudah lanjut, gejala yang timbul
disertai dengan rasa nyeri dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel
tumor sudah menginvasi saraf perifer.1,21
21
Pemeriksaan radiologi berupa MRI dan USG dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosa terutama pada tumor yang sudah meluas
ke organ-organ sekitarnya.1,21
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya lambat
b) Adenokarsinoma polimorfik grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup
untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan untuk
dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar minor.
22
d) Adenokarsinoma yang jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma.8
d. Mixed tumor maligna
Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma dan
mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma merupakan tipe
yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma merupakan kanker
yang berkembang dari mixed tumor jinak (pleomorfik adenoma). Kebanyakan
terjdi pada kelenjar liur mayor. 8
1. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau
keluarganya tentang :
a.) Keluhan
1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri,
di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di
submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor
kelenjar liur minor)
2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis
atau submandibula)
23
3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus
profundus parotis terlibat)
5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus,
pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos
radiasi)
d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil
pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan
Pada penelitian retrospective yang dilakukan pada 104 pasien dengan
tumor kelenjar parotis yang diterapi di ENT clinic timisoara pada
tahun 2001-2009 didapatkan gejala-gejala yang paling sering
dikeluhkan pasien, yaitu paling sering adalah konsistensi keras,
tumbuh cepat, fiksasi dalam, nyeri, nodus yang terpalpasi, keterlibatan
nervus fasialis, pembengkakan dinding faring lateral, dan keterlibatan
perubahan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
24
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai
konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan
sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan
nervus-nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.
25
Asimetri muka (lipatan nasolabial)
gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang
tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb)
B. Atas perintah pemeriksa
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan
kekuatan kanan dan kiri).
3. Memperlihatkan gigi (asimetri).
4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-
masing).
6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot
platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang
tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada
stadium dini.
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan
histopatologik dan pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT-
Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan
untuk diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan
yaitu tingkat keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-
98% dan spesifitas 94% pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum
halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar 58-98 %
dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian didapatkan diagnosis
sitologi tumor jinak negatif palsu sebanyak 4 dari 27 pasien
(14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa disebabkan oleh bias sampel
26
(sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa juga karena
kesalahan interpretasi (salah baca). Tekhnik ini sederhana, dapat
ditoleransi dengan komplikasi yang minimal. Selain untuk
menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan ini juga bermanfaat
untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi
preoperative..17,18
Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional
dan enukleasi massa parotis berhubungan dengan peningkatan
rekurensi tumor, terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan
bedah yang baik untuk tumor parotis adalah reseksi bedah komplit
melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi nervus
fasialis. Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan
eksisi tumor yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis.
Cara ini memastikan batas jaringan sehat yang adekuat disekeliling
tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat
diagnostic, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan
dan biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang
tidak dapat dioperasi. Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insisi
terbuka berguna dalam diagnostic histopatologi dan terapi radiasi
paliatif atau kemoterapi.17
b. Pemeriksaan Radiologi
Sialografi
Teknik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut
dalam air atau minyak langsung keduktus submandibula atau
parotis. Setelah pemakaian anastesi topical pada daerah duktus,
tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus
yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus
dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran
18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan
intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2
cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik
27
ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun
kanulasi duktus kelenjar submandibula, memebutuhkan kesabaran
dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa sinar X diperoleh
untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak,
seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai
penderita merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk
ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral
oblik, oblik, dan anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita
dapat diberikan sedikit sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit
pengambilan foto ulang. Normal jika seluruh media kontras
dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam
kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang
dapat larut dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan
Lipidol merupakan bahan kontras yang paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis
kelenjar parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau
obstruksi duktus seperti striktur. sialografi tidak berguna untuk
membedakan massa jinak dari massa keganasan. Sialografi
merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan akut kelenjar
yang baru terjadi.12
CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui
letak tumor berada di lobus superfisial atau lobus profunda.
Gambaran kalsifikasi dalam massa biasanya ditemukan pada
adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus stensen sulit
12,17, 18
dilihat dengan menggunakan CT scan.
28
Gambar 7. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa
berbatas tegas dalam kelenjar parotis kiri, yang telah terbukti sebagai
adenoma pleomorfik18
29
Gambar 8. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan
axial leher11
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan
menggambarkan luasnya. Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.18
2.2.6 Staging Tumor Parotis
Tabel 2: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) 13
TNM Keterangan ST T N M
T2 N0 M0
30
ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII T3 N1 M0
T4 N1 M0
M1 Metastase jauh
31
2.2.7 Penataksanaan Tumor Parotis15
1. Tumor operabel
a. Terapi utama ( pembedahan). Pilihan pengobatan untuk neoplasma
kelenjar parotis adalah melalui pembedahan. Sebagian besar tumor
parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi superfisial
atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilis.
Parotidektomi superfisial. Parotidektomi superfisial adalah
tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis
lobus superfisial. Dilakukan pada tumor jinak parotis lobus
superfisialis.
Parotidektomi total. Parotidektomi total adalah pengangkatan
massa tumor dengan seluruh bagian kelenjar parotis dilakukan
pada:
32
tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada keadaan di mana terapi
radiasi merupakan indikasi, yaitu:
2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
b. Terapi tambahan
Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan
tumor yang inoperable. Respon parsial atau lengkap telah
dicapai pada hingga 50% pasien, yang biasanya berlangsung 5-
8 bulan dan mungkin termasuk kontrol nyeri yang signifikan.
Sebagian besar pasien memiliki karsinoma adenoid kistik,
karsinoma mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat ini,
33
paclitaxel adalah agen yang paling sering digunakan.
Meskipun kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat
ketahanan hidup, integrasi radiasi dan kemoterapi telah
terbukti meningkatkan kontrol lokal dan menunjukkan
perbaikan dalam pengelolaan keganasan kelenjar ludah.14
34
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell
carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang
tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
2.2.8 Komplikasi
35
Tabel 3. Komplikasi yang sering terjadi setelah parotidektomi
Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar
parotis dan membaginya menjadi lobus superfisialis dan profunda.
Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam 100 pasien) nervus fasialisnya
mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot
fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan setelah
operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi
bicara dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan
permanen dari nervus fasialis. Beberapa pasien mengalami
kelemahan nervus fasialis cabang-cabang tertentu saja.
Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome,
Dupuy’s syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-
Baillarger syndrome Merupakan komplikasi tersering pada pasien
pasca operasi parotidektomi yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien.
Frey’s syndrome adalah manifestasi klinik berupa kemerahan dan
36
berkeringat pada hemifasial setelah stimulus kelenjar saliva dan
mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah cedera
traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar,
trauma tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul
setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah trauma.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara tes pati-iodine. Iodine cair
dioleskan di atas kulit area preaurikular, tunggu sampai kering,
kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di atasnya. Minta
pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru
kehitaman yang berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks
iodine-pati yang terdilusi oleh keringat.
37
tidak menyebabkan gangguan fisiologis yang berbahaya, namun
gejala kemerahan dan keringat berlebihan menyebabkan stres
psikologis dan sosial. 20
Hematoma
Hematoma mengenai 3 dari 26 pasien. Terjadi karena
blokade drainase sehingga pada pasien post parotidektomi
dipasang drain untuk mencegah terjadinya hematoma.
2.2.9 Prognosis
38
2.2.10 Kontrol
Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal
atau metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan
awal. Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3
bulan selama 2 tahun, setiap 6 bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun
setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
39
1
2
BAB IV
PEMBAHASAN
1
tegas, tampak berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya
jarang melebihi 6 cm merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan
neurologis tidak didapatkan parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini
menunjukkan bahwa lobus profunda tidak terlibat.
Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil adenoma pleomorfik. Sesuai
dengan kepustakaan, kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana
tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di
daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis.11
Kemudian pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat
intraoperatif didapatkan tumor berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya
dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu dipasang drain untuk mengalirkan darah
dan cairan post op. Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan
angka kesembuhan mencapai 96 %
Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini
menunjukkan pasien tidak mengalami komplikasi. Hasil pemeriksaan patologi
anatomi juga menunjukkan adenoma pleomorfik. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan sebelumnya dengan menggunakan FNAB.
2
BAB V
KESIMPULAN
3
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi.Untuk prognosis
sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1%
kasus.Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif
lokal.
4
DAFTAR PUSTAKA
5
10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of
Malignant Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to
2009.Epidemiology: September 2012. Volume 2. h. 766-67.
11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours:
Overview Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On
231 Benign Epithelial Neoplasms. European Review for Medical and
Pharmacological Sciences 2008; 12: h. 321-325.
12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick
Gómez-Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda.
Tumors of the salivary gland in Mexicans. A re-trospective study of 360
cases. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging
Manual. 7th ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid
Gland Tumors. Journal of Experimental Medical and Surgical Research
2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1.
Bandung : 2004
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in
parotid lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic
Adenoma of the Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-
36. `
18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine
2011 may 27.
19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced
parotid cancer. A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.
20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey
Syndrome Using Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA
November 2009; 75: h. 651-54.
21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara
Histopatologi Sebagai Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober
6
2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013). Tersedia
dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.p
df