Anda di halaman 1dari 4

Arthritis Gout

Definisi : Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat
pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler (Anastesya W, 2009). Artritis
gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan
penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian.
Patofisiologi : Penyakit arthritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering
ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar
persendian (Zahara, 2013). Asam urat merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu
mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga cairan
ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah dipengaruhi oleh intake purin,
biosintesis asam urat dalam tubuh, dan banyaknya ekskresi asam urat (Kumalasari, 2009).
Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara produksi (10% pasien) dan ekskresi
(90% pasien). Bila keseimbangan ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
asam urat dalam darah yang disebut dengan hiperurisemia (Manampiring, 2011).
Etiologi : Gout dapat disebabkan karena penggunaan obat diuretik dalam jangka waktu yang lama bagi
penderita hipertensi, karena obat-obatan tertentu (termasuk aspirin), atau mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein disebut purin yang menghasilkan monosodium urat (MSU) ketika matabolisme. Gout
biasanya Universitas Sumatera Utara muncul secara alami, namun satu dari tiga kasus memiliki
kecenderungan mewarisi: tubuh menghasilkan terlalu sedikit enzim yang dibutuhkan untuk
metabolisme monosodium urat (MSU), adanya gangguan pada fungsi ginjal yang dapat mencegah
pengeluaran serum MSU yang berlebih, dan tubuh memproduksi purin dalam jumlah yang banyak.
Serangan sering diakibatkan karena mengkonsumsi alkohol, obat salisilat, seperti aspirin dan NSAIDs
yang dapat menghambat pemulihan dengan merusak pengeluaran MSU dari darah. Faktor resiko
lainnya termasuk obesitas, lemak darah, kanker, obat kemoterapi, serta sel sabit atau anemia hemolitik
lainnya (Weatherby dan Leonid, 1999).
Gejala : Gout arthritis memiliki tanda dan gejala tertentu dan hampir pasti terjadi pada penderita, yaitu
: terjadinya peradangan dan nyeri pada sendi secara maksimal selama sehari, sejumlah sendi meradang
(oligoarthritis), adanya hiperurisemia atau kadar asam urat yang berlebih didalam darah, terdapat kristal
asam urat yang khas di dalam cairan sendi, serangan unilateral di satu sisi pada sendi pertama, terutama
pada sendi ibu jari, sendi terlihat kemerahan, terjadi pembengkakan asimetris pada satu sendi, namun
tidak ditemukan bakteri pada saat serangan atau inflamasi. Gangguan metabolisme yang mendasari gout
adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 mg/dl dan 6,0
mg/dl (Anastesya W, 2009). Gejala-gejala klinik hiperuresemia dibagi dalam 4 stadium,yaitu:
1. Stadium I
Tidak ada gejala yang jelas. Keluhan umum, sukar berkonsentrasi. Pada pemeriksaan darah
ternyata asam urat tinggi.
2. Stadium II
Serangan-serangan arthritis pirai yang khas, arthritis yang akut dan hebat, 90% lokalisasi di jari
empu (podagra), tetapi semua persendian dapat diserang, kadang-kadang lebih dari satu sendi
yang diserang (migratory polyarthritis). Sendi tersebut menjadi bengkak dalam beberapa jam,
menjadi panas, merah, sangat nyeri. Kemudian pembengkakan ini biasanya menjalar ke sekitar
sendi dan lebih menyolok daripada arthritis yang lain. Kadang-kadang terjadi efusi di sendi-
sendi besar. Tanpa terapi keluhan dapat berkurang sendiri setelah 4 sampai 10 hari.
3. Stadium III
Pada stadium ini di antara serangan-serangan arthritis akut, hanya terdapat waktu yang pendek,
yang disebut fase interkritis.
4. Stadium IV
Pada stadium ini penderita terus menderita arthritis yang kronis dan tophi sekitar sendi, juga
pada tulang rawan dari telinga. Akhirnya sendi-sendi dapat rusak, mengalami destruksi yang
dapat menyebabkan cacat sendi (Syukri, 2007).

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwif-
5mQ3OjhAhWj73MBHQlyD4wQFjAAegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unila.ac.id
%2F6587%2F15%2FBAB%2520II.pdf&usg=AOvVaw0a6ErBSrU5J9uO0lrf2X4u

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&
ved=2ahUKEwjJnr6x2ejhAhUBbo8KHRAMCqYQFjAAegQIBBAC&url=http%3A%2F%2F
repository.usu.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F68490%2FChapter%2520II.
pdf%3Fsequence%3D4%26isAllowed%3Dy&usg=AOvVaw1r0m8AjqjvKOyKj71fu6Ky
Arthritis Rheumatoid

Definisi : Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun sistemik
(Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui
secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan
peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008).
Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung
kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).

Patofisiologi : Merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi
di jaringan synovial, dan kerusakan sendi terjadi mulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial.
Limfosit menginfiltrasi daerah system dan terjadi proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi
neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau
sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan
synovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.
Respon imun melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini
mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi
antara reseptor ssel T dengan share ystem dari major histocompability complex class II (MHCII-SE)
dan peptide pada antigen-presenting cell (APC) pada system atau sistemik namun peran sel B dalam
imunopatologis RA belum diketahui secara pasti (Suarjana, 2009).

Etiologi : Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanismeimunitas (antigen-antibodi), faktor system, dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Etiologi atau penyebab RA tidak diketahui. Banyak
kasus yang diyakini hasil dari interaksi antara faktor genetik dan paparan lingkungan.
1. Usia : Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi terjadinya
gesekan antara tulang dan di dalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas
sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang berusia lanjut, lapisan
pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, sehingga tubuh
menjadi sakit saat digerakkan dan menigkatkan risiko Rheumatoid Arthritis.
2. Genetika : Ada bukti lama bahwa genotipe HLA kelas II tertentu dikaitkan dengan peningkatan
risiko. Banyak perhatian pada DR4 dan DRB1 yang merupakan molekul utama gen
histocompatibility kompleks HLA kelas II. Asosiasi terkuat telah ditemukan antara RA dan
DRB1 yang * 0401 dan DRB1 * 0404 alel. Penyelidikan lebih baru menunjukkan bahwa dari
lebih dari 30 gen dipelajari, gen kandidat terkuat adalah PTPN22, gen yang telah dikaitkan
dengan beberapa kondisi autoimun.
3. Jenis kelamin : Insiden RA biasanya dua sampai tiga kali lebih tinggi pada wanita daripada
pria. Timbulnya RA, baik pada wanita dan pria tertinggi terjadi di antara pada usia enam
puluhan. Mengenai sejarah kelahiran hidup, kebanyakan penelitian telah menemukan bahwa
wanita yang tidak pernah mengalami kelahiran hidup memiliki sedikit peningkatan risiko untuk
RA. Kemudian berdasarkan populasi Terbaru studi telah menemukan bahwa RA kurang umum
di kalangan wanita yang menyusui. Salah satu sebab yang meningkatkan risiko Rheumatoid
Arthritis pada wanita adalah menstruasi. Setidaknya dua studi telah mengamati bahwa wanita
dengan menstruasi yang tidak teratur atau riwayat menstruasi dipotong (misalnya, menopause
dini) memiliki peningkatan risiko RA.
4. Gaya Hidup : Diantara faktor-faktor risiko, bukti terkuat dan paling konsisten adalah untuk
hubungan antara merokok dan RA. Sebuah riwayat merokok dikaitkan dengan sederhana
sampai sedang (1,3-2,4 kali) peningkatan risiko RA. Hubungan antara merokok dan RA terkuat
di antara orang-orang yang ACPA positif (protein anti-citrullinated / peptida antibodi), penanda
aktivitas auto-imun. Tidak Konsumsi Susu, Penderita AR memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami osteoporosis, untuk itu penting untuk menkonsumsi kalsium. Sumber kalsium
seperti susu, keju, yogurt dan produk susu lainnya. Sebaiknya dipilih jenis susu yang memiliki
kandungan lemak yang lebih rendah seperti skimmed milk atau semi skimmed milk. Aktivitas
Fisik, Cedera otot maupun sendi yang dialami sewaktu berolahraga atau akibat aktivitas fisik
yang terlalu berat, bisa menyebabkan rheumatoid arthritis.
5. Riwayat Reproduksi dan Menyusui Hormon yang berhubungan dengan reproduksi telah
dipelajari secara ekstensif sebagai faktor risiko potensial untuk RA, diantaranya yaitu
kontrasepsi oral (OC), Terapi Penggantian Hormon (HRT), Menyusui, riwayat menstruasi.

Gejala : Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan. Sering pada
keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum,
keluhan padasendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
1. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,peningkatan panas
badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut dan kaki
(sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula,
panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering
berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a) Kulit: nodul subukutan (nodul rematoid)
b) Jantung: kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada autopsi
RA didapatkan kelainan perikard
c) Paru: kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura (efusi
pleura, nodul subpleura)
d) Saraf: berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi berupa
keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
e) Mata: terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan mata, skleritis
atau eriskleritis dan skleromalase perforans
f) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati, anemia,
trombositopeni, dan neutropeni

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=2
ahUKEwjBrpO64OjhAhWe73MBHfzhAmIQFjAJegQICBAC&url=https%3A%2F%2Fwww.jurnal.u
msb.ac.id%2Findex.php%2Fmenarailmu%2Farticle%2Fdownload%2F871%2F782&usg=AOvVaw2c
KsrlFoJDEeiuTGPpLSC_
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=2a
hUKEwjxu4qh3ejhAhXv6XMBHT06DZcQFjAEegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unila.ac.
id%2F2424%2F9%2F2.%2520Bab%25202.pdf&usg=AOvVaw0ac23MfTkVwlKzQ7YOFjG7
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7ecfc9533b3d0c63e52385ece00081a8.pdf

Anda mungkin juga menyukai