Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah
pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik),
penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat
kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh
kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini
meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan,
pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang
berbahaya (Dessler, 2007).
II.1.1 Aspek yang berkaitan dengan Kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:
1. Beban kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun
psikososial.
II.1.2 Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970 merupakan induk daripada peraturan
perundangan K3.
Syarat-syarat Keselamatan Kerja terdapat pada pasal 3 dan pasal 4.
Pasal 3
1. Ayat 1: Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;

5
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian - kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2. Ayat 2: Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
1. Ayat 1: Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja dalam perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

6
2. Ayat 2: Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produksi teknis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3. Ayat 3: Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
Undang-undang RI No. 14 Tahun 1969 tidak sesuai lagi dengan perkembangan
dan tuntutan zaman, sehingga diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mempertegas perlindungan tenaga kerja
terhadap aspek K3 sebagaimana yang dinyatakan dalam:
Pasal 86
1. Ayat 1: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas: keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2. Ayat 2: Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pasal 87
1. Ayat 1: Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan. (Lalu Husni, 2005).
II.1.3 Pengendalian Resiko K3
Resiko atau bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian
memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/ bahaya-nya
menuju ke titik yang aman. Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi
memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara
pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan,
kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :

7
Gambar 2.1 Hierarki Pengendalian Resiko

Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai


dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki
pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan,
administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel di bawah :

Tabel 2.1 Hierarki Pengendalian Resiko

II. 2. Kecelakaan Kerja


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda (Lalu Husni, 2005).

8
II.2.1 Tingkatan Kecelakaan Kerja
Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan menurut
Frank B Jr dan George L Germain, tahun 1990.
1. Accident : Kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi
manusia maupun harta benda
2. Incident : Kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan kerugian
3. Near miss: Kejadian hampir celaka dengan kata lain kejadian ini hampir
menimbulkan kejadian incident ataupun accident
II.2.2 Faktor penyebab Kecelakaan Kerja
Berdasarkan teori dari Frank Bird Jr, menyebutkan bahwa kecelakaan disebabkan
atas beberapa faktor berikut:
1. Lemahnya kontrol atau kurang pengawasan dari pihak manjemen terhadap
berjalannya penerapan aspek-aspek keselamatan kerja di lapangan.
2. Penyebab dasar (Basic Causses) adalah faktor dasar yang menyebabkan
kecelakaan atau faktor utama dari terjadinya kecelakaan kerja. Faktor ini terdiri
dari dua faktor besar yaitu faktor manusia seperti kemampuan manusia yang
kurang, stress, pengetahuan yang kurang dan motivasi yang buruk untuk bekerja
sesuai dengan peraturan. Kedua faktor dari pekerjaan adalah faktor yang berasal
dari pengawasan pihak manjemen terhdap jalannya program keselamatan dan
kesehatan kerja.
3. Penyebab langsung adalah faktor kecelakaan yang secar langsung bersinggungan
dengan manusia dan kondisi lingkungan kerja seperti prilaku manusia yang tidak
baik dan kondisi lingkungan tidak aman.
4. Incident/Accident adalah terjadinya kontak dengan suatu benda, energy dan atau
bahan berhazard sebagai efek dari ketiga penyebab diatas yang tidak dapat
dikendalikan.
5. Trreshold limit adalah nilai ambang batas dimana ketika seluruh penyebab tadi
sudah melebihi nilai yang sudah di tentukan.
6. Kerugian adalah konsekuensi dari terjadinya incident/accident baik terhadap
manusia sebagai pekerja dan atau kerugian terhadap peralatan yang digunakan
untuk menunjang pekerjaan.

9
Adapun penyebab tingginya angka kecelakaan ditempat kerja ada dua hal yaitu :
A. Unsafe Action : tindakan – tindakan yang tidak aman dan berbahaya bagi para
pekerja.
 Adanya Percampuran Bahan- Bahan Kimia.
 Membuang Sampah Sembarangan Tempat
 Bekerja Sambil Bercanda dan Bersenda Gurau.
 Mengerjakan Pekerjaan Yang Tidak Sesuai Dengan Skill/ Keterampilan
 Tidak Melaksanakan Prosedur Kerja dengan Baik
B. Unsafe Condition : kondisi – kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi para
pekerja.
 Tempat Kerja Yang Tidak Memenuhi Standar/ Syarat.
 Alat Pelindung Diri Yang Tidak Sesuai Dengan Standar Yang Telah di
Tetapkan.
 Kebisingan di Tempat Kerja.
 Waktu kerja atau Jam Terbang Yang Berlebihan.
Perlakukan Yang Tidak Menyenangkan Dari Atasan
II.2.3 Efek Kecelakaan Kerja
Akibat terjadinya kecelakaan adalah sebagai berikut :
1. Cidera atau kerusakan
Akibat yang diderita manusia tidak terbatas pada luka atau cidera, akan tetapi
meliputi penyakit akibat kerja. Perlu diingat bahwa luka dan penyakit akibat kerja
adalah akibat kecelakaan, tetapi tidak semua kecelakaan adalah penyakit akibat
kerja.
2. Biaya
Akibat akhir suatu kecelakaan sering kali dihubungkan dengan besar biaya atau
biasa disebut besar kerugian kerugian, baik kerugian terhadap kerugian maupun
terhadap finansial. Biaya biasanya dklasifikasikan sebagai biaya yang
diasuransikan dan biaya tidak di asuransikan.
 Biaya yang diasuransikan
o Pengeluaran medis, biaya perawatan medis untuk cidera/penyakit akibat kerja
ditanggung sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah,
o Kompensasi karyawan, penggantian asuransi yang dibayarkan atas cacat, dan
kematian. Kompensasi yang dibayarkan pada karyawan yang mengalami

10
cacat akibat kecelakaan kerja atau pihak ahli warisnya dari perusahaan
asuransi diatur oleh peraturan pemerintah.
 Biaya yang tidak diasuransikan
o Jika karyawan pengganti dipekerjakan, maka biaya untuk melatih karyawan
(termasuk waktu dan bahan pelatihan) harus dipertimbangkan sebagai suatu
biaya akibat terjadinya kecelakaan.
o Biaya atas waktu peyelidikan, waktu yang dihabiskan manajemen dan
karyawan lain untuk menyelidiki kecelakaan, proses pendokumentasian,
isian-isian, klaim, menghadiri dengar pendapat dan sebagainya harus
dimasukan juga sebagai biaya langsung akibat kerja.
3. Citra perusahaan
Publikasi negatif bisa mempengaruhi pandangan pelanggan perusahaan terhadap
produk yang dihasilkan, dan berakhir pada hilangnya kepercayaan pelanggan.
4. Waktu
 Waktu pekerja, hilang akibat pekerja cidera. Jam kerja yang seharusnya dilakukan
pekerja untuk melakukan produksi hilang akibat terjadinya suatu kecelakaan dan
waktu kerja yang hilang untuk mencari pengganti pekerja yang cidera.
 Waktu hilang pada orang yang tidak cidera, waktu hilang pada saat karyawan lain
berhenti bekerja untuk membantu, menjadi saksi dan mendiskusikan kecelakaan
yang terjadi.
 Waktu hilang akibat perbaikan alat, pembersihan tempat kejadian dan pula waktu
yang tambahan yang harus disediakan untuk mengoperasikan kembali alat
tersebut.
5. Kerusakan alat, peralatan, produk, material, bangunan, produksi.
Kecelakaan bisa mengakibatkan kerusakan pada peralatan, harta hak milik,
/bangunan. Termasuk juga biaya untuk memindahkan/mengorganisasikan
material atau peralatan, perbaikan spesial terhadap peralatan atau penggantian
suku cadang.
6. Rugi penjualan produk yang rusak harus dikerjakan ulang/diganti untuk
memenuhi pesanan, karena di takutkan klien akan melakukan pesanan di tempat
lain.

11
7. Kehilangan pelanggan
Klien dapat saja memutuskan kontrak dan berpindah ke pihak lain akibat
perusahaan tidak bisa memenuhi pesanan, waktu pengiriman yang sudah
disepakati.
II.3 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga
kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial (Lalu Husni, 2005). Sedangkan menurut Prabu Mangkunegara (2001)
pengertian kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi
atau rasa sakit yang disebakan lingkungan kerja.
II.3.1 Hazard
Hazard adalah suatu kondisi atau tindakan atau potensi yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap manusia, harta benda, proses, maupun lingkungan. Potensi bahaya
dapat berasal dari mesin – mesin, pesawat, alat kerja, dan bahan – bahan serta energi,
dari lingkungan kerja, sifat pekerjaan dan proses produksi yang beresiko akan
munculnya bahaya. Faktor – faktor sumber bahaya adalah :
 Faktor fisik
Misalnya penerangan / pencahayaan yang tidak cukup, suhu udara yang panas,
kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising, dan sebagainya.
 Faktor kimia
Bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja, misalnya bau gas, uap
atau asap, debu dan sebagainya.
 Faktor biologi
Binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak
enak mengganggu, misalnya nyamuk, lalat, kecoa, lumut, taman yang tidak
teratur, dan sebagainya.
 Faktor Ergonomi
Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota badan
(ergonomic), misalnya meja atau kursi yang terlalu tinggi atau pendek.
 Faktor psikologi
Suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya adanya klik, gosip, cemburu dan
sebagainya.

12
II. 4 Faktor Fisik
II.4.1 Kebisingan
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat
pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
hingga permanen. Kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangn-
rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala
bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki (Afry, 2011).
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga (Afry, 2011). Di
Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.
2. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada
roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
3. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam
kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa,
gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.
Beberapa faktor terkait kebisingan yaitu:
1. Frekuensi
Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik) dengan
satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20.000 Hz. Frekuensi
dibawah 20 Hz disebut Infra Sound sedangkan frekuensi diatas 20.000 Hz disebut
Ultra Sound. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250 –
4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000 Hz
(Afry, 2011).
2. Intensitas suara
Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang ditransmisikan melalui
gelombang suara menuju arah perambatan dalam media (Afry, 2011).

13
3. Amplitudo
Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara pada
arah tertentu.
4. Kecepatan suara
Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per
satuan waktu.
5. Panjang gelombang
Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk satu
siklus.
6. Periode
Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan
periode adalah detik.
7. Oktave band
Oktave band adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang dapat
di dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi puncak suara
meliputi Frekuensi : 31,5 Hz – 63 Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2
kHz – 4 kHz – 8 kHz – 16 kHz.
8. Kekuatan suara
Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara per satuan
waktu.
9. Tekanan suara
Tekana suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan
Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan Pekerja :
1. Gangguan Fisiologis
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak
nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit
(Afry, 2011).
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat

14
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan
lain-lain (Afry, 2011).
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang (Afry, 2011).
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing
(vertigo) atau mual-mual (Afry, 2011).
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran
adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area
bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka
akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan
akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Afry,
2011)..
Noise Induced Hearing Loss
Cacat pendengaran akibat kerja (occupational deafness / noise induced
hearing loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang
bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising
terus menerus dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi
intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami
oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para
pekerja tersebut. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering
dijumpai setelah presbikusis.

15
Tabel 2.2. Intensitas dan waktu paparan bising

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech


discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan
gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman
pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising
( noise induced hearing loss ) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat
ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran
yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan
6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan
juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi
wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan
pendengaran yang terjadi (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).
Pengendalian Kebisingan di lingkungan kerja.
1. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.

16
Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap pekerja
dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu dengan menutup
atau menyekat mesin atau alat yang yang mengeluarkan bising.
2. Pada dasarnya untuk menutup mesin mesin yang bising adalah sebagai berikut:
 Menutup mesin serapat mungkin.
 Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran getaran.
 Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.
3. Mengadakan perlindungan terhadap karyawan.
Usaha melindungi karyawan dari kebisingan di lingkungan kerja dengan
memakai alat pelindung telinga atau personal protective device yaitu berupa ear
plugs dan ear muffs.
II.4.2 Panas
Panas atau suhu yang tinggi merupakan salah satu dari agen fisik yang
dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK). Suhu tubuh manusia yang dapat
kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh
panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya
terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak
pula panas tubuh akan hilang. Tekanan panas atau heat stress adalah batasan
kemampuan penerimaan panas yang diterima.
metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan, faktor lingkungan (seperti temperat
ur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian
yang digunakan. (Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat gangguan
tekanan panas,dibagi atas 4 kategori dasar yaitu:
1. Millaria Rubra (Heat Rash)
Sering dijumpai dikalangan militer atau pekerja fisik lainnya yang tinggal
didaerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal kemerahan pada kulit
yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan
kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan.
2. Kejang Panas (Heat Cramps)
Dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri atau bersama dengan kelelahan panas.
Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama
pada otot-otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya adalah karena
defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan

17
keringat diproduksi banyak. Bersama dengan keluarnya keringat, hilang sejumlah
air dan garam .
3. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion)
Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena
dehidrasi dan defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah
perifer bertambah, yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah
Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung keorgan-organ
lain yang cukup, sehingga timbul gangguan. Kelelahan panas dapat terjadi pada
keadaan dehidrasi atau defisiensi garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dapat
dipercepat terjadinya pada orang-orang yang kurang minum, berkeringat banyak,
muntah-muntah, diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran
air berlebihan (Depkes RI, 2003).
4. Sengatan Panas (Heat Stroke)
Sengatan panas adalah suatu keadaan darurat medik dengan angka kematian
yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu bekerja berlebihan
tetapi masih berfungsi, sedangkan pada sengatan panas, mekanisme pengatur suhu
tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertaipula dengan terhambatnya proses
evaporasisecara total (Depkes RI, 2003). Suhu tinggi biasanya berkaitan dengan
berbagai penyakit seperti di atas yaitu pukulan panas, kejang panas, kegagalan
dalam penyelesaian terhadap panas, dehidrasi, kelelahan tropis dan miliari.
Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat
terpapar panas yang tinggi, maka lamanya kerja ditempat yang panas harus
disesuaikan dengan tingkat pekerjaan dan tekanan panas yang dihadapi tenaga
kerja.
II.4.3 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah
getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia
(Kep.MENLHNo: KEP 49/MENLH/11/1996). Dalam kesehatan kerja, getaran yang
terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas:
a. Getaran seluruh badan,
b. Getaran tangan-lengan.
Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam
satuan meter per detik (m/detik2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran

18
per detik (Hz). Getaran seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5 . 4,0 Hz dan
tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington dan Gill, 2005).Vibrasi atau getaran, dapat
disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya mesin atau alat-alat
mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam 2 bentuk:
 Vibrasi karena getaran udara yang pengaruh utamanya pada akustik.
 Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi alat-alat
tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh. (Gabroel, 1996) melalui
sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak, sentuhan ini melalui
daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau seluruh tubuh (whole body
vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang terlazim di dalam
pekerjaan.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai
tubuh:
 3-9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
 6-10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,pemakaian
O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat
banyak perubahan sistem peredaran darah.
 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
 < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah.
Jenis Getaran
Getaran seluruh tubuh dapat menimbulkan efek tergantung kepada jaringan manusia,
seperti:
 3-6 Hz untuk bagian thorax(dada dan perut),
 20-30 Hz untuk bagian kepala,
 100-150 Hz untuk tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005).
Getaran Tangan Lengan Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga kerja yang
diperkerjakan pada:
 Operator gergaji rantai,
 Tukang semprot, potong rumput,
 Gerinda,
 Penempa palu.

19
Menurut buku K3 Sucofindo tahun 2002 efek getaran pada tangan ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kelainan pada peredaran darah dan persyarafan (vibration white finger ),
White finger memiliki nama lain dead hand disease / traumatic vasospastic
/Sindrom Raynaud’s adalah sebuah kondisi di mana pembuluh-pembuluh nadi
terkecil yang membawa darah ke ujung-ujung jari tangan atau kaki
terhambat sehingga akan terjadi spasme ketika terpapar kondisi dingin atau
sebuah gangguan emosional. Pada akhirnya ujung-ujung jari tangan atau kaki
menjadi biru akibat darah kehilangan oksigen. Ujung-ujung jari tangan atau
kaki menjadi pucat, dingin, dan kaku. Gejala–gejala penyakit white
finger antara lain : tangan dan kaki berubah warna. Kebanyakan tipe, pertama
kali berubah menjadi warna putih, kemungkinan diikuti oleh sebuah tahap di
mana tangan dapat menjadi sangat kebiru-biruan dan kemudian pada tahap
akhir menjadi kemerah-merahan. Kondisi ini disebut “Tiga Warna Perancis”
yang sesuai dengan perubahan warna pada white finger, yaitu : putih, biru,
dan merah. Warna ini berubah karena perubahan aliran darah ke anggota
badan dan juga kekurangan oksigen pada daerah yang terkena penyakit ini.

Gambar 2.2 vibration white finger


2. Kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Efek ini disebut sebagai
sindroma getaran tangan lengan ( Hand Vibration Arm Syndrome =HVAS).
HAVS adalah kumpulan gejala vaskuler, neurologik dan muskuloskeletal
yang mengenai jari, tangan dan lengan yang disebabkan oleh pengunaan alat-
alat yang menggetarkan tangan, khususnya bor (drill), gerinda, bor listrik,

20
gergaji, dan alat pembuat lubang pada beton (jackhammers). HAVS juga
dapat terjadi pada pekerja yang menggunakan mesin yang bergetar.
Kerusakan seringkali dialami sebagai tidak tahan terhadap dingin (cold
intolerance), sensibilitas berkurang, otot menjadi lemah, kehilangan
koordinasi dari tangan, ketrampilan berkurang, dan tangan menjadi kejang.
Terdapat 1 dari 10 pekerja yang bekerja dengan alat yang bergetar tersebut
menderita HAVS.
Gejala-gejala HAVS Berdasarkan patofisiologi HAVS, maka gejala-gejala
yang ditimbulkan terdiri dari :
 Gejala vaskuler dikenal sebagai fenomena Raynaud (atau vibration white
finger/VWF) yang terjadi akibat adanya spasme pembuluh darah.
Fenomena Raynaud
 Gejala sensorineural yang dapat ditemukan pada penderita HAVS adalah
rasa baal dan/atau kesemutan pada satu atau lebih jari. Gejala mulai dari
ringan dan hanya berefek pada ujung jari yang sifatnya hilang timbul.
Pada kasus yang berat, baal dapat mengenai sepanjang seluruh jari.
Tabel 2.3 Skala Klasifikasi Stockholm untuk gejala vaskular yang diinduksi oleh rasa
dingin pada jari penderita HAVS

II.4.4 Penerangan / pencahayaan


Salah satu faktor fisik yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat di tempat kerja yaitu penerangan. Penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan
mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata,
kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Suma’mur, 2009).
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja
dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya
yang tidak perlu (Suma’mur, 2009).

21
Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk
melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi
pandangan yang tidak nyaman (Fathoni, 2010).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002, tentang
Persyaratan Lingkungan Kerja Industri, Pencahayaan di Ruangan, untuk jenis
kegiatan pekerjaan rutin, seperti : pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun tingkat pencahayaan minimalnya adalah 300
Lux (Fathoni, 2010).
II.4.5 Potensi Bahaya Kimia
Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga
kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke
dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
 Pernapasan ( inhalation ),
 Kulit (skin absorption )
 Tertelan ( ingestion )
 Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
A. Sodium Sitrat
Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan
pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam
sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan,
sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
Pada temperatur kamar, sodium sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih.
Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air), atau bentuk
monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat.
Bentuk anhydrous sodium sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk
monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk
monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan
di atas 74 °C. Secara kimia, sodium sitrat bersifat seperti asam karboksilat

22
lainnya. Jika dipanaskan di atas 175 °C, sodium sitrat terurai dengan melepaskan
karbon dioksida dan air.
Sodium sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan
pengawasan makanan nasional dan internasional utama. Senyawa ini secara alami
terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan kelebihan sitrat dengan mudah
dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh. Paparan terhadap sodium sitrat kering
ataupun larutan asam sitrat pekat dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata.
Pengenaan alat protektif (seperti sarung tangan atau kaca mata pelindung) perlu
dilakukan saat menangani bahan-bahan tersebut. Nilai ambang batas untuk
sodium sitrat sampai saat ini belum tercatat (NIOSH, ACGIH, OSHA).
B. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan
tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah
bagain tubuh yang paling umum terkena.
Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b. Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi
kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-
alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan
oedema ( bengkak )
Contoh :
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c. Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada
kulit atau organ pernapasan
Contoh :
o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau
nickel, epoxy hardeners, turpentine.
o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

23
d. Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang
ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi
oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada
darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit (Bung Okles, 2008).
Contoh :
1. Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
2. Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,
hidrogen sulphide
e. Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti
pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia
yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
Contoh :
1. Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride (
liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih
); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
2. Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon
tetrachloride, dichromates, beryllium
f. Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari
seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat
memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai
contoh :aborsi spontan.
Contoh :
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene
glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide, pelarut.
g. Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau
sistem tubuh.
Contoh :
Otak : pelarut, lead, mercury, manganese

24
Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
II.4.6 Potensi Bahaya Biologi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit
yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang
menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll
maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi
merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja.
Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja.
Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak
dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi
keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk
mikro organisma sebagai berikut (Rusli Mustar, 2008) :
II.4.6.1 Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan
batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan
sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan
kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan
oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
II.4.6.2 Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus
tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas.
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV,
dan sebagainya.
II.4.6.3 Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek
karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan
hidup dari organisme atau hewan lain.
II.4.6.4 Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin
ditemukan di tempat kerja, diantaranya :

25
Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat
terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma
bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah
bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk
dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini
misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup,
Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi,
terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang
megandung organisme pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit
seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi
yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system
pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem
pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah
masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan
2. Melalui mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui kulit apabila terluka
Mengontrol bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organism patogen

26
2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali
setiap bulan
5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme
yang patogen pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
II.4.7 Potensi bahaya fisiologis
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
 Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
 Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum
tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
 Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah
40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka
beban maksimum tersebut harus disesuaikan.
 Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter
praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak
melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
II.4.7.1 Ergonomi
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada
sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan
itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu
diperhatikan performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya
adalah postur dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal

27
tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena hasil produksi sangat
dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila postur kerja yang digunakan
pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi
dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas
dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya
produktivitas.
Menurut Mulyono (2005) ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi
yang perlu diperhatikan, antara lain :

 Faktor manusia
Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai
pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal
istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia.
Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia
yang akan berinteraksi dengan produknya (Aria Gusti, 2011). Sebagai titik sentral
maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu
produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja
dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan
faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal
factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis
kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll. Sedangkan faktor dari luar
(external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia,
seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat, dll.
 Faktor Anthropometri

Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia,
terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau
menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya.
Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan
demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya
sistem kerja yang baik. Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa
tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan

28
kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan
dengan cara yang tidak alamiah.

 Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja
akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP
(Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau
barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja
dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih
tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap hasil kerjanya.
 Faktor Manusia dan Mesin

Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan suatu
hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana
kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga
merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan
mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai.
 Faktor Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat,
kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi
tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang
baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari
diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan,
perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan
lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan
produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit.
 Faktor Pengendalian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang manusiawi merupakan faktor pendorong bagi
kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang buruk
(melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan), yang melebihi toleransi
manusia untuk menghadapinya, tidak hanya akan menurunkan produktivitas kerja
tetapi juga akan menyebabkan penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
pencemaran lingkungan sehingga tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya

29
tidak mendapat rasa aman, nyaman, sehat dan selamat.
II.4.7.2 Anthropometri
Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi
tubuh manusia (Dian, 2010). Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok
statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang
terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan
dari 1 persentil sampai 100 persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna
dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan
manusia yang memakainya. Pemakaian data antropometri mengusahakan semua
alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan
alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang
memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat
terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan anthropometri:
a. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam suatu desain.
b. Mengetahui secara pasti populasi yang akan menggunakan desain
tersebut.
c. Menentukan prinsip aplikasi yang akan digunakan dengan
perencanaan distribusi ekstrim.
d. Desain harus digunakan 90%-95% dari suatu populasi.
e. Harus bisa menentukan nilai kelonggaran.
Penerapan data anthropometri dapat dilakukan jika ada nilai mean (rata-rata
dan standart deviasi dari suatu populasi tenaga kerja) dan persentil (suatu yang
menyatakan bahwa presentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya
sama/lebih rendah dari nilai tersebut). Anthropometri ada dua tipe, yaitu
(Suma’mur, 1994) :
 Anthropometri dinamis
Adalah pengukuran gerak tubuh untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai
antara gerak benda dan gerak tubuh, agar tenaga kerja dapat bekerja secara
maksimal.
 Anthropometri statis

Adalah pengukuran ukuran tubuh manusia, dimana ukuran tubuh tersebut
digunakan untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya yang

30
menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan gerakan-gerakan
yang dibutuhkan.
Pertimbangan untuk perancangan dalam anthropometri :
 Umur
 Jenis kelamin
 Suku bangsa
 Posisi tubuh
 Cacat tubuh
 Tebal/tipisnya pakaian
 Kehamilan 

Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh
manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Anthropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau
menciptakan suatu bentuk rancangan bangun yang disebut sebagai suatu rancang
bangun yang ergonomis. Anthropometri berkaitan dengan ukuran tubuh yang
sangat bervariasi. Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk
desain ruang dan alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis
kelamin, keturunan, status Gizi, dan kesehatan.
Pada lingkungan pabrik yang serba otomatispun manusia masih harus
membuat mesin dan produk yang dihasilkan lewat jalur perakitan yang dirancang
bagi manusia sebagai penggunaannya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak
dan posisi kerja tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak
diperlukan untuk menjamin adanya sistem yang baik
Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan
bekerja sambil duduk menurut Suma’mur (1994) adalah sebagai berikut :

 Kurangnya kelelahan pada kaki.
 Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah.
 Berkurangnya pemakaian energi.

 Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah .
Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja sambil
duduk, yaitu :

 Melembeknya otot-otot perut.
 Melengkungnya punggung.


31
 Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi
dilakukan secara membungkuk (Suma’mur, 1994).
Atas dasar ukuran-ukuran yang dimiliki, ukuran tempat duduk menurut
Suma’mur 1994 adalah :
 Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel di antara 38 - 48 cm (pakai tambah

alas kaki).
 Topangan pinggang dapat distel ke atas ke bawah dan begerak 8 - 12 cm di

atas alas duduk.
 Dalamnya topangan pinggang adalah 35 sampai 38 dari ujung depan alas

duduk.
 Dalamnya alas duduk 36 cm.
 Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak
 Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan khusus
pemakainya.
Agar stabil, sebaiknya dipergunakan kursi berkaki empat dan menggunakan
sandaran kaki. Topangan pinggang dianjurkan lebih dari 10 cm, agar dapat
melakukan gerakan yang bebas. Untuk kursi kerja, sandaran tangan tidak
diadakan agar gerakan dapat dilakukan dengan bebas. Perasaan tegangan di paha
dihilangkan dengan tinggi alas kursi yang tepat. Alas harus empuk dan ujung
depannya tidak tajam.
Sikap dan sistem kerja yang ergonomis memungkinkan berkurangnya tingkat
kelelahan tenaga kerja. Sikap tubuh dalam bekerja selalu diusahakan
dilaksanakan dengan duduk atau dalam sikap duduk dan sikap berdiri secara
bergantian. Oleh karena itu, sistem kerja berdiri sebaiknya diganti dengan sistem
kerja duduk.
Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan
bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk
diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu
tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk
beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10
derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap
setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan
sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak

32
menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30
menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap
rileks
Faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berpotensi
menimbulkan kerugian atau efek terhadap kesehatan sehubungan dengan
ergonomi. Terdapat beberapa faktor risiko ergonomi yaitu faktor fisik pekerjaan,
faktor organisasi kerja dan faktor psikososial (dalam Bridger, 2003). Lebih rinci
Bridger (2003) menjelaskan faktor risiko pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan musculoskeletal disorders (MSDs) meliputi postur, repetisi, durasi
dan beban. Selanjutnya faktor risiko yang akan dijelaskan adalah faktor risiko
pekerjaan yang dapat menimbulkan MSDs (penelitian ini hanya melihat faktor
risiko pekerjaan terhadap MSDs).
1. Postur Tubuh
Postur merupakan orientasi relatif dari posisi rata-rata setiap bagian tubuh
hampir pada setiap waktu. Postur tubuh seseorang dipengaruhi oleh gerakan yang
dilakukan. Zona netral dalam pergerakan sehingga membentuk postur yang netral
merupakan zona dimana pergerakan tersebut tidak membutuhkan gaya otot yang
besar atau menyebabkan ketidaknyamanan (American Dental Association, 2004).
Postur seseorang dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi tubuh
seseorang dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan.
Postur kerja sendiri dapat diartikan sebagai posisi tubuh pekerja pada saat
melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan task
requirements. Postur kerja dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu:
a. Karakteristik pekerja/ personal factor; seperti umur, antropometri, berat
badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal sebelumnya,
injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya, penglihatan, jangkauan
tangan, dan obesitas
b. Task Requirements; seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan
manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan
statis/dinamis.
c. Workspace design; dimensi tempat duduk, dimensi permukaan kerja, desain
tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan kualitas pencahayaan
(Bridger, 2003) 
Postur tubuh harus berada dalam keadaan stabil untuk
menghindari terjadinya tekanan yang berlebihan pada tubuh. Kestabilan

33
postur dalam menangani suatu objek tergantung pada ukuran pusat
pendukung dan tingginya dari pusat gravitasi. Ada dua jenis postur yang
sering terjadi ketika bekerja dengan pusat pendukung yang berbeda, yaitu:
i. Postur berdiri

Dalam posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Ada beberapa
manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan berdiri, yaitu:

Tabel 2.4 Beberapa Manfaat dari Posisi Kerja Berdiri (Bridger, 2003)
1. Jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi duduk
2. Berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/ force
3. Pekerja yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja
yang duduk
4. Kaki sangat efektif pada damping vibration
5. Tekanan pada lumbar disc rendahb
6. Bisa terus terjaga dengan sedikit aktivitas otot dan tidak membutuhkan
perhatianc
7. Kekuatan otot punggung dua kali lebih besar pada keadaan berdiri daripada
semi berdiri 
atau duduk

Manusia didesain untuk berdiri pada dua kaki, akan tetapi bukan berarti
didesain untuk berdiri terus menerus (oleh sebab itu postur kerja untuk berdiri terus
menerus masih belum dapat diterima secara fisiologi dan mekanik). Beban statis,
penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena dapat menyebabkan
fatigue, oleh sebab itu perlu adanya pergerakan dalam postur berdiri seperti berjalan-
jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat sebagai relaksasi agar aliran darah ke
kaki tetap aktif (Bridger, 2003).
Postur duduk
Dalam posisi duduk pusat pendukung tubuh adalah tulang
punggung terhadap pelvis. Postur duduk melibatkan fleksi pada lutut dan fleksi
punggung terhadap paha. Kelebihan postur duduk adalah untuk mendukung postur
yang stabil pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, puas secara psikologis
dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Hal ini berarti secara umum postur
duduk lebih disenangi secara psikologis. Pada umumnya orang tidak mampu untuk
duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka akan duduk

34
dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang agak merosot dapat
membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan
sehingga menimbulkan kesakitan (Bridger, 2003).
Berdasarkan ILO (1998) secara alamiah postur terbagi atas dua yaitu:
a. Postur Statis
Postur statis merupakan postur yang tetap atau sama hampir disepanjang waktu.
Pada postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot dan sendi, sehingga beban
yang ada adalah beban statis. Dalam kondisi ini suplai darah yang membawa
nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga akan mengganggu proses
metabolisme tubuh. Permasalahan dalam pekerjaan statis adalah postur yang
sama dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan stress/ tekanan
pada bagian tubuh tertentu.
b. Postur Dinamis

Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan panjang dan
peregangan pada otot serta adanya perpindahan beban. Postur dinamis melibatkan
adanya gerakan. Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral
dengan pergerakan. Akan tetapi jika pergerakan tersebut terjadi terus menerus dan
berkelanjutan maka dapat membahayakan kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena
pergerakan yang berkepanjangan akan membutuhkan energi yang lebih besar
daripada posisi statis, terutama pada pergerakan yang ekstrim atau ketika
menangani beban yang berat.
Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot, aliran
darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut.


Tabel 2.5 Perbandingan Kebutuhan otot pada Postur Statis dan Dinamis (Bridger, 2003)
Otot statis Otot dinamis
Konstraksi otot secara terus menerus
 Aliran darah ke otot bertambah
Aliran darah ke otot berkurang
 Pergantian fase konstraksi dan relaksasi
Produksi energi bersifat oksigen independen Produksi energi bersifat oksigen dependen
Glikogen otot diubah menjadi asam laktat Glikogen otot = CO2 + H2O otot mengambil
glukosa dan asam lemak dari darah

35
Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko menimbulkan
cidera adalah postur janggal. Postur janggal merupakan posisi tubuh/ segmen tubuh
yang menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal. Berikut ini
beberapa postur janggal yang berisiko menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu:

Tabel 2.6 Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya
(ILO, 1998).
Postur Janggal Alokasi kemungkinan sakit atau gejala
lainnya
Berdiri Pada kaki, regio lumbal

Duduk tanpa dukungan lumbar Pada regio lumbal

Duduk tanpa dukungan punggung Pada otot-otot punggung

Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang Pada lutut, kaki dan regio lumbal
baik dengan ketinggian yang sesuai
Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada Pada bahu dan otot-otot leher
permukaan alat kerja yang terlalu tinggi
Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan Pada bahu dan lengan bagian atas
dari alas vertikal
Tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau Pada bahu dan lengan bagian atas
(jauh/ tinggi)
Kepala mendongak Pada regio leher

Posisi membungkuk, punggung yang Pada regio lumbal, otot-otot punggung
mengarah ke depan
Membawa beban berat dengan cara Pada regio lumbal, otot-otot punggung
memanggul atau memikul
Semua posisi tegang Pada semua otot (karena semua otot terlibat)
Posisi ekstrim yang terus menerus pada Pada semua sendi (karena semua sendi
setiap sendi terlibat)

Semakin sering dan lama terjadinya postur janggal maka akan semakin
perbesar kemungkinan risiko yang ditimbulkan. Selain itu derajat kejanggalan yang
terjadi juga menentukan risiko yang dapat ditimbulkan.

36
2. Repetisi
Repetisi merupakan jumlah rata-rata pergerakan atau peregangan sendi atau
bagian tubuh tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pergerakan atau peregangan
yang sama pada bagian tubuh tertentu dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan over-extension atau penggunaaan otot tertentu secara berlebihan
yang dapat mengakibatkan kelelahan (American Dental Association, 2004).
Secara umum semakin besar pengulangan gerakan yang terjadi maka akan
semakin besar pula risiko kesehatan yang mungkin terjadi.
3. Durasi
Durasi merupakan jumlah waktu/ lamanya terpajan suatu faktor risiko. Durasi
kerja dapat dilihat sebagai jam kerja/ hari, hari kerja/ minggu atau lama kerja
dalam satuan bulan atau tahun. Secara umum, semakin lama seseorang bekerja
semakin tinggi potensi seseorang tersebut terkena risiko kesehatan dan cidera
karena mereka terpajan faktor risiko dalam waktu yang lama juga. Durasi juga
dapat dilihat sebagai pajanan pertahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan
berdasarkan faktor risikonya.
4. Force/ gaya
Force/ gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk
melakukan gerakan atau peregangan (American Dental Association, 2004).
Force/ gaya juga dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan
sesuatu. Force/ gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang
ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar force/ gaya yang
harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan
untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga akan
semakin besar.
Pajanan terhadap faktor risiko ergonomi ini biasanya saling berkaitan antara satu
faktor dengan faktor lainnya dalam menimbulkan efek terhadap kesehatan. Efek
kesehatan yang timbul merupakan kombinasi dari berbagai faktor risiko tersebut
seperti misalnya adanya postur janggal karena menangani beban tertentu dalam
waktu yang cukup lama dan dilakukan secara berulang-ulang.
Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah (NIOSH,1997) :
 Gangguan pada otot, syaraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, dan sendi

tulang belakang

37
 Gangguan tidak khusus yang disebabkan oleh kejadian yang cepat atau tiba-

tiba (seperti tergelincir, tersandung, atau jatuh) yang berkembang sedikit
demi 
sedikit atau bersifat kronik.
 Gangguan yang terdiagnosa oleh riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau tes

medis lainnya mulai dari tingkat yang paling ringan, berangsur-angsur

melemahkan dan kronik.
 Gangguan dengan beberapa gejala yang kelihatan seperti carpal tunnel

syndrome sampai pada gangguan yang tidak kelihatan namun terasa sakit
seperti low back pain. 

MSDs terjadi karena tidak ada/ kurangnya kesesuaian antara kemampuan dan
keterbatasan manusia dengan pekerjaannya. 
Selain MSDs, juga dikenal istilah
Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) yang merupakan MSDs yang
berhubungan dengan pekerjaan. WMSDs dapat diartikan sebagai MSDs yang
dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan performa pekerjaan. WMSDs juga dapat
berarti MSDs yang berefek buruk atau dalam waktu yang lama akan
menimbulkan efek buruk yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, serta
karakteristik personal dan faktor sosial yang berkontribusi terhadap
perkembangan WMSDs (NIOSH, 1997). WMSDs merupakan gangguan yang
melibatkan syaraf, otot, dan struktur penunjang tubuh sebagai hasil dari aktivitas
yang berhubungan dengan pekerjaan.
MSDs biasanya tidak hanya disebabkan oleh sebuah faktor tunggal atau
sebuah kejadian (seperti jatuh, tergelincir, atau tersandung), akan tetapi juga
merupakan kombinasi dan akumulasi dari berbagai faktor risiko ergonomi dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Jenis-jenis dan Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Musculoskeletal Disorders (MSDs) dapat disebabkan oleh berbagai faktor risiko,
baik berupa faktor tunggal maupun kombinasi dari berbagai faktor risiko. Berikut ini
adalah beberapa jenis MSDs yang sering terjadi, gejalanya, faktor risiko ergonomi
dan jenis pekerjaan yang berisiko menimbulkan MSDs tersebut.

38
39
40
41
42
43
II.4.8 Potensi bahaya Psiko-sosial
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian
seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan
klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress
akibat kerja.
II.4.8.1 Stress
 Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik
terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu
berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
 Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
 Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan
darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan
pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
II.4.9 Potensi bahaya dari proses produksi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan
yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan
dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan.
Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang
digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu
(tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan
bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed
additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram,
lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu
las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow
down otomatis, kebakaran, dan peledakan.

44

Anda mungkin juga menyukai