Disusun Oleh :
Supriyani ( B2C017003 )
Halaman Judul.................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 12
BAB 1 PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah fil ardhi. Dia tealh
menciptakan kamu dari bumi ( tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya(QS. Al- Huud : 61).
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya(Al-huud:7). Maksud dari kedua ayat tersebut
manusia sebagai penguasa di bumi memiliki wewenang untuk menguasai harta yang ada di muka
bumi ini dan milik Allah SWT. Manusia memiliki harta tetapi bukan pemilik sebenarnya(nisbi).
Mereka dapat menguasai harta sebagai amanat dari Allah terhadap ciptaan_Nya Allah
mengamanatkan harta titipan Nya sebagai sarana untuk beribadah sesuai petunjuk yang diberikan
oleh-Nya.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, startegis
dan menentukan[1] baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan
ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun
Islam yang lima, sebagaimana dalam hadis nabi,[2] sehingga keberadaannya dianggap
sebagaima’lum minad-diin bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan
bagian mutlak dari keislaman seseorang.[3] Didalam al-qur’an terdapat dua puluh tujuh
ayat[4] yang menyejajarkan kewajiban sholat dengan zakat. Terdapat berbagai ayat yang memuji
orang-orang yang sungguh-sungguh menunaikannya,[5] Dan sebaliknya memberikan ancaman
bagi orang yang sengaja meninggalkannya.[6] Karena itu khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
bertekad memerangi orang-orang yang sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat.[7] Ketegasan sikap
ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini
dibiarkan maka akan memunculkan berbagai problem sosial ekonomi dan kemudharatan dalam
kehidupan masyarakat.
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan dan belum optimal serta
kurang efektifnya sasaran zakat karena manajemen pengelolaan zakat belum terlaksana
sebagaimana mestinya, baik pengetahuan pengelola maupun instrumen manajemen pengelolaan
serta sasaran zakat. Olehnya itu untuk pengelolaan zakat yang lebih optimal agar sasaran zakat
dapat tercapai maka ada beberapa hal yang menjadi permasalahan antara lain:
1.2 Permasalahan
1. Apa Hikmah dan Manfaat Zakat ?
2. Bagaimana Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
3. Bagaimana Manajemen Pengelolaan Muzakki ?
4. Bagaimana manajemen Pengelolaan Mustahiq?
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Se- sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kedua, zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan
membina mereka terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada
Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan rasa iri, dengki dan hasad
yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta
cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan paramustahik,
terutama fakir miskin yang bersifat komsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan
kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil
penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.[9]
Kebakhilan dan keengganan membayar zakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan
dengki dari orang-orang miskin dan menderita juga akan dapat mengundang azab Allah SWT,
sebagaimana firman Allah SWT Surah An-Nisaa: 37
ض ِل ِه َوأَ ْعتَدْنَا ِل ْلكَافِ ِرينَ َعذَابًا ُّم ِهينًا َ َّالَّذِينَ يَ ْب َخلُونَ َويَأ ْ ُم ُرونَ الن
اس ِب ْالب ُْخ ِل َويَ ْكت ُ ُمونَ َما آتَا ُه ُم ه
ْ َّللاُ ِمن ف
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan
karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir [10]siksa yang menghinakan.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya
dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena
kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar
bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya sebagaimana firman Allah SWT QS. Al-Baqarah:
273
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat
(berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri
dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada
orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Disamping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk kongkrit darti
jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam yang dengannya dapat memberikan perhatian
dan kepeduliaan kepada fakir miskin sebagaimana firman Allah QS. Al-Maidah: 2
ِ شدِيد ُ ْال ِعقَا
ب ّللاَ إِ َّن ه
َ َّللا ِ اإلثْ ِم َو ْالعُد َْو
ان َواتَّقُواْ ه َوتَعَ َاونُواْ َعلَى ْال ِ ه
ِ بر َوالت َّ ْق َوى َوالَ تَعَ َاونُواْ َعلَى
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Juga dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda:[11]
“Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia
mencintai dirinya sendiri.”
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus
dimiliki ummat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi,
sekaligus untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Hampir semua ulama
sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan
miskin maupun sabilillah.[12] Kelima, Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab
zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak
orang lain dari harta yang diamanahkan kepada kita yang kita usahakan dengan baik dan benar
sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim.[13]
“Allah SWT tidak akan menerima sedekah (zakat) dari harta yang didapat secara tidak sah.”
Keenam, Meningkatkan pembangunan kesejahteraan , Zakat merupakan salah satu instrument
pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun
pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Menurut Monzer Kahf[14]mengatakan
bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan
bahwa sebagai manfaat dari zakat harta akan selalu beredar. Sedangkan menurut Mustaq
ahmad[15] zakat adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan soku guru
perekonomian. Menurut penulis zakat dapat dijadikan instrument fiskal sebagaimana dengan pajak
karena sejarah aplikasi zakat serta potensi yang cukup besar. Zakat akan mencegah terjadinya
akumulasi harta apada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk
melakukan investasi dan mempromosikan distribusi sehingga terjadi keadilan dan pergerakan
ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Al-Hasyr: 7
َك ْي َال َي ُكونَ د ُولَةً َبيْنَ ْاأل َ ْغنِ َياء ِمن ُك ْم
“..Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”
Ketujuh, Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang beriman untuk berzakat,
berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu
bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi
kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki.[16] zakat yang
dikelola dengan baik akan mampu membuka
lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan asset-aset oleh umat Islam.
Kedelapan, mengeluarkan zakat akan memberikan keberkahan dan pengembangan harta baik bagi
orang yang berzakat maupun pengembangan ekonomi secara luas. Sebab dengan terdistribusinya
harta secara adil akan dapat menggerakkan roda ekonomi sehingga produksi, komsumsi dan
distribusi dapat bergerak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah: 261
ّللاُ َوا ِسع َع ِليم
ف ِل َمن يَشَاء َو ه
ُ ضا ِع سنبُلَ ٍة ِ همئَةُ َحبَّ ٍة َو ه
َ ُّللاُ ي ُ سنَا ِب َل فِي ُك ِهل
َ س ْب َع ْ ّللاِ َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة أَنبَت
َ َت َ َّمث َ ُل الَّذِينَ يُن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم فِي
س ِبي ِل ه
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah [17] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki
yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat
juga berarti kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut
ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan
baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib
zakat disebut “muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”.Zakat
merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan
kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati. Di dalam Alquran Allah
telah berfirman sebagai berikut:
“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi
dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat
apa-apa yang kamu kerjakan”. Q.S. Al-Baqarah, 2:110
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-
kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.Q.S. At-Taubah, 9:60.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Q. S. At-
Taubah, 9:103.
Adapun hadis yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannya zakat antara lain adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia
bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh karena itu
ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah
utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukannlah
kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat lima kali sehari
semalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka,
bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka;
kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
kehormatan harta-harta mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena
sesungguhnya antara doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.
4. Harta perdagangan.
1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya sehingga ia
selalu dalam keadaan kekurangan.
3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk dibagikan
kepada orang yang berhak menerimanya.
4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat agar
menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.
5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk
menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.
7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.
8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan yang
bermaksud baik (bukan untuk maksiat).
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya
untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Sementara pemerintah
juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
BAB II PEMBAHASAN
A. Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yang
dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun.
Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya
menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan
zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan
baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib
zakat disebut “muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”.Zakat
merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan
kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati. Di dalam Alquran Allah
telah berfirman sebagai berikut:
“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi
dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat
apa-apa yang kamu kerjakan”. Q.S. Al-Baqarah, 2:110
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-
kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.Q.S. At-Taubah, 9:60.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Q. S. At-
Taubah, 9:103.
Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam
mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang
ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana
umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk
memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas
dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal
dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan
zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di
bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam
operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan
menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus
oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang
mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan
mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya.
Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan
dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta
zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat
kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam
konteks kekinian, amiltersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang
mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga
Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ .
Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan
korban bencana, dan pembangunan fasilitas umum umat Islam.Manajemen zakat yang baik adalah
suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
“Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya
guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik.
Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur.
Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian
Maka pendayagunaan adalah cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih
besar dan lebih baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 189).
1. Menurut Asnaini (2008: 134) pendayagunaan zakat dalah mendistribusikan dana zakat kepada
para mustahiq dengan cara produktif. Zakat di berikan sebagai modal usaha, yang akan
mengembangkan usahanya itu agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sepanjang hayat.
2. Menurut Masdar (2004: 8) pendayagunaan zakat adalah cara atau usaha distribusi dan alokasi
dana zakat agar dapat menghasilkan manfaat bagi kehidupan. Pendayaguanaan zakat berarti
usaha untuk kegiaan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari pengguna
hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu di syari’atkan.
a. Zakat dapat di dayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
c. Ketentuan lebih lanjut tentang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana di
Jadi yang dimaksud pendayagunaan zakat adalah pendayagunaan zakat adalah bentuk
pemanfaatan dana zakat secara maksimum tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya, sehingga
pendayagunaan, hal tersebut bukan berarti menafikan devisi lainnya. Boleh-boleh saja lembaga
zakat memiliki struktur organisasi yang lengkap serta di tunjang dengan fasilitas lengkap ataupun
lembaga zakat di dukung oleh nama-nama besar. Bahkan bisa saja lembaga zakat tiba-tiba yang
besar karena mendapat kepercayaan dari beberapa perusahaan besar. Tetapi pada akhirnya kembali
juga kepada kreativitas program pendayagunaan apa yang di kembangkan untuk mustahiq. Dari
program itulah masyarakat dapat mengetahui sampai sejauhmana performance lembaga zakat.
Dari program pemberdayaan mustahiq ini, jatuh bangunnya lembaga zakat di pertauhkan[2]
Dalam pendayagunaan zakat, ada tiga prinsip yang perlu di perhatikan yaitu:
program-program yang memberi manfaat jangka panjang untuk perbaikan kesejahteraan mustahiq.
Pendayagunaan zakat pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status mustahiq menjadi
muzakki. Melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan social serta
pengembangan ekonomi[8]
Pasal 1
3.Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hartaa yang di miliki oleh
muzaki perseoranagn atau badan usaha.
4.Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan
syariat islam
5.Ketentuan lebih anjut mengenal syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah
sebagaimana dimaksud pada ayat(4) diatur dengan peraturan menteri.
Dari hasil wawancara yang telah saya lakukan di masjid Muhammadiyah Bumiayu di dapatkan
informasi bahwa untuk pengelolaan zakat sudah di dikelola oleh LAZISMU yaitu lembaga
amal zakat infak shodaqoh muhammadiyah pimpinan cabang muhammadiyah Bumiayu.
LAZISMU PCM BUMIAYU bekerjasan dengan panitia zakat yang ada di masjid-masjid
muhammadiyah yang ada di Bumiayu. Salah satunya di masjid muhammadiyah karangtuang
Pengalokasian dana zakat dalam program kegiatan di LAZISMU PCM BUMIAYU telah di
rencanakan dan disusun. Perencanaan yang dilakukan oleh LAZISMU PCM BUMIAYU b
erisi plotingan presentasi dana bagi asnaf dalam berbagai kegiatan. Dari pemaparan kegiatan
yang dilakukan oleh LAZISMU PCM BUMIAYU sudah sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa prioritas pendistribusian dana zakat perlu disusun berdasarkan survey awal lapangan,
baik dari asnaf dan mstahiq, maupun progam perberdayaan yang hendak dilakukann (ekonomi,
pendidikan, dakwah, kesehatan, social dan lainnya)
Pendayagunaan zakat yang ada dimasjid Muhammadiyah Karangtuang masih belum maksimal
dengan yang ada pada UU Zakat
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Jaabir al-Jazaari, 1976. Minhajul Muslim .Beirut: Daar al-Fikr
Abdurrahman Qadir, 1988. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, raja Grafindo
Persada, Jakarta
Didin Hafiduddin, DR. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Gema Insani
Press Jakarta
Monzer Kahf, 1995. Ekonomi Islam, telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam (Yokyakarta Pustaka Pelajar
Yusuf Qardawi, DR. 1997. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,
Robbani Press Jakarta