Anda di halaman 1dari 20

Laboratorium Hidrologi Lingkungan

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

ACARA I
PENGUJIAN DATA HUJAN
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan pengujian data hujan dan menentukan rata-rata
hujan daerah.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Komputer
2. Alat Tulis
3. Kalkulator
4. Buku Sumber
5. Data Curah Hujan
III. DASAR TEORI
Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa
berupa air hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es, Di daerah tropis hujan
yang berupa air sering disebut sebagai presipitasi karena tidak semua tempat turun
hujan (Wilson,1993). Uap air akibat dari evaporasi dan evapotranspirasi bergerak di
atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas
menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi keadaan
cairan (from air to liquid state). Tetesan kecil (tiny droplet) tumbuh oleh kondensasi
dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen
sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir – butir air. Apabila jumlah butir
air sudah banyak dan akibat dari berat sendiri (secara gravitasi) butir – butir air itu
akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan. Bila
temperature udara turun sampai di bawah 00 Celcius, maka butiran air akan berubah
menjadi salju (Kodoatie dan Sjarif, 2010). Tipe presipitasi dapat ditentukan atas
dasar dua sudut pandangan yang berlainan. Suatu klarifikasi dapat dilakukan baik
atas dasar genesis maupun atas dasar bentuk presipitasi (Seyhan, 1977).
1. Klasifikasi genetik
Klasifikasi ini di dasarkan atas timbulnya presipitasi. Agar terjadi
presipitasi, terdapat tiga faktor utama yang penting: suatu tubuh udara yang
lembab, inti kondensasi dan suatu sarana untuk menaikkan udara yang lembab.

PENGUJIAN DATA HUJAN 1


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Pengangkatan ke atas dapat berlangsung dengan cara pendiginan sinklonik,


orografik maupun konvektif.
2. Klasifikasi bentuk
Suatu perbedaan yang sederhana tetapi mendasar dapat diadakan antara
presipitasi vertikal dan horizontal. Presipitasi vertikal jatuh diatas permukaan
bumi dan diukur oleh penaar hujan. Presipitasi horizontal dibentuk diatas
permukaan bumi dan tidak diukur oleh penakar hujan. Contoh presipitasi
vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan batu es dan sleet (campuran
hujan dan salju). Contoh presipitasi horizontal antara lain es, kabut, embun
beku, embun air dan kondensasi pada es dan dalam tanah.
Wilayah yang memiliki curah hujan menjadi tiga jenis berdasarkan proses
terjadinya. Tiga jenis hujan tersebut di antaranya (Tjasyono, 2004):
a. Hujan Orografis.
Hujan yang terjadi karena udara yang mengandung uap air di paksa oleh
angin untuk menaiki pegunungan yang suhunya semakin tinggi seiring
bertambahnya ketinggian. Hal ini mengakibatkan terjadinya kondensasi,
terbentuk awan, dan hujan pada sisi lereng pegunungan tersebut. Hujan ini
disebut hujan orografis. Angin yang mendorong hujan terus bergerak menuruni
lereng di sebelahnya tanpa mengandung uap air. Angin tersebut bersifat kering
dan sering disebut sebagai angin fohn. Daerah terjadinya angin fohn disebut
daerah bayangan hujan.
b. Hujan Frontal.
Hujan frontal adalah hujan yang disebabkan oleh bertemunya angin musim
panas yang membawa uap air yang lembab dengan udara dingin bersuhu rendah
sehingga menyebabkan pengembunan di udara yang pada akhirnya menurunkan
hujan.
c. Hujan Zenithal.
Jenis hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan adanya pemanasan tinggi.
Terdapat di daerah tropis antara 23,5̊ LU - 23,5̊ LS. Oleh karena itu disebut juga
hujan naik tropis. Arus konveksi menyebabkan uap air di ekuator naik secara
vertikal sebagai akibat pemanasan air laut terus menerus. Terjadilah kondensasi

PENGUJIAN DATA HUJAN 2


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

dan turun hujan. Itulah sebabnya jenis hujan ini dinamakan juga hujan ekuatorial
atau hujan konveksi.
Jumlah curah hujan yang diterima oleh suatu daerah sangat tergantung dari
faktor-faktor meteorologi, ketinggian tempat, jarak sumber uap air, posisi daerah
terhadap kontinen, arah angin, posisi daerah terhadap pegunungan, dan suhu relatif
daratan dan lautan.
Untuk berbagai tujuan, karakteristik presipitasi yang dipelajari hidrologi adalah:
 Intensitas merupakan jumlah curah hujan yang jatuh dalam waktu tertentu.
 Durasi merupakan periode waktu selama hujan berlangsung.
 Frekuensi merupakan harapan hujan akan jatuh.

A. Pengisian Data Curah Hujan Yang Hilang


Perhitungan data yang kosong merupakan permasalahan yang telah lama dalam
praktek hidrologi. Kekosongan data hujan dapat terjadi akibat hilangnya data,
kerusakan alat penakar, atau sebab lainnya. Dalam analisis ketersediaan air di suatu
sungai sering digunakan pendekatan hubungan hujan–limpasan. Hal ini dilakukan
karena keterbatasan data aliran yang ada. Dengan terbatasnya data aliran diharapkan
dapat dibangkitkan dengan menggunakan data hujan, namun jika data hujan yang ada
banyak mengalami kekosongan maka terjadi kesulitan dalam analisis hujan–limpasan
Terdapat 2 meode dalam pengisian data Curah Hujan yang hilang, antara lain:
1. Normal Ratio Methode
2. Inversed Square Distance Method
1. Normal Ratio Method
1 NxPA NxPB NxPC NxPD
Px= [ + + + ]
n NA NB NC ND
Keterangan :
PX = data curah hujan yang hilang (mm)
NX = hujan tahunan normal pada stasiun x (pada stasiun y yang dicari)
PA, PB, dan PN= data hujan yang diketahui pada stasiun A, B dan C
NA, NB, dan Nn = hujan tahunan normal pada stasiun A, B dan C
N = jumlah stasiun hujan yang data hujannya tersedia

PENGUJIAN DATA HUJAN 3


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

2. Inversed Square Distance Method

PA PB PC PD
+ + +
(dxA)2 (dxB)2 (dxC)2 (dxD)2
Px = 1 1 1 1
+ + +
(dxA)2 (dxB)2 (dxC)2 (dxD)2

Keterangan :
Px = tinggi hujan (mm)
PA, PB, PC = tinggi hujan stasiun sekitar (mm)
dxA, dxB = jarak dari stasiun hujan x ke masing-masing stasiun
hujan A, B, dan seterusnya (km)
Cara Kerja :
a. Mengambil data rerata bulanan dari beberapa stasiun beserta peta lokasi
stasiun hujan.
b. Mencari stasiun yang data hujannya tidak lengkap, misalnya bulan a
dalam tahun b.
c. Melihat data yang sama pada stasiun terdekat lainnya (minimal 2 stasiun)
apakah terisi atau tidak, jika terisi maka langkah selanjutnya bisa
dilakukan.
d. Menghitung jarak dari stasiun yang datanya hilang dengan stasiun-stasiun
terdekat.
e. Menggunakan rumus yang ada. Stasiun yang datanya hilang sebagai PX
dan stasiun lainnya sebagai PA, PB, dan PC serta jaraknya sebagai dxA,
dxB, dan dxC.

B. Pengujian konsistensi data


Terkadang dalam pengukuran curah hujan terdapat kesalahan. Pemindahan
alat penakar curah hujan, tertutupnya alat penakar hujan oleh vegetasi atau bentuk
penghalang lainnya dapat mengakibatkan perubahan data curah hujan yang tercatat.
Agar data curah hujan yang kita kumpulkan atau data curah hujan yang kita gunakan
konsisten, maka data curah hujan tersebut perlu “disesuaikan” untuk menghilangkan

PENGUJIAN DATA HUJAN 4


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

pengaruh perubahan lokasi alat ukur atau gangguan lainnya terhadap konsistensi data
hujan yang dihasilkan.
Uji konsistensi dapat dilakukan dengan teknik masa ganda (Double Massa
Curve), yaitu dengan membandingkan hujan rata-rata akumulatif dari stasiun yang
dimaksud (sebagai sumbu Y) dengan rerata akumulatif stasiun-stasiun disekitarnya
(sebagai sumbu X), yang dianggap sebagai stasiun dasar. Stasiun-stasiun dasar
tersebut dipilih dari tempat-tempat yang berdekatan dengan stasiun yang akan diteliti
konsistensinya.
Dari garis masa ganda dapat diketahui konsistensi data stasiun yang diteliti.
Jika garis yang dihasilkan lurus, maka disimpulkan datanya cukup baik, sebaliknya
jika garis yang dihasilkan tidak lurus maka menunjukkan bahwa data hujan dari
stasiun tersebut mengalami penyimpangan. Apabila akan dipakai data harus
dikoreksi dahulu dengan melakukan perhitungan yang berasal dari pembacaan
gambar untuk mencari harga-harga X, Y, Xo, Yo, YX.
Rumusnya :
Tga1
Hz 
Tga 0

Y0 Y
Dimana : Tg 0  danTg1  1
X0 X1
Keterangan :
Hz = hujan yang diperkirakan (dihitung)
Tg 0 = kemiringan garis double massa curve sebelum perubahan

Tgα1 = kemiringan garis double massa curve setelah perubahan


Cara kerja :
a. Menentukan stasiun hujan yang mau diuji konsistensinya dan stasiun lain
di sekitar untuk pengujian.
b. Mengkumulatifkan rata-rata hujan tahunan masing-masing stasiun,
kemudian plot dalam kertas millimeter dengan nilai kumulatif stasiun
penguji pada X dan nilai kumulatif stasiun diuji pada Y.
c. Menarik garis lurus. Jika garisnya sudah lurus berarti konsistensinya
baik, tetapi jika tidak lurus, maka perlu diuji konsistensinya.

PENGUJIAN DATA HUJAN 5


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

d. Membuat sudut yang membentuk segitiga pada garis sebelum terjadi


perubahan (  0 ) dan setelah terjadi perubahan (α1 ).

e. Menghitung nilai Tangennya menggunakan rumus berikut :


Tg  0 = Yo1-Yo2 / Xo1-Xo2

Tg  = Y1-Y2 / X1-X2
Hz = Tgα1 / Tg  0

f. Setelah dapat nilai Hz, maka setiap data yang menyimpang dikalikan nilai
Hz sebagai data yang benar.

C. Korelasi Antar Stasiun


Tingkat korelasai antar stasiun hujan yang digunakan harus diketahui
sebelum digunakan didalam analisis sehingga derajat ketelitian peralatan, interpolasi,
dan penentuan distribusi hujan yang dilakukan diketahui. Tingkat korelasi tersebut
dapat ditentukan dengan menghitung harga R.
Cara Kerja :
a. Memilih dua stasiun hujan dengan data curah hujan tahunan selama
minimal 10 tahun.
b. Memasukkannya kedalam tebel berikut, stasiun hujan yang diuji sebagai
X dan stasiun hujan lainnya sebagai Y.
Tahun X Y X2 Y2 XY

Jumlah (∑)

PENGUJIAN DATA HUJAN 6


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

c. Menggunakan rumus :

R= (n.xy)  (x.y )
{ n x  x  ( x) 2 }{ n x  y 2  ( y ) 2 }
2

Ukuran solidaritas dari hasil perhitungan antar stasiun yaitu :


0,0 – 0,199 = korelasi sangat lemah
0,2 – 0,399 = korelasi lemah
0,4 – 0,599 = korelasi sedang
0,6 – 0,799 = korelasi kuat
0,8 – 1 = korelasi sangat kuat

PENGUJIAN DATA HUJAN 7


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

IV. HASIL PRAKTIKUM


Tabel 1.1 Pengisian Data Curah Hujan Yang Hilang

No Bln Tahun PA PB PC dxA dxB dxC (PX)


1 Juli 1978 231 164 208 4,86 5,04 8,64 200,025
2 Juni 1979 15 55 11 4,86 5,04 8,64 30,995
3 Agustus 1979 136 0 0 4,86 5,04 8,64 60,545
4 juni 1980 15 0 0 4,86 5,04 8,64 6,678
5 September 1980 4 5 0 4,86 5,04 8,64 3,851
6 Juni 1981 0 56 23 4,86 5,04 8,64 26,421
7 Oktober 1981 27 162 166 4,86 5,04 8,64 102,463
8 Juni 1982 15 0 0 4,86 5,04 8,64 6,678
9 November 1982 224 22 69 4,86 5,04 8,64 118,548
10 Juni 1983 15 0 8 4,86 5,04 8,64 7,805
11 Desember 1983 358 636 147 4,86 5,04 8,64 443,358
12 Juni 1984 15 61 25 4,86 5,04 8,64 35,451
13 November 1984 224 81 127 4,86 5,04 8,64 151,141
14 Juni 1985 15 34 39 4,86 5,04 8,64 26,246
15 Oktober 1985 15 141 48 4,86 5,04 8,64 71,807
16 Juni 1986 15 89 134 4,86 5,04 8,64 62,395
17 September 1986 4 121 76 4,86 5,04 8,64 62,575
18 Juni 1987 15 0 46 4,86 5,04 8,64 13,157
19 Agustus 1987 136 0 0 4,86 5,04 8,64 60,545
20 Juni 1988 15 0 24 4,86 5,04 8,64 10,058
21 Juli 1988 231 0 0 4,86 5,04 8,64 102,838
22 Maret 1989 427 212 226 4,86 5,04 8,64 309,687
23 Juni 1989 15 190 164 4,86 5,04 8,64 108,430
24 Mei 1990 54 35 46 4,86 5,04 8,64 45,008

PENGUJIAN DATA HUJAN 8


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

No Bln Tahun PA PB PC dxA dxB dxC (PX)


25 Juni 1990 15 31 22 4,86 5,04 8,64 22,609
26 April 1991 224 279 131 4,86 5,04 8,64 233,668
27 Juni 1991 15 5 5 4,86 5,04 8,64 9,452
28 Maret 1992 427 184 97 4,86 5,04 8,64 279,925
29 Juni 1992 15 20 0 4,86 5,04 8,64 14,957
30 Februari 1993 293 275 354 4,86 5,04 8,64 294,141
31 Juni 1993 15 45 17 4,86 5,04 8,64 27.700
32 Januari 1994 61 429 30 4,86 5,04 8,64 208,969
33 Juni 1994 15 0 0 4,86 5,04 8,64 6,678
34 Februari 1995 293 495 224 4,86 5,04 8,64 366,900
35 Maret 1995 427 361 233 4,86 5,04 8,64 372,352
36 Juni 1995 15 177 101 4,86 5,04 8,64 94,175
37 April 1996 224 72 231 4,86 5,04 8,64 162,065
38 Juni 1996 15 25 65 4,86 5,04 8,64 26,183
39 Mei 1997 54 47 17 4,86 5,04 8,64 45,891
40 Juni 1997 15 0 379 4,86 5,04 8,64 60,064
41 Februari 1998 293 373 282 4,86 5,04 8,64 324,567
31 Juni 1998 15 129 204 4,86 5,04 8,64 88,813
32 Juni 1999 15 0 338 4,86 5,04 8,64 54,288
33 Juli 1999 231 0 110 4,86 5,04 8,64 118,332
34 Juni 2000 15 58 318 4,86 5,04 8,64 75,.480
35 Juni 2001 15 404 225 4,86 5,04 8,64 205,609
36 Juni 2002 15 5 164 4,86 5,04 8,64 31,849
37 Juni 2003 15 0 22 4,86 5,04 8,64 9,777
Keterangan:
PA = Curah hujan stasiun Tempel (mm)
PB = Curah hujan Stasiun Jetis (mm)
PC = Curah hujan Stasiun Beran (mm)
PX = Curah hujan Stasiun Dadapan yang hilang (mm)
dxA= Jarak Stasiun Dadapan-Tempel (km)
dxB = Jarak Stasiun Dadapan-Jetis (km)
dxC = Jarak Stasiun Dadapan-Beran (km)

PENGUJIAN DATA HUJAN 9


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) data curah hujan yang dicari pada
Stasiun Dadapan bulan Januari tahun 1994 adalah 208,969 mm

Tabel 1.2 Hasil Perhitungan Data Terkoreksi

STASIUN ͞͞͞͞ABC X
ABC X
No Tahun Y' Y A B C ABC X
1 1978 2281,025 2281,025 2041 2480 2682 2401 2401
2 1979 1647,54 3928,565 2062 2703 2813 2526 4927
3 1980 1623,529 5552,094 2273 2537 2570 2460 7387
4 1981 2456,884 8008,978 2057 2553 2425 2345 9732
5 1982 1731,226 9740,204 2227 1645 1579 1817 11549
6 1983 2255,163 11995,367 1971 3621 1960 2517,333 14066,333
7 1984 2117,592 14112,59 2181 1713 2537 2143,667 16210
8 1985 1407,053 15520,012 2062 1226 2629 1972,333 18182,333
9 1986 1062,97 16582,982 2010 1282 1819 1703,667 19886
10 1987 2514,702 19097,684 2037 1093 1428 1519,333 21405.333
11 1988 2438,896 21536,580 1981 1311 1902 1731,333 23136,667
12 1989 2674,117 24210,697 1981 2193 1599 1924,333 25061
13 1990 1370,617 25581,314 1981 1611 1561 1717,667 26778.667
14 1991 1377,119 26958,433 1981 1618 1270 1623 28401,667
15 1992 2022,882 28981,315 1981 2434 1925 2113,333 30515
16 1993 2388,841 31370,156 1988 1884 1936 1936 32451
17 1994 1740,647 33110,803 2042 2014 553 1536,333 33987,333
18 1995 2194,427 35305,230 2206 3065 1837 2369,333 36356,667
19 1996 1920,248 37225,478 2325 1823 633 1593,667 37950.333
20 1997 1131,955 38357,433 2178 1231 1940 1783 39733,333
21 1998 2745,38 41102,813 2037 2931 1981 2316,333 42049,667
22 1999 2403,62 43506,433 2022 2233 1396 1883,667 43933,333
23 2000 2436,48 45942,913 2036 3138 1948 2374 46307,333
24 2001 3002,609 48945,522 2059 2339 1604 2000,667 48308

PENGUJIAN DATA HUJAN 10


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

STASIUN ͞͞͞͞ABC X
ABC X
No Tahun Y' Y A B C ABC X
25 2002 1595,849 50541,371 2070 1270 2398 1912,667 50220,667
26 2003 1339,777 51881,148 2282 1825 1656 1921 52141,667
Keterangan:
Y = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
Y’ = Jumlah Kumulatif Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
A = Curah hujan Stasiun Tempel (mm)
B = Curah hujan Stasiun Jetis (mm)
C = Curah hujan Stasiun Beran (mm)
͞͞͞͞ABC = Rata-rata Curah hujan Stasiun A,B,dan C (mm)
X = Jumlah kumulatif rata-rata curah hujan Stasiun A,B,dan C (mm)
Tabel 1.3 Hasil Perhitungan Korelasi Antar Stasiun Dadapan Dengan Stasiun Tempel
No Tahun X Y X2 Y2 X.Y
1 1978 2281,025 2041 5203075,051 4165681 4655572,025
2 1979 1647,54 2062 2714388,052 4251844 3397227,480
3 1980 1623,529 2273 2635846,414 5166529 3690281,417
4 1981 2456,884 2057 6036278,989 4231249 5053810,388
5 1982 1731,226 2227 2997143,463 4959529 3855440,302
6 1983 2255,163 1971 5085760,157 3884841 4444926,273
7 1984 2117,592 2181 4484195,878 4756761 4618468,152
8 1985 1407,053 2062 1979798,145 4251844 2901343,286
9 1986 1062,97 2010 1129905,221 4040100 2136569,700
10 1987 2514,702 2037 6323726,149 4149369 5122447,974
11 1988 2438,896 1981 5948213,699 3924361 4831452,976
12 1989 2674,117 1981 7150901,730 3924361 5297425,777
13 1990 1370,617 1981 1878590,961 3924361 2715192,277
14 1991 1377,119 1981 1896456,740 3924361 2728072,739
15 1992 2022,882 1981 4092051,586 3924361 4007329,242
16 1993 2388,841 1988 5706561,323 3952144 4749015,908
17 1994 1740,647 2042 3029851,979 4169764 3554401,174
18 1995 2194,427 2206 4815509,858 4866436 4840905,962

PENGUJIAN DATA HUJAN 11


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

No Tahun X Y X2 Y2 X.Y
19 1996 1920,248 2325 3687352,382 5405625 4464576,600
20 1997 1131,955 2178 1281322,122 4743684 2465397,990
21 1998 2745,38 2037 7537111,344 4149369 5592339,060
22 1999 2403,62 2022 5777389,104 4088484 4860119,640
23 2000 2436,48 2036 5936434,790 4145296 4960673,280
24 2001 3002,609 2059 9015660,807 4239481 6182371,931
25 2002 1595,849 2070 2546734,031 4284900 3303407,430
26 2003 1339,777 2282 1795002,410 5207524 3057371,114
Total 51881,148 54071 110685262,384 112732259 107486140,097
Keterangan:
X = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
Y = Curah hujan Stasiun Tempel (mm)
Berdasarkan hasil perhitungan terlampir Stasiun Tempel tidak layak
menggantikan atau mengisi data curah hujan yang hilang di Stasiun Dadapan
karena hasil 0,286954029 dengan keterangan korelasi lemah.
Tabel 1.4 Korelasi Antara Stasiun Dadapan Dengan Stasiun Jetis

NO Tahun X Y X2 Y2 X.Y
1 1978 2281,025 2480 5203075,051 6150400 5656942,000
2 1979 1647,54 2703 2714388,052 7306209 4453300,620
3 1980 1623,529 2537 2635846,414 6436369 4118893,073
4 1981 2456,884 2553 6036278,989 6517809 6272424,852
5 1982 1731,226 1645 2997143,463 2706025 2847866,770
6 1983 2255,163 3621 5085760,157 13111641 8165945,223
7 1984 2117,592 1713 4484195,878 2934369 3627435,096
8 1985 1407,053 1226 1979798,145 1503076 1725046,978
9 1986 1062,97 1282 1129905,221 1643524 1362727,540
10 1987 2514,702 1093 6323726,149 1194649 2748569,286
11 1988 2438,896 1311 5948213,699 1718721 3197392,656
12 1989 2674,117 2193 7150901,730 4809249 5864338,581
13 1990 1370,617 1611 1878590,961 2595321 2208063,987
14 1991 1377,119 1618 1896456,740 2617924 2228178,542

PENGUJIAN DATA HUJAN 12


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

NO Tahun X Y X2 Y2 X.Y
15 1992 2022,882 2434 4092051,586 5924356 4923694,788
16 1993 2388,841 1884 5706561,323 3549456 4500576,444
17 1994 1740,647 2014 3029851,979 4056196 3505663,058
18 1995 2194,427 3065 4815509,858 9394225 6725918,755
19 1996 1920,248 1823 3687352,382 3323329 3500612,104
20 1997 1131,955 1231 1281322,122 1515361 1393436,605
21 1998 2745,38 2931 7537111,344 8590761 8046708,780
22 1999 2403,62 2233 5777389,104 4986289 5367283,460
23 2000 2436,48 3138 5936434,790 9847044 7645674,240
24 2001 3002,609 2339 9015660,807 5470921 7023102,451
25 2002 1595,849 1270 2546734,031 1612900 2026728,230
26 2003 1339,777 1825 1795002,410 3330625 2445093,025
Total 51881,148 53773 110685262,384 122846749 111581617,144
Keterangan:
X = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
Y = Curah hujan Stasiun Jetis (mm)
Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) Stasiun Jetis layak menggantikan
atau mengisi data curah hujan yang hilang di Stasiun Dadapan karena hasil
0,4961011 dengan keterangan korelasi sedang.
Tabel 1.5 Korelasi Antara Stasiun Dadapan Dengan Stasiun Beran

No Tahun X Y X2 Y2 X.Y
1 1978 2281,025 2682 5203075,051 7193124 6117709,050
2 1979 1647,54 2813 2714388,052 7912969 4634530,020
3 1980 1623,529 2570 2635846,414 6604900 4172469,530
4 1981 2456,884 2425 6036278,989 5880625 5957943,700
5 1982 1731,226 1579 2997143,463 2493241 2733605,854
6 1983 2255,163 1960 5085760,157 3841600 4420119,480
7 1984 2117,592 2537 4484195,878 6436369 5372330,904
8 1985 1407,053 2629 1979798,145 6911641 3699142,337
9 1986 1062,97 1819 1129905,221 3308761 1933542,430
10 1987 2514,702 1428 6323726,149 2039184 3590994,456

PENGUJIAN DATA HUJAN 13


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

No Tahun X Y X2 Y2 X.Y
11 1988 2438,896 1902 5948213,699 3617604 4638780,192
12 1989 2674,117 1599 7150901,730 2556801 4275913,083
13 1990 1370,617 1561 1878590,961 2436721 2139533,137
14 1991 1377,119 1270 1896456,740 1612900 1748941,130
15 1992 2022,882 1925 4092051,586 3705625 3894047,850
16 1993 2388,841 1936 5706561,323 3748096 462479,176
17 1994 1740,647 553 3029851,979 305809 962577,791
18 1995 2194,427 1837 4815509,858 3374569 4031162,399
19 1996 1920,248 633 3687352,382 400689 1215516,984
20 1997 1131,955 1940 1281322,122 3763600 2195992,700
21 1998 2745,38 1981 7537111,344 3924361 5438597,780
22 1999 2403,62 1396 5777389,104 1948816 3355453,520
23 2000 2436,48 1948 5936434,790 3794704 4746263,040
24 2001 3002,609 1604 9015660,807 2572816 4816184,836
25 2002 1595,849 2398 2546734,031 5750404 3826845,902
26 2003 1339,777 1656 1795002,410 2742336 2218670,712
Total 51881,148 4858 110685262,384 98878265 96761664,993
Keterangan:
X = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
Y = Curah hujan Stasiun Beran (mm)
Berdasarkan hasil perhitungan terlampir Stasiun Beran tidak layak
menggantikan atau mengisi data curah hujan yang hilang di Stasiun Dadapan
karena hasil 0,023400550 dengan keterangan korelasi sangat lemah.
Tabel 1.6 Curah Hujan Hilang Normal Ratio Method Tahun 1994

Tahun Stasiun (x) Stasiun A Stasiun B Stasiun C


1991 1377,119 1981 1618 1270
1992 2022,882 1981 2434 1925
1993 2388,841 1988 1884 1936
1994 1239,058 2042 2014 553
1995 2194,427 2206 3065 1837
1996 1920,248 2325 1823 633

PENGUJIAN DATA HUJAN 14


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

1997 1131,955 2178 1231 1940


Total 11035,472 14701 14069 10094

Keterangan:
X = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
A = Curah hujan Stasiun Tempel (mm)
B = Curah hujan Stasiun Jetis (mm)
C = Curah hujan Stasiun Beran (mm)
Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) pada Stasiun Dadapan tahun
1994 didapatkan curah hujan sebesar 1239,058 mm.

Tabel 1.7 Curah Hujan Hilang Normal Ratio Method Tahun 1995
Tahun Stasiun (x) Stasiun A Stasiun B Stasiun C
1991 1377,119 1981 1618 1270
1992 2022,882 1981 2434 1925
1993 2388,841 1988 1884 1936
1994 1740,646 2042 2014 553
1995 1939,630 2206 3065 1837
1996 1920,248 2325 1823 633
1997 1131,955 2178 1231 1940
Total 1058,691 14701 14069 10094
Keterangan:
X = Curah hujan Stasiun Dadapan (mm)
A = Curah hujan Stasiun Tempel (mm)
B = Curah hujan Stasiun Jetis (mm)
C = Curah hujan Stasiun Beran (mm)

PENGUJIAN DATA HUJAN 15


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) pada Stasiun Dadapan tahun


1995 didapatkan curah hujan sebesar 1939,630mm.

Tabel 1.8 Perbandingan Total Curah Hujan Tahunan Stasiun Dadapan

Tahun Normal Ratio Method Inversed Square Distance


1978 1784,929 2281,025
1979 1935,026 1647,54
1980 1896,933 1623,529
1981 1683,296 2456,884
1982 1407,464 1731,226
1983 1572,747 2255,163
1984 1378,827 2117,592
1985 1441,034 1407,053
1986 2178,872 1062,97
1987 1647,793 2514,702
1988 1445,207 2438,896
1989 ,647,937 2674,117
1990 1655,750 1370,617
1991 1427,058 1377,119
1992 1786,702 2022,882
1993 1595,962 2388,841
1994 1239,058 1740,646
1995 1939,63 2194,427
1996 1268,106 1920,248
1997 1,360,189 1131,955
1998 1999,857 2745,38

PENGUJIAN DATA HUJAN 16


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

1999 1673,031 2403,62


2000 2101,466 2436,48
2001 1686,769 3002,609
2002 1893,810 1595,849
2003 1893,032 1339,777

Berdasarkan hasil pembuatan grafik (terlampir) bahwa konsistensi data


tidak terjadi adanya penyimpangan sehingga garis curah hujan yang diuji masih
dapat sesuai dengan garis konsistensi.

V. PEMBAHASAN
Praktikum Hidrologi Lingkungan acara pertama yang berkaitan dengan
pengujian data hujan. Data curah hujan yang hilang merupakan data curah hujan
Stasiun Dadapan dengan data pembanding dari Stasiun Tempel, Jetis, dan Beran.
Data curah hujan yang digunakan selama 26 tahun dengan rentang dari tahun 1978
sampai 2003. Selain itu, menggunakan peta dasar dengan skala 1:180.000. Untuk
melakukkan pengisian data curah yang hilang tersebut digunakan dua metode yaitu
Inversed Square Distance Method dan Normal Ratio Method. Metode Inversed
Square Distance menggunakan tahapan analisis secara matematis antara lain
perhitungan data curah hujan yang hilang (PX) dan korelasi data. Korelasi data ini
dilakukkan dengan membandingkan hasil perhitungan PX dari stasiun uji dengan
stasiun pembanding sehingga didapatkan hubungan antara keduanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya data curah hujan antara lain dari
faktor alat maupun human erorr. Kerusakan alat baik karena faktor alam maupun
dari komponen penyusun alat itu sendiri. Faktor alam yang dapat mempengaruhi dan
mengganggu kerja alat tersebut bisa disebabkan karena adanya bencana alam seperti
badai. Kerusakan yang terjadi pada komponen-komponen karena tidak dilakukkan
perawatan secara berkala. Faktor human erorr atau kelalaian manusia dalam
pengambilan datanya. Selain itu, dapat terjadi karena waktu pengukuran yang
melewati waktu yang telah ditentukan sehingga keakuratan data yang diambil lemah.
Data yang hilang tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap pengolahan data
curah hujan suatu wilayah untuk berbagai keperluan.

PENGUJIAN DATA HUJAN 17


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Inversed Square


Distance Method yang kemudian dibuat grafik konsistensi didapatkan hasil bahwa
tidak terjadi penyimpangan sehingga garis curah hujan yang diuji masih dapat sesuai
dengan garis konsistensi. Oleh karena itu, maka data curah hujan dari Stasiun
Dadapan yang telah diisi tersebut menunjukkan data tersebut cukup baik sehingga
dapat digunakan sebagai data sekunder sesuai peruntukannya. Sementara itu, korelasi
Stasiun Dadapan dengan ketiga stasiun disekitarnya yang berguna dalam melakukkan
analisis data sehingga tingkat ketelitian penentuan distribusi curah hujan dapat
diketahui. Hasil perhitungan menunjukkan Stasiun Dadapan dengan Stasiun Tempel
memiliki tingkat korelasi lemah yang kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan topografi dari kedua stasiun sehingga mempengaruhi intensitas curah
hujan yang terjadi. Sementara itu, korelasi antara Stasiun Dadapan dengan Stasiun
Jetis memiliki tingkat korelasi sedang yang kemungkinan topografi di kedua stasiun
hampir sama dan memiliki keseragaman curah hujan yang relative sama. Sedangkan
korelasi dengan Stasiun Beran memiliki tingkat korelasi sangat lemah disebabkan
karena perbedaan topografi sangat mencolok baik dari elevasi maupun vegetasi
disekitarnya. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa Stasiun Jetis yang memiliki
korelasi sedang dengan Stasiun Dadapan dapat menggantikan data curah hujan.
Berdasarkan perhitungan data curah hujan dengan menggunakan Normal Ratio
Method yang didasarkan pada jumlah cuah hujan dalam satu tahun. Hasil
perhitungan yang dilakukkan pada tahun 1994 menunjukkan perbedaan nilai sebesar
501,588 mm dengan menggunakan metode Inversed Square Distance Method pada
tahun yang sama. Selain itu, perhitungan yang dilakukkan pada tahun 1995
menunjukkan hal yang sama dengan perbedaan nila keduanya sebesar 254,797.Hal
tersebut disebabkan karena penggunaan cara menghitung data dan tentunya rumus
yang digunakan. Untuk Normal Ratio Method sendiri menggunakan jumlah curah
hujan dalam satu tahun sedangkan Inversed Square Distance Method menggunakan
data curah hujan setiap bulan dalam tahun tersebut.
Tingkat keakuratan data yang ditunjukkan dari hasil perhitungan dengan
menggunakan kedua metode jelas berbeda. Hal itu dapat dilihat dari rumus yang
digunakan maupun dalam penggunaan data curah hujan yang disajikan.

PENGUJIAN DATA HUJAN 18


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

Perbandingan hasil antara Normal Ratio Method dengan Inversed Square Distance
Method menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan rumus dan penggunaan data
yang digunakan dari masing-masing metode dapat diketahui bahwa di dalam
pengujian data hilang metode Inversed Square Distance Method lebih akurat. Faktor
yang menyebabkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi antara lain data curah hujan
setiap bulan pada tahun tertentulah yang digunakan. Selain itu, keunggulan metode
ini yaitu dapat menentukan data curah hujan yang hilang pada bulan tertentu apabila
diperlukan. Sementara Normal Ratio Method, tidak dapat menentukan curah hujan
setiap bulan tetapi hanya dapat mengetahui jumlah curah hujan setiap tahunnya.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukkan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi hilangnya data yaitu kerusakan alat
dan human erorr.
2. Tidak terjadi penyimpangan pada garis konsistensi yang ditunjukkan pada
grafik tersebut.
3. Stasiun Jetis memiliki korelasi sedang dengan Stasiun Dadapan sehingga
dapat digunakan untuk mengganti data curah hujan yang hilang.
4. Inversed Square Distance Method menjadi metode yang akurat dalam
pengisian data curah hujan yang hilang.

PENGUJIAN DATA HUJAN 19


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2017/2018

DAFTAR PUSTAKA

PENGUJIAN DATA HUJAN 20

Anda mungkin juga menyukai