Anda di halaman 1dari 11

RESUME JURNAL “ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA : PANACEA ATAU


ANATHEMA?”
Harry T. Edward

Tugas Resume untuk memenuhi Ujian Akhir Semester APS


Disusun Oleh:
Maria Acintya Wikasitakusuma – E0017285

Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) telah memperlihatkan


suatu transformasi luar biasa dalam sepuluh tahun terakhir. Kurang lebih dari satu dekade
yang lalu, hanya segelintir sarjana dan pengacara yang memahami perlunya alternatif untuk
litigasi. Gagasan APS terlihat bukan apa-apa selain sebagai sekadar kegemaran untuk
beberapa cendekiawan yang tidak biasa. Saat ini, dengan munculnya keluhan publik
tentang ketidakefisienan dan ketidakadilan dalam sistem pengadilan tradisional kita,
gerakan APS telah menarik pengikut pengikut. APS tidak lagi dibelenggu dengan reputasi
gerakan pemujaan.

Terburuknya, APS hanyalah gagasan yang sangat modern, saat ini dilihat layak
untuk menjadi diskusi serius antara praktisi dan sarjana dengan beragam berlatar belakang
dan minat professional. Baiknya, perkembangan APS mencerminkan sebagai suatu upaya
baru yang serius agar perencanaan tersebut dapat diterapkan dan menjadi alternative yang
adil untuk sistem pengadilan tradisional kita. Tidak dapat diragukan, bagaimanapun,
perkembangan APS telah menarik perhatian public. Selama lima tahun terakhir, sudah ada
sejumlah buku, artikel, konferensi, majalah, surat kabar, dan penawaran jalan baru untuk
APS. Mekanisme penyelesaian sengketa alternative saat ini sedang didirikan di seluruh
Amerika Serikat, dengan lebih dari seratus lima puluh pusat mediasi sengketa kecil di
hampir empat puluh negara, dan saat ini pengadilan arbitrase sudah aktif digunakan di
kedua pengadilan negara bagian dan pengadilan federal. Hal ini memang menjadi waktu
yang tepat bagi mereka dalam perkembangan APS. Adapun alasan untuk memperhatikan,
bahwa bagaimanapun, APS mungkin menjadi jalan keluar. Popularitas dan minat publik
bukanlah tanda pasti dari suatu usaha keras yang berkualitas. Ini merupakan kebenaran
dalam APS, karena perkembangan tersebut tidak jelas dan motif-motif dari beberapa
penganut APS masih dipertanyakan. Tampaknya beberapa orang yang telah melakukan
APS, tanpa mempertimbangkan tujuan atau konsekuensinya, karena mereka melihat itu
sebagai cara tercepat (dan terkadang menarik) untuk menghasilkan uang

APS juga sudah memberi kesan bahwa beberapa orang yang mendukung APS
diartikan sebagai sarana untuk melayani orang miskin dan yang tertindas dalam masyarakat
namun sebenarnya pada prinsipnya ini termotivasi dari keinginan untuk membatasi
pekerjaan pengadilan di bidang-bidang yang mempengaruhi kepentingan minoritas, hak
sipil, dan kebebasan sipil. Dan hal ini menyatakan bahwa terkadang orang yang menganut
perkembangan APS ini karena mereka melihat penyelesaian sengketa yang efisiensi dan
murah sebagai tujuan sosial yang penting, tanpa memperhatikan tercapainya hasil
substantive. Jika perkembangan APS secara jelas mencerminkan pemikiran seperti itu,
maka tidak jelas apakah perkembangan itu merupakan sebagai panacea (penyembuh yang
ampuh), atau apakah anathema (sesuatu yang disisihkan), untuk masalah yang dirasakan
dalam sistem pengadilan tradisional kita.

Perhatian utama penulis adalah bahwa antusiasme kita terhadap gagasan APS,
mungkin kita akan gagal dalam berfikir mengenai hal-hal ingin dicapai. Sudah saatnya kita
memikirkan tujuan dan kesepakatan yang akan kita capai baik yang menjanjikan maupun
bahaya dari alternatif hukum adat. Dalam esai ini penulis memperlihatkan beberapa
pandangan mengenai refleksi ini yang dapat diambil.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana berbagai macam perspektif dalam APS?


2. Bagaimana Peran APS dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Tradisional?
3. Bagaimana Peran APS sebagai jalan tengah atau sistem alternatif?
II. PEMBAHASAN

1. Masalah dalam Perspektif

Apabila mekanisme APS paling signifikan sebagai pengganti litigasi tradisional,


maka penting bagi kita untuk menilai masalah khusus yang dihadapi oleh sistem peradilan
kita yang akan diselesaikan oleh APS. Untungnya, literasi mengenai hal ini sangatlah luas
bahwa ini tidak penting untuk mengulang permasalahan atau untuk menyelesaikan
perdebatan yang sedang terjadi mengenai apakah kita adalah orang-orang yang sadar akan
hukum atau tidak.

Hal tersebut sudah cukup jelas bahwa, beberapa tahun belakangan ini, biaya untuk
litigasi telah meningkat secara substansi dan jumlah kasus yang terdapat di state court dan
federal court sudah menjamur. Contohnya, antara tahun 1960 dan 1980 jumlah pengajuan
di pengadilan distrik federal meningkat dua kali lipat. Walaupun sistem peradilan kita saat
ini telah disesuaikan untuk menghadapi peningkatan-peningkatan, ini agak berlebihan
untuk melihat bahwa penambahan lebih banyak hakim lagi, sebagai solusi yang dapat
diterima oleh masyarakat kita yang semakin meningkan permintaan akan sumber daya
hukumnya.

Tentunya ini sangat menyesatkan untuk melihat statistik dalam arus pengadilan
sebgai bukti konklusif dari kesalahan dalam proses peradilan, dalam state court dan federal
court sekitar Sembilan puluh persen masalah diselesaikan tanpa melalui ajudikasi.
Meskipun (mungkin karena) pengajuan kasusnya tinggi, kita sudah memiliki sistem
“alternative penyelesaian sengketa” yang menekankan negosiasi dibandingkan dengan
ajudikasi. Sayangnya, pengalaman kita dalam penyelesaian hukum dengan negosiasi masih
jauh dari kata memuaskan. Penelitian baru-baru ini mengungkapkan ketidakpuasan di
kalang pengacara, dengan mengejutkan delapan puluh lima persen menyetujui bahwa
proses ad hoc saat ini digunakan sehubungan dengan penyelesaian hukum secara negosiasi
dapat ditingkatkan secara signifikan. Pihak-pihak yang terlibat mengeluh bahwa kompromi
yang terjadi terlambat, terlalu mahal dan terlalu memusingkan.

Meskipun terdapat cara yang jelas untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan


kasus-mungkin dengan mendorong peran peradilan yang lebih aktif dalam negosiasi,
mungkin naif untuk berfikir bahwa hanya ini saja yang akan sepenuhnya memecahkan
masalah tentang kasus yang sedang berkembang. Banyak hakim yang kurang memiliki
keahlian dalam mediasi yang diperlukan untuk kesuksesan penyelesaian kasus melalui
kompromi. Sayangnya, tidak ada kecocokan yang jelas antara karakteristik yang dibuat
untuk penilaian yang sangat baik dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mediasi yang
berhasil. Selain itu, kita tidak dapat bergantung pada penggugat pribadi untuk
menyelesaikan kasus untuk memuaskan diri; terlalu banyak pengacara memandang saran
untuk kompromi sebagai pengakuan kelemahan dan karena itu menunda dimulainya
negosiasi dengan harapan bahwa tanggung jawab untuk menyarankan penyelesaian jatuh
pada pihak lawan.

Selanjutnya, pengacara sering menjadi begitu yakin akan jasa terhadap kliennya
bahwa mereka mungkin memiliki harapan yang sepenuhnya tidak realistis mengenai hasil
suatu kasus, sehingga mengurangi awal negosiasi yang sukses. Dengan alasan ini, kita
harus skeptic terhadap proses uji coba penyelesaian yang ada seperti yang kita cari untuk
mekanisme yang layak untuk alternatif penyelesaian sengketa. Para pihak akan
melanjutkan untuk memecahkan kasus, tetapi tidak mungkin bahwa proses penyelesaian
akan membaik jika kita hanya mengandalkan proses negosiasi ad hoc yang sedang
dilakukan.

Mengingat kurangnya tanggapan tradisional terhadap berbagai masalah dengan


sistem pengadilan kami, tidak mengherankan bahwa banyak penasihat percaya bahwa kami
harus mengembangkan pendekatan baru untuk penyelesaian sengketa sebagai pengganti
litigasi. Secara umum, penulis setuju, penulis berpikir masih ada dua pertanyaan ambang
batas kritis yang harus kita buat sebelum kita melangkah untuk merangkul sistem APS.
Pertama, kita harus mempertimbangkan apakah mekanisme APS diusulkan untuk
memfasilitasi prosedur pengadilan yang ada, atau sebagai alternatif yang sepenuhnya
terpisah dari sistem yang ditetapkan. Kedua, kita harus mempertimbangkan apakah
sengketa yang akan diselesaikan berdasarkan sistem APS akan melibatkan hak dan
kewajiban publik yang signifikan. Dengan kata lain, kita harus menentukan apakah APS
akan mengakibatkan ditinggalkannya sistem konstitusional kita di mana "aturan hukum"
dibuat dan pada dasarnya ditegakkan oleh cabang-cabang pemerintahan yang sah dan
apakah hak dan tugas akan dibatasi oleh hukum tersebut. Mungkin cara terbaik untuk
membuat konsep masalah-masalah kritis ini adalah dengan merujuk pada matriks
sederhana:

APS dalam pengadilan sengketa privat | APS diluar pengadilan sengketa publik

Sengketa privat diselesaikan Masalah hukum public diselesaikan


sebagai tambahan ke sebagai tambahan ke pengadilan
pengadilan
Sengketa privat diselesaikan Masalah hukum public diselesaikan
oleh mekanisme oleh mekanisme independen
independent

Jelas, banyak perselisihan tidak dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai


perselisihan pribadi semata yang tidak melibatkan undang-undang dasar atau hukum
publik. Banyak komentator telah mencoba untuk membedakan sengketa "publik" dan
"pribadi"; tetapi, dalam pandangan penulis, tidak ada yang sepenuhnya berhasil dalam
upaya ini. Masalahnya adalah tersembunyi dalam banyak sengketa pribadi yang tampaknya
sering menjadi masalah hukum public yang sulit. Dalam penjelasan ini, saya tidak
menawarkan solusi mudah untuk masalah definisi sengketa publik / pribadi. Penulis
menyarankan, bagaimanapun, ada sejumlah kasus hukum publik yang mudah
diidentifikasi. Ini termasuk masalah konstitusional, masalah seputar peraturan pemerintah
yang ada, dan masalah yang menjadi perhatian publik. Kategori yang terakhir dapat
mencakup, misalnya, pengembangan standar hukum pertanggungjawaban ketat dalam
kasus pertanggungjawaban produk . Meskipun kurang mudah diidentifikasi daripada
masalah-masalah konstitusional dan peraturan, masalah-masalah seperti itu dari perhatian
publik yang besar dapat diakomodasikan selama mekanisme ADR dibuat sebagai
tambahan untuk sistem peradilan atau peraturan yang ada, atau jika masalah-masalah ini
dapat dipindahkan di pengadilan setelah resolusi awal berdasarkan ke APS.
Tujuan penulis dalam membuat matriks hukum publik / privat bukanlah untuk
memberikan kepada para administrator pengadilan sebuah metode pembuktian yang bodoh
dalam menugaskan kasus-kasus untuk menyetujui sistem penyelesaian perselisihan.
Sebaliknya, matriks membantu untuk menjelaskan aspek-aspek APS yang seharusnya
memunculkan sebagai perhatian terbesar. Secara khusus, kita harus fokus pada kuadran
matriks yang akan memungkinkan penyelesaian sengketa hukum publik dalam sistem APS
yang benar-benar bercerai dari pengadilan. Mekanisme APS yang termasuk dalam kuadran
ini, saya percaya, sepenuhnya tidak pantas.
Selebihnya dalam penjelasan ini, penulis akan mengeksplorasi bahaya dan
kemungkinan yang disajikan oleh masing-masing kuadran dalam matriks, dimulai dengan
dua kuadran yang melibatkan penggunaan APS sebagai tambahan untuk sistem pengadilan
tradisional kita.
2. Peran APS dalam penyelesaian sengketa di pengadilan tradisional

Satu cara untuk mengatasi beban kasus adalah dengan mengalihkan kasus litigasi
dengan cara membatasi yurisdiksi dalam sebuah pengadilan. Ada 2 kesulitan dalam
pendekatan sebuah “sisi-permintaan”. Pertama, membatasi yurisdiksi dalam pengadilan
dapat menghasikan menghilangnya hak-hak untuk kaum minoritas dan kelompok lainnya,
yanng dalam kasusnya hak sipil, gugatan tahanan, dan pekerjaan yang setara akan menjadi
yang utama untuk dihilangkan dari pengadilan. Kedua, solusi pembatasan yurisdiksi akan
gagal untuk mengenali peran potensial dari APS dalam sebuah sistem pengadilan
tradisional. Jika kita terburu – buru dalam membatasi substansi yurisdiksi dalam
pengadilan, kita akan kehilangan kesempatan terbaik untuk bereksperimen dengan manfaat
dari APS.

Secara implisit mengenali dua permasalahan ini, banyak Advokat dari APS
menyarankan penggunaan APS sebagai tambahan untuk sistem pengadilan negara federal
dan negara bagian. APS tidak akan menggantikan litigasi, tetapi hanya akan digunakan
untuk membuat sistem kerja pengadilan tradisional lebih efesien dan efektif. Karena
sebagian besar dari semua kasus pengadilan telah diselesaikan daripada diputuskan,
banyak komentator percaya bahwa APS mempunyai potensial yang besar untuk
mengurangi beban kasus dengan meningkatkan efektivitas dari penyelesaian; secara
bersamaan, karena APS akan berada di bawah pengawasan pengadilan yang cermat, ada
jauh lebih sedikit bahaya bahwa APS akan menjadi skema jahat untuk mengurangi hak-
hak istimewa didalam masyarakat.

Ada beberapa cara dimana peningkatan potensi APS yang sangat besar dapat
disadap. Banyak pengacara bersikeras bahwa itu murni, tajam, dan penilaian analitis
terhadap suatu kasus dapat meningkatkan prospek negoisasi yang berhasil dengan cara
menawarkan pandangan yang realistis tentang apa yang akan terjadi jika suatu kasus
tersebut memakai ajudikasi penuh. Selanjutnya, karena terlalu banyaknya pandangan
pengacara yang menyarankan kompromi sebagai suatu pengakuan yang lemah, mekanisme
bagian itu sebagai tanggung jawab untuk mengusulkan penyelesaian negoisasi dimana
tidak ada pihak yang memiliki potensi luar biasa untuk memulai penyelesaian pada tahapan
lebih awal dalam litigasi.

Sesungguhnya, banyak perkara privat dan pengadilan telah menggunakan APS


karena itu memberikan penilaian yang netral dan mengharuskan para pihak untuk berpikir
tentang berkompromi pada tahapan awal dalam litigasi. Contohnya, beberapa korporasi
telah memelopori resolusi yang besar dan rumit dalam perselisihan bisnis dengan memakai
metode alternatif untuk menyelesaikan sengketa hukum dari persidangan formal.
Walaupun hasilnya tidak mengikat, mini-trials telah berhasil dalam menyelesaikan kasus
dengan cepat. Orang yang berperkara bisnis seringkali menganggap pendapat pihak ketiga
sangat berharga dalam memutuskan cara terbaik untuk menyelesaikan banyak kasus yang
cukup rumit. Mini-trials juga memiliki keutamaan untuk memaksa pihak yang berperkara
untuk menghadapi kelemahan dalam kasus mereka.

Sayangnya, mini-trials adalah pilihan yang realistis hanya untuk orang kaya, dan
keberhasilan dari mini-trials dapat dihasilkan dari fakta bahwa mereka diprakarsai oleh
para pihak, yang dengan demikian menunjukkan kecenderungan mereka untuk
menyelesaikan. Arbitrase yang dilampirkan di pengadilan – cepat diadopsi di banyak
negara dan pengadilan federal – dapat menawarkan pada orang miskin dalam mini-trial.
Banyak yurisdiksi memiliki arbitrase wajib untuk kasus dalam kelas tertentu – terutama
sengketa gugatan dan kontrak dengan potensi kerusakan penghargaan dibawah naungan
keuangan yang layak. Oleh karena itu, Arbitrase yang dilampirkan di pengadilan sering
digunakan untuk menyelesaikan perselisihan pribadi daripada masalah hukum publik yang
sulit. Memang, dengan mengalihkan perselisihan pribadi ke arbitrase, pengadilan federal
dan negara bagian mungkin dapat mengeluarkan lebih banyak waktu dan energi
menyelesaikan masalah hukum publik yang sulit.

Pengalaman di sebagian besar arbitrase yang dilampirkan pengadilan negeri


sangatlah menarik. Sebagian besar dari pihak yang bersengketa menerima penyelesaian
arbitrase dan menyatakan kepuasan dengan proses arbitrase tersebut. Di Pittsburgh
contohnya, semua kasus arbitrase yang dilampirkan pengadilan negeri berakhir dalam tiga
babak tanpa meminta banding, dan waktu mediasi untuk pemeriksaan adalah tiga bulan,
dengan ditandai waktu tunggu sekitar 18 bulan untuk sidang. Di Michigan, meskipun yang
berselisih menerima putusan arbitrase kurang dari setengah kasu, hanya 7% dari semua
kasus-kasus dimana putusan arbitrase ditolak sebenarnya diajukan ke pengadilan.

Tentu saja, dalam ketertarikan atas daftar kasus dari arbitrasi yang dilampirkan di
pengadilan, kita tidak boleh membuat kesalahan dengan mengabaikan kualitas hasil
arbitrase. Bukti tentang ini jarang, tetapi sebuah studi tentang program Pittsburgh
menemukan bahwa sebagian besar peserta memandang hasil arbitrase sebagai keadilan.
Selain itu, pengadilan arbitrase yang dianeksasi memiliki banyak karakteristik ajudikasi –
kebanyakan terutama penerapan aturan hukum oleh pengambil keputusan yang netral.

Sayangnya, keberhasilan program arbitrase kurang seragam. Dalam amandemen


ketujuh, hak juri dalam sidang membutuhkan bahwa penyelesaian arbitrase tidak
mengikat, kecuali para pihak. Dalam kasus-kasus terlihat sangat penting bagi para pihak
yang berperkara apakah karena alasan moneter atau sebaliknya - pihak yang kalah jarang
bersedia menerima hasil arbitrase selama persidangan de novo tetap tersedia dan mereka
memiliki sedikit kerugian dengan menggunakan litigasi penuh. Hanya jika para pihak
sepakat sebelumnya untuk mengesampingkan hak juri mereka dimana hak dalam arbitrase
menjadi sepenuhnya efektif.

Bahkan dengan masalah finalitas ini, arbitrase yang dilampirkan di pengadilan telah
meningkatkan kemudahan penyelesaian kasus. Sebagian besar pihak itu menolak
keputusan arbitrase yang pada akhirnya diselesaikan - seringkali lebih awal dari keputusan
mereka akan ada tanpa arbitrasi. Bahkan jika pihak tidak menerima hasil arbitrase,
keputusan arbiter memaksa keduanya pihak untuk fokus pada penilaian realistis pihak
ketiga netral terhadap suatu kasus.

Seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman kami dengan arbitrase yang dilampirkan
di pengadilan, pengadilan federal dan negara bagian berusaha keras untuk mengakomodasi
dan mendorong pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa yang terbukti efektif,
terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan perselisihan pribadi. Pada saat yang sama,
karena alternatif ini memungkinkan pengawasan yang cermat oleh pengadilan, ada sedikit
bahaya bahwa orang miskin tidak akan menemukan ruang dalam daftar kasus. Dan yang
paling penting, dibawah mekanisme APS yang berfungsi sebagai tambahan untuk sistem
pengadilan yang ada, ada sedikit kemungkinan bahwa kita akan melihat penciptaan atau
pengembangan hukum publik oleh pihak pribadi.

Dengan berfokus pada kuadran penawaran matriks yang sedikit - resolusi sebagian
besar perselisihan pribadi oleh APS yang bertindak sebagai sistem tambahan ke pengadilan
- program-program seperti arbitrase yang diputus pengadilan dapat mengurangi tekanan
pada pengadilan untuk mengurangi hak substantif dalam menanggapi beban kasus yang
dirasakan atau aktual berlebihan.

3. Peran APS sebagai jalan tengah atau sistem alternatif

Bagaimanapun juga, sejumlah pendukung sistem APS jauh memiliki visi yang
ambisius terhadap ADR daripada yang sudah diterapkan sejauh ini. Contohnya, seperti
Jerold Auerbach, tampaknya lebih menyukai penyelesaian sengketa oleh suatu komunitas
menggunakan nilai-nilai komunitas itu daripada peraturan hukum. Tokoh lain, seperti
Hakim Agung, mengeluh soal “adanya beberapa gerakan massa dari orang penderita
penyakit saraf membuat banyak orang berpikir bahwa pengadilan telah diciptakan untuk
mengatasi segala masalah seluruh umat manusia”, dan mempercayai bahwa APS pasti
digunakan untuk membatasi “banjirnya” dari “jenis konflik baru” (seperti
“kesejahteraan….diklaim di bawah klausul Perlindungan yang Setara”) yang konon telah
melampaui sistem peradilan. Pada kasus lain, para advokat dalam ADR mengajukan
langkah yang benar-benar revolusioner--- resolusi dari kasus yang melalui sistem ADR
bebas dari pengawasan atau control Peradilan.
Jika kita dapat menganggap bahwa hal ini memungkinkan untuk membiayai dan
mengelola dengan benar sistem penyelesaian sengketa, maka akan muncul bantahan yang
tidak signifikan terhadap penggunaan sistem ADR yang sepenuhnya independen untuk
menyelesaikan sengketa privat yang tidak melibatkan nilai-nilai publik. Misalnya,
menyelesaikan permasalahan kecil sesuai dengan adat setempat atau menyelesaikan
konflik kontrak oleh norma komersial yang dapat menyebabkan lebih banyak
permasalahan dan lebih memuaskan para pihak. Dalam sengketa privat, sistem APS seperti
arbitrase sering kali lebih baik digunakan daripada pengadilan. Suatu sengketa dapat
diselesaikan oleh pihak netral dengan menggunakan keahlian substantif, biasanya dipilih
oleh para pihak sengketa, dan materi dalam sengketa tersebut dapat diperiksa tanpa
peraturan secara prosedur. Banyak puluhan ribu kasus yang susah ditangani melalui sistem
ini setiap tahunnya oleh para ahli pada arbitrase komersial, dan bahkan konflik privat
niscaya dapat lebih baik diselesaikan melalui APS daripada melalui pengadilan.
Bagaimanapun, jika APS diperluas untuk menyelesaikan kasus berat dalam hukum
konstitusional atau hukum publik—membuat nilai non-hukum untuk menyelesaikan kasus
penting sosial atau mengikuti peraturan hukum tersebut yang mengatur pembatasan hak
dan kewajiban public—terdapat alasan nyata untuk diperhatikan. Kebajikan yang sering
dilupakan pada pengadilan adalah bahwa pengadilan dapat memastikan resolusi yang tepat
dan penerapannya dalam nilai publik. Dalam keadaan terdesak yang mengharuskan kita
menggunakan jalur alternatif dibanding jalur litigasi, kita juga harus berhat-hati untuk tidak
mengabaikan apa yang sudah hukum capai atau menghancurkan fungsi penting pada
pengadilan formal. Seperti yang dikatakan oleh Profesor Fiss, Pengadilan menggunakan
sumber daya publik dan mempekerjakan orang yang tidak dipilih oleh para pihak, tetapi
pejabat publik ini dipilih oleh suatu proses. Para pejabat ini, seperti anggota legislative dan
eksekutif, memiliki kekuatan yang telah ditentukan dan dianugerahkan oleh Hukum
Publik, bukan oleh perjanjian pribadi. Pekerjaan mereka bukan untuk menentukan dan
memberikan perdamaian kepada para pihak sengketa, namun untuk memberi penjelasan
dari nilai-nilai yang terkandung dalam undang-undang yang berkaitan dengan sengketa
tersebut.
Perhatiannya dalam hal ini adalah bahwa APS akan menggantikan peraturan hukum
dengan nilai diluar hukum. Pada studinya J. Anthony Lucas mengenai Krisis Bus di Boston,
menegaskan bahwa titik kritis yang sering bangsa kita hadapi adalah norma dasar – seperti
persamaan dihadapan hukum ¬¬¬– konflik dengan norma adat non-hukum. Hal ini benar
dalam kasus di Boston selama perselisihan desedegrasi sekolah, dan juga benar dalam
permasalahan hak sipil pada tahun enam puluhan. Konflik ini, bagaimanapun, antaran nilai
publik diterapkan pada peraturan hukum dan nilai non-hukum yang mungkin digunakan
dalam alternatif penyelesaian sengketa.
Sebagai contoh, banyak permasalahan yang sekarang sudah ditangani secara
negosiasi dan mediasai dibanding melalui pengadilan umum. Seperti teman kolega penulis,
Hakim Wald, baru-baru ini mengamati hanya terdapat sedikit harapan bahwa Undang-
Undang Superfund dapat menyelesaikan masalah limbah beracun di bangsa kita, kecuali
kasus tersebut diselesaikan melalui jalur negosiasi, daripada litigasi. Namun sama
pentingnya dengan negosiasi lingkungan, mungkin masih meresahkan. Saat pihak
pemerintahan memberlakukan standar perlindungan yang ketat terhadap lingkungan,
negosiasi yang memiliki standar lebih lemah akan menghasilkan penerapan nilai-nilai yang
tidak konsisten dengan peraturan hukum. Selanjutnya, lingkungan mediasi dan negosiasi
akan menghadirkan bahaya yang ditetapkan oleh standar lingkungan kelompok-kelompok
swasta tanpa pemeriksaan demokratis atas lembaga pemerintahan. Professor Schoenbrod
baru-baru ini menulis yang mengesankan lingkungan mediasi yang melibatkan
penyelesaian sengketa tentang Sungai Hudson. Menurutnya, dalam hal itu pihak pribadi
yang melewati agen federal dan negara bagian, mencapai akomodasi pada masalah
lingkungan dan kemudian menunjukkan penyelesaiannya kepada regulator pemerintah.
Alternatif untuk persetujuan penyelesaian dilanjutkan proses pengadilan.
Perjanjian yang dihasilkan mungkin patut dipuji dalam membawa sebuah
mengakhiri litigasi yang berlarut-larut. Tetapi yang pasti penyelesaian perselisihan
bukanlah bukti bahwa kepentingan publik telah dilayani. Bukan untuk mengatakan bahwa
sengketa privat tidak pernah dapat menghasilkan hasil yang konsisten dengan kepentingan
publik; alih-alih, ini bisa dikatakan sengketa privat bermasalah ketika kita tidak memiliki
jaminan bahwa legislatif-atau standar yang diamanatkan lembaga telah diikuti, dan ketika
kami tidak memiliki penjelasan yang memuaskan mengapa mungkin ada varian dari aturan
hukum.
Di dalam contoh kasus Sungai Hudson, kita seharusnya merasa prihatin jika
negosiator pribadi menyelesaikan sengketa mengenai lingkungan tanpa adanya hasil yang
berarti atau partisipasi dari regulasi pemerintahan, atau jika para pihak bernegosiasi
menggunakan penyelesaian yang berbeda dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak
pemerintahan. Bagaimanapun juga, jika pemerintahan sudah menyebarluaskan mengenai
standar lingkungan pemerintahan berdasarkan prosedur yang ditetapkan secara legislative
(yang, tentu saja, melibatkan pertisipasi publik), dan jika pribadi para pihak
menegosiasikan penyelesaian sesuai dengan standar agensi ini dan tunduk pada persetujuan
agensi, maka proses APS mungkin terlihat telah bekerja dengan baik dalam hubungannya
dengan supremasi hukum. Memang, negosiator lingkungan mungkin memfasilitasi
implementasi dari aturan hukum dengan melakukan apa yang tidak bisa dicapai oleh
regulator agensi selama tujuh belas tahun.
Berbagai permasalahan dari sengketa privat dalam standar publik adalah
penerimaan oleh banyak advokat APS dari teori “brokentelephone” resolusi perselisihan
yang menunjukkan bahwa perselisihan hanya “kegagalan berkomunikasi” dan akan
menghasilkan “perbaikan pelayanan oleh Ahli.” Teori “broken-telephone” merupakan
tersampaikan secara implisit di dalam pidatonya Rosalynn Carter yang mengatakan
kepentingan cara kerja Piagam Center di Universitas Emory, Atlanta. Piagam Center baru-
baru ini telah mengadakan suatu seminar yang menghadirkan semua orang dikedua belah
sisi mengenai kontroversi tembakau. Berdasarkan piagam milik Rosalynn, “ketika
beberapa orang bersama, aku tidak akan mengatakan mereka saling membenci, namun
mereka adalah musuh. Tetapi pada akhirnya, mereka akan mengadan ide bagaimana
mereka bekerjasama”
Hasil ini patut dipuji. Saling adanya pengertian dan perasaan baik diantara pihak
yang berselisih akan menghasilkan penyelesaian sengketa yang bagus, tetapi ada beberapa
sengketa yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah dengan kesepakatan bersama dan
itikad baik. Faktanya di dalam dunia politik, terdapat banyak permasalahan banyak
perselisihan mencerminkan pandangan yang sangat berbeda tentang nilai dasar publik yang
tidak pernah bisa dihilangkan oleh cara yang mendorong para pihak sengketa untuk saling
mengerti satu sama lain. Memang, banyak para pihak sengketa memahami pihak lawan
mereka dengan sangat baik. Bagi mereka yang menilai bahwa tembakau tidak dapat
diterima dari segi kesehatan, contohnya tidak pernah sepenuhnya berdamai dengan
perbedaan mereka dengan industri tembakau dan kita seharusnya tidak berasumsi yang
sebaliknya.
Salah satu fungsi penting dari hukum adalah untuk mencerminkan resolusi publik
atas perbedaan-perbedaan yang tidak dapat didamaikan; anggota parlmen diharuskan untuk
memilih diantara berbagai visi tentang kepentingan publik. sebuah potensi bahaya dari
APS adalah bahwa para pihak sengketa yang hanya mencari pemahaman dan rekonsiliasi
dapat memperlakukan sesuatu secara tidak relevan berdasarkan pilihan yang ditetapkan
oleh anggota parlemen, sebagai hasil, pengabaian nilai publik tercermin pada aturan hukum
yang ada.
Kita harus memperhatikan bahwa ADR telah menjadi alat untuk menghilangkan
pengembangan peradilan atas hak-hak legal bagi pihak yang dirugikan. Professsor Tony
Amsterdam telah mengamati bahwa ADR dapat mengurangi kemungkinan untuk
perbaikan hukum atas kerugian yang diderita oleh orang miskin dan kurang mampu, “Demi
meningkatkan akses terhadap keadilan dan efisiensi peradilan.” Ajudikasi yang murah,
cepat, dan informal tidak selalu identik dengan ajudikasi yang adil. Para pembuat
keputusan mungkin tidak mengerti nilai-nilai yang dipertaruhkan dan para pihak yang
bersengketa tidak selalu memiliki kekuatan dan sumber daya yang seimbang. Kadang
karena ketidaksetaraan dan ketidak-efisianan pada proses-proses informal yang kurang
memiliki perlindungan procedural, penggunaan mekanisme alternative tidak akan
menghasilkan apapun selain keputusan yang murah dan kurang informasi.
Pengalihan secara besar-besaran dari kasus-kasus yang melibatkan hak hukum
kaum miskin akan menghasilkan definisi dari hak-hak itu sendiri dari yang berkuasa di
masyarakat bukan dari penerapan akan nilai-nilai sosial yang tercermin dalam peraturan.
Hukum Keluarga memberikan satu contoh tentang APS yang mengarah ke
“keadilan kelas kedua”. Dalam sepuluh tahun terakhir, perempuan terlambat mendapat
hak-haknya, termasuk hak untuk melindungi perempuan yang mengalami kekerasan dan
mekanisme baru untuk menekankan tentang penegakan penyerahan tunjangan anak.
Terdapat bahaya yang lebih nyata, namun, hak-hak ini dapat menjadi khayalan belaka
apabila semua permasalah dalam “hukum keluarga” benar-benar dipaksa untuk diatasi
melalui mediasi. Masalah-masalah yang disampai melewati batas pertanyaan atas daya-
tawar menawar yang tidak adil. Sebagai contoh, wanita yang mengalami kekerasan sangat
membuthkan orang yang melakukan kekerasan tersebut dikeluarkan dari rumah atau di
penjara—hal ini sangat tidak sesuai dilakukan dengan mediasi.
Beberapa bentuk dari mediasi, akan tetap menjaga nilai-nilai publik tetap pada
porosnya. Profesor-profesor Mnookin dan Kornhauser menyarakan, sebagai contoh, dalam
perjanjian perceraian dapat diselesaikan dengan dimediasi meskipun negosiasi dalam
sidang diminta meninjau kembali berdasarkan norma-norma yang telah ada . Selain itu,
beberapa sengketa yang tidak dapat diselesaikan dalam persidangan mungkin akan lebih
sesuai apabila diseleaikan dengan cara mediasi . Namun banyak kasus yang tidak
memerlukan apapun selain resolusi yudisial. Paling tidak kita harus berhati-hati dalam
mengevaluasi kepantasan APS dalam resolusi dalam sengketa tertentu.
Meskipun dalam masalah ini, terdapat beberapa jalur yang menjanjikan di mana
kita akan memperkejakan APS sebagai pengganti dari proses pengadilan yang tradisional.
Apabila badan dari hukum tersebut sudah dikembangkan dengan baik, maka arbitrase dan
APS lainnya akan terstruktur sehingga hak masyakat dan tanggung jawab tidak ditentukan
dan dibatasi oleh grup tertentu atau privat. Hal yang akhir-akhir ini terjadi pada pegiat
arbitrase dalam sektor federal, yang termasuk polisi yang terlambarri oleh hukum,
peraturan, dan regulasi, menyarakan bahwa interpretasi dan pengaplikasian hukum tidak
akan keluar dari kompetensi arbitrase. Sehingga selama membatasi arbiter dalam
penerapan aturan hukum yang sudah terdefinisikan dan secara ketat membatasi hukum
publik dalam pengadilan, maka APS dapan menjadi sebuah cara yang efektif untuk
membasmi kasus-kasus yang sudah menjamur. Perkerjaan dalam kasus diskriminasi
menawarkan contoh-contoh yang menjanjikan. Banyak pekerjaan kasus-kasus
diskriminasi yang sangat terikat dengan fakta dan dapat diselesaikan dengan menerapkan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Namun banyak pertarnyaan yang seharusnya bisa
diselesaikan di pengadilan. Jika secara rutin, maka kasus akan disertifikasi pada alternatif
penyelesian sengketa yang lebih efektif yang memiliki kewenangan dalam membuat
penentuan akhir, pengadilan akan memberikan perhatian lebih kepada pertanyaan hukum
baru, dan secara garis besar efektivitas dan hukum anti-diskriminasi mungkin untuk
ditingkatkan.
Di sisi lain, kita bisa mengkapitalisasi pada keahlain yang substansif dan standar
yang telah berkembang dari mekanisme APS yang baik. Sebagai contoh, pengalaman dan
standar dalam bebrapa dekade ini bahwa tenaga kerja arbitrase dan mediasi dapat secara
tepat membuktikan dapat menyelesaikan sengketa antara perkerja yang tidak terikat
dengan orang yang memperkerjakan dalam perkara ‘pemecatan secara tidak adil’. Tenaga
kerja arbitrasi telah berkembang sesuai dengan standar pemutusan hubungan kerja yang
adil, dimana mereka akan secara cuma-cuma dipindah ke tempat kerja yang non-serikat, di
mana akan menyediakan perlindingan yang sama terhadap pekerja yang tidak terikat.
Sama, keahlian yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun oleh arbiter komersial
dapat digunakan untuk sengeketa perselisihan bisnis, yang sekarang litigasinya
membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kita juga perlu meningkatkan pihak-pihak swasta
untuk menerima secara sukarela untuk mengikatkan pada arbitrasi. Baru-baru ini, SEC dan
industri sekuritas mengembangkan sistem sekuritas arbitrasi di berbagai kasus hukum.
Apabila sistem ini dianggap adil untuk para investor dan perantara, mungkin perlu ada izin
dari invesor untuk berkomitmen pada diri mereka sendiri dengan berkontran dan
mengikatkan diri pada arbitrase.
Selain itu, kualitas dari tenaga kerja arbitrasi yang membuatnya berhasil dalam
kontek tawar-menawar siap untuk dipindah pada bidang hukum yang lainnya. Kehadiran
sebuah bakat yang natural dengan keahlian yang substantif, penghindaran pengaburan
masalah, kebebasan arbiter untuk menggunakan akal sehat, seleksi arbiter oleh para pihak,
dan tradisi dari peninjauan keputusan arbitrase yang terbatas – faktor-faktor yang membuat
arbitrase lebih unggul untuk litigasi dalam kasus-kasus tenaga kerja – akan membuat
arbitrase lebih unggul daripada jalur litigasi lainnya pula. Meskipun konteks tenaga tenaga
kerja mempunyai manfaat dari perjanjian perundingan bersama yang memberikan aturan
tidak dapat berubah sewaktu-waktu oleh satu pihak , pengalaman dengan pegawai federal
menunjukan bahwa arbitrase dapat mencapai manfaat yang besar bahkan saat terbatas pada
aturan yang diberlakukan secara sepihak. Mungkin arbitrase dapat terbukti berguna dalam
moderasi ketidaksetujuan antar masyarakat, dalam menyelesaikan keluhan-keluhan
masyarakat terhadap pelayan publik, dan menyelesaikan keluhan narapidana terhadap
kondisi dalam kurungan.
Terakhir, ada beberapa sengketa di mana nilai masyarakat – ditambah dengan
supremasi hukum – mungkin menjadi sumber keadilan yang kaya. Mediasi terhadap suatu
sengketa antara orang tua dengan sekolah mengenai pendidikan khusus terhadap anak cacat
yang sangat berhasil. Mayoritas perselisihan diselesaikan melalui mediasi, dan orang tua
umumnya positif tentang hasil dan proses. Pada isu mediasi ini merupakan pendidikan
yang pantas bagi seorang anak, bahwa penyelesian masalah yang paling tepat adalah
diselesaikan oleh orang tua dan pendidik – bukan pengadilan. Sama halnya, banyak
sengketa antara pemilik tanah dengan penyewa dapat diselesaikan hanya dengan negosiasi.
Kebanyakan “hak” penyewa hanya prosedural daripada substantif. Sedangkan penyewa
mengharapkan perkembangan yang substantif pada perkembangan kondisi perumahan atau
jaminan bahwa mereka tidak akan diusir. Mediasi atas sengketa antara pemilik dan
penyewa, karenanya dapat sangat berhasil – bahkan lebih sering berhasil dibandingkan
dengan ajudikasi – karena kedua pihak mendapat lebih banyak oleh persetujuan.
Namun dari kedua contoh tersebut, pilihan jalan utama untuk ajudikasi menjadi
sangat penting. Ini hanya karena anak cacat memiliki hak untuk mendapat pendidikan,
sehingga mediasi antara orangtua dengan sekolah berhasil. Hanya karena penyewa
memiliki hak yang prosedural maka tuan tanah akan menawar.
APS dengan demikian dapat memainkan peran penting dalam membangun sistem
peradilan yang lebih mudah dikelola dan lebih responsif terhadap kebutuhan warga negara.
Ini sangat penting – sebagai contoh diatas – maka APS dalam perannya sangat terbatas
untuk mencegah masalah konstitusional dan hukum publik di mana mekanisme APS yang
mandiri dalam pengadilan. Untungnya, beberapa program APS telah berusaha untuk
menghapus masalah hukum publik dari pengadilan. Meskipun ini mungkin hanya
mencerminkan pemuda relatif dari gerakan APS, itu juga dapat mewujudkan kesadaran
akan bahaya resolusi hukum publik dalam forum non-yudisial.
III. KESIMPULAN

A. Simpulan

Terlepas dari masalah tentang aplikasi yang sesuai Mekanisme APS, terdapat dua
pertimbangan utama tambahan yang mempengaruhi penggunaan APS. Pertama yang harus
dilakukan adalah penelitian dan penilaian,yang lain adalah pelatihan dan keahlian bagi mereka
yang akan bersikap netral dalam sistem APS. Karena gerakan APS masih dalam tahap formatif,
banyak sekali yang harus dipelajari tentang kelayakan alternatif untuk litigasi. APS, masih
merupakan upaya yang spekulatif. Kita tidak tahu apakah program APS akan cukup dan
terpenuhi dalam jangka Panjang; apakah penggugat perdata akan menggunakan APS sebagai
pengganti atau hanya tambahan untuk litigasi; apa pengaruh APS dalam kasus-kasus hukum;
atau apakah kita dapat menghindar dari masalah keadilan “kelas kedua” untuk kaum miskin;
dan apakah kita dapat menghindari penyelesaian yang tidak pantas dalam pertanyaan hukum
publik sepenuhnya di forum pribadi. Mengingat hal ini dan segala hal lain tentang APS, kita
harus terus memandang bahwa alternatif penyelesaian sengketa sebagai usaha bersyarat,
berdasarkan pada studi dan penyesuaian lebih lanjut. Setiap sistem APS baru harus
menyertakan program formal untuk penilaian diri dan jenis pengaturan “matahari terbenam”
untuk meyakini bahwa sistem ini telah dievaluasi setelah beberapa waktu yang masuk akal
sebelum ditetapkan secara permanen.
B. Saran
Selain penelitian dan penilaian lanjutan, kita harus memastikan kualitas "industri" APS
yang tiba-tiba muncul. Sebagian besar peserta dalam gerakan APS bergabung dengan motif
murni, tetapi ini tidak berlaku untuk semua orang. Sekarang ada sejumlah memproklamirkan
diri "Ahli" APS, dengan kartu nama di tangan dan perusahaan konsultan di halaman kuning,
mengiklankan kemampuan untuk menyelesaikan perselisihan apa pun. Sayangnya, mereka
yang mencari mangsa pada ide baru dapat mendatangkan malapetaka dengan sistem keadilan
kita dan menghancurkan legitimasi gerakan APS pada permulaannya. Salah satu cara untuk
membatasi masalah ini adalah dengan melatih potensi netral untuk memastikan keahlian
mereka di kedua bidang substantif dan dalam teknik penyelesaian sengketa.
Ada sejumlah pendukung ADR yang tampaknya percaya bahwa netral yang baik dapat
menyelesaikan masalah apa pun tanpa memperhatikan substantive keahlian. Pengalaman kita
dengan arbiter dan mediator secara kolektif tawar-menawar membuktikan kebodohan gagasan
ini. Netral terbaik adalah mereka yang mengerti bidang di mana mereka bekerja. Namun,
gerakan APS sering kali berupaya menggantikan mekanisme penyelesaian sengketa yang
berorientasi pada masalah dengan mekanisme yang lebih umum tanpa mempertimbangkan
pentingnya keahlian substantif.
Beberapa akan menjawab bahwa hakim adalah generalis, namun kita mempercayai negara
bagian dan pengadilan federal kita untuk menyelesaikan berbagai sengketa. Argumen ini,
bagaimanapun, menipu karena hakim adalah spesialis dalam menyelesaikan masalah hukum.
Hukum bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan aturan, sedangkan mekanisme
penyelesaian perselisihan alternatif beralih ke nilai-nilai tidak legal. Jika perselisihan harus
diselesaikan dengan aturan hukum, ahli hukum yang ditunjuk oleh negara kita dan konstitusi
federal – yaitu, para hakim - harus menyelesaikannya. Jika nilai-nilai nonlegal untuk
menyelesaikan perselisihan, kita harus mengakui perlunya keahlian substantif.
Seperti yang kita gambarkan, di atas segalanya kita harus ingat bahwa yang memayungi
tujuan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk memberikan keadilan yang sama bagi
semua orang. "Jika ... reformasi hanya menguntungkan hakim, maka itu tidak layak dikejar.
Jika ... ia mempertahankan kemajuan hanya untuk profesi hukum, maka itu tidak layak
mengejar. Layak untuk mengejar hanya jika itu membantu untuk menebus janji Amerika. "
Selama ini tetap menjadi tujuan utama APS dan kita terus fokus pada peran penting dari nilai-
nilai publik yang tercermin dalam hukum, kemajuan gerakan APS dalam dekade mendatang
akan pasti melampaui yang terakhir.

Anda mungkin juga menyukai